Diputuskan
Assalamualaikum
Alhamdulillah yah update
.
Jazakumullahi khair..
Udah mau baca sampe part ini.
Ngomong-ngomong jangan lelah yaa buat dukung cerita ini dengan tekan tanda bintang dipojok bawah, apalagi komen hehe..
Happy reading...
_30_
_Ustadz Pribadi_
Suara ketipak langkah mendekatiku. Masih enggan untuk tahu siapa, toh aku akan tahu sendiri kalau sudah dihadapanku.
"Assalamualaikum Agatha." Suara lembut yang sudah lama aku tak mendengarnya. Seperti biasa aku mendengar banyak pelajaran darinya.
Aku tersenyum dan menjabat tangannya sopan. "Waalaikumussalam ustadzah. Sendiri?" Tanyaku kemudian. Wanita cantik dan anggun ini mengangguk sebagai jawaban.
Tempat kami di kafe Manis, tempat biasa yang kami jadikan untuk belajar. tepatnya bukan kami, tapi aku, aku yang belajar dan ustadzah yang mengajariku.
"Bagaimana ayahmu Tha?" Tanya ustadzah lembut.
Perihal ayah, memang aku sempat bercerita karena izin tidak belajar. Padahal skripsiku usai, dan kuceritakan masalah bertubi yang menimpaku, namun aku tak memberitahunya tentang khitbah yang bersangkutan.
Selama ini, beliaulah yang mencoba menyabarkan. Bunda Nin juga selalu menguatkan aku. Dia tidak bisa menemuiku langsung karena sedang di Singapur menemani kakeknya berobat, begitupun paman Hisyam, hanya kak Ano yang berada di sini karena ia diminta membantu pekerjaan ayah--menggantikan ayahnya--sekaligus belajar.
"Alhamdulillah ustadzah, ayah sudah bebas dua hari yang lalu. Tapi, Agatha belum sempat menemui Ustadzah karena ada hal yang harus diselesaikan. Niat Agatha selain belajar juga mau mengundang ustadzah." Suaraku seolah tercekat.
"Oh iyya? Perihal apa?" Senyum ustadzah antusias.
"Lima hari lagi Agatha akan melaksanakan ibadah terpanjang, ibadah seumur hidup," nadaku parau, seolah tak yakin dengan yang dilontarkan.
"Maasyaa Allah, ustadzah kaget, gak nyangka. Padahal gak ada kabar kamu tunangan."
Agatha juga belum percaya ustadzah, seolah ini mimpi, tiba-tiba, dan pastinya tidak ada kesiapan sedikitpun.
Ya, dua hari lalu. Setelah ayah dibebaskan, akad yang direncanakan setelah aku di wisuda akhirnya dimajukan.
"Aku tidak mau hal ini terjadi lagi Ali, sepertinya putrimu memang banyak yang menyukai. Bagaimana kalau akad disegerakan? Aku akan minta putraku pulang lebih awal."
Jleb.
Seketika perkataan om Wira membuatku lemas. Kulihat ekor mata kak Ano yang melirikku tersenyum. Raut wajah ayah juga terlihat kaget, tapi kemudian netral, ia tersenyum simpul, sepertinya akan setuju.
"Baiklah. Tapi, kapan?"
"Minggu depan." Sontak mataku membulat, aku tidak percaya ini. Kuharap ini hanya mimpi.
"Bagaimana Agatha? Kamu setuju kan sayang?" Diam. Hanya itu yang bisa kulakukan, ini terlalu mendadak bagiku, aku belum bisa merespon cepat, lamat-lamat masih mencerna kenyataan.
"Diammu menandakan tidak ada masalah Agatha, ayah bangga kamu bisa berubah. Ayah putuskan, minggu depan adalah akadmu. Untuk walimah kita bisa menyusul mengingat kita tidak punya banyak waktu mempersiapkan semuanya," ucap ayah mngelus pundak kiriku.
"Apanya nggak cukup Li, aku yang tanggung semua persiapannya. Seminggu ini lebih dari cukup untuk organizer pernikahan yang profesional." Ucap om Wira mantap.
"Apakah ini tidak dikatakan tergesa-gesa ayah? Bukankah tergesa-gesa adalah perbuatan setan?" Senyum ayah mendamaikan, seolah meluluh lantakkan pertahanan.
Ayah menggeleng tidak setuju dengan pernyataanku. "Ada lima perkara yang boleh disegerakan atau tergesa-gesa, Yaitu menyuguhkan hidangan pada tamu, mengurusi jenazah, menikahkan gadis yang sudah matang untuk dinikahkan, melunasi hutang, dan bertaubat.
"Maka yang kita lakukan bukanlah perbuatan setan, lagipula seminggu cukup untuk kamu mempersiapkan diri, mempelajari apapun yang menyangkut ibadah ini. Selebihnya kamu bisa belajar bersama dengan imammu." Senyum ayah meyakinkanku. Akhirnya aku hanya menurut, benar.
Diruang tamu kebanggaan, sesuatu diputuskan yang membuatku tak bisa berkutik. Kulihat kak Ano yang terduduk diujung tersenyum meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Tha," tegur ustadzah membuat aku tersadar dari lamunan.
"Ustadzah bilang, lamaran itu lebih baik dirahasiakan kan?" Wanita cantik didepanku mengangguk pelan. Ah, anggukannya saja anggun, apalagi yang lainnya?
