Knot#9: Busted!
When someone is stalking you
because they think you are stalking them,
it makes you wonder who really is the true stalker?
Shannon L. Alder
TAP. TAP. TAP.
Bak kesetanan, aku berderap menaiki anak tangga dan langsung menerjang masukke kamar. Begitu memasuki kamar, tanpa basa-basi aku langsung membanting dan mengunci pintu, lantas merosot begitu saja sambil menutup muka.
Napasku memburu.
Jantungku berdegup tak terkendali.
Pikiranku kalut, masih bingung mencerna semua yang baru saja terjadi.
Menit berlalu, akhirnya ketegangan yang kurasakan pun mereda. Setelah menarik napas panjang untuk ketigakalinya, mataku melirik paket yang dari tadi kugenggam dan sekali lagi membaca note yang ada di sudut paket itu. To: Karen, From: Anne. Paket ini jelas ditujukan untukku, dan nama pengirimnya adalah Anne.
Apa ini nyata?
Anne sudah mati, dan orang mati mana bisa kirim paket?
Atau... jangan-jangan ada yang mau mengerjaiku?
Gemetar, aku merobek bungkusan itu. Begitu kertas coklat itu robek seutuhnya, alisku langsung bertaut saat melihat isinya: sebuah novel berjudul L-Change the World. Eh? Buku ini? Reflek aku membuka halaman pertamanya dan langsung membekap mulutku. Aku shock.
"Congratsss! 1 juta reader! Semoga cepat tembus ke juta-juta lainnya, trus dibukuin dan difilemin!"
- Karen -
Aku menggigil, antara bingung sekaligus ngeri. Tak salah lagi, ini buku milik Anne! Tepatnya, ini buku yang kuhadiahkan untuknya saat salah satu tulisannya di Wattpad akhirnya tembus dibaca lebih dari satu juta kali. Anne memang tergila-gila pada sosok L yang menurutnya adalah salah satu detektif modern terbaik.Karena itulah dia sengaja memintaku untuk membelikan buku ini sebagai hadiah, dan tentu saja aku tak punya alasan menolaknya.
Selama beberapa waktu aku hanya diam sambil mengerjapkan mata.
Bingung.
Oke, ini memang buku milik Anne. Berarti kecil kemungkinannya ada yang ingin mengerjaiku dengan menggunakan nama Anne. Pertanyaan lainnya pun muncul: siapa pengirim paket ini? Mama bilang paket ini dilemparkan begitu saja dan pengirimnya adalah laki-laki yang menggunakan motor. Bagian lain yang membuatku tak habis pikir, di paket ini sama sekali tidak tercantum alamatku. Pun tak ada bekas plastik pembungkus dari jasa ekspedisi. Mungkin aku salah, tapi menurutku kemungkinannya kini hanya satu: Anne yang mengatur supaya ada yang mengirimkan paket itu padaku jika terjadi sesuatu padanya, dan si pengirim itu pastilah orang yang mengenal kami berdua. Minimal orang itu tahu di mana rumahku.
Berarti...
Berarti di buku ini harusnya ada petunjuk lain untuk menguraikan simpul kematian Anne!
Menyadari hal itu, tubuhku langsung menegang. Jantungku kembali berdentam-dentam. Adrenalinku terpacu.Tanpa membuang waktu, aku langsung mengeluarkan buku catatan kode milik Anne dan melesat ke meja belajar sambil membawa buku yang baru kuterima. Mari kita lihat apa yang bisa kita temukan di buku ini!
* * *
Dua puluh dua menit berlalu, aku berhenti membolak-balik halaman buku itu sambil mengucek mata. Kali ini Anne menyembunyikan petunjuknya dengan sangat rapi. Tak ada halaman yang menjadi penanda kode tertentu, sampai-sampai aku harus berkali-kali membuka buku catatan kode untuk mencari tahu apa yang harus kutemukan. Setelah meneliti dengan detail, akhirnya aku mengerti.
Kali ini Anne menandai huruf-huruf tertentu dengan titik yang dibuat menggunakan pensil. Anne pernah bilang, jenis kode ini aman untuk mengirim pesan yang panjang dan rahasia. Memangnya siapa yang bakal memerhatikan titik-titik dari pensil?Apalagi kalau disebar di berbagai halaman. Risikonya, kita harus ekstra teliti agar tak ada satu huruf atau tanda baca yang luput dari perhatian.
