UG 9 |Sooji

Aku tersenyum ketika menatap wanita yang duduk didepanku saat ini, dia salah satu pelanggan baru di club. Baru sekitar satu bulan dia rutin datang kemari dan beruntungnya akulah orang pertama yang melayaninya. Masih sangat teringat dibenakku ketika bertemu dengannya untuk pertama kali. Malam itu ia terlihat sangat kacau, dia menghabiskan malam di meja bar hingga berbotol-botol gin habis untuk dirinya sendiri.

"Sooji."

"Ya?"

"Thank you."

"Untuk?"

Dia menggerling membuatku semakin tidak mengerti, hanya tawa yang dikeluarkannya sebelum meneguk cocktailnya. Tumben dia tidak memesan minuman yang kadar alkoholnya tinggi malam ini, padahal biasanya dia selalu menjadi peminum yang hebat.

"Kamu tau, temanmu itu. Dia sangat menarik," bisiknya kemudian membuatku teringat pada Kim Jongin. Salah satu sahabat Myungsoo yang memiliki permasalahan pelik dalam kehidupan asmaranya.

Ketika bertemu dengannya saat direstoran malam itu sebenarnya aku tidak berencana untuk sok pintar dengan memberi solusi pada masalahnya. Aku hanya penasaran bagaimana perasaannya dan apakah dia tau tentang perasaan Sehun dan Jiwon. Dan saat Jongin mengatakan Sehun mungkin tidak seserius itu barulah aku tau permasalahannya.

Jongin tidak tau bagaimana perasaan Sehun sebenarnya maka dari itu dia terlihat tidak ingin melepaskan Jiwon, tapi tidak juga mengejarnya karena jelas wanita itu menolaknya.

Aku hanya mengatakan sebaiknya dia bertemu dengan beberapa gadis yang dijawabnya dengan ya, aku sudah sering bertemu dengan para wanita tapi tidak pernah ada yang menarik perhatianku dan aku hanya terdiam ketika mendengarnya. Jogin juga berusaha selama ini tapi tidak ada yang mengetahuinya.

Hingga akhirnya ide itu muncul dikepalaku, saat semakin lama berbincang padanya aku menjadi sedikit tau karakternya seperti apa dan tiba-tiba aku teringat pada wanita dihadapanku. Namanya Krystal, aku tidak langsung menyuruh Jongin untuk berkenalan dengan Krystal waktu itu. Tapi hanya mengusulkan agar dia datang ke club pada hari rabu dan jumat karena saat itulah jadwal kunjungan Krystal.

Sampai mereka akhirnya bertemu pada malam rabu dan aku bertindak sebagai penengah untuk memperkenalkan mereka. Setelah malam itu Krystal datang dihari jumat dan mengatakan bahwa Jongin mengajaknya berkencan.

Aku senang tentu saja karena hubungan mereka bisa berhasil dan hari ini sepertinya Krystal ingin menceritakan bagaimana kencan-kencan mereka.

"Jadi apa dia sudah menembakmu?" Tanyaku dengan menggoda, saat melihat wajahnya yang memerah aku langsung tau jika itu telah terjadi.

"Official?" Aku kembali bertanya dan kali ini Krystal mengangguk yang membuat senyumku merekah.

"Astaga! Selamat, aku turut bahagia. Semoga hubungan kalian lancar dan berhasil. Jangan lupa traktir aku, oke?" Krystal mengedipkan mata tanda setuju sebelum menarik ponselnya keluar. Dia terkekeh sebelum menunjukkan layar ponselnya padaku.

"Dia sudah didepan. Aku rasa dia pria yang sangat protektif," ucapnya dengan nada riang, "tapi aku suka pria seperti itu." Lanjutnya lalu berdiri dari kursi, dia mengeluarkan beberapa uang untuk membayar minumannya serta tidak lupa tips untukku.

"Aku akan mengajakmu makan siang kapan-kapan Sooji. Aku pergi dulu ya."

"Terima kasih Krystal. Hati-hati dan sampaikan salamku pada Jongin."

