F
Jakarta
Pria tua itu belum tidur. Pikirannya jauh lebih lelah daripada tubuhnya. Setelah beberapa hari terakhir menghabiskan waktu untuk pernikahan putri bungsunya.
Duduk, diteras belakang, pria itu menimang ponselnya. Tadi, begitu pesannya bercentang biru, ia segera keluar kamar. Meski tak ada satupun jawaban dari Gayatri. Ia tahu, putrinya masih marah dan kecewa. Ia pun sebenarnya merasakan hal yang sama.
Tiga puluh empat tahun kebersamaan mereka. Ia sangat mengenal seorang Aya. Putrinya adalah sosok yang rapuh, tidak mudah percaya pada siapapun akibat pengalaman masa lalu. Sayang saat kebahagiaan itu ada di depan mata. Semua malah berantakan karena ulah calon menantu dan putri bungsunya.
Mungkin semua orang lupa karena kesibukan sepanjang hari kemarin. Tapi ia tidak. Kemarin adalah hari ulang tahun putrinya. Biasanya dipagi hari ia akan memeluk si sulung dengan erat, lalu mereka berdua akan mengunjungi makam mantan istrinya. Barulah malam hari, ada acara keluarga.
Dimana Aya sekarang? Tak ada yang tahu. Semua usaha telah ia kerahkan. Bertanya kepada banyak orang. Tapi hasilnya nihil. Aya sudah pergi membawa kekecewaan yang mendalam.
Ditengah pesta tadi, tak ada wajah bahagia. Semua orang berbisik tentang mereka, karena pengantin perempuan yang berbeda. Tak ada wajah bahagia ataupun kagum. Dan itu adalah bayaran atas kelakuan menantu dan putri bungsunya.
Hampir seluruh tamu undangan terkejut, saat yang menikah bukanlah Aya, melainkan Cinta. Bahkan keluarga menantunya juga berbisik-bisik. Menatap rendah pada keluarga mereka.
Rasa malu itu kini ditanggungnya sendiri. Ini salahnya, sebagai ayah kurang peka pada perubahan putri bungsunya. Bagaimana mata Cinta yang selalu berbinar saat Denny datang. Meminta pria itu menemaninya ke berbagai tempat dengan banyak alasan. Bahkan Aya pun tidak curiga.
Sibuk dengan beberapa toko, ia juga tidak bertanya pada istrinya. Sudah hampir seminggu mereka tidak bertegur sapa. Ia terlalu kecewa, sama dengan kekecewaan Aya. Tapi posisi sebagai ayah, mengharuskan untuk tetap melaksanakan tanggung jawab.
Diujung lelahnya, pria itu mengirimkan sebuah pesan suara. Hal yang biasa mereka lakukan saat salah satu dari anggota keluarga belum pulang.
[Selamat pagi Aya sayang. Selamat ulang tahun, semoga panjang umur. Semoga juga Aya berbahagia, sehat selalu dan sukses. Ayah sayang sama Mbak Aya.]
***
Disebuah hotel berbintang.
Pria bernama Denny itu tengah menatap keluar jendela. Ia benar-benar gundah, setelah berhari-hari tidak bisa menghubungi Aya. Tidak ada nama lain dalam benaknya.
Ia adalah pihak yang salah. Seluruh kekacauan ini adalah tanggung jawabnya. Tapi mau bagaimana lagi? Ini hasil keputusannya setelah bertahun lalu. Ia memang menginginkan Aya sebagai istri. Tapi mantan tunangannya itu adalah perempuan yang taat pada aturan keluarga dan agama.
Jangan harap Denny bisa memeluk pinggangnya saat didepan umum. Atau dengan mudah mencium bibirnya saat berdua. Bisa menggenggam tangannya saja sudah syukur.
Berbeda dengan Cinta yang lebih terbuka. Nafsunya yang mendapat sambutan dari perempuan yang sekarang menjadi istrinya itu akhirnya berakhir mendjadi malapetaka. Ia harus melepaskan Aya.
Sebagai laki-laki dewasa, Denny memiliki kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Dan Cinta mengerti itu. Mereka menjalin hubungan secara diam-diam, simbiosis mutualisme.
Selama ini, keduanya cukup berhati-hati. Sampai kemudian Cinta diketahui hamil sebelum pernikahan. Denny tidak ingin kehilangan darah dagingnya, meski tidak bisa mencintai istrinya sebesar cinta pada Aya.
