UG 10 |Myungsoo
"Kenapa baru datang sekarang?"
"Apa yang membuatmu terlambat?"
"Semuanya hampir berantakan karenamu!"
"Dasar ceroboh."
Aku hanya tersenyum masam mendengar omelan sahabat-sahabatku. Ya memang ku akui bahwa aku sangat ceroboh kali ini, bagaimana bisa ban mobilku bisa pecah dan tidak ada ban serep yang kubawa? Benar-benar bodoh. Karena ban sialan itu aku harus menunggu petugas bengkel untuk datang dan mengganti banku ditempat. Aku tidak ingin semakin terlambat dengan membawa mobilku ke bengkel lagi, untung saja bengkel langgananku menyanggupi akan mengganti ban mobil ditempatku berhenti.
Dan sekarang, aku benar-benar hampir mengacaukan semuanya.
"Maaf, aku tidak tau jika akan seperti ini jadinya." Gumamku dengan penuh penyesalan, Sehun melangkah maju untuk menarik pundakku.
"Kalau begitu segera rapihkan penampilanmu. Sooji hampir pergi menyusulmu karena kamu tidak datang juga."
Meringis mendengar penuturan Sehun, aku hanya mampu membayangkan bagaimana kalutnya gadisku tadi. Ini sudah terlambat dua jam lebih dari waktu yang di tentukan dan jelas dia pasti khawatir. Lalu bagaimana dengan Ibu dan Jiwon? Sepertinya aku harus menyiapkan diri untuk mendapatkan amukan mereka.
"Tunggu apalagi sih? Cepat ke ruanganmu! Para undangan sudah bosan menunggu!"
Kali ini aku hanya menurut saat Jongin dan Kangjoon secara bersamaan menarikku, mereka membawaku keruangan yang memang telah disediakan khusus untukku. Saat masuk, aku menelan ludah karena Ibu dan Jiwon sudah berada disana dengan wajah yang sama sekali tidak baik.
"Ibu, Jiwon," aku berusaha tersenyum lebar pada mereka namun yang kudapatkan bukannya senyuman balik melainkan tatapan tajam serta wajah marah mereka berdua.
"Anak bodoh! Darimana saja? Kenapa bisa terlambat?" Teriakan Ibuku menggema membuat ruangan itu menjadi hening, sahabat-sahabatku bahkan tidak berani membuka suara dan mereka menampilkan wajah cemas sepertiku. Seolah Ibu sedang memarahi mereka juga.
"Bu, ban mobilku kempes. Aku harus menunggu orang bengkel untuk menggantinya."
"Sudah Ibu bilang tadi pagi kamu lebih baik ikut Ibu dan Jiwon dengan mobil Sehun, tapi kamu bersikeras mau bawa mobilmu sendiri!"
Aku meringis, mengingat kejadian pagi tadi yang membuatku berakhir terlambat. Seharusnya aku memang ikut dimobil Sehun saja tapi karena kebodohanku aku lebih memilih membawa mobil sendiri
"Kak ada taksi kan yang lewat? Kenapa tidak naik taksi dan mobilmu ditinggal?" Kali ini Jiwon berdiri dan mendekat padaku, dia memang bertanya dengan suara pelan tidak berteriak seperti Ibu tapi tatapannya sangat mematikan dan sangat keliatan jika dia marah sekali kali ini.
"Jiwon aku panik dan tidak bisa berpikir jadi bagaimana bisa aku memanggil taksi?"
"Sudah Bu, Jiwon sekarang bukan waktunya memarahinya. Kita harus segera, ini sudah sangat terlambat."
Aku menoleh pada Sehun yang tiba-tiba maju dan menengahi kami, oh terima kasih Sehun. Kamu memang sahabat terbaikku. Dia hanya menatapku sekilas lalu menyuruh yang lain untuk mendudukanku disebuah kursi.
