my future
Assalamualikum..
Ada yang nunggu nggak?
Part akhir nih..
Pelan-pelan bacanya biar kerasa panjaaaangg... banget
Eh eh.. jangan lupa vote dan komennya yahh..
Jangan bosen baca ceritaku yang nakal buat update hehe..
Maaf, bikin kalian nunggu.
Happy reading..
_42_
_Ustadz Pribadi_
Jikalau kau mawar, aku durinya.
Pelindung meski mawar tak menatapnya. Terluka saat mawar terluka, runtuh saat kelopaknya berguguran. Ia tak berguna lagi tanpa mawar.
"Kamu beneran gak mau cerita soal tadi?" Tanyaku mengikuti hembusan angin yang menerpa kami ditengah gelapnya malam.
Tidak ada respon dari Andre, dia tetap fokus pada stank yang dia kendalikan. Terdengar helaan napasnya yang berat dan laju motornya semakin melambat.
"Dia masa lalu kak," suaranya samar-samar.
"Apa?" Tanyaku lagi, memastikan pendengaranku tidak salah. Derruan napasnya masih berat, seolah perlu pertimbangan untuk mengeluarkan kalimat yang sama. Motornya sudah memasuki gang perumahanku.
"Dia mantan aku, eh. Bukan denk, cuma masa lalu yang hampir jadian hehe..."
Cengirnya saat motornya sudah terparkir di depan rumah dan menatapku yang sudah turun dengan giginya yang berbaris rapi.
"Kok bisa?" Tanyaku saat kami sama-sama melangkah memasuki rumah yang pencahayaannya sudah mulai redup. Kuhidupkan layar hp ternyata sudah hampir tengah malam. Pasti ayah sudah terlelap.
"Hhh.. panjang ceritanya." Ia menyerah, mengacak-acak rambutnya frustasi, lalu mendorong pintu perlahan.
"Ayah, kok belum tidur?" Dugaanku salah. Ayah masih terduduk disofa panjang dengan televisi yang menyala tapi lampu dimatikan.
Andre bergerak mendekati pintu dan menghidupkan lampu.
"Ayah belum ngantuk. Kalian kok lama? Jalan kemana aja? Andre nginep disini?"
Pertanyaan ayah bak kereta tanpa jeda kalau sudah melaju. Andre mengangguk lesu tapi dipaksakan tersenyum.
Anak itu, benar-benar bukan Andre yang biasanya.
🍁🍁🍁
Setahun berlalu..
Aku mulai bisa menerima ketidak pulangan Kafani. Rindu ini benar candu, sampai aku melupakan bahwa rinduku tak boleh berlebihan. Rinduku atas Rabbku lebih diutamakan, pun rindu kepada Rasulku.
Aku tidak boleh menafikkan nikmat yang telah Allah persembahkan, menjodohkan Kafani denganku juga nikmat yang tak terhingga bagiku. Ia mampu membimbingku, bahkan dengan jarak jauh ia menyadarkanku, bahwa aku tak perlu merindukannya terlalu, Allah cemburu kalau rinduku pada makhluknya melebihi rinduku pada Rabbku.
Sebulan setelah kabarnya Kafani tidak bisa pulang, paket bunga mawar sampai di rumah, tidak ada sepucuk surat bahkan sekedar nama pengirim pun tak ada.
Tapi, setelah bunga kuterima, handphoneku berdering, bertanda pesan masuk.
Kafani
Assalamualaki ya zawjati
Jikalau kau mawar, aku durinya.
Bukankah duri tak akan mampu menyakiti mawarnya? Justru ia melindungi mawarnya, sekalipun mawar tak mampu menatapnya atau menjangkaunya.
Sebaliknya, duri akan tersakiti ketika mawarnya layu. Karena dia ikut layu. Kelopak mawarnya gugur ia ikut gugur. Seolah ia tak berguna lagi sebagai duri yang menjadi pelindung.
Aku tahu kamu tidak pernah marah, kau hanya kesal kan, bahwa rindumu tak berujung temu? Lalu kau mengabaikan pesanku, mengabaikan panggilan-panggilanku.
