Pemuda Kahfi
_18_
_Ustadz Pribadi_
Terkadang, dari luka kita belajar. Dari luka juga kita semakin terluka lebih dalam, Kecuali luka yang disandarkan pada yang maha menyembuhkan.
Adnil_
Perkulihan hari ini usai. Jadwal selanjutnya menemui ustadzah Kalila. Hari ini jumat, akan ada pembahasan menarik tentang isi dalam surah Al-kahfi yang mana jika dibaca dihari jumat akan diterangi cahaya antara dua jumat.
Usai merapikan buku-buku dan meraih tas, aku mengajak Rara untuk ikut belajar. Tanpa menunggu lama atau memaksa, Rara dengan senang hati ikut walau pada nyatanya dia bosan mendengar kajian.
"Assalamualaikum Agatha," sapa seseorang saat aku sudah berada diluar kelas. Sontak Rara membulat sempurna. Secara dihadapannya adalah pria korea berlessung pipi yang langka.
"Waalaikum salam," jawabku memecah kekagetan Rara.
"Boleh gue ikut lo kajian?"
Darimana pria ini tahu aku mau ke kajian? Alisku tertaut tak mengerti. setahuku usai ungkapan rasa dan perdamaian itu dia tak pernah menghubungiku. Seperti dia benar-benar kecewa atau memang belum ikhlas.
Pria ini tersenyum, mengerti ketidak fahamanku. "Aku tahu kamu selalu mengadakan kajian pribadi di kafe Manis kan? Maka dari itu bolehkah aku juga ikut belajar?" Aku mesih tercengang atas pengakuannya. Jadi, apakah selama ini dia memata-mataiku?
"Aku tahu mungkin ini aneh menurutmu. jujur selama setahun ini aku tak pernah menghubungimu bukan aku benci karena kau menolakku. Tapi, aku sedang belajar mengikhlaskan seperti katamu."
"Sungguh ini sulit Tha, sampai saat ini akupum belum ikhlas dan tak bisa menghapus rasaku, walau aku suadah menerima bahwa kau tak menginginkanku."
"Saat aku bertanya salah satu ustadz setelah kajian, cara memperjuangkan itu bukan memata-matai, tapi datangi pemiliknya, mintalah kepada pemiliknya. Begitu katanya."
"Karena ingin memperjuangkanmulah aku semakin rajin meminta kepada Allah disepertiga malam, setelah itu niatku akan mendatangi ayahmu. Semoga dengan doa hatimu luluh."
"Eh.. jadi curhat gini. Gimana? boleh kan ikut kajian? gue butuh konsultasi, gue juga butuh guru pribadi."
Aku mengangguk pelan, kesal sih, masih sempatnya promot doa-doanya. "emh.. nggak papa." Rara masih tercengang. Lihat saja Rara terpesona dengan perubahan Reza.
Terkadang, dari luka kita belajar. Dari luka juga kita semakin terluka lebih dalam, Kecuali luka yang disandarkan pada yang maha menyembuhkan.
Kesepakatan kajian yang biasanya dimulai jam 11 harus diundur ba'da jumat, karena Reza gak mungkin bolos solat jumat. Aku dan Rara pun memilih solat di musholla kampus.
_£££_
"Kita kemana ini Tha?"
"Tempat biasa, kafe Manis."
Tanpa jawaban lagi dari Rara, dia penuh semangat mengemudi mobil kesayanganku ini. Sepertinya ada roma-roma berbeda dari tingkahnya. Setelah bungkam karena bertemu Reza wajahnya beseri-seri bahagia seperti anak kecil yang meminta balon dan riang gembira ketika sudah dikabulkan.
Sampai di kafe, aku dan Rara disambut Reza dengan senyum dan lambaian tangannya. Kulirik sedikit Rara yang sikapnya berubah 180°. tiba-tiba kaku, grogi, dan bukan Rara yang cerewet penuh percaya diri.
"Ehm.." mengagetkan Rara yang mematung dan kakinya seolah di lem.
"Kamu kenapa Ra?" Netra Rara menatapku secara tiba-tiba.
"Em.. a.. eh.. e-a.. aku kenapa Tha?" Jawabnya kikuk. Kentara sekali dia salah tingkah. Itu hal langka yang terjadi pada Rara. Cewek apa adanya, nggak gengsi, bukan tipe cewek pemalu, tapi kadang malu-maluin sih.
" kok tanya balik?" Rara mengalihkan tatapanku ke lantai yang kami pijaki.
Saat kami sampai di meja yang sudah Reza booking dengan empat kursi, aku berbisik pelan. "Karena Reza ya?" Seketika mata Rara membulat penuh.
"Ah enggak." gugupnya masih kentara.
