Jawaban

_19_

_Ustadz Pribadi_

"Kala kamu dihadapkan pada dua pilihan kemudian ragu, pasti ada pilihan yang lebih dominan untuk diyakini"

Adnil_

Bismillah...

Happy reading..

"Kakak beneran bawa oleh-oleh dari bali?" Tanyaku ketika mobil yang kak Ano kemudi sudah membelah jalan.

"Emang kamu pesen oleh-oleh?"

"Hihi.. nggak sih."

"Pandai kamu mengalihkan. Tapi tuh cowok beneran temenmu?"

"Iyya, gak percayaan banget sih."

"Percaya. Cuma cara natap kamu beda, penuh penghayatan."

"Eh, mending kita nontonnya di Mall deket alun-alun deh kak. Biar gak jauh baliknya." sergahku saat mobil terhenti karena lampu merah. Bukan hanya lampu merah sebenarnya, lagi-lagi aku mengalihkan. Kak Ano tidak tahu saja bahwa dia menyukaiku penuh obsesi.

Tiba-tiba hidung minimalisku di jewer, "kebiasaan deh adek kakak ini. Kakak lagi bahas tema yang beda ya." kuangkat kedua bahuku menatap jalanan yang ramai, i don't care.

"Baiklah kakak nyerah. Bay the way kamu mau nonton apa?"

"Nggak tahu, Agatha kan lama gak update film bioskop. Emang yang ada apa aja?"

"Banyak. Komedi, horor, emm... eh ada Devano lho.. cerita anak sekolahan, tentang persahabatan gitu, nostagialah ...." mataku berbinar menatap kak Ano yang masih fokus dengan kemudinya. "Tapi kayaknya belum tayang deh, coba cek jadwalnya, judulnya Doremi & you." tambahnya, membuat mata binarku ciut seketika.

      Mobil kak Ano sudah terparkir depan masjid. Mengajakku solat terlebih dahulu, karena adzan ashar sudah berkumandang 20 menit yang lalu.

     Usai solat, kak Ano kembali mengarahkan mobilnya kejalan ramai. Melanjutkan perbincangan film tayangan bioskop terkait artis yang baru booming itu. Putra yang juga dari seorang penyanyi namun style yang berbeda. Dari penyanyi dangdut kemudian melahirkan penyanyi pop yang juga bermain dalam dunia akting. Devano Danendra.

      Setelah melalui percekcokan yang memakan waktu, akhirnya kami memutuskan nonton film horor yang menurutku nggak ada gregetnya, nggak pernah bikin merinding. So, aku rada males nonton horor yang nggak bikin bedebuk dada atau bikin teriak histeris. Aku nggak suka. Lebih suka film romance, bikin mewek kadang-kadang, hitung-hitung buat latihan patah hati. Hihi

Kling.. kling.. kling..

       Handphone kak Ano berbunyi. Mobil terhenti di pinggir jalan. Ia berbicara dengan seseorang yang aku tidak tahu siapa. Tapi, dari logat bicaranya, ia seperti begitu menghormati dan langsung mengiyakan saja. Dengan sebutan Om yang aku dengar samar, sepertinya penelpon jauh lebih tua darinya.

      Tiba-tiba mobil berbalik arah manuju arah sebelumnya. Khawatir nonton akan gagal, segera kutanya perihal mutar balik arah dari tujuan kami.

       "Om Ali minta kamu pulang sekarang, tanpa tunda dan penolakan," ucapnya serius. Kecewa lebih dominan terlihat di raut wajahnya. Pun dengan diriku, berharap bisa refresh mata yang akhirnya gagal.

       Sampai dirumah kami disambut ayah dengan segelas teh yang asapnya masih mengepul, dengan koran ditangannya, bersandar di sofa depan rumah.

      Menyadari kedatangan kami, ayah beranjak dan memelukku. Aku tahu dia rindu, wajah lelahnya menunjukkan itu. Memaksaku pulang  agar ia segera bertemu denganku dan lebih cepat istirahat. Tak bisa dipungkiri, akupun mengeratkan pelukannya yang lima hari tak terjangkau oleh mata.

      Pelukannya terurai dan membimbingku untuk duduk diruang tamu kebanggaan. Ruang yang menjadi saksi kehidupan keluarga kecil ini.

      Kami bertiga ngobrol ringan terkait kegiatanku tanpa ayah. Kusampaikan judul skripsiku yang diterima, pun sudah proses pengerjaan. Ayah ikut senang sambil mengusap kepalaku yang tertutup hijab.

     Perbincangan berlanjut hingga dimana bahasan yang nggak pernah aku terpikirkan sejak tadi membiat gemuruh didadaku. Siap nggak siap harus aku sampaikan sejujurnya.

      "Bagaimana Tha? Apakah kamu menemukan jawaban dalam istikhorohmu?"

      "Agatha bukannya nggak istikhoroh yah. Tapi, selama lima hari ini sudah Agatha lakukan tiap hari dan nggak pernah dapet mimpi."

"Jawaban istikhoroh gak selalu lewat mimpi, tapi lewat sesuatu yg lebih kamu yakini." kulirik kak Ano yang menjadi pendengar setia dan kue buatan bik Inah yang menemani.

     "Masalahnya Agataha ragu yah, antara iyya atau tidak."

      "Keraguan dalam dua pilihan antara iyya atau tidak, pasti ada pilihan yang lebih dominan untuk diyakini," jawaban ayah penuh harap untuk mendapat jawaban hari ini.

