Dari Fla
Tanganku gemetar, keringat tak berhenti keluar. Aku tidak menyangka akan seperti ini rasanya. Jika aku tahu, aku tidak akan melakukan hal sekonyol ini.
Aku melihatnya berjalan mendekat. Gawat. Mengapa lidahku ikut-ikutan kelu? Apa kubatalkan saja? Argh, tidak! Aku sudah lama menantikan momen ini.
"Kak ...," panggilku lirih, mirip suara orang yang sedang terjepit.
"Ya?" Dia memiringkan kepala untuk menatapku.
OMG, bagaimana mungkin ada makhluk setampan dia? Aku rela melakukan apa saja asal bisa memandangnya setiap hari.
"Ng ..., ada yang pengin aku bicarain, Kak." Sekarang, aku mirip anak kucing yang malu-malu.
"Ya udah, bicara aja. Tapi, kamu siapa, ya?"
Aku menggigit bibir. Sakit. Namun, hatiku lebih sakit lagi karena dia tidak mengenalku.
"Fla, Kak," jawabku pelan.
"Kayaknya aku pernah lihat kamu. Kamu adik kelas, bukan?"
Seketika aku mengangguk.
"Oke, mau ngomong apa? Tentang pelajaran, OSIS, klub basket, klub debat, klub renang, atau ...?"
Dia memang siswa populer di sekolah ini. Baru berha-dap an dan menatapnya langsung saja, aku sudah merasa tidak pantas.
"Aku suka sama Kakak ...," kataku pelan. Bersamaan dengan terlontarnya kalimat itu, rasanya seluruh persendianku ikut lepas. Aku tidak bisa lagi berdiri dengan benar.
"Maksudnya, kamu pengin aku jadi pacar kamu?" tanyanya.
Aku mengutuk dalam hati. Mengapa cowok ini tidak ada basa-basinya sama sekali?
"Nggak gitu juga ..., aku cuma pengin bilang aja," sahutku terbata. Padahal, dalam hati aku sudah beribu kali mengiakan pertanyaannya.
"Oh, gitu. Tapi untuk sekarang, nggak mungkin kamu jadi pacar aku," sahutnya. Kalimatnya begitu angkuh.
Aku merasa seolah baru saja dihantam godam. Luar biasa sakit. Boleh aku amnesia sekarang?
Untuk menutupi malu, aku berlari menjauh darinya. Aku ingin mengubah wajahku dan lahir menjadi manusia baru. Bisakah aku tidak bertemu dia lagi sampai aku tamat dari sekolah ini?
Yah, rasa sakitku belum seberapa dibanding luka yang dia timbulkan setelahnya. Seolah belum cukup sekadar menolak, dia juga menyiarkan kepada seisi sekolah bahwa aku menyatakan cinta kepadanya.
Masa SMA adalah masa paling indah? Omong kosong. Masa SMA adalah tragedi, ketika masa mudaku hancur dan aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk memperbaikinya.
Aku berharap dia lenyap dari muka bumi. Namun, itu tidak mungkin. Aku hanya harus menerima takdir. Kuharap suatu saat dia mendapatkan karma. Ditolak habis-habisan oleh gadis yang dicintainya.[]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top