Agatha sayang..!
Tidak perlu berlebihan merinduku, nanti Allah cemburu.
Apakah kau juga begitu ketika rindumu kepada Rabbmu tak terbalas?
Apakah kau akan mengabaikan panggilan-panggilan Allah juga ketika tak berujung temu?
Ingat..!
Aku milik Allah, pun dengan dirimu. Allah berhak mengambilku kapan saja jika Ia mau. Apa kau mau membuat Allah cemburu terhadap hambanya? Lalu Allah mengambilku lebih cepat hingga rindumu tak akan berujung temu selamanya?
Bukankah kita pernah merasakan kecewa dan jatuhnya harapan ketika tak bergantung kepada Allah bahkan tak melibatkan diriNya seolah kita mendustakan kehadiranNya?
Jangan abaikan aku lagi ya!
Aku manusia biasa yang bisa lelah dan sedih. Aku bukan Tuhan yang selalu datang meski hambaNya mengabaikanNya.
Wassalam. Dari yang tersayang untuk yang disayang.
Aku tergugu diteras rumah membaca kata demi kata saat itu, bahkan mawar yang kubawa terjatuh tanpa kusadari.
Allah, ya Rabb. Maafkan hamba yang tidak tahu diri.
Itu pesan panjang sebulan setelah Kafani memutuskan untuk tidak pulang, itu pun sebelumnya karena aku mengabaikan pesan-pesan permintaan maafnya, bahkan panggilannya, VCnya kuabaikan.
Ya Allah, berdosakah aku mengabaikan suami sendiri hanya karena ego sendiri?
Sungguh, aku benar-benar merasa berdosa dan bersalah saat itu, ditambah pesan Kafani yang menyadarkanku bahwa rinduku tak berhak berlebihan kepadanya.
"Loh.. Agatha kok belum siap-siap? Katanya mau jemput menantu Ayah?" Ucap ayah menyadarkan lamunanku tentang masa yang sudah berbulan-bulan berlalu.
Aku menoleh, menatap ayah yang sudah rapi berdiri diambang pintu. Aku hanya tersenyum sebagai jawaban.
"Nanti kamu sama Andre, ayah gak bisa temenin kamu, ada rapat dadakan untuk proyek baru sama papamu. Jadi kami berdua gak bisa ikut menjemput Kafani."
Aku hanya mengangguk mengiakan. Entahlah, rasnya kelu, dadaku seolah melepuh-lepuh, dingin, tergelitik, aku tidak tahu bagaimana caranya untuk mendefinisikan rasa bahagia.
Kutautkan tangan ayah untuk diciumi punggungnya sebelum ia berangkat. Lalu, aku akan bersiap sebelum Andre datang.
🍁🍁🍁
30 menit berlalu, tidak ada pesan dari Kafani. Dia bilang akan mengabariku kalau sudah sampai di bandara.
Kling...
Dengan gesit aku meraih gatgetku, takut-takut Kafani sudah dampai. Ah bukannya aku harus sampai sebelum ia sampai? Agar dia tidak lama menunggu jemputan.
Andre
Kak Agatha dimana? Belum siap? Capek nih nunggu di depan. Kek satpam aja.
Astaghfirullah, aku lupa kalau pintu kukunci sebelum ke kamar.
Cepat-cepat aku menuruni tangga lalu membuka pintu. Andre yang berdiri di depan pintu langsung berbalik saat bunyi pintu dibuka.
"Whoaa..." Andre menatapku dari atas sampai bawah.
Kuperhatikan diriku sendir mulai dari pasmina dusty yang melindungi kepalaku, berlanjut pada gamis panjang hitam bermotif dusty senada dengan himarku. Tidak ada yang aneh.
"Apa ada yang salah dengan penampilanku?" Andre sontak menggeleng.
"Udah siap?" Aku mengangguk cepat. "Andre gak perlu minum dulu nih?" Akupun menggeleng cepat.
"Yah, kak Agatha, mentang-mentang mau ketemu pangeran. Adiknya dehidrasi diabaikan. Okelah, apasih yang nggak buat bidadari yang sudah secantik cinderella."
Ha? Bidadari cinderella? Mana ada? Aku geleng-geleng mengikuti langkah Andre yang menuju parkiran.
Tunggu, tunggu! Tadi ayah nyuruh bareng Andre. Andre kan biasanya bawa motor? Terus Kafani?
Dan dugaanku salah. Andre membukakan pintu kiri mobil Sedan berwana putih. Tanpa perintah, aku mengerti dia membukakannya untukku. Sedang dirinya berputar melewati bemper depan mobil menuju pintu kemudi.
"Ini mobil siapa, Ndre?" Tanyaku hati-hati. Pasalnya aku tidak pernah melihat Andre pakai mobil, ia selalu memakai motor kebanggaannya.
"Kenapa?" Tanyanya balik saat mobil yang dibawanya sudah membelah keramaian jalan.
"Kirain kamu bakal bawa mobil ayah."
"Papa itu banyak duit, Kak. ni mobil, dulu papa yang beliin. Aku males makenya. Dipakenya kadang-kadang, semisal lagi hujan. Tapi keseringan hujan-hujanan sih pake motor. Apalagi, dulu aku masih enggan sama papa, sama semua pemberian papa, sama semua perhatian-perhatian papa." Jawabnya panjang dengan nada santai tapi seriuas. Tidak ada logat bercanda di matanya.
"Iyya, aku tahu. Ayah, udah cerita semuanya." Andre mengangguk-ngangguk mengikuti alunan lagu yang disetelnya.
"Coba ganti murottal deh, Ndre, lebih adem dengernya." Andre menurut.
Bukan aku tidak suka lagu-lagu pop dan sekawannya. Tapi, disini aku mencoba memperbaiki diri, mencoba membuat setiap waktu berfaedah, sekalipun hanya mendengar. Karena mendengar saja mendapat pahala, apalagi bisa memahami apa yang didengar. Sayang, aku tidak bisa.
Terkadang, lagu-lagu dengan kata-kata yang menyentuh hati, apalagi sesuai dengan keadaan si pendengar. Lagu itu mampu menghanyutkan kedalam perasaan, hingga pada akhirnya melupakan Tuhan. Lupa bagaimana caranya untuk bersyukur atas pendengaran yang diberikan, untuk setiap waktu dan kesempatan bertaubat memperbaiki keadaan.
Tidak jarang, manusia yang keadaannya terbawa perasaan sedih dan terluka, saat mendengarkan lagu-lagu mellow yang sesuai dengan keadaannya memang membuat tenang. Tapi, itu hanya sementara, dia hanya diahnyutkan semakin dalam pada perasaan yang dirasa, bukan membangkitkan tapi malah semakin memperkeruh keadaan, semakin sedih dan terluka.
Setengah jam lebih Andre mengoceh seperti biasa. Seolah Allah telah menyusun bibirnya untuk tidak pernah lelah berbicara, tentunya menggodaku. Dia tak pernah usai menggodaku yang katanya akan ketemu pangeran, dandanan sudah seperti Ratu. Padahal ini sudah make up tipis yang biasa kupakai saat keluar. Natural. Tidak berlebihan.
Roda mobil bergerak pelan, mengambil posisi pas diparkiran.
Kling..
Rara
Kapan kerumah? Kangen nih..😌😪
Gak mau nengok ponakan unyil apah?
Sambil membalas pesan Rara, aku dan Andre mengambil tempat duduk ternyaman yang tidak terlalu ramai.
Saya
Insyaa Allah tidak lama lagi. Sabar ya bawel...😙😙 ante pasti jenguk unyil kok😋
Kling..
Untuk kedua kalinya setelah balasan untuk Rara terkirim.
Kafani
Aku sudah sampai, sayang. Kamu diaman? Belum sampai bandara ya?
Kutautkan Alis membaca pesannya, apa dia ketularan ayah? Suka dengan pertanyan beruntut. Segera aku berdiri yang membuat Andre kaget.
"Kenapa kak? Bang Kaf Kaf udah sampai?"
Aku menatapnya aneh, aneh dengan panggilannya untuk Kafani. Aku mengangguk pasti. Kami berdua mencoba menyusuri lalu lalang orang yang baru keluar dengan koper di tangannya.
Tanpa babibu, aku langasung mengenali postur tubuhnya yang berbeda menurutku, terlebih ada pria bertubuh atletis yang tak asing, Anovatris Abraham. Dia ikut pulang.
Andre melambaikan tangan, mencoba memberikan aba-aba keberadaan kami. Padahal dari jarak sekian meter aku dan Kafani sudah saling mengunci tatapan, terlebih sudah bertukar senyuam.
Jangan tanya begaimana keadaanku, aku lagi tidak baik-baik saja. Kakiku seolah tak menapaki lantai, jantungku seolah tiba-tiba bawel, berisik. Zat endorphin mulai berterbangan.
Jarak Kafani semakin mendekat, dadaku semakin tak bisa dikontrol, seolah ingin lari, lompat, terbang, argh.. entahlah aku tidak tahu bagaimana mendefinisikannya.
"Assalamualaikun, sayang." Sapanya memecah ketercenganganku.
"Waalaikumsalam, sa.. warohmatullah."
Aduh, jelas sekali aku gugup. Untuk menghilangkan itu semua aku menunduk dan meraih tangannya untuk kucium. Meski dengan tangan bergetar dan dingin, aku berusaha maksimal untuk biasa-biasa saja.
Setelahnya, aku beralih pada kak Ano dan dia memelukku. Sontak aku melihat kearah Kafani yang saat itu sedang bersalaman ala pria dengan Andre. Aku menangkap ada sorot yang tak bisa kupahami, seolah cemburu dan tidak terima karena kak Ano mendahului.
Siapa suruh tidak langsung memeluk tadi? Ah pikiranku. Bukankah aku juga masih merasa canggung di dekatnya? Mungkin efek bertahun-tahun tidak bertemu, tapi bukankah rindu ini juga tak terbendung? Padahal di dalam telpon sudah biasa. Tapi, entahlah ketika bertemu langsung seolah kita baru memiliki ikatan, untuk menyalurkan rindu pun masih malu-malu.
Kami mulai melewati kerumunan orang menuju tempat di mana mobil Andre bertengger.
Kalian tahu? Kafani berjalan di sampingku, sedang kak Ano beriringan dengan Andre, bercakap ringan seperti biasa.
Aku dan Kafani tentu berjalan dibelakang mereka, lama kelamaan Kafani memperpendek jarak. Koper yang digeretnya menggunakan tangan kanan berpindah ke tangan kiri lalu tangan kanannya yang nganggur, dengan perlahan menyusuri jari-jari tangan kiriku. Jantungku kembali terpompa tak teratur. Genggamannya hangat, padahal tangan kami sama-sama dingin. Apakah Kafani merasakan apa yang aku rasa?
Heuft..
Ah dasar aku, eh kita maksudnya.
Huwaaa..
Alhamdulillah bisa up lagi kan?
Sebenarnya aku maunya ini part terakhir.
tapi, karena terlalu panjang aku jadiin dua part deh..
Tapi nggak aku publish sekarang.
Kalian maunya kapan?
Oh iyya..
Andre punya masa lalu lih..
Kalian nggak kepo?
Kalau aku bikin cerita lagi, kalian mau ceritanya siapa?
penasaran sama ceritanya siapa?
1. Anovatris Abraham?
2. Andre?
3. Atau kedua-duanya.
Jangan lupa baca juga cerita baruku, "Nafish Azhura" sudah publish 3 part ya..
Insyaa Alalh bakal rajin Up tahun depan.
Januari, 2021. Wkwkwk..
Semoga suka.
Coba mampir yahh..
Terimakasih wassalam.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top