Drtt... drrt...

     Handphone yang kupegang untuk menemani kegundahan akhirnya mendapat notifikasi. Rara menyelamatkannku dengan panggilannya. Walau tidak selamanya. Setidaknya akau bisa menunda jawabannya yang begitu aku bingungkan.

      Kupamit pada ayah untuk menerima panggilan. Ayah mengangguk mengizinkan.  Aku melesat cepat menuju taman belakang.

     "Ada apa Ra?" Todongku setelah salam kami bertautan.

      "Ikut gue yuk Tha!"

      "Kemana?"

      "Ke mall, bantu gue cari baju gamis. Lo kan lebih tau dimana tempat dan model yang cocok buat aku." kaget? Tentu saja.

      Seorang Rara Praditya ingin membeli gamis tiba-tiba. Padahal tausiyah yang sudah berminggu-minggu lalu dari ustadzah Kalila tak dia gubris. Bahkan pembahasan menutup aurat dari A sampai Z, juga pembahasan pakaian ketat yang ustadzah sebutkan dengan hadits-haditsnya. Lalu? Hari ini dia meminta ditemani mencari gamis?

"Maa syaa Allah Rara, aku ikut senang dan pastinya aku akan menemani. Asal jangan malem, udah tau aku kan ... gak bakal diizinin. Kalo sekarang sudah nanggung, sejam lagi maghrib. Mending besok, kan sabtu kita free."

      "Iyya deh, gak papa besok. Pagi yaa.."

      "Baik bu Rara. Eh tapi, kenapa tiba-tiba kamu pengen beli gamis? Bukankah kamu bilang belum siap saat ustadzah Kalila mengingatkan soal aurat?"

     "Panjang ceritanya. Intinya pas gue bawa mobil lu, ditengah perjalanan tiba-tiba bannya bocor. Lu sih main tinggal aja mobilnya."

      "Iya iya maaf, terus gimana ceritanya? lanjut."

       "Terus, aku liat segerombolan anak-anak yang main kejar-kejaran gitu pas di bengkel. Tak sengaja mataku fokus pada anak yang menangis dikerumuni anak-anak cewe yang behh ... pakainnya gamis. Padahal masih kecil. Aku masih belum terenyuh karena tak begitu memperhatikan. Yang kuperhatikan kenapa anak kecil itu menangis. Jawabannya karena hijabnya dirampas temen cowoknya yang jahil."

      "Temannya bilang, dia gak mau main kalau kerudungnya belum dibalikin, malu. Aku tanya kenapa malu, kalian kan masih kecil, rambutnya juga bagus, gak ada celah untuk merasa malu kataku."

      "Dan lo tahu jawaban anak kecil yang nangis itu apa? 'Bukan malu tante tapi Lani takut hiks..', " suara Rara memperaktekkan gadis kecil yang menangin ingin membuatku tertawa. Tapi, aku yakin dari suaranya ia sedang gundah.

" saat kutanya kenapa. Dia jawabnya 'Kata bunda saat kita membuka aulat, maka ayahpun ikut beldosa. Lani takut ayah masuk nelaka. Kata bunda sehelai saja kita mempellihatkan lambut maka selangkah juga ayah menuju nelaka. Lani gak mau bikin ayah melangkah ke nelaka' jawaban anak itu membuat aku malu sendiri Tha, meski aku pakai hijab tapi rambut masih aku pamerkan."

"Seketika aku langsung menjauh, aku merasa malu sama anak kecil itu Tha, dan soal membuat ayah melangkah ke neraka, apakah itu benar? Kalaupun iyya, meski ayah penyakitiku juga mami, aku tak ingin menjadi penyebab ayah berada dineraka, bagaimanapun dia tetap ayah, cinta pertamaku."

       " Setidaknya jika aku tak membalas seluruh kebaikannya, maka aku tak boleh menyakiti bahkan menjerumuskannya ke neraka. Sakit yang ayah torehkan nggak seberapa daripada seluruh kebaikannya sejak aku lahir."

       Tiada kata yang lebih tepat selain Alhamdulillah terkait petunjuk yang Allah berikan untuk Rara.

       Allah punya cerita yang tak pernah bisa terbaca siapapun. Pun Allah memberikan petunjuk untuk hambanya yang membutuhkan jalan dengan cara berbeda-beda dan unik. Termasuk petunjuk yang Allah berikan kepadaku yang harus melalui sakit terlebih dahulu.

       Usai pembicaraan panjang dengan Rara, aku kembali keruang tamu dengan rasa bersalah karena telah membuat ayah yang kelelahan menunggu.

     "Maaf yah lama," sesalku saat kembali duduk didekat ayah.

       Ayah menanyakan perihal apa saja yang dibicarakan hingga selama itu. Maka kukatakan sejujurnya tentang niat baik Rara dan ayah pun ikut senang akan itu. Tapi kembali ayah menodong pertanyaan yang selalu aku alihkan.

      "Jika dia baik menurut ayah, terimalah yah. Agatha percaya akan pilihan ayah."


Huwaa..

Jam 00.00 tepat cerita ini selesai ku ketik.

Maka maafkan jika ada typo bertebaran, karena tanpa edit langsung kupublish.

Semoga masih ada yang menunggu

Bay the way.. minal aidzin walfaidzin yah..
Happy ied mubarak

Maaf, males mau ngapus note

Republish 21 ahustus 2020
My ig_ Melodybisu

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top