Selang beberapa waktu, aku mengamati huruf-huruf yang kucatat di selembar kertas HVS. Keningku mengerut saat menyadari kalau huruf-huruf itu membentuk sebuah alamat email yang, hm, unik?
"[email protected]?" Lamat-lamat aku membaca lagi kata-kata yang baru saja kutulis. Alamat email macam apa itu? Namun toh aku membaca lagi lanjutannya dan menemukan kalau aku telah menulis kata "password" dilanjutkan dengan sederet huruf dan angka yang tak membentuk kata apapun.
Penasaran, aku lantas membuka laptop dan menyalakannya. Setelah menunggu selama beberapa waktu dan terhubung ke WiFi rumah, aku mengetikkan alamat email itu, memasukkan passwordnya, dan...
Berhasil!
Namun, begitu email itu terbuka, kejutan lainnya menunggu. Semula, kupikir aku akan masuk ke sebuah email yang berisi beberapa pesan masuk dan keluar. Pada kenyataannya, tak ada apapun disana! Tak ada email masuk dan email keluar. Pesan spam pun tak ada!Yang benar saja?
Selama beberapa waktu aku merenung; menatap layar laptop dengan tatapan nanar. Apa yang harus kulakukan dengan email kosong ini? Namun toh aku sudah terlanjur sampai di sini. Masa aku cuma diam dan bengong saja? Sekalian saja aku buka semua yang bisa di klik! Tanganku lantas menggerakkan tetikus dan mengklik semua yang ada di laman itu, hingga akhirnya aku membuka bagian draft.
Tidak seperti email masuk dan keluar, di draft tersebut ada satu draft email saja. Tak ada kejelasan draft itu ditujukan untuk siapa, pun tak ada subject yang jelas. Begitu kubuka, draft itu hanya berisi sebuah tautan yang mengarah ke alamat google drive saja. Kepalang tanggung, aku meng-klik tautan itu.
Klik.
Masuklah aku ke sebuah folder berjudul "back up data". Di dalam folder itu, ada sebuah sub-folder lainnya dengan nama yang sama. Tak ada pilihan lain, aku meng-klik sub-folder itu. Begitu terbuka, terdapat beberapa folder yang hanya diberi nama berdasarkan angka saja.Clueless, aku mengklik secara random saja.
Satu folder terbuka. Ternyata isinya beberapa foto, sebuah note, dan...
Aku menahan napas.
Gemetar, aku mengklik folder kedua, dilanjutkan dengan mengklik folder-folder selanjutnya. Semakin lama napasku makin memburu. Jantungku berdegup kencang. Dadaku terasa sesak.
Ya.
YA.
Inilah bukti-bukti yang aku cari!
***
Ada beberapa keuntungan kalau memilih duduk di bangku belakang, apalagi jika kalian bukan tipe para pencari perhatian. Selain bisa menghindari tatapan teman-teman sekelas, juga karena kita bisa lebih bebas mengamati orang lain. Termasuk mengamati orang yang kita benci.
Itulah yang kulakukan pagi ini.
Sepagian ini entah berapa kali aku diam-diam memerhatikan Bianca. Bukan dengan tatapan kagum seperti yang biasa dilakukan oleh para pencari muka di kelas ini, tapi dengan penuh rasa marah dan benci yang meluap-luap. Dari dulu aku memang tak menyukai Bianca. Namun sejak melihat apa yang tersimpan dalam folder di Google Drive itu rasa benciku kini bercampur dengan dendam. Marah. Kecewa. Sakit hati. Entahlah.
Anne memang luar biasa. Setiap kali Bianca dan genk-nya merisaknya, dia memang tak pernah membalas. Namun dia menyimpan bukti-bukti perisakan itu dengan rapi dalam bentuk digital.
Foto surat ancaman yang dia terima.
Screenshot chat teror di Whats App.
Komentar-komentar menyerang di Wattpad-nya.
Foto bekas luka lebam akibat perisakan fisik.
Foto kertas berisi tulisan tangan Anne yang menceritakan tentang kronologis perisakan yang dia terima. Aku yakin kertas-kertas itu pasti sekarang sudah tak ada karena Anne punya kebiasaan membakar lembar kertas curhatnya, jadi ini jelas merupakan sebuah bukti.