"Nggak apa?" Celetuk Reza yang tiba-tiba mendengar suara Rara seperti penolakan.
"Nggak salah." kataku asal.
" apaan sih kamu Tha." tatapan Rara sudah berarti mengancam. Ini membuatku semakin percaya tingkah anehnya hari ini karena Reza.
"Apasih maksudnya?" Pria tunggal ini mendesak ingin tahu. Sedang Rara masih menghunus tatapannya padaku.
"Ah nggak tadi aku tanya Rara puasa apa nggak," bohongku. Ya Allah maafkan aku. Satu kebohongan akan disusul kebohongan berikutnya. Semoga ini tidak terjadi padaku.
"Oh kirain kenapa."
"Assalamualaikum." suara lembut khas perempuan jawa menatap kami dengan tatapan kaget karena anggota yang bertambah.
"Waalaikum salam," jawab kami serempak.
"Silahkan Ustadzah." aku mempersilahkan duduk dikursi kosong tepat disamping kananku juga samping kiri Reza. Tatapannya melirik sekilas pria dikannnya yang menyambut dengan senyum aspartamnya. Terakhir tatapannya mengalih padaku menuntut untuk diberi penjelasan.
"Maaf ustadzah, perkenalkan dia Reza, teman smp saya. Dia ingin belajar agama lebih dalam lagi." ustadzah mengangguk paham. Sedang Rara, aku tak perlu memperkenalkannya lagi, karena sudah aku perkenalkan dipertemuan sebelumnya.
Ustadzah menelungkupkan kedua tangannya didepan dada. Memberi salam tanda sopan. Kemudian dibalas Reza yang mengikutin pergerakan Ustadzah Kalila.
"Baik, karena ada yang baru, jadi mau lanjut pembahasan yang disepakati atau apa nih?"
"Lanjutin saja ustadza, jangan hiraukan saya. Saya ngikut saja." ustadzah meng iyyakan.
"Baiklah, saya lanjutkan pembahasan yang sudah disepakati. Yaitu surah Al-kahfi. Al-kahfi sendiri berarti gua. Al-kahfi juga disebut ashabul kahfi, yaitu penghuni gua."
"Mengapa disebut surah Al-kahfi? Al-kahfi disini diambil dari kisah yang dijelaskan dalam surah tersebut tentang pemuda-pemuda yang tertidur selama bertahun-tahun didalam gua. Al-kahfi terdiri dari 110 ayat. Namun tidak hanya mengisahkan pemuda kahfi saja, ada kisah lain didalamnya, yaitu kisah perjalanan nabi khidir dan nabi Musa, Zulkarnain dan Ya'juj Ma'juj, juga kisah pemilik kebun."
"Kisah yang saya sebutkan tadi adalah kisah-kisah inspiratif tentang kekuasaan Allah. Namun saya tidak bisa menceritakan keseluruhannya hari ini. Waktu saya tidak banyak. Jam 3 harus keluar dari Kafe ini."
"Tidak apa-apa ustadzah," seruku yang kemudian disetujui kedua temanku ini.
"Baik, saya lanjutkan agar tidak banyak waktu terbuang. Kisah pemuda kahfi diceritakan pada ayat ke 9 sampai ayat ke 26. Kalian bisa membacakan sendiri arti ayat tersebut dalam al-quran terjemahan."
"Dalam ayat tersebut tidak dijelaskan secara luas dan rinci, namun ada sebagian buku sejarah yang menceritakan lebih jelas dan difahami. Ayat al-quran hanya menjadi penguat dari kisah tersebut bahwa kisah itu benar adanya tidak hanya mitos semata yang dibenarkan oleh orang-orang kiristiani."
"Bagaimana tidak orang kristen mengatakan kisah itu mitos, sedang kisah itu benar-benar ajaib. Pemuda-pemuda yang mengasingkan diri dari golongannya karena ketidak percayaan mereka terhadap apa yang disembah dari golongan mereka"
" pemuda-pemuda itu hanya percaya bahwa pencipta dan pemilik semesta alam ini hanya Allah swt. Bukan apapun yang disembah dari golongan mereka."
"Pada ayat ke 10 dijelaskan yang artinya tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)" lalu ayat selanjutnya menjelaskan bahwa Allah menidurkan mereka bertahun-tahun lamanya dan allah bangunkan mereka dari tidur yang panjang itu."
"Dari kisah yang pernah saya baca bahwa pemuda-pemuda itu terbangun seolah baru tidur hanya sehari namun perkiraan mereka berubah saat diantara merka saling memperhatikan bahwa sebagian wajah mereka sudah tumbuh rambut panjang dan mulai memutih. Diantara mereka saling bertanya-tanya dan mengira-ngira berapa lamanya mereka tidur, sehingga salah satu diantara mereka berkata 'tidak ada yang lebih tahu kebenarannya kecuali Allah azza wa jalla' dan pemuda yang lainnya membenarkan perkataan salah satu pemuda tersebut sehingga perselisihan soal waktu itu berakhir."