"Aku tidak percaya kamu akan mengacaukan hari penting ini Myungsoo." Ibuku kembali mengeluh saat Minho dan Kangjoon sibuk merapikan rambut dan wajahku yang sudah terlihat kusam. Padahal pagi tadi sebelum keluar dari rumah aku yakin wajahku sangat bersinar cerah dan hanya karena ban sialan itu wajahku jadi kuyuh seperti ini.
"Untung bajumu tidak kusut." Komentar Minho, aku berdiri dan mereka menepuk-nepuk tuxedo warna putihku.
"Bagaimana? Sudah lebih baik?" Tanyaku pada mereka berempat yang saat ini sedang mengamatiku. Secara bersamaan mereka mengangkat alis saat memindai penampilanku dari atas kepala hingga keujung kaki lalu kembali lagi keatas.
"Perfect!" Koar mereka serempak dan aku menghembuskan nafas lega. Setelahnya Jiwon mengambil alih lenganku membawaku keluar dari ruangan ini.
*
Sangat aneh.
Hanya itu yang ada dikepalaku saat ini. Aku tidak pernah mendapati pernikahan seaneh ini, dan sepertinya ini hanya terjadi sekali selama beratus-ratus abad bumi tercipta dan semua karena kecerobohanku.
Normalnya dalam pernikahan sang mempelai pria lah yang akan berdiri di altar sembari menanti pengantin wanitanya berjalan menuju altar, tapi saat ini yang terjadi adalah suatu kemustahilan dan kekonyolan. Bagaimana bisa saat ini aku yang didampingi oleh Jiwon berjalan menuju altar sementara mempelai wanitaku telah menunggu disana. Aku tidak mengerti apa yang telah terjadi dan bagaimana pendapat para undangan. Yang kutau ini adalah pernikahan paling aneh untukku.
Namun diluar semua keanehan ini, ada satu yang membuat perasaanku menjadi begitu sangat bahagia.
Ya hanya satu, menatap wajah Sooji yang masih menampakkan guratan cemas disana namun tersenyum hangat saat melihatku memasuki gereja ini. Aku berharap dia tidak menangis ketika sedang menungguku tadi karena aku tidak akan mengampuni diriku sendiri jika itu terjadi.
Dan lihatlah bagaimana indahnya wanita itu berdiri disana sembari menantiku, gaunnya sangat sederhana tapi dia sangat berkilau dibawah kerudung pengantin transparan yang menutupi wajahnya. Aku masih bisa menembus pengahalang itu dan menatap matanya yang berbinar penuh kelegaan.
Oh sayangku, maafkan aku telah mengacaukan pernikahan kita.
Tepat ketika aku tiba di altar, Jiwon tersenyum lalu meninggalkanku disana. Aku terpaku sesaat menatap wajah Sooji dibalik kerudungnya, dia masih tersenyum menantiku.
"Myungsoo."
Seperti ada air dingin yang menyirami jantungku, sehingga detakannya sangat memburu saat mendengar suara lembutnya, aku tersenyum lalu naik keatas altar sebelum berbisik padanya.
"Maafkan aku sayang."
Sooji hanya menggeleng lalu mengaitkan lengannya dilenganku. Kami berhadapan dengan pastor yang sebentar lagi akan memberkati pernikahan ini.
Saat pastor mulai membacakan ayat-ayat yang mengawali pemberkatan ini, tubuhku mendadak gemetar. Aku sangat gugup, terlalu banyak pikiran yang berkecamuk dikepalaku saat ini. Benarkah ini terjadi? Apakah ini kenyataan? Aku akan menikah dengan Sooji, seorang gadis yang berhasil merebut hatiku.
Memikirkan satu jam yang lalu aku hampir saja menyerah dan menyangka pernikahan ini akan batal namun saat melihat Sooji dengan sabar menungguku diatas altar membuatku tidak dapat berkata-kata. Jika itu wanita lain sudah jelas mereka akan pergi meninggalkanku, tapi ini Sooji. Dia berbeda dari yang lainnya dan itulah yang membuatku memilihnya. Karena perbedaan itulah yang membuatku terjerat akan pesonanya.