Krystal mengangguk memberikan tanda oke kepadaku sebelum menjauh untuk mencapai pintu keluar. Aku tersenyum, mungkin dengan begini Sehun tidak perlu lagi menahan perasaannya, dia bisa bersama Jiwon dengan bebas tanpa beban karena Jongin telah menemukan wanita lain yang membuatnya terpikat.

"Kamu sudah seperti mak comblang yang handal Sooji."

Aku terlonjak lalu berbalik menatap Sehun yang berdiri sambil bersedekap dibelakangku, dia tersenyum sembari menatapku jengah.

"Aku hanya membantu, itu tidak salah bukan?"

"Kemarin kamu bertemu Kangjoon dan hari ini Minho merengek meminta untuk bertemu denganmu dan berkonsultasi."

"Oh?" Aku tidak dapat menahan diriku dari rasa terkejut akan apa yang dikatakan oleh Sehun, memang benar aku juga bertemu dengan Kangjoon kemarin saat sedang menemani Jiwon berbelanja, kami hanya berdiskusi biasa. Menanyakan beberapa hal remeh lalu membicarakan hal-hal tidak penting selama makan siang.

"Aku tidak merasa sedang memberi konsultasi pada mereka," gumamku pelan. Aku dapat mendengar Sehun tertawa sebelum mengulurkan tangannya dan mengacak rambutku, "Sehun! Rambutku berantakan!" Hardikku dan bukannya berhenti dia semakin mengacaknya membuatku kewalahan untuk menahan tangannya. Aksi kami bahkan ditonton oleh beberapa pelanggan.

"Dasar anak polos! Kebaikan apa yang sudah diperbuat Myungsoo dulu hingga mendapatkanmu."

Aku mendengus kesal. Mengapa semua orang yang mengenal kami selalu berkata seolah-olah Myungsoo tidak pantas untukku. Bukankah sebaliknya? Aku yang tidak pantas untuk pria sebaik Myungsoo.

"Myungsoo bahkan bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dariku."

Tangan Sehun langsung berhenti menggangguku membuatku tersadar dengan apa yang baru saja kukatakan, dengan ragu aku menatap pria itu dan wajahnya terlihat tidak baik.

"Percayalah, kamu satu-satunya yang terbaik untuk Myungsoo. Jika bukan kamu maka tidak akan ada siapapun." Tukas Sehun dengan wajahnya yang sudah berubah tenang, aku tersenyum kecil.

"Sooji, kamu yang terbaik. Jangan ragukan itu. Oke?"

Aku langsung mengangguk, meskipun setengah hatiku masih menyangkalnya tapi tidak apa. Sekali saja aku menganggap bahwa apa yang mereka katakan itu benar tidak masalah bukan?

"Ya sudah kembali bekerja. Aku tidak suka dengan pegawai yang malas!"

"Ck! Yang mengganggu disini siapa yang marah siapa!"

Aku berdecak mendengar tawa Sehun yang menjauh, pria itu benar-benar aneh tapi dia adalah teman pertama yang kumiliki saat hidup dijalanan dulu. Jika tidak ada Sehun maka aku tidak tau nasibku seperti apa sekarang ini, dan aku berharap jika pria itu bisa meraih kebahagiaannya.

***

"Jadi kamu mau mengajakku kemana?" Aku bertanya dengan semangat. Oh tentu saja, siapa yang tidak akan semangat jika tiba-tiba Myungsoo muncul didepan rumahku disaat hari libur dan mengajakku untuk pergi. Hmm, seperti kencan mungkin?

"Kita akan berkencan." Tukasnya sembari tersenyum lebar, sementara aku hanya terdiam dengan letupan semangat didalam dadaku. Tidak biasanya Myungsoo mengajakku berkencan tanpa informasi terlebih dahulu.

Biasanya dia selalu memberitau kita akan pergi jalan-jalan sehari sebelumnya. Tapi kali ini berbeda, aku bahkan tidak tau jika dia sudah pulang dari Jeju.

