new kitab or new ustadz?

_3_

_Ustadz Pribadi_

Inginku berencana
Tapi, apalah daya mimpiku sirna
Izin  dari Tuhan tak terbaca

Adnil_

        Setiap hari aku belajar pada ustadz Fadly, namun aku tak merasa bosan sejak beberapa hari yang lalu, tak seperti hari-hari sebelumnya yang kaku. karena banyak yang aku ingin ketahui lebih dalam lagi tentang Agama, jadi sekalipun bosan dipaksain, walau pada dasarnya aku terpaksa belajar disini.

      Tapi entah kenapa, belajar agama yang awalnya terpaksa kini semakin membuatku terikat lebih erat, membuatku semakin ingin tenggelam dalam lembah pengetahuan. Mempelajari agama membuat hari-hariku lebih teratur, tentunya lebih merasa aman. Dalam islam, pekerjaan sekecil apapun diatur. Seperti urutan memotong kuku, melangkah, memakai sandal. semua dimulai dari yang kanan dan islam begitu detailnya memperhatikan.

       Ustadz Fadly sangat sabar mengajariku dari hal terdasar. dari belajar nahwu sorfiyah, hingga I'lal dan I'robnya, dan juga praktek pembacaannya, walau terkadang aku kesal sendiri karena si ustadz ini tidak jelas, kadang baik, tiba-tiba cuek, kan bikin aku kesel, jelasinnya pendek-pendek kurang rinci mana aku ngerti, gak peka lagi, haduuhh.. sabar-sabar. Kalo bukan karena ayah aku gak mungkin bertahan sampai akhir.

        Bayanganku kembali pada masa sebelu-sebelumnya, dimana pelajaran berjalan secara dingin. Tapi tidak untuk beberapa hari terakhir ini, ustadz fadly lebih cair, tak sekaku es batu. Jika saja pelajaran dari awal sudah begitu, aku tak akan merasa bosan dan ingin lari. Tapi kenapa semuanya mencair ketika waktu belajarku sudah tinggal beberapa hari lagi?

       Ah rasanya nggak adil, tapi lucu jika mengingat hari pertama ustadz fadly perkenalan. Kaku. Kelihatan banget saltingnya dan langsung menundukkan pandangannya setelah beberapa menit memandangku kaget dan terhenti ketika suaraku berdeham. Ehm..  Sebenarnya aku juga kaget saat yang datang adalah Kafani, ya kukira kafani sebelum dia memperkenalkan diri.

"Pe_perkenalkan nama saya Fadly, saya yang akan mengajar anda secara khusus," ucapnya dengan nada gugup setelah sebelumnya mengucap salam.

"Nama saya Agatha Syakila, panggil saja Agatha," jawabku dengan nada kecewa, yang berharap bahwa dihadapanku adalah Kafani. Tapi suarany lebih berwibawa.

"Emm.. sebenarnya saya gak pantas jadi jadi guru Agatha, karena saya masih terbilang baru disini. Jadi jangan anggap saya guru, anggap saja teman belajar Agatha."

      Kafani. Lagi-lagi Kafani yang harus terngiang dan tergambar dalam benakku. Astaghfirullah, sudah dua tahun lamanya Kafani menghilang, tapi tetap saja dia layaknya hantu yang kemana-mana ada secara tiba-tiba, bahkan ada jelmaannya.

"Assalamualaikum."
        
        Seketika lamunanku terhenti tentang hari pertama belajar diruangan ini, ketika seseorang datang mengucapa salam, bukan orang yang biasa, tapi berbeda. hari ini  bukan ustadz Fadly lagi yang mengajariku, lebih tepatnya ustadz Anfal.

       Dia masuk dari pintu yang sama seperti ustadz fadly, namun dia lebih hangat, lebih manis dengan senyumnya yang menyapa. percakapan dan perkenalan seolah ngalir begitu saja tanpa kaku, padahal baru pertama ngajar, sepertinya memang ustadz yang berpengalaman.

       Ups.. bukan berarti aku bilang ustadz Fadly tak berpengalaman, dia justru sangat luas pengetahuannya, namun cara menghadapi siswinya kaku, dingin, tak sehangat ustadz Anfal.