Soojiku.
"Ya aku bersedia."
Jantungku kembali berpacu saat dia mengucapkan janji suci itu dan saat ini dia telah resmi menjadi istriku pasanganku didunia dan akhirat. Ya tuhan, jangan biarkan ini hanya menjadi sebuah mimpi.
"Kalian telah resmi menjadi sepasang suami istri yang sah di depan Tuhan yang kudus. Mempelai pria silahkan mencium mempelai wanitamu."
Aku yang masih sangat gugup dan takjub akan pemberkatan ini menghadap ke Sooji. Kami saling berhadapan dan memaku tatapan masing-masing. Wajahnya sangat cantik dibalik kerudung itu, perlahan aku membuka kerudungnya dan akhirnya aku dapat melihat wajahnya dengan sangat jelas.
Bidadarikah yang ada dihadapanku saat ini?
Sooji yang dengan senyum malu-malunya menatapku seolah menanti apa yang akan aku lakukan dan itu terlihat sangat manis untukku. Bagaimana bisa aku mendapatkan gadis sesempurna ini? Apa yang telah kuperbuat dimasa lalu sehingga mendapatkannya?
"Aku mencintaimu." Bisikku sebelum menunduk dan menyatukan bibir kami. Ini adalah ciuman termanis yang pernah kurasakan, tidak ada nafsu atau ketergesaan didalamnya. Hanya ada cinta, kelembutan dan kasih sayang.
"Aku mencintaimu." Ucapnya setelah melepaskan ciuman kami.
Tiba-tiba suara riuh tepuk tangan para undangan membuat kami menoleh kearah mereka secara beraamaan. Melihat keluargaku serta sahabat-sahabatku tersenyum bahagia membuatku ikut tersenyum.
"Kamu masih hutang penjelasan padaku, suamiku."
Dan saat menoleh senyum lebar itu menghiasi wajah cantiknya dan aku tidak sanggup untuk menahan diri untuk tidak menciumnya sekali lagi. Satu lagi keuntungan yang kudapatkan setelah pemberkatan ini, aku tidak perlu ragu untuk menciumnya. Kami telah sah menjadi suami istri dan aku bebas untuk menciumnya kapanpun.
"I will, my dear."
***
"Apa yang kamu pikirkan?"
Aku menoleh dan mendapati Sooji telah duduk disampingku, aku tersenyum lalu menariknya untuk dapat kupeluk dengan erat. Dia langsung menyandarkan kepalanya di dadaku sementara aku mencium pelipisnya beberapa kali.
"Hanya mengenang hari pernikahan kita sayang." Gumamku dengan pandangan lurus pada foto pernikahan yang digantung di atas perapian.
"Yah, pernikahan yang konyol bukan?" Sahut Sooji, aku mengangguk membenarkan. Itu memang suatu kekonyolan tapi tidak pernah ada penyesalan dalam diriku saat menjalaninya. Karena aku tau, semua yang terjadi pada kami telah diatur sedemikian apiknya oleh Tuhan dan kita tidak pantas untuk menyesalinya.
Aku bahkan merasa bangga dengan pernikahanku yang berbeda dari orang-orang lain. Setidaknya kami memiliki cerita sendiri yang tidak dimiliki oleh siapapun dan kelak anak-anakku pasti akan senang ketika mendengarnya.
"Tapi aku senang. Itu seperti sebuah terobosan baru," lanjutnya lagi dengan suara menenangkan. Sudah lebih dari enam bulan pernikahan itu terjadi namun hingga saat ini masih menjadi permbicaraan hangat oleh para pengguna sosial media.