"Sebenarnya gak ada lamaran resmi ustadzah, hanya ayahnya yang meminang. Agatha juga belum ketemu calonnya." Gelengku menunduk. Aku rasakan ustadzah diam tak bersuara, perlahan kulihat wajah berserinya, ia tercengang.
"Kok bisa Agatha? Tapi akan bertemu sebelum akad kan?" Aku menggeleng yang membuat wanita dihadapanku menautkan alis.
"Agatha yang nggak mau ketemu ustadzah, biar itu menjadi kejutan. Agatah percaya pilihan ayah. Ayah udah ngasih CVnya tp gak Agatha baca. Soalnya ayah udah yakin banget dan berharap Agatha nerima. Kalau Agatha baca, takutnya Agatha jadi ragu," jelasku setelah mengerti kebingungan ustadzah.
Akhirnya ustadzah menjelaskan bahwa persiapan ibadah terpanjang itu tidak mudah, kalau aku tidak tahu bagaimana aku bisa yakin? Bagaimana aku bisa tahu latar kepribadiannya juga agamanya? Kukatakan bahwa seorang ayah pasti memberikan yang terbaik untuk putrinya dan aku sudah yakin pilihan ayah.
Kembali ustadzah menjelaskan bahwa Yang menjalani pernikahan adalah aku, bukan ayah. Aku benarkan, tapi aku terlalu naif jika nantinya tahu siapa yang akan menjadi imamku. Aku terlanjur pasrah, dan tentunya percaya akan pilihan ayah. Aku tak lupa bahwa ini pilihan Tuhan juga.
Ustadzah bilang, menjelang akad itu pasti ada aja ujian. Seperti keraguan akan doi. Maka, aku harus memantapkan sebelum akad benar-benar terucap.
£££
Lima hari rasanya begitu cepat, rasanya baru kemarin ustadzah menasihati adab-adap pernikahan dan menjadi istri. Besok pagi akad sudah akan dilangsungkan.
Sayup-sayup angin malam menerpa, bintang begitu bergelora, awan hitam begitu pekat membuat sinar rembulan terlihat indah mempesona dan aku dibuatnya terpana.
"Assalamualaikum." Suara serak khas pria mengalihkan fokusku di balkon kamar. Ayah sedang duduk diteras rumah setelah menyiapkan persiapan besok.
"Waalaikumsalam, nak Fadly?" Sontak sura ayah membuatku terperanjat. Aku nggak salah dengar? Ayah memanggil Fadly?
Aku yang berada diatas tak bisa melihat tamu laki-laki itu dengan jelas. Kutarik tubuhku mundur sebelum laki-laki itu menyadari keberadaanku.
"Sudah malam, kenapa kemari nak? Besok sudah akad lho." Diam-diam aku mendengarkan percakapan mereka.
Tiba-tiba saja dadaku berdegup tak karuan. Daripada aku hanya mengira-ngira siapa pria bernama Fadly itu, lebih baik kuliahat CCTV yang terpasang di pintu utama menuju teras, akan terlihat jelas jika ayah tidak pindah kedalam rumah.
Aku berjalan melewati tangga tidak sabar, kumasuki ruang kerja ayah, dimana monitor CCTV menyala disana.
Deg..
Bahagiaku bukan main. Tidakkah Allah maha baik atas segala rencananya? Sampai disini ujung penyesalanku, tak perlu lagi aku sesali tentang surat dan penolakan itu. Pria itu yang akan mengucapkan janji sakral atas diriku.
"Non.. non Agatha." Terdengar suara bik Inah serak khas bangun tidur menepuk pipiku. Kurasakan semuanya gelap. Ah ini efek mataku masih terpejam. Aku melenguh panjang dan kubuka mata perlahan.
"Sebentar lagi subuh non, non belum tahajjud. Tuan bilang bakda subuh non akan dirias, jadi siap-siap." Aku mengangguk malas.
Astaghfirullah, nyatanya itu hanya mimpi. Kukira ini akan menjadi hari bahagiaku setelah tanpa sengaja tahu siapa yang akan mengikrarkan janji atas diriku.
Aku ingat terakhir sebelum aku tidur, bik Inah masih meluluriku. Semalam aku memang memikirkan ustadz Fadly, tapi kenapa sampai kebawa mimpi? Ah, sebegitu melekatnya ustadz Fadly.
Segera kubersihkan masker wajah yang masih menempel, jika tidak segera, aku akan terlewat melaksanakan tahajud malam ini.
Ah, mengingat ini malam terakhir tahajjudku sendiri. Besok dan seterusnya akan ada seseorang yang menemani tahajudku, bermunajat menghadap bumiNya bersama, melantunkan pengharapan sendiri-sendiri.
Tapi, lagi-lagi yang menjadi bayangan adalah ustadz Fadly. Mimpi itu seolah nyata, tapi jika nyata mungkin bukan ustadz Fadly yang kumaksud. Secara ayah bilang pria yang akan menjadi iamamku adalah mahasiswa turki, jadi tidak mungkin Fadly yang ayah sebut adalah Ustadz Fadly.
Maaf ya.. kepotong. Soalnya kalau diletakkan disini kebanyakan. Akan ada dua ribu kata lebih.
Btw gimana part ini?
Gak sabar ya buat part selanjutnya?
Yang sabar yah.. wkwkwk
Jangan lupa vote dan komennya..
Saaaaayng kalian yang udah support aku.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top