       “Namanya Agatha kan?”, tanya ustadz Anfal sambil menyodorkan sebuah kitab baru yang tebalnya  kurang dari 2 cm. ”itu dari ustadz Fadli, katanya kamu sudah bisa belajar baca kitab yang itu.”

     Aku hanya manggut-manggut mendengar pernyataan ustadz Anfal,  Namun ada pertanyaan yang tak aku lontarkan, hanya berbisik pada diri sendiri, ‘kemana ustadz Fadly?’

     “Ustadz Fadly sedang di utus  pak kiyai ke pesantren ternama yang berada di Yogyakarta.”

Jawaban ustadz Anfal membuatku kaget dan jelas terlihat dimukaku,  seolah ustadz Anfal mendengar bisikan yang aku lontarkan tanpa suara.

      “Kamu tak perlu kaget, saya juga mengerti pasti itu jawaban dari pertanyaan yang menghantuimu, ustadz fadly tak akan lama kok, minggu depan dia sudah bisa mengajarimu lagi." lagi-lagi ustadz Anfal menjawab tanpa meleset sedikitpun sambil membuka lembaran-lembaran kitab yang ia bawa. ustadz bisa baca mimik muka dan baca pikiran juga. Harus hati-hati. Dia bukan ustadz Fadly yang kaku, jadi tak perlu tegang Agatha.

        Beda sekali dengan ustadz fadly yang masuk tanpa menoleh sedikitpun, apalagi mau membaca pikiranku, hhh.. rasanya taka kan mungkin. Tapi ustadz Anfal?, ah sudahlah..

        Aku hanya tersenyum membalas pernyataan ustadz Anfal, dan ya ,’minggu depan kan hari terakhir aku belajar?’, serasa berat waktu belajar bersama ustadz fadly berkurang. kenapa terasa berat? Ahh.. gak mungkin, harusnya kan seneng gak ketemu sama si ustadz dingin lagi. jangan berfikir macam-macam Agatha.

          "Agatha.. kamu putrinya bapak Anwar kan?, pengusaha terkenal dengan kedisiplinannya?" Tanya ustadz Anfal penuh nada santai dan begitu percaya diri.

      Aku membelalak tak percaya ustadz Anfal tahu ayah, spontan aku tanya balik "dari mana ustadz Anfal tahu ayah?" seketika aku menelusuri ingatanku mungkin bisa menemukan sesuatu.

       "Ayahmu dulu senior saya, kenal lumayan dekat," jawabnya dengan sangat yakin. bersamaan dengan itu ingatanku menemukan sesuatu 'ingat bahwa ayah pernah bilang bahwa pesantren ini adalah tempat ayah mendalami ilmu agama'

       Meng-poutkan bibirku hingga berbentuk O, menandakan jawabannya sudah cukup dan aku tak ingin lagi diperpanjang. Tapi, sebegitu rincikah ustadz tahu profesi ayah?, kugeleng-gelengkan kepala menghempas pikiran aneh yang penuh tanda tanya.

Positif thingking Agatha

"Gimana diajarin ustadz Fadly?"

"Em.. a.. maksud ustadz?." tiba-tiba saja kikuk ditanyai ustadz Fadly, bikin mood hancur.

"Ya.. gimana rasanya diajarin ustadz Fadly?, asik kah?"

"Boro-boro asik tadz, hampir setahun diajarin ustadz Fadly dibikin bosen, gak ada asik-asiknya, kaku, kayak es batu, dingin lagi. Baru dua hari yang lalu, lumayan cair," ucapku dengan nada kesal.

"Masa sih Tha..?"

"Iyya ustadz, dia kaku. Kan bikin Agatha pengen kabur aja. Udah belajarnya terpaksa, pas belajar dibikin bosen, tambah deh gak suka belajarnya. Kalo bukan karena ayah, Agatha udah kabur dari dulu. Jadi, harus  sabar diajarin ustadz kaku--" ups.. spontan ku tutup mulutku dengan ujung jari-jariku, tampa sadar aku menjelek-jelekkan ustadz Fadly didepan temannya.

"Ma.. maaf ustadz, Agatha gak bermaksud ngomong seperti itu," astaghfitullah nih mulut gak bisa diem apa, gak bisa diajak kompromi. Sedang ustadz Anfal hanya menarik ujung bibirnya lebara-lebar memperlihatkan gigi rapinya untuk menanggapi omonganku yg tak mau berhenti.

