Adzan Pesantren

_9_

_Ustadz Pribadi_

Kala hati tak lagi mengamini
Lantas bagaimana Tuhan mengizini?
Bilangnya tidak tapi hati maunya iyya
Bingung Tuhan mau mengabuli.

Adnil_

"Hey putri tidur sudah bangun, ups.. bukan putri tidur tapi cinderella yang lagi bersemedi. Hihi.."

      Sudah bisa ditebak siapa yang bersuara menyebalkan. Walau niat menghibur, tapi tetap saja bikin kesal. Aku hanya cemberut menanggapi.

  

"Hush.. Ano. Adeknya sedih bukan dihibur malah dijahilin," ucap bunda Nina tak terima.

        Semuanya masih menungguku untuk sarapan bersama. dimeja makan sudah tertata rapi masakan bunda Nina. Meja makan memang didesain dengan enam kursi, agar saat makan bersama keluarga paman Hisyam cukup. satu-satu diujung, dan dua-dua diposisi lebar meja.

      Ayah memang tak punya keluarga lagi selain adiknya, paman Hisyam. Kakek dan nenek sudah meninggal sejak aku masih kecil. Sedang saudara nenek ataupun kakek tinggalnya diJakarta, sibuk dengan keluarga masing-masing.

"Ye, niatnya kan menghibur bunda." Nadanya memelas.

"Ya gak gitu cara ngehiburnya, Agatha bukannya terhibur tapi malah tambah kessel kamu gituin."

"Iyya, iyya deh maaf. Maaf ya dedek panda cantik," rayunya dengan senyum jahilnya. Sedang aku menatapnya kesal. Panda katanya, apa maksudnya? Hh..

     Bunda Nina memukul lengan kiri kak Ano yang tepat disebelah kanannya. Menegur karena tetap saja menjahiliku.

"Ya abisnya bund, Agatha lucu matanya kayak panda. Lihat tuh bund matanya, apalagi natap Ano kayak mau mangsa, lucu tapi bikin Ano pengen kabur."

       Semua mata tertuju padaku dan tersenyum karena kata-kata dan ekspresi kak Ano. sedang aku tak peduli, tatapan tetap lurus menatap pria didepanku yang sungguh menyebalkan.

"Sudah-sudah, ayo lanjut makannya," paman Hisyam menengahi.

        Aku kembali melahap nasi dan sop ayam buatan bunda Nina yang dimasak khusus untukku. Sesekali kutatap pria didepanku yang mengesalkan. namun, tatapanku dibalas dengan cengiran jahilnya yang semakin membuatku kesal.

        Dasar kak Ano, Sepertinya senang sudah membuatku kesal. Padahal, pria ini kemaren bersikap manis dan bijak. kini, sifat aslinya muncul lagi. Sepertinya aku salah sudah menganggapnya berubah, nyatanya pagi ini tetap saja menjadi kak Ano yang nyebelin. Tapi aku sayang.

"Sayang, hari ini kamu gak mau keluar? kekampus gitu?  biar fresh gak murung dikamar, sekalian temuin dosen walinya,  urus kuliahnya yang sempat BSS."

    Sarapan pagi sudah selesai. Emm.. mungkin ayah benar, aku harus lanjut kuliah, sekarang sudah minggu pertama masuk kuliah disemester ganjil.

"Iyya Tha, mungkin dikampus ketemu temen yang bisa menghibur. Berlarut-larut dalam kesedihan gak baik loh"

"Iyya bund," jawabku lirih, menyetujui.

"Biar kakak yang antar." senyum aneh kak Ano menghiasi, dan tatapan jahilnya menggerak-gerakkan alisnya.

    Aku tak menanggapi, terserah maunya. Aku beranjak dari meja makan. "Yaudah Agatha mau siap-siap ya yah?" diabalas dengan anggukan dan senyum cerahnya.

--£--


Kling.. kling..

Drrtt..drtt..

Ting.. ting..

       Notif handphone tak mau berhenti berbunyi, dari whatsapp, line, instagram, twitter. Hhh.. mungkin aku akan lelah membaca semuanya, paling chat grup yang meramaikan. Mengingat sudah setahun aku tak mengaktifkan dataku.

      Kak Ano yang duduk dibelakang kemudi melirikku dan tersenyum simpul, mungkin karena mendengar notif yang tidak memberi ampun untukku yang duduk disampingnya, hanya menatap layar handphone dibiarkan menyala. Membiarkan notif itu menerobos tanpa henti. Ya, dia benar-benar mengantarku kekampus hari ini.

     "Ehm.." Kak Ano berdeham memecah keheningan sejak tadi.

"Kenapa dibiarkan hp-nya? banyak yang kangen mungkin tuh, notifnya bawel."

"Paling cuma grup," jawabku tak acuh.

"Kak Ano kok mau-maunya nganter Agatha? Emang  gak bosen ya nunggu Agatha di mobil sendirian kalo Agatha ketemu dosen?" Tanyaku berdamai.

"Siapa bilang mau nunggu dimobil? emang aku supir kamu?"

Lah, maunya kalo gak nunggu? aku ditinggal gitu? memang menyebalkan nih kakak sepupu. Gak berperikemanusiaan. Aku menatapnya meminta penjelasan.

"Aku akan ikut  ketemu dosen, biar adik cantikku gak dirayu. Cowok kan dosennya?"

"Ish.. banci," sarkasku menjawab asal.

"Kok bisa banci keterima jadi dosen?"

          Astaghfirullah, beginilah nasib memiliki sepupu jahil nan menyebalkan, tapi kejahilannya kadang bikin ketawa terpingkal-pingkal. Namun ini bukan waktu yang pas untuk menertawainya, moodku lagi down.

"Lagipula, sekali-kali lah refresh mata, siapa tau ketemu cewek cantik yang kecantol lee min hoo asli indonesia."

Aish.. tingkat kepedeannya tinggi.

"Tumben mau nyari cewek, biasanya anti."

"Ye, kaka masih normal kali, Tha, bukan banci kayak dosenmu."

       Beginilah kak Ano, suka becanda tapi garing, tingkat kepedeannya tinggi, ngalahin lee min hoo yang cakepnya tak ter elakkan.

       Sekitar 20 menit perjalanan dari rumah ke kampus ditambah lima menit dari gerbang menuju gedung fakultasku. Kutelusuri koridor kampus menuju ruang dosen, berharap dosen waliku tidak lagi mengajar.

      Suasana tidak sepi seperti sekolah SMA atau SMP yang akan sepi dijam-jam rawan mata pelajaran. Karena dunia kampus, pelajaran berbeda jam dan gonta-ganti ruangan.

      Tiba-tiba saja langkahku terhenti yang hendak memasuki ruang dosen.  seseorang memanggilku, suaranya tak asing lagi bagiku.

"Ya ampun Tha.. lama gak ada kabar, kangen tauk. Handphone juga gak aktif, medsos setahun yang lalu yg aktif. Kemana aja sii? Eh btw katanya...."

"Shhtt...," kujeda kalimat Rara yang nyerocos tanpa henti. "Udah ya.. aku mau ketemu dosen waliku mau ngurus kuliah"

"Eits.. tunggu," tanganku dicegat Rara, "ngurus kuliah? mau berhenti?"

"Nggak, udah ya..? aku mau kedalem"

"Eits.. tunggu Tha.. buru-buru amat, dia siapa? pacar?" tanya Rara sambil melirik kesebelahku. Menunjukkan objek dari pertanyaannya.

       Astaghfirulla, aku hampir lupa bahwa sejak tadi kak Ano benar-benar membuntutiku, kayak bodyguart saja.

"Bodyguart. udah, temenin dia ok? aku kedalem dulu," ucapku pada Rara yang tak lain teman akrabku dikelas.

"Kak Ano gk usah ikut ketemu dosen, biar Agatha sendiri," ùcapku pada kak Ano sebelum masuk keruang dosen.

--£--

"Temenan itu harus sebanding ya?"

"Maksudnya?"

"Maksudnya yang bawel ketemunya yang bawel gitu?"

"Kenapa kakak tanya begitu?"

"Ya abisnya temen kamu tuh, siapa itu emm.." matanya menari mencari sesuatu dalam kepalanya.

"Rara." Aku mengingatkan.

"Ah iyya, dia sama bawelnya kayak kamu, masa kakak diintrogasi seperti pelaku pencurian," jawabnya polos.

Hahaha...
         Tawaku lolos, mengingat betapa bawelnya si Rara. Walau hanya setahun bersamanya, aku cukup tahu karakternya, tingkahnya dan yang lainnya.

"Emang ditanya bagaimana?"

"Ya dia tanya, siapa namanya?, dimana ketemu Agatha, bagaimana bisa ketemu, kuliahnya dimana, rumahnya dimana, banyak deh. Kakak gk dengerin semuanya."

"Terus kakak jawab?"

"Ya nggak lah, dia tanyanya kan nyerocos, bukan satu-satu, gimana kakak jawabnya. Jadi, kakak diem aja kayak patung, kakak kan bukan nara sumber yang harus menjelaskan detail."

"Terus-terus? Rara gak kesel kakak gk jawab pertanyaannya?"

"Ya pas dia diem kakak bilang kalo kakak sepupumu. Eh langsung ilang tuh suara yang rame kek pasar tapi nyengir aneh gitu, kayak monyet nemu mangsa"

"Ah udah yuk turun, bentar lagi adzan dzuhur," ajak kak Ano setelah memarkirkan mobilnya dekat masjid.

         Masjid ini tak terlalu jauh dari kampus, namun aku jarang mengunjunginya. Saat ada kajianpun aku tak pernah tertarik mengikutinya. Aku sadar betapa jauhnya aku dengan robbku. Untuk menapaki rumahNya saja jarang, bahkan tak pernah.

    Ya robb maafkan aku...

Allahuakbar Allaahuakbar..

Allah maha besar. Lirihku dalam hati.

Deg.
       Ini suara adzan yang biasa kudengar saat dipesantren? Gak mungkin. Tapi tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Cukup kun  maka terjadilah

Subhanallah, benarkah ini satu suara dengan adzan yang di pesantren? aku rindu. Rindu Naila dengan semua perhatian dan kebaikannya, bawelnya, keponya. Eh, benar kata kak Ano, apakah teman itu harus sebanding? Teman pondokku bawel, temen kampus bawel, btw kak Ano juga bawel kalo lagi sama aku kecuali Kafani.

     Kafani selalu menjadi pendengar segala ocehanku, bahkan dia hanya tersenyum menanggapi keluhku, tak ada kata-kata panjang dari mulutnya, hanya kata-kata manis yang sering dia lontarkan untuk membuatku tersenyum malu. Ah Kafani, sulit untuk melupakanmu bahkan  Rasa sesak ini hadir bersamaan dengan bayangmu.
    
       Sholat berjemaah telah usai lima menit yang lalu. Tapi, kak Ano tidak kunjung terlihat batang hidungnya. Aku lelah berdiri digerbang kawasan kaum adam. Aku memilih menunggunya diteras bawah mesjid.

      Aku memperhatikan lalu lalang yang satu-persatu meninggalkan masjid, tapi nihil. Kak Ano kemana si? Batinku. Aku clingak clinguk mencari sosok kak Ano.

"Astaghfirullah," sekilas tatapanku terpaut dengan dua mata pria tak asing. Jarak kami memang jauh, sekitar  10 meter. Aku salah, harusnya aku memilih nunggu kak Ano di mobil, bukan diarea masjid putra seperti ini.

      Jadi benar, adzan itu satu suara dengan yang di pesantren. Ah, kenapa dia si?, kenapa juga ada disini? bukan harusnya ada dipesantren? ngajar para santri? Gara-gara kak Ano, tapi kenapa aku sewot? mau dimanapun dia bukan urusanku.

"Nggak, Ini hanya kebetulan. Iyya ini kebetulan." Kugelengkan kepalaku, merutuki diri karena salah pilih tempat. ini juga salah kak ano, aku akan menunggunya dimobil.

"Astaghfirullahal adzim." lagi-lagi dikagetkan.

"Kakak ngagetin aja."

Minggu 14 april 2019

Jazakumullahi khair
Afwan jika kurang menarik.

Republish: 13 Juli 2020
Follow my ig: melodybisu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top