Sementara Cinta duduk termenung dibelakang pria itu sambil menyusun pakaian ke dalam koper. Masa bulan madu itu telah habis. Saatnya kembali pada kehidupan nyata. Menjadi istri seorang Denny, pria yang sangat dicintainya.
"Kita pulang kemana, mas?"
"Apartemen." Jawab pria itu singkat.
"Katanya mau mampir ke rumah Ayah?"
"Ya, mau membayar sebagian hutang. Tidak enak kalau harus berhutang pada mertua sendiri."
Cinta hanya diam tertunduk. Sudah dua hari semenjak pernikahan, hubungan mereka belum juga membaik. Mertuanya sendiri menatap sebelah mata. Teringat wajah masam keduanya saat hari pernikahan.
Sebenarnya Cinta juga merasa tidak nyaman, ketika semua tamu berbisik-bisik menatap rendah dirinya. Tpai mau bilang apa? Toh sudah terjadi. Lagipula ia sudah sah menjadi istri Denny sekarang.
Suaminya adalah kakak kelas di sekolahnya dulu. Saat itu Cinta SMP, dan Denny sudah kelas tiga SMU. Pria itu dulunya adalah kapten basket yang dipuja oleh seluruh gadis disekolahnya. Cinta hanya bisa bermimpi dimasa remaja.
Saat Gayatri memperkenalkan mereka, ia segera mengingat cinta lamanya itu. Dan tertawan menatap wajah dewasa milik Denny. Cinta berusaha keras untuk mengalihkan perhatian laki-laki tersebut.
Sebenarnya mereka sudah memulai hubungan tiga tahun lalu, tepat saat Denny dan Aya selesai bertunangan. Ketika itu mbaknya tengah mulai kuliah pada jenjang S2. Sehingga tidak punya banyak waktu untuk kekasihnya.
Cintalah yang mengisi kekosongan itu. Awalnya ia tidak ingin memiliki, karena itu hubungan mereka tak pernah terendus. Ia juga sudah menggunakan kontrasepsi, hanya Tuhan yang tahu kenapa ia bisa sampai hamil.
Bukan hanya Cinta yang malu, tapi juga keluarga mereka. sebenarnya ia tidak siap dengan kejadian ini. Tapi mau apalagi? Bayi dalam kandungannya tidak mungkin lahir tanpa ayah. Jadi peduli apa dengan orang lain?
Meski sebenarnya ada kesenangan karena kejadian ini. Yaitu, ia bisa membalaskan rasa sakit hati ibunya, akibat penelikungan yang dilakukan ibu Aya dulu. Hal tersebut pernah didengarnya dari beberapa keluarga yang tengah bergosip.
"Sudah siap?" Suaminya menghentikan lamunannya.
Cinta mengangguk pelan. Ia tahu, Denny belum bisa menerima hubungan ini. Tapi ia akan berusaha mengalihkan cinta milik suaminya. Selama ini ia bisa dan tahu caranya.
***
Duduk berdua dihadapan Ayah, keduanya terlihat kaku.
"Yah, Saya mau mengembalikan sebagian uang yang dulu diberikan kepada Aya. Waktu itu, saya benar-benar sedang tidak bisa mengeluarkan uang tunai." Ucap Denny penuh penyesalan.
"Apa kamu masih ada uang untuk biaya hidup kamu?" Tanyab mertuanya.
"Masih, Ayah."
"Kembalikan saja setengahnya. Sisanya anggap sebagai bagian saya dalam menyelenggarakan pesta kemarin. Waktu Aya meminta ijin menikah, ia sama sekali tidak melibatkan uang ayah."
Selesai mengucapkan itu, Ayah beranjak meninggalkan mereka. Ayah tidak pernah menggunakan kata saya. Cinta tahu bahwa kemarahan Ayahnya kali ini bukan main-main.
"Kami permisi pulang, Bu." Ucap Denny.
Ibu mertuanya cuma mengangguk. Ditatapnya Cinta dengan penuh pertanyaan. Mereka belum bicara banyak tentang seluruh masalah yang ada.
***
Gayatri
Aku terbangun saat hari sudah siang, hampir jam dua siang. Dengan malas aku bangkit. Seluruh tubuhku terasa sakit. Sedikit memaksakan diri, segera mandi.
Turun kebawah, Bi Elis tengah menyiapkan makan siang.
"Andien kemana, Bi?"