"Maaf ustadz, sekali lagi maaf. Tapi bener kok itu yang dirasain Agahta. Jadi Agatha mohon jangan kasih tau ustdaz Fadly, ya..?" nadaku memohon ketakutan bercampur rasa bersalah.

"Haha.. bener kata ustadz Fadly, kamu itu banyak ngomong ya...." seketika mataku melebar dengan ekspresi kaget.

"Ustadz Fadly cerita?" tanyaku dan ustadz Anfal mengangguk. Aku berdecak kesal. Dasar ustadz kaku tukang ngadu.

"Abisnya ustadz Fadly gak ngomong kalo gak ditanya ustadz," jawabku memelas. "Agatha kan butuh penjelasan lebih rinci, abis dijelasin kelasnya hening kayak kuburan, penjelasannya juga singkat, padat dan jelas. Jadi Agatha banyak tanya, walau pertanyaannya melenceng dari pembelajaran," aduku tanpa ampun.

"Ustadz Fadly jomblo loh Tha..," tutur ustadz Anfal dengan tatapan aneh. sebelah alisku terangkat heran, apa hubungannya sama sikap dinginnya.

"Ya terus kenapa ustadz?" tanyaku masih tak mengerti dengan pemberitahuan ustadz Anfal. Aku sudah tau dia jomblo, Naila sering menceritakannya.

"Ya aneh aja Tha klo dia dingin, padahal dia ustadz paling asik loh, paling digandrungi kaum hawa. gak cuma kaum hawa, kaum adam pun suka bercakap dengannya. Kata-katanya yang bijak, juga candanya yang mencair, adabnya yang selalu merendah membuat semua orang senang berteman dengannya."

"Ah masa ustadz?"

"Iyya, jangan-jangan dia begitu karena kamu Tha?"

"Ma.. maksud ustadz?" pikiranku macem-macem.

"Maksud saya, siapa tau ustadz Fadly begitu karena hatinya sudah kecantol sama Agatha. Lagian umur kalian kayaknya gk beda jauh, seperti seumuran," kata ustadz Fadly membuatku bungkam, pkiran tak menentu, hatipun ambur adul. Tersipu.

"Yaudah ustadz, kita lanjut pelajaran,"  usahaku mengalihkan kesaltinganku.

"Haha.. kamu salting Tha?, saking saltingnya lupa udah jam berapa?, pelajaran berakhir tha." tebakannya tak pernah meleset, harusnya aku sudah tahu dia akan bisa membaca semua gerak gerikku, tak perlu mengalihkan seperti ini.

       Tawanya tak mau berhenti, "kamu lucu Tha, pantes Fadly cerita kamu terus, katanya kamu kesini karena gk bisa move on dari mantanmu ya."

Allhahuakbar, segitu detailnya ustadz Fadly bercerita tentang aku.

"Yaudah, cukup sampai sini, assalamualaikum Agatha, sampai ketemu besok." senyumnya masih belum memudar karena habis tertawa.

        Pelajran sore ini berakhir. karena hari ini pertemuan pertama dengan ustadz Anfal, jadi bahasannya sedikit lebih banyak perekenalan. saling tanya jawab tentang privasi  masing-masing, hanya yang perlu saja!, tidak terlalu spesifik. Tapi ustadz Anfal sukses membuatku salah tingkah karena ustadz Fadly. Semoga hari-hari berikutnya belajar dengan baik, tak ada lagi yang namanya ustadz Fadly masuk list pembahasan.

        Hari telah petang, senja telah menghilang, mentaripun say good bye. Aku begitu bahagia menerima kitab pemberian Ustadz Fadly, entah mengapa aku tak sabar ingin membukanya. bukan karena yang memberikan,  tapi karena penasaran dengan isinya.

        Kitab itu kubuka penuh hati, ada lipatan kertas di halaman depan. “kepada ukhti Agatha." mata ku membelalak kaget, ketika ku lihat begitu banyak pesan yang tertulis.

Terimakasih yang sudah mau membaca.
Maaf penulis masih amatir, the first soalnya.

Minta pendapat donk gimana cerita ini yang udah baca. 💖

Republish 5 Juli 2020
Tag ig aku (melodybisu) jika kamu mengutip kalimat didalamnya🤗

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top