"Bagaimana Jeju? Aku selalu bermimpi bisa kesana," tanyaku saat teringat tentang rapat umum Bank tempatnya bekerja yang diadakan di Jeju dua hari yang lalu.

"Jeju membosankan tanpamu."

Ya Tuhan! Sejak kapan Myungsoo pandai menggombal?

"Kamu sudah pintar menggombal ya? Diajari siapa?" Myungsoo hanya terkekeh dengan wajah kikuk bercampur malu membuatku bisa menebak siapa pelakunya. Sudah pasti sahabat-sahabat anehnya itu. Oh astaga, sepertinya sebentar lagi Myungsoo akan ketularan aneh seperti mereka.

"Ehm Sooji, kamu tau sudah berapa lama hubungan kita?" Tanya Myungsoo tiba-tiba, aku menatap wajahnya sembari berpikir. Sejak kapan hubungan ini? Apakah dihitung semenjak pengakuannya di sungai Han atau saat aku mengaku menjadi kekasihnya saat bertemu dengan teman-temannya atau saat bertemu dengan ibunya?

"Aku tidak tau." Jawabku jujur, melirik wajahnya dengan ragu. Kupikir akan menemukan wajah kekecewaan atau kemarahan disana, tapi wajah Myungsoo tetap tenang seakan tidak pernah terjadi pembahasan apapun diantara kami.

"Benarkah? Kamu tidak tau atau lupa?"

Aku menggigit bibirku lalu menunduk sebelum berujar ragu, "tidak tau."

"Kalau begitu sudah berapa lama pertemuan pertama kita?"

Aku mengingat-ingat kembali, pertemuan pertama kami itu di awal musim gugur yang berarti sekitar awal bulan Oktober. Dan sekarang sudah bulan Oktober kembali ditahun yang berbeda jadi pertemuan pertama kami adalah satu tahun yang lalu.

Sudah secepat itu? Aku bahkan tidak menyadari jika telah bersamanya hampir sepanjang tahun ini.

"Kita mengenal sudah selama ini ? Aku baru menyadarinya," gumamku pelan tanpa menjawab pertanyaam Myungsoo, aku mendengar tawa kecil lalu menoleh kesamping menatapnya dengan bingung.

"Kamu terlalu menikmati waktu bersamaku jadi tidak merasa bahwa satu tahun telah terlewati." Ujarnya yang membuatku langsung tersenyum setuju.

Memang benar apa yang dikatakannya, aku terlalu menikmati--ah bahkan teramat sangat menikmati waktuku bersamanya selama ini. Dia selalu ada untukku, disaat aku bahagia maupun bersedih, dia selalu sedia setiap aku meminta bantuan. Terkadang aku sampai merasa tidak enak padanya karena beberapa kali memintanya membelikan makan siang untukku, tapi Myungsoo tidak pernah mengeluh. Bahkan tanpa kuminta dia selalu menyempatkan diri disela kerjanya untuk membelikanku makan siang saat tau persediaan makananku sedang habis.

Dia selalu tau keadaan dapurku karena hampir setiap hari memeriksanya, menyortir bahan-bahan makanan mulai dari yang menyehatkan hingga bahan makanan yang tidak baik untuk kesehatan. Dia selalu mengomeliku jika kurang tidur siang saat ingin bekerja dimalam harinya, atau karena aku terlambat untuk makan malam saat di club. Myungsoo bukan hanya bersikap seperti kekasihku, tapi dia juga sudah seperti kakak, ayah dan ibu untukku. Dia melengkapi semua posisi itu didalam hidupku dan aku sama sekali tidak pernah menyesalinya.

Bertemu dengan Myungsoo adalah satu-satunya anugrah yang kudapatkan dalam hidup ini. Pria itu sudah seperti hadiah yang diberikan tuhan untukku atas kemalangan yang selama ini kualami.

Myungsoo adalah hadiah terindah untukku.

"Hei, ayo kita keluar."

Aku mengerjapkan mata saat merasakan sapuan lembut diwajahku, menoleh dan mendapatinya sudah berdiri disamping pintu mobil yang tebuka, aku bahkan tidak sadar jika mobilnya telah berhenti sejak tadi.