Yah, aku tidak akan menyangkal masalah keanehan pernikahanku hingga menjadi viral setelah salah satu undangan merekam dan menguploadnya kesosial media, serta menambahkan caption yang menyatakan bahwa pernikahan itu adalah pernikahan teraneh sepanjang tahun. Itu jelas menarik minat orang-orang dan hingga saat ini pernikahanku masih hangat dan memenuhi sosial media.
"Apa mereka mengenalimu?" Tanyaku khawatir padanya. Beberapa kali dia pergi ke supermarket atau pasar tradisional untuk membeli kebutuhan dapur dan bukan tidak mungkin kan kalau ada yang mengenalinya dan menanyainya macam-macam.
"Wajahku tertutup saat itu. Tidak ada yang tau identitasku." Jawabnya dengan senyum lebar.
"Hmm benarkah? Syukurlah kalau begitu," gumamku pelan, "oh ya, apa Ibu-Ibu kompleks masih mengganggumu?" Tanyaku kemudian, teringat saat minggu-minggu awal pernikahan kami Sooji masih sering mendapatkan cibiran dari Ibu-Ibu itu, meskipun dia sudah berhenti bekerja di club tapi pandangan mereka terhadap istriku masih saja tidak berubah.
Apalagi saat kami memilih untuk tinggal dirumah Sooji, awalnya aku sudah menolak dan mengajaknya tinggal diapartemenku untuk sementara sebelum anak-anak hadir diantara kami. Sementara aku akan membangun rumah untuk keluarga kecilku. Tapi Sooji menolak, katanya dia tidak rela meninggalkan rumahnya dan lagipula kami bisa dekat dengan Ibu jika tinggal disana. Alhasil aku mengalah dan menjual apartemenku, lalu sepenuhnya pindah kerumah ini.
"Sudah tidak lagi. Ibu sering memarahi mereka saat bertemu jadi aku rasa mereka sudah lelah untuk mengomentariku lagi."
Aku mengangguk mengerti, yah selain aku, ada Ibu yang selalu marah jika Sooji mendapat cibiran. Katanya tidak boleh ada yang menghina menantunya, jadi Ibu tidak segan-segan melabrak para Ibu-Ibu kompleks sampai mereka tidak berkutik karena mendengar omelan Ibu yang panjang lebar.
"Aku harus memberi Ibu imbalan karena telah membela istriku," Sooji tertawa mendengarnya lalu menyetujui perkataanku.
"Jadi kamu sudah tidak khawatir lagi bukan?"
"Tentu. Sudah lama sejak kekhawatiranku menghilang." Jawabnya dengan wajah berbinar cerah. Melihat kebahagian yang terpancar disana membuat hatiku menghangat.
"Hmm, cintaku bertambah lagi setelah hari ini," tukasku lalu mencium kedua pipinya yang gembil. Oh, aku baru menyadari perubahannya. Sepertinya dia sangat bersemangat akhir-akhir ini karena berat badannya menjadi naik.
"Sudah berapa banyak cintamu? Sepertinya hatimu akan meledak saking banyaknya." Candanya dan aku tertawa mendengar itu.
"Hatiku elastis sayang, jadi sebanyak apapun cintaku untukmu, hatiku tidak akan pernah meledak."
"Eih dasar gombal!" Serunya memukul lenganku, aku terasenyum sembari mencubit pipinya.
"Aku baru sadar pipimu semakin berisi. Kamu sudah rajin makan ya?"
Kulihat wajahnya tersipu malu, membuatku heran. Mengapa harus malu kalau dia banyak makan? Aku malah senang, mengigat semenjak mengenalnya dia salah satu gadis yang tidak suka makan. Itulah mengapa tubuhnya sangat kurus dulu, tapi sekarang sudah lebih baik.
"Aku suka melihatmu makan banyak. Jangan malas makan lagi." Tegurku kemudian, dia mengangguk lalu menatapku malu-malu dari balik bulu matanya, "apa?" Tanyaku heran, dia kembali tersenyum.