"Katanya bagian dari pemuda itu ada satu anjing dan satau-satunya anjing yang kelak masuk surga. Dari kisah ini kita simpulkan bahwa kuasa Allah begitu besar, cukup kita pasrah dan berserah diri. Percaya bahwa Allah satu-satunya penolong"
"Bagaimana? bisa difahami." kami mengangguk serempak.
"Mungkin bisa dilanjutkan kisah berikutnya minggu depan. Saya izin pulang dulu. Kalau kalian masih ingin berdiskusi silahkan. Atau bisa sharing dengan Agatha terkait apa-apa yang sudah dia dapat. Eh tapi untuk Reza, belajar pada lawan jenis sepertinya kurang leluasa dan saya sendiri kurang suka. Mungkin kamu bisa belajar dengan suami saya, mau?" Reza mengangguk binar.
"Baik akan saya sampaikan. Lagipula menghindari fitnah itu lebih baik. Saya permisi. Assalamualaikum."
"Waalaikum salam?" jawab kami serempak sambil memperhatikan sosok pemberi ilmu yang mulai menjauh.
Kami mulai menghabiskan minuman yang kami pesan dan pulang dengan tujuan masing-masing. Namun sebelum kami beranjak ada suara bariton yang memecah interaksi kami dalam bahasa tubuh masing-masing.
"Hai bang! Inget gue?" Hah? Bang? sejak kapan Rara panggil abang. Dia mengangguk dengan senyum tampannya.
"Siapa dia Tha? calon?" Netranya tertuju pada pria dihadapanku.
"Maunya gitu sih bang." senyum jahilnya menatapku dan berdiri mengulurkan tangan "kenalin gue, e aku Reza temen Agatha."
"Oh kirain ini orang yang dijodohin sama kamu." sontak wajah Reza yang tadi jahil menatapku kini berubah kaget.
"Ih apaan sih kak diem deh."gerutuku kesal. "Kok tahu Agatha disini? Lagian kapan yang balik? Ayah sudah dirumah berarti donk?" Tanyaku beruntun mengalihkan pembicaraan. Lihat saja senyumnya paham bahwa aku sedang mengalihkan.
"Loh tunggu-tunggu, kapan Agatha dijodohin bang?" Mata Rara beralih menatapku "Kok lo gak cerita ke gue? Curang lo ah."
"Udah deh ceritanya panjang, gue mau pulang, mau nagih oleh-oleh. Ada kan kak? jangan bilang lupa." nada andalanku kalau sudah terpojokkan. Berdiri menautkan tangan kak Ano agar cepat berlalu dari sini.
"Yaudah gue pamit dulu ya Rez? adik manja gue kambuh. Assalamualaikum awshh.." kucubit lengannya yang sudah kupegang. Bisa-bisanya dia bikin aku tambah kesal. "Sakit tau Tha."
"Eh.. eh.. Tha gue kan juga pengen pulang bareng abang," cegah rara saat aku sudah memutar badan 180 derajat. What? Rara kesemsem sama kak Ano tapi saltingnya sama Reza. Gak ngerti aku sama dia.
"Aku ada perlu sama kak Ano, mending pulang sama Reza." mata Rara membulat sempurna. Kaku tiba-tiba.
"Mau kan Rez antar Rara?" Reza mengangguk dengan senyum kecewa yang sebelumnya pernah terurai.
Rara? jangan ditanya. Salah tingkahnya bikin bawelnya hilang seketika.
Aku mendekat dan membisikkan sesuatu tanpa didengar Reza. "cocok tuh double R. Wkwk." ck. Salah tingkah Rara tak bisa disembunyikan dan aku puas menggodanya.
"Assalamualaikum Rara."
Btw ada yang nunggu nggak ya?
Kira-kira Agatha mau jawab apa setelah ketemu ayahnya?
Menerima lamaran atau menolak?
Agatha kan Ragu, dia belum ketemu soalnya
publish
Sabtu, 01 juni 2019
11.50
Jangan lupa vote dan komennya untuk cerita ini.
Satu vote sangat berarti untuk penulis, karena itu menambah semangat dalam nulis.
Apalagi komentar dan kritikan, sangat berpengaruh dalam proses menulis.
Jangan lupa tersenyum. Senyum itu ibadah.☺🤗 yaitu berupa sodaqoh.
Jangan kayak ustadz Fadly yah..
Yang kaku tanpa senyum bak keripik digoreng. Wkwkwk..
Republish 18th August 2020
My ig Melodybisu
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top