"Kamu terlalu banyak berpikir sayang. Ayo," tersenyum malu, akhirnya meraih tangannya dan segera keluar dari mobil.

Aku menatap sekitar, tiba-tiba kebingungan melandaku. Kita berada di dermaga dan beberapa yacth berjejer disana. Aku tau jenis kapal mewah itu, beberapa kali kulihat di tv saat menonton drama atau film luar negri.

"Apa yang kita lakukan disini?" Tanyaku setengah berbisik pada Myungsoo saat dia menarikku untuk mendekati ke arah dermaga.

"Aku punya kejutan untukmu," jawabannya sama sekali tidak membantu. Menatap sekeliling sepanjang jalan dan aku tidak menemukan siapapun disana. Aku langsung merapatkan peganganku dilengan Myungsoo saat merasakan suasanya sepi diarea dermaga ini.

Ah, kenapa rasanya seperti berada dalam film Horror?

"Jangan takut sayang. Percaya padaku," mendengar bisikan Myungsoo serta usapannya dijemariku membuatku merasa lebih rileks.

Akhirnya setelah berada diujung dermaga, salah satu yacth bertingkat bersandar disana. Aku menatap Myungsoo ngeri saat sebuah pemikiran terlintas dikepalaku, dia hanya tersenyum miring lalu berhenti tepat didepan seorang pria yang berseragam seperti pelaut.

"Selamat malam tuan Kim, nona Bae," ujarnya dengan sopan sembari membungkuk sedikit, "selamat malam Eunwoo," alisku berkerut saat mendengar Myungsoo menyapa pria itu dengan sapaan yang terdengar sangat akrab.

"Sooji kenalkan dia Eunwoo, salah satu teman karibku juga. Dia pemilik beberapa kapal di sini," ucap Myungsoo lagi membuatku tercengang, "dan dia seorang nahkoda jika kamu ingin tau."

Pria ini tidak bisa lebih baik lagi. Wajahnya sudah tampan, mapan dan bisa menjalankan kapal. Oh astaga, betapa beruntungnya wanita yang kelak menjadi jodoh Eunwoo.

"Hei, jangan menatapnya seperti itu. Dia sudah memiliki istri." Aku langsung menunduk malu mendengar godaan Myungsoo. Yah seharusnya kuralat, betapa beruntungnya istri Eunwoo saat ini.

"Tidak apa-apa Myungsoo. Sooji, kamu terlihat cantik malam ini," Eunwoo berucap membuatku mendongak dan tersenyum kikuk membalas pujiannya.

"Baiklah, aku tidak ingin membuat kekasihku membeku disini. Jadi apa sudah siap?"

Myungsoo dan Eunwoo membicarakan sesuatu yang tidak kumengerti, aku sangat ingin bertanya tapi saat ini kedua pria itu sudah terlibat dalam pembicaraan yang serius namum tidak juga dapat kupahami. Aku hanya mengikuti langkah Myungsoo dan Eunwoo yang masuk ke dalam kapal itu.

"Ah tunggu, matamu harus ditutup dulu." Aku langsung menatap tidak suka padanya, "ini kejutan sayang jadi menurutlah dan jangan membuat kekacauan. Oke?"

Myungsoo hanya tertawa saat aku mengikuti keinginannya. Yah, aku memang tidak akan pernah bisa membantah apa yang diinginkan olehnya.

"Kejutannya apa sih?" Tanyaku tidak sabaran, mataku telah tertutup kain dan aku semakin merasa was-was. Untung saja Myungaoo merangkul serta membimbingku untuk berjalan jadi aku tidak terlalu khawatir akan terjatuh.

"Kejutan yang akan membuatmu senang." Myungsoo berbisik ditelingaku dan kemudian kami berhenti, tiba-tiba Myungsoo menjauh meninggalkanku dan aku menjadi panik.

"Myungsoo!"