"Ada apa Sooji? Kenapa kamu jadi aneh begini?"
Sooji tidak menjawab, dia malah menarik salah satu tanganku dan membawanya untuk menyentuh perutnya, "kamu sakit perut lagi?" Tanyaku cemas, beberapa kali saat Sooji masuk angin dan perutnya sakit dia selalu memintaku untuk mengusapnya dengan minyak angin. Seperti saat ini.
"Bukan," gumamnya dengan pandangan geli.
"Lalu kenapa?" Tanyaku masih dengan megusap perutnya, dia memejamkan mata sejenak dan aku masih menatapnya lekat.
"Ada anakmu disini."
Aku terdiam.
Butuh tiga detik untukku mencerna apa maksud perkatannya, dan ketika pemahaman menghampiriku tubuhku secara refleks bereaksi. Aku berdiri dan menatapnya tidak percaya.
"Kamu hamil?" Tanyaku histeris, aku bahkan bisa merasakan seberapa tinggi nada suaraku saat ini saking terkejutnya, dia tersenyum dan mengangguk, "ini serius? Bukan candaan?"
Seketika Sooji terkekeh saat mendengarku mempertanyakan keseriusannya, dia ikut berdiri dihadapanku lalu menarik tanganku lagi.
"Disini ada anakmu yang sedang tumbuh. Delapan minggu."
Darahku berdesir hangat mendengarnya, sekali lagi aku mengusap perut Sooji dengan gugup dan saat itulah aku baru sadar ada tonjolan kecil disana. Tiba-tiba airmataku terjatuh beserta tubuhku yang meluruh kelantai.
"Oh sayang, ini--ini sangat hebat." Gumamku, wajahku tepat berada didepan perutnya dan tanpa menunggu aku menyingkap baju kaos yang dikenakannya. Menatap dalam perut itu, dimana anakku sedang tidur.
"Hai sayang, ini Daddy." Aku berucap berbicara pada perut Sooji, terdengar gila memang tapi aku tidak peduli. Kenyataan bahwa istriku sedang mengandung anakku saja sudah membuatku sangat bahagia dan hampir gila rasanya. Aku mencium perut itu dengan dalam dan penuh cinta, oh anakku sayang. Tumbuhlah dengan sehat dan kuat.
"Myungsoo," aku mendongak menatap Sooji yang sudah berkaca-kaca, langsung saja kupeluk perut ya dengan erat sementara dia membelai rambutku sangat lembut.
"Terima kasih sayang. Ini kado terindah untukku, terima kasih."
***
Aku panik, cemas, takut dan gugup. Aku tidak bisa menahan diriku lebih lama kalau saja Sehun tidak berada disampingku saat ini dan menahan tubuhku.
"Myungsoo tenanglah. Dokter akan menyelamatkannya. Jangan khawatir." Tegur Sehun, aku menggelengkan kepalaku. Ini sudah terlalu lama.
Aku teringat kejadian beberapa jam yang lalu, saat Sooji tiba-tiba pendarahan ketika ingin mengambil makan malam untuk kami. Aku yang panik langsung membawanya ke rumah sakit. Aku bahkan lupa memberitau Ibuku. Beruntung aku bertemu Kangjoon di rumah sakit yang sedang mengantar Eunsoo untuk check up, jadi dialah yang menelpon Ibuku dan Jiwon serta yang lainnya. Aku tidak bisa bepikir apa-apa. Melihat darah yang memenuhi kaki Sooji membuatku takut. Bagaimana jika terjadi apa-apa pada anakku, pada istriku?
"Ini sudah terlalu lama Sehun!"
"Kak tenanglah. Sooji akan baik-baik saja, dia wanita kuat."
Aku mendesah lalu menunduk dalam. Bagaimana aku bisa tenang disaat istriku sedang meregang nyawa didalam sana? Memperjuangkan buah cinta kami untuk lahir kedunia. Bagaimana bisa--
Oh astaga! Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi, aku bisa gila.
"Myungsoo!"
Aku sudah berdiri dan mendekati ruang bersalin saat tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dan dokter Kim yang menangani Sooji keluar disana dengan wajah yang tertutupi masker. Aku segera menghampirinya.
"Bagaimana istriku dok? Anakku selamat kan?" Tanyaku tidak sabar, hingga aku merasakan sentuhan dipundakku dan Minho disana berusaha untuk menenangkanku.
"Bagaimana keadaan Sooji dok?" Kali ini Jongin balik bertanya, dokter Kim melepas masker diwajahnya dan tersenyum hangat.
"Myungsoo, istri dan putramu selamat. Mereka dalam keadaan sehat."
Tiba-tiba aku merasa tubuhku tidak bertenaga saat mendengar penjelasan dokter Kim. Aku meluruh kelantai dan Minho ikut bersamaku, "anakku selamat. Sooji selamat." Lirihku dengan suara serak.
"Ya, mereka selamat Myungsoo. Tidak adalagi yang perlu kamu khawatirkan." Kata Minho aku mengangguk, menangkup wajahku lalu tanpa sadar airmataku terjatuh.
Oh tuhan, terima kasih engkau telah menjaga istri dan anakku. Terima kasih karena engkau masih memberiku kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan didunia ini. Terima kasih Tuhan.
"Kak, ayo bangunlah. Sooji akan dipindahkan sebentar lagi." Mendengar perkataan Jiwon, dengan segera kuusap wajahku. Menghentikan tangisanku lalu mendongak untuk menatap mereka semua. Aku tersenyum lirih lalu bangkit dengan bantuan Jongin.
"Sudah jadi ayah. Jangan cengeng." Candanya membuatku tersenyum. Senyum pertama yang kuperlihatkan malam ini setelah berada di rumah sakit.
"Terima kasih." Ucapku menatap keempat sahabatku, mereka tertawa lalu secara bersamaan memelukku.
"Inilah gunanya sahabat Bro. Kamu juga akan melakukan hal yang sama seperti kami, jika Eunsoo yang ada didalam." Tukas Kangjoon.
"Benar sekali. Tapi sepertinya bukan Eunsoo yang akan menyusul. Melainkan Jiyeon." Ujar Jongin menggerlingkan matanya kepada Minho, kami menatap pria itu bersamaan yang membuat wajahnya berubah kikuk.
"Seingatku ada yang mengatakan tidak akan menikahi wanita licik itu." Sahut Sehun menggoda membuat kami tersenyum miring.
"Tidak dinikahi memang tapi dikawini." Ledek Kangjoon yang sukses membuat kami tertawa dan langsung lari dari ruang bersalin saat melihat kemarahan Minho.
"Dasar munafik!" Tukasku, Sehun menangguk setuju, "apa salahnya mengaku jika masih mencintai mantan kekasihnya itu," lanjutku lagi. Kami melangkah menuju kamar rawat dimana Sooji akan dipindahkan.
"Tau sendiri gengsinya tuan muda Choi sebesar apa," tukas Jongin megejek.
"Kalian benar. Tunggu saja, sepertinya sebentar lagi putramu akan mendapatkan teman Myungsoo." Ucap Sehun.
Kami berempat kemudian tertawa bersama. Ah betapa leganya saat ini, aku bersyukur karena keberadaan sahabat-sahabatku saat ini. Jika mereka tidak ada bisa dipastikan saat ini aku sudah menjadi penghuni rumah sakit jiwa karena terlalu lama menunggu persalinan istriku.
*
Aku membuka pintu bersamaan dengan Sooji yang baru selesai menyusui Yongjoon, aku tersenyum lalu mendekati ranjangnya.
"Halo jagoan ayah. Sudah kenyang ya?" Aku mengambil alih Yongjoon kedalam gendonganku, lalu menimangnya. Matanya masih belum terbuka karena ini baru empat hari semenjak kelahirannya, jadi aku hanya puas dengan menatap wajahnya saja.
"Apa airsusumu banyak," tanyaku menatap Sooji cemas, dia mengangguk lega. Mengingat hari pertama airsusunya sulit keluar membuat kami panik, namun dokter Kim meyakinkan jika itu normal terjadi pada Ibu yang baru melahirkan. Biasanya hari kedua dan ketiga baru airsusu bisa terproses dan keluar dengan lancar.
"Syukurlah," gumamku sembari duduk ditepi ranjang menghadap Sooji yang sudah menyandarkan punggungnya.
"Yongjoon mirip denganmu," ucapnya, lalu mendekat padaku menatap wajah Yongjoon yang sedang tertidur dalam lenganku, "lihat hidung dan bibibirnya. Sangat mirip denganmu," ucapnya menjelaskan mengusap hidung mancung Yongjoon.
Aku menunduk ikut memperhatikan wajah putra kami, "tapi matanya mungkin akan mengikuti matamu," ujarku berpendapat.
"Yah kuharap. Setidaknya dia mewarisi sesuatu dariku. Aku akan kesal kalau dia hanya mirip denganmu." Aku tertawa menanggapi keluhannya.
"Yongjoon pasti akan tumbuh menjadi anak yang baik hati dan penuh kasih sayang seperti Ibunya."
"Dan penuh cinta dan pengertian seperti ayahnya." Ucapnya melengkapi, kami tersenyum bersamaan.
"Apa aku pernah mengatakan terima kasih padamu?" Tanyaku pada Sooji yang hanya menautkan alisnya bingung.
"Untuk apa?"
"Untuk semuanya. Cintamu, kehidupanmu dan yang terakhir Yongjoon. Aku berterima kasih karena kamu telah memberiku itu semua."
Sooji tersenyum manis lalu menyentuh lenganku yang sedang memeluk Yongjoon.
"Aku juga perlu berterima kasih kalau begitu," ucapnya dengan suara pelan, kulihat matanya sudah berkaca-kaca tanda bahwa dia akan menangis lagi.
"Hei, jangan menangis." Tegurku, dia menggeleng lalu mengusap ujung matanya.
"Kamu telah memberiku kebahagiaan yang tidak pernah kudapatkan selama ini. Kamu datang kehidupku dan memberiku banyak hal. Aku sangat-sangat menyangka jika hidupku akan berubah sedrastis ini karenamu. Terima kasih Myungsoo."
Airmata Sooji akhirnya terjatuh, aku mendekat lalu merangkulnya dengan sebelah lenganku. Mencium keningnya lama sebelum melepaskan diri dan menatap wajahnya.
"Sayang, tidak perlu berterima kasih. Kebahagianmu adalah tanggung jawabku sebagai pria yang mencintaimu."
"Aku juga sangat mencintaimu Myungsoo. Jangan ragukan itu."
"Tidak akan pernah sayang."
***
Apa yang bisa kukatakan saat ini?
Memandang wanita yang kucintai bersama putra kami, membuatku berpikir bahwa aku adalah pria yang paling beruntung di dunia ini. Tidak ada lagi yang bisa membuatku lebih bahagia dari mereka berdua, yah mungkin ada satu--kehadiran putri kami kelak?
Sejak bertemu Sooji aku sudah yakin jika dia adalah seseorang yang telah ditakdirkan untukku. Berawal dari ketidaktahuan hingga pertemuan kedua yang membawa kami berada ditempat ini sekarang.
Aku akan melakukan apapun hanya untuk melihat senyumannya, itulah janjiku saat pertama kali merasakan cintaku untuknya. Aku tidak akan pernah melupakan bagaimana pertemuan pertama kami, bagaimana dengan lugunya dia menyapaku atau bagaimana dengan sedih dia menceritakan sepenggal kehidupannya yang malang padaku malam itu. Aku tidak akan melