Kalau Jodoh Tak Lari ke Mana

Nah, ini yang menjadi perbedaan aku dengan Erli. Aku suka bintang yang ada di langit sementara Erli, menyukai bintang zodiak yang menyatakan peruntungan seseorang. Erli bahkan sering bilang, Gemini seperti aku ini tipe orang yang bermuka dua. Gampang berubah pikiran menjadi cirinya, karena seperti memiliki dua kepribadian.

Tetapi, menurutku watak seseorang itu memang sudah melekat sejak lahir. Tidak ada hubungannya dengan zodiak yang menaungi. Meski kala itu aku pernah bicara seolah mempertanyakan mengapa bintangku Gemini, tetapi namaku mengacu pada Scorpio—terpengaruh kebiasaan Erli yang sering bicara tentang zodiak. Bagiku semua itu hanya untuk bahan lelucon saja.

Secara umum aku sama Erli hampir memiliki sifat yang sama. Terbuka, terkadang konyol dan sering berpikiran lebay, seperti percaya adanya gajah terbang. Akan tetapi kalau sudah mulai bicara mengenai perbintangan, kami selalu berdebat. Dan, Erli selalu tidak mau kalah. Dia akan dengan tekun menjelaskan setiap inchi persamaan antara aku dengan sifat Gemini itu.

Seperti kemarin saat Erli menanyakan tentang zodiak Alde. Lalu dengan seenaknya Erli menebak bintang Alde pasti Taurus, sebagaimana asal namanya. Dia berpikir, pasti mama Alde juga suka bintang makanya menamai anaknya dengan nama Aldebaran, salah satu pembentuk bintang yang paling bersinar terang di Taurus. Aku yakin, Erli mengatakan itu karena mengacu dari perkataanku tentang rasi Taurus di angkasa.

Setelah itu keesokan paginya Erli melakukan cocoklogi perjodohan berdasarkan zodiak. Entah apa yang merasukinya semalam, begitu bangun tidur dia sudah mengoceh tentang hal tersebut.

"Aries dan Taurus merupakan pasangan romantis yang tepat. Sama seperti Aries dengan Gemini yang bisa sohiban kekal." kata Erli mulai ceramah mengenai karakter dari zodiak. "Taurus kalau bersama dengan Aries akan mendapatkan sentuhan energi hebat demi sebuah petualangan cinta yang seru. Beda kalau sama Gemini, Taurus akan merasa lelah karena sifat Gemini yang suka berubah-ubah juga tidak suka duduk diam di rumah. Taurus itu tipe orang rumahan, tidak kayak kamu yang suka berkeliaran."

"Oh ya?" tanggapku sambil menyeruput minuman sereal untuk mengganjal perut sebelum pergi kuliah pagi. "Tapi aku berkeliaran, kan demi bisa dapat uang." desisku kemudian.

"Bukannya oh ya," Erli tidak peduli dengan lontaran pernyataanku yang kedua. "Kamu harusnya waspada kalau tiba-tiba Alde jatuh hati padaku. Daya tarik seorang Aries terhadap Taurus itu sangat besar."

Mendengar kesimpulan Erli yang masih menuduh aku ada hubungan dengan Alde, sungguh membuatku tertawa keras. Benar imajinasi kami sama-sama tinggi. Akan tetapi imajinasiku tentang percintaan tidak sedrama Erli.

"Kenapa tertawa?" Wajah Erli terlihat tidak senang.

"Berapa kali harus aku bilang, aku sama Alde sama sekali tidak ada apa-apa. Halumu benar-benar sampai keluar dari galaksi kita." balasku yang segera menuju tempat cuci gelas.

"Masa sih?" Mata Erli menatapku dengan picingan curiga ketika aku menoleh sekilas padanya. "Kamu enggak sayang menolak dia?"

"Menolak apa? Tidak ada percakapan yang mengarah ke sana. Udah ah, aku mau berangkat kuliah dulu." sergahku tidak ingin Erli terus menganggap ada sesuatu antara Alde dengan aku.

***

Aku menyusuri jalanan kampus bagian depan selepas kuliah sore. Seperti biasa, operasi sampah botol plastik terlebih dahulu. Kalau kalian tanya apakah aku tidak malu memulung sampah di sekitar kampus yang bakalan ketahuan teman. Jawabanku; jelas tidak. Buat apa malu. Toh, yang kulakukan bukan sebuah kejahatan. Mereka sudah membuangnya, kan? Jadi tidak salah kalau aku kemudian memungutnya demi sekeping uang halal.

Pokoknya, aku juga tidak peduli ketika, bahkan ada teman yang mempertanyakan kebiasaanku yang selalu melongok tong sampah lalu mengambil sesuatu yang menurut mereka menjijikkan. Paling aku hanya akan berkomentar; bersyukurlah kalian yang bisa berkuliah tanpa harus mencari uang tambahan.

Tiba di deretan ruko megah mataku menumbuk sebuah mobil berwarna silver mengkilat yang sempat menyilaukan mata. Melihat itu aku jadi teringat pada medali perak yang pernah aku dapat di antara medali emas dan perunggu.

Ingatan tentang Senpai Ian serta merta mengikuti. Mendadak aku kehilangan daya lalu berjongkok di belakang mobil silver itu. Melupakan perihal bahaya bila tiba-tiba si empunya mobil melajukan kendaraannya mundur untuk keluar dari tempat parkir. Aku meremas kepala seakan ingin menyedot ingatan yang sekarang terasa tidak menyenangkan.

Enyahlah!

Gerak selanjutnya tanganku sudah seperti membuang sesuatu yang besar dari arah kepala. Saat tubuh ingin bangun dari posisi berjongkok, mataku yang memaling ke kanan langsung terpaku pada pelat hitam yang berjarak hanya lima sentimeter dari wajah.

Aneh bin ajaib. Pelat hitam itu, dalam hitungan detik berhasil mengalihkan pikiranku dari Senpai Ian.

"Nah, ini dia nih mobil yang dulu membuang botol air mineral di jalan." gumamku sambil menepuk plat nomor R 4614 WA, yang kubaca sebagai Ragiawa. Seringai balas dendam tertampil dari mulutku.

Benar orang ini harus diberi penataran tentang cara menghargai lingkungan. Biar tidak selalu membuang sampah sembarangan.

Aku bangun dari jongkok dengan menepuk-nepuk plat nomor mobil itu lagi. Gerak selanjutnya aku mengedarkan pandangan mencari si pemilik mobil.

Dia pasti sedang menemani pacar atau istrinya belanja tas mewah di toko yang berjudul Pasha. Katanya tas merek Pasha sangat mahal. Mendengar kisaran harga dari yang kudengar, membuatku sama sekali tidak berani masuk ke sana. Apalagi tampilan toko yang berdiri megah di depanku itu seolah mengejekku; mana kamu punya uang. Jangan masuk kemari. Dasar pemulung!

Baiklah, mari kita tunggu si empunya mobil sampai keluar dari memborong tas di sana. Sementara menunggu, aku langsung menyiapkan kata-kata apa yang akan kulontarkan untuknya.

Kepalaku manggut-manggut, setelah berhasil menyusun teks orasi di kepala, tinggal keluarkan lewat moncong toa. Orang-orang macam ini─yang tidak menghargai lingkungan seharusnya dihukum. Biar pada kapok. Denda uang yang berjumlah ratusan ribu kira-kira setimpal tidak ya? Hmm, uang pasti bukan masalah bagi mereka. Usulku mending langsung hukuman badan saja. Kurung penjara atau suruh push up di tempat sambil berseru mengucap janji tidak akan membuang sampah sembarangan.

Aku mondar-mandir mengelilingi mobil silver yang terdeteksi sebagai Pajero itu. Mengagumi sejenak penampilannya yang gagah tidak terjangkau tangan. Merasa lelah selepas berputar-putar, aku lalu menyandarkan diri ke pantat mobil.

"Lagi ngapain, Mbak?" Aku segera mencari sumber suara. Wah, kaget. Kirain yang punya mobil sudah datang. Ternyata penjaga parkir.

"Nunggu orang, Mas! Ini mobilnya!" tunjukku pada mobil yang masih aku sandari.

"Temannya?" tanyanya dengan pandangan setengah curiga.

Aku langsung paham maksudnya, tentu secara sepihak menurut asumsiku.

"Memang muka saya mirip pencuri mobil?" tanyaku sambil nunjuk muka sendiri.

"Bukan begitu Mbak, tadi terlihat gelisah mondar-mandir. Saya kira kehilangan kunci mobil. Siapa tahu saya bisa bantu." dalih Mas Tukang Parkir.

Belum sempat aku membalas lagi ucapannya, sebuah mobil tampak masuk ke lahan parkirnya. Pria muda dengan topi pet hitam itu pun berlari kecil lalu mengarahkan pengemudi menuju area yang masih kosong.

Aku merasa lega. Lepas dari tatapan prasangka. Tidak perlu mencari alasan, atau malah menceritakan tentang kebenaran mengenai si pemilik mobil yang serampangan.

"Waaa!" Kaget. Tiba-tiba mobil yang kembali kusandari berbunyi.

Tubuhku segera kuputar untuk melihat laki-laki angkuh dengan kaca mata hitam yang telah mencampakkan botol air mineral sebanyak dua kali. Akan tetapi, gambaran laki-laki yang terngiang angkuh kala itu mendadak berubah menjadi seseorang yang baru kukenal.

"Kamu?" sapanya.

Reaksi kami sama-sama terkejut.

"Ini mobilmu?" tanyaku dengan ekspresi melongo seperti orang bego.

Hilang sudah berbagai mode ceramah tentang pentingnya menjaga lingkungan sekitar, agar bebas dari sampah yang berserakan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top