"Ssshh jangan khawatir aku masih disini," aku menghembuskan nafas lega saat meraskaan keberadaannya dibelakangku, ia hanya bergerak sedikit tapi aku sudah panik luar biasa.

"Jangan menjauh dariku," pintaku dan berhasil mengundang tawanya, "jangan menertawaiku!" Hardikku kesal, Myungsoo bergerak mendekat lalu dia berbisik ditelingaku lagi.

"Aku tidak bisa menjauh darimu. Sejak awal kamu sudah menjeratku sayang."

Oh! Kim Myungsoo dan mulut manisnya. Meskipun mataku tertutup tapi aku bisa melihat senyum menggodanya saat ini dan jelas wajahku pasti telah memerah karena aku sendiri bisa merasakan hangat diarea pipiku.

"Nah, susah siap untuk kejutanmu?"

Kali ini dia bertanya dengan suara lantang, aku mengangguk semangat kemudian merasakan tangannya menyentuh pengikat dibelakang kepalaku hingga kain yang tadinya menutup mataku terlepas.

Aku membuka matanya dengan perlahan dan cahaya lampu langsung menerpa membuat penglihatanku sedikit buram, mengerjapkan mata beberapa kali untuk menjernihkan penglihatanku dan saat menatap apa yang berada didepanku. Tubuhku langsung menegang.

"Selamat ulang tahun sayangku."

Kakiku rasanya lemas saat mendengar bisikan Myungsoo, aku hampir saja terjatuh jika Myungsoo tidak menahan tubuhku dan membuatku bersandar padanya. Mataku tidak berhenti menatap wajah-wajah yang saat ini sedang tersenyum cerah kepadaku.

Aku tidak menyangka akan mendapatkan kejutan sebesar ini.

"Happy birthday, Sooji!"

Oh tuhan!

Aku tidak bisa menahan airmataku yang langsung keluar begitu saja. Selama duapuluh dua tahun hidupku ini pertama kalinya ada orang yang mengucapkan selamat ulangtahun padaku. Bahkan saat hidup bersama orangtuaku dulu, mereka tidak pernah mengingat hari dimana aku dilahirkan. Aku menutup mulut menahan isakan yang akan keluar lalu menatap interior kapal ini yang telah didekorasi dengan begitu indah. Balon-balon berwarna biru dan putih digantung dibeberapa tempat, didinding kapal terdapat tulisan selamat ulang tahun untukku dan tidak lupa angka yang menunjukkan usiaku. Kemudian sebuah kue bertingkat tiga yang berada diatas meja menarik perhatianku, kue yang berlapis krim putih serta hiasan berwarna merah serta krim yang berbentuk bunga mawar dibagian atasnya. Itu adalah kue ulang tahun impianku.

"Hei jangan menangis, ini hari bahagiamu," aku menoleh saat Myungsoo sudah berdiri disampingku dan mengusap wajahku dengan jemarinya.

"Myungsoo," pria itu hanya tersenyum dan diwajahnya terlihat raut puas seperti mengatakan bahwa apa yang telah dikerjakannya berakhir sempurna. Aku langsung memeluknya menenggelamkan wajahku dilekukan lehernya dan menangis disana, tidak peduli jika kemejanya akan basah akan airmataku. Aku hanya ingin mencurahkan seluruh perasaanku padanya, cintaku padanya tidak bisa lebih besar lagi dari saat ini. Aku terlalu mencintainya.

Ya Tuhan, terima kasih engkau telah memberiku pria terbaik milikmu untukku.

"Terima kasih Myungsoo, terima kasih," lirihku pelan, aku merasakan usapan di rambut sebelum mendapat kecupan dipelipisku.

"Sayang, kita sapa yang lain dulu ya. Setelah ini aku milikmu, oke?"

Mendengar bisikan itu membuat tangisanku perlahan berhenti, aku mengangkat wajah menatap Myungsoo yang sudah tersenyum lembut lalu melirik orang-orang yang sedari tadi hanya diam menyaksikan dramaku.

Oh astaga! Ini memalukan. Aku menutup wajah dan menyembunyikannya didada Myungsoo, tidak. Bodohnya aku.