"Masih tidur Neng, hayu makan siang heula. Bibi masak sayur lodeh sama sambal udang. Ada kiriman ayam bakar juga dari Tante Biring."
Aku hanya mengangguk, kemudian kembali naik, saat menyadari tidak membawa ponsel. Lampu kecil bernyala terus. Kubuka satu persatu. Dari Ayah, yang berada pada urutan pertama. Mengingatkan agar jangan lupa makan siang. Juga sebuah pesan sudara mengucapkan selamat ulang tahun.
Baru kusadari, bahwa usiaku sudah genap tiga puluh empat tahun. Kembali aku dihempaskan kenyataan. Diusia segini tanpa pekerjaan, tanpa pacar dan tanpa masa depan. Dan baru kali ini juga aku tidak mengingat hari ulang tahun. Bahkan Andien pun tidak!
Akhirnya aku buru-buru turun ke lantai satu. Berniat duduk di teras, dan dikejutkan oleh sebuah mobil mewah berhenti di depan rumah Tante Biring.
"Biring.... Biring... " terdengar teriakan sepasang anak kecil.
Kemudian turun seorang perempuan yang sangat cantik menurutku. Dengan penampilan modis serta menenteng tas berharga puluhan juta rupiah. Aku tahu itu pasti asli. Karena aku punya yang serupa.
Kami sama-sama saling mengangguk sambil bertukar senyum. Aku kembali menekuni ponselku. Mencari nomor Pak Hidayat, mantan atasanku. Ketemu!
"Siang, Pak." Sapaku.
"Ah siang Aya. Sudah baca pesan saya? Bagaimana dengan penawaran saya?"
Pak Hidayat memang dikenal sebagai seorang yang sangat tidak suka basa basi serta membuang waktu.
"Sudah pak. Kalau boleh tahu diperusahaan apa ya? Lokasinya dimana?"
"Bergerak dibidang industri bahan makanan instant, di Cikarang. Saya rasa itu tidak akan sulit buatmu. Kebetulan yang lama resign karena mengikuti suaminya pindah tugas. Kalau mau, sekarang juga kamu buat CV, lalu email ke saya ya. Jangan lupa, berbahasa Mandarin."
"Baik, Pak. Terima kasih sebelumnya."
"Sama-sama."
Aku segera membuka aplikasi menulis di ponsel. Kemudian mulai mengetikkan CV. Asyik menulis, tak sadar Andien sudah duduk disampingku. Ia belum mandi.
"Ngapain, Ya?"
"Nulis CV. Ada tawaran dari Pak Hidayat."
"Langsung mau kerja?"
"Kalau bisa sih, pulang jam berapa tadi?"
"Jam enam, lo duluan dikit. Aman kan sama Bang Sadha?""
"Aman," jawabku singkat.
Kembali aku asyik dengan ponselku, sampai kemudian Andien beranjak kemudian menyapa seseorang yang sejak tadi berdiri menatap anak-anaknya yang tengah main sepeda.
"Teh Wynna?"
"Hei, Ndien. Apa kabar?"
"Baik, lagi ngapain?"
"Nganterin anak-anak, tadi papinya belum bangun-bangun cenah. Anak -anak kan teu sabaran."
Aku hanya tersenyum, dalam hati bisa menebak kalau perempuan cantik itu adalah mantan istri Bang Sadha. Andien mendekati perempuan itu, kemudian mengobrol bersama. Sementara aku sibuk mengirim CV dan juga berkas lain.
Beruntung, belum lama ini aku menyimpan semua file pribadi didalam ponsel. Jadi tidak ada kendala yang berarti. Kulirik Andien yang masih asyik mengobrol. Kuputuskan masuk ke dalam rumah dan makan siang.
Diluar semakin ramai, tampaknya anak-anak lain ikut berkejaran di sepanjang jalan. Tak lama Andien kembali muncul.
"Itu tadi mantan istri Bang Sadha." Jelas Andien sambil duduk didepanku.
Aku hanya mengangkat bahu sambil meneruskan makan. Rasanya itu bukan urusanku.
"Bang Sadha ada cerita apa sama elo tadi malam?"
"Nggak ada."
"Jangan nyembunyiin sesuatu, lo pulang pagi juga kan? Sementara keluar dari klub jam satuan."
"Gue nggak niat mengorek masa lalu seseorang. Itu bukan urusan gue. Kita cuma jalan doang."
"Jangan bilang lo naksir dia, Ya."
***
Happy reading
Maaf untuk typo
13720
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top