Dan yang tak kalah penting, di folder itu ada screenshot penggalan chat WA dari Bianca.
"Minggu, 25 Februari, di sekolah."
Gotcha! Desisku penuh kemenangan. Tanganku mengepal saking semangatnya. Akhirnya aku punya bukti untuk mengungkap keterlibatan Bianca. Yang perlu kulakukan kini hanya memastikan kalau Bianca betul-betul ada di sekolah pada hari itu, dan dia takkan bisa mengelak kalau screenshot tadi hanyalah fake chat saja.
Bagian terbaiknya, aku tahu bagaimana caranya mengecek di mana Bianca saat itu tanpa harus bertanya langsung pada orangnya.
Di sela pelajaran Bahasa Inggris yang memang selalu membuatku mengantuk, diam-diam aku mengeluarkan ponsel dari balik saku rok. Jemariku bergerak untuk membuka akun Instagramku dan tanpa basa-basi langsung mencari akun milik Bianca. Ya, walau bukan followernya, aku tahu kalau Bianca memang gila eksis di media sosial, terutama Instagram dan Twitter. Dalam sehari dia bisa beberapa kali posting di Insta Story untuk memamerkan kegiatannya, mengunggah foto di Instagram, ataupun mencuitkan apapun di Twitter. Saat ini jejak digital sulit untuk dibantah. Walau belum tahu apa aku akan mendapat bukti yang kuinginkan dengan mengintip medsos Bianca, setidaknya itu sebuah langkah yang layak untuk kucoba.
Setelah menemukan IG Bianca, aku langsung meng-klik username-nya. Untunglahpada dasarnya Bianca memang suka pamer, jadi dia tak merasa perlu mem-private Instagramnya. Aku nyaris tersedak saat membaca bio-nya:
Bianca Grace Paloma
Author of "Suicide Knot" // Urban Thriller Competition Winner
Part of "Positive Writing Project (PWP) batch 3"
DM for endorsement
Pfffttt!
Sambil men-scroll foto-fotonya, diam-diam aku mencebik. Baru juga sekali menang kompetisi menulis, tapi lagaknya sudah seperti Diva penulis! Dan lagipula, apa-apaan itu Positive Writing Project batch 3? Andai panitia group itu tahu Bianca sengaja mengancam Anne supaya batal mengikuti event PWP, mereka mungkin akan menjauhkan Bianca dari kata "positive". Malah mungkin mereka akan—
HOLY SH*T!
Saking fokusnya menghujat bio Bianca dalam hati, tanpa sengaja tanganku melakukan kesalahan yang biasa dilakukan oleh mereka yang sedangstalking: menekan layar dua kali hingga muncul tanda hati. ASTAGA! BARUSAN AKU TAK SENGAJA ME-LIKE POSTINGAN BIANCA!
Gugup, aku buru-buru meng-unlike postingan tadi sambil tak henti-hentinya memaki diriku. KENAPA AKU HARUS PAKAI AKUN ASLI, SIH? Ya ampun, mudah-mudahan Bianca nggak sadar kalau aku mengintip akunnya!
Semoga tadi itu tak sempat masuk notif!
Semoga saja notifikasi dariku barusan langsung tertimbun oleh notif dari 134K followernya!
Atau, semoga saja dia baru melihat notif itu setelah pulang ke rumah, dan lupa untuk mengerjaiku karena besok weekend dan sekolah libur!
Semoga saja....
GLEK.
Aku menelan ludah saat melihat Bianca menoleh ke belakang dan melirik ke arahku. Samar kulihat dia menggenggam ponsel yang rupanya disembunyikan di laci meja belajar. Sedetik kemudian, notifikasi ponselku berbunyi. Rupanya ada DM baru di Instagramku.
BiancaGPaloma wants to send you messages:
Hi, stalker. We need to talk.
DM itu nyaris membuatku melemparkan ponselkarena takut. Aku menggigit bibir, dan saat memberanikan diri menoleh ke arahBianca, keringat dingin langsung menetes saat menyadari kalau Bianca tengah menatapkudengan sorot tajam dan raut wajah yang dingin. Sumpah, aku tak bisa memikirkankemungkinan lain selain... MATI AKU! []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top