"Jangan malu, ayo. Mereka ingin mengucapkan selamat untukmu."

"Aku malu Myungsoo."

Dan seketika tawa bergema didalam ruangan ini. Oh tidak, suaraku ternyata lebih keras dari yang kuduga sehingga membuat mereka mendengarnya.

"Sooji, jangan menempel pada kakakku terus. Ayo, kamu harus tiup lilin dulu lalu potong kuenya."

Tiba-tiba aku merasa tubuhku ditarik dan benar saja Jiwon sudah berada dibelakangku dengan senyumnya.

"Jiwon--"

"Ayolah Sooji, kami sudah kelaparan menunggumu."

"Minho!"

Aku langsung menatap Minho yang baru saja mendapatkan tinjuan diperutnya dari Sehun, pria itu mendengus lalu mendelik padaku, seolah apa yang didapatkannya adalah karena diriku. Aku tertawa pelan melihatnya.

"Sooji, tiup lilinnya," tubuhku langsung ditarik untuk mendekati meja, aku menoleh melihat Myungsoo yang masih tersenyum dan memanggilnya lewat gerakan kepalaku. Dia berjalan mendekat dan berdiri tepat dibelakangku.

"Make a wish Sooji, dan tiup lilinnya," tersenyum pada Krystal yang ternyata ikut juga malam ini. Langsung saja aku menangkup kedua tangan didepan dada lalu memejamkan mataku.

Ya Tuhan, terima kasih atas segala anugrah yang telah engkau berikan padaku selama ini. Terima kasih atas kehidupan selama duapuluh dua tahun yang engkau ikhlaskan untuk kujalani. Terima kasih atas kebaikan-kebaikan yang selalu engkau hadirkan dalam hidupku. Terima kasih atas kehadiran orang-orang yang menyayangiku dengan tulus disisiku. Terima kasih telah memberiku hadiah terbaik tahun ini dan aku berharap kebersamaan kami malam ini tidak berhenti disini. Biarkan kebahagiaan ini mengelilingi kami untuk tahun depan, dua tahun kedepan, tahun-tahun berikutnya, hingga tahun dimana kami sudah tidak bernyawa dan berpulang padamu kembali. Kabulkanlah permohonanku. Amin.

Aku membuka mata dan meniup lilinnya, sontak sorai tepuk tangan terdengar membuatku tersenyum lebar. Mereka berseru memintaku memotong kue dan dengan tangan gemetar aku memotongnya, "berikan pada Myungsoo potongan pertamamu." Jiwon berucap, aku tersenyum dan berbalik mengulurkan piring kecil yang berisi potongan kue pertama.

"Untukmu."

"Terima kasih."

Aku hanya mampu tersenyum malu saat para pria aneh menggoda kami, sementara Myungsoo mengabaikannya dan lebih memilih mencicipi kue yang kuberikan.

"Sooji, berikan padaku potongan kedua," aku lagsung menoleh kearah Kangjoon yang sudah menatapku penuh harap.

"Eishh, lihat muka Eunsoo jadi kusut begitu. Jangan merayu perempuan lain didepannya." Minho menegur membuatku menyadari ada satu wanita lagi didalam ruangan ini, aku melirik wanita cantik disamping Kanjoon, tapi keadaan fisiknya tidak secantik wajahnya karena dia sedang duduk diatas kursi sementara kami semua berdiri dan saat menatap kakinya, aku hanya bisa memandang lirih. Sebelah kakinya tidak utuh.

"Jangan menatapnya seperti itu. Eunsoo tidak senang dikasihani," aku terlonjak saat mendengar bisikan disampingku, menatap Jiwon yang memeperingatiku dan aku langsung mengangguk mengerti.

"Aku akan memberikan potongan kedua untuk Sehun." Ucapku lalu memberikan Sehun piring yang sama seperti Myungsoo. Kangjoon langsung memberengut dan aku mencoba untuk mengabaikannya.

Setelah membagi semua kue yang ada, kami akhirnya duduk dan saling bercengkrama. Awalnya kupikir Eunsoo adalah wanita yang sombong dan pendiam tapi setelah berkenalan dengannya tadi, dia menjadi banyak bicara dan sangat ramah. Dia adalah tunangan Kangjoon, setidaknya itulah yang mereka katakan padaku. Aku suka dengan kepribadiannya, tidak jauh berbeda dari Jiwon dan Krystal. Sepertinya kami bisa berteman dengan akrab.

"Lihatlah kalian semua memiliki pasangan. Hanya aku yang tidak!" Keluh Minho, aku menatapnya lalu tertawa mengikuti yang lain. Pria itu memberengut lalu menatapku balik.

"Sooji ayo carikan wanita untukku juga." Katanya memelas membuatku heran.

"Sooji bukan biro jodoh. Jangan meminta yang macam-macam," ucap Myungsoo tidak senang, Minho hanya mendengus dan aku menatap yang lain dengan pandangan tidak mengerti.

Sehun menggeleng menatapku jengah, "sudahlah Minho, bukankah Ibumu sudah mengatur perjodohan untukmu?" Serunya kemudian, Jongin dan Kangjoon langsung tertarik dengan topik tersebut.

"Benarkah? Kali ini siapa?"

"Park Jiyeon," itu jawaban Myungsoo membuat kedua pria itu melebarkan mata mereka tidak percaya sementara Minho hanya berdecak kesal.

"Astaga! Apa Ibumu tau jika Jiyeon adalah mantan kekasihmu? Bagaimana bisa kalian dijodohkan?" Seru Kangjoon.

"Yap sudah jelas Park Jiyeon adalah jodohmu Minho. Sudah nikahi saja dia." Kali ini Jongin yang menyahut, keduanya lalu tertawa bersamaan saat melihat wajah kusut Minho.

"Aku tidak akan menikahi perempuan licik itu!" Teriaknya lalu meninggalkan kami entah kemana.

"Berhentilah mengganggunya. Kalian ini keterlaluan." Jiwon berdecak menegur Jongin dan Kangjoon dengan wajah marahnya.

"Jangan marah, mereka hanya bercanda." Dan seketika wajah Jiwon lansung berubah saat Sehun membujuknya. Astaga, wanita itu langsung jinak hanya dengan satu kalimat dari Sehun.

Aku tersenyum, memandang Sehun, Kangjoon dan Jongin yang sibuk dengan pasangan mereka masing-masing. Terlihat jelas raut bahagia dari ketiga pria itu, apalagi saat sesekali menggoda wanita disamping mereka. Mereka terlihat sebagai pasangan yang sangat serasi.

"Sooji," aku menoleh dan tersenyum, ini dia kekasihku, "ada apa?" Tanyanya dengan alis terangkat, aku tau dia heran karena sejak tadi aku hanya tersenyum tidak jelas.

"Aku bahagia," jawabku, dia terasenyum dan menarikku untuk mendekatinya. Myungsoo merangkulku dan membawaku untuk menjauh dari meja itu. Kami berjalan keluar dari ruangan dan berhenti di dek bagian depan kapal.

"Apa yang membuatmu bahagia?" Tanyanya lagi, aku menyandarkan tubuhku di dadanya sementara dia memelukku dari belakang. Menghangatkan tubuhku diantara semilir angin laut malam ini.

"Semuanya. Kamu, mereka, kejutan ini. Aku bahagia karena semua itu."

"Aku lega jika kamu bahagia Sooji." Aku memejamkan mataku merasakan angin yang menerpa tubuhku serta kehangatan yang diberikan oleh Myungsoo.

Bolehkan aku berharap jika bisa bersama pria ini selamanya?

Setelah melewati kehidupan yang buruk selama ini bisakan aku mengharapkan sesuatu yang baik terjadi dihidupku?

Aku bisa mendapat kesempatan untuk bahagia kan?

"Tentu sayang. Kamu akan bahagia bersamaku."

Aku membuka mata dan menoleh menatap wajah Myungsoo yang berada disampingku, apa aku mengatakan harapanku tadi terangan-terangan, bukan hanya dalam hati?

"Myungsoo--"

"Sooji, aku sangat mencintaimu. Kamu tau itu kan?" Aku mengangguk mendengar pertanyaannya, "jadi apakah kamu masih ragu? Apa kamu masih merasa tidak pantas untukku?"

Aku terdiam.

Berpikir masalah itu, apakah aku masih ragu?

Dalam hal ini adalah keraguan terhadap diriku sendiri, bukan pada Myungsoo. Aku tau pria itu mencintaiku dengan tulus tapi apa aku bisa menjadi seperti apa yang diharapkannya? Itulah yang sejak awal kupikirkan.

Tapi aku sendiri telah sadar, seiring berjalannya waktu semua keraguan itu perlahan terkikis oleh perlakuan Myungsoo padaku, dia benar-benar menunjukkan jika aku adalah wanita yang tepat untuknya. Aku adalah pilihannya dan selama beberapa bulan terakhir aku bisa melihatnya.

Jadi pertanyaannya apakah aku masih ragu?

Apa yang aku khawatirkan lagi saat ini disaat cinta kami berdua sudah sebesar ini?

"Aku mencintaimu Myungsoo." Jawabku akhirnya, kudengar kekasihku berdecak tanda bahwa bukan itu yang ingin didengarnya. Aku langsung tertawa lalu berbalik untuk menghadapnya.

"Aku percaya padamu," ucapku menatap matanya yang juga sedang menatapku balik, "jadi ketika kamu mengatakan bahwa aku adalah wanita yang tepat untukmu maka itulah kebenarannya."

Mata Myungsoo langsung bersinar cerah saat mendengar kalimatku barusan. Aku tersenyum merasakan kelegaan yang tiada tara saat berhasil mengungkapkan apa yang selama ini kurasakan terlebih melihat reaksi Myungsoo yang sesuai harapan membuatku semakin lega.

"Aku mencintaimu Sooji," aku mengangguk mendengar pengakuannya. Entah ini sudah yang keberapa kali sejak pengakuan pertamanya tapi tetap tidak ada rasa bosan saat mendengarnya berulang-ulang, aku malah berharap Myungsoo terus mengatakannya untukku. Dan hanya untukku.

"Aku juga mencintaimu."

Aku masih menatap Myungsoo, saat mata kami bertemu lagi, tiba-tiba aku merasakan keheningan disekeliling kami. Tidak ada gerakan atau suara apapun, aku hanya berpusat pada manik hitam yang tajam dan penuh cinta itu. Hingga tanpa sadar wajah kami telah berada dalam jarak yang sangat dekat.

"Apakah kamu mengizinkanku untuk menciummu?" Tanya Myungsoo yang berupa bisikan halus, aku melirik bibirnya yang tipis lalu menatap matanya lagi.

"Tentu." Jawabku dan setelahnya aku merasakan kecupan hangat dan dalam diatas bibirku. Ini ciuman pertamaku dan Myungsoo tau cara meninggalkan kesan dalam ciuman ini. Dia hanya menempelkan bibir hangatnya tanpa bergerak dan saat dia menjauh kami saling tersenyum.

"Terima kasih."

Tbc.

Selanjutnya ending ya.

Kalau mau tanya konflik ff ini yang mana maka jawabannya adalah tidak ada 😂 ini bukan cerita yang serius banget, kemarin idenya hanya sekedar lewat terus aku coba buat dengan pov orang pertama jadilah seperti ini.

Maaf ya kalau kalian kurang puas bacanya. Tau sendiri kalau pov orang pertama itu pengetahuannya terbatas jadi hanya bisa menjabarkan apa yang ada dalam pikirannya saja tidak bisa menjabarkan hal lain yang lebih detil.

Udah tau kan ff ini emang beda 😂 karakter Myungsoo 360° kubuat beda disini. Semoga ngefeel ya 😉

See you di ending 🙋🙋🙋🙋

Thank.xoxo
elship_L
.
.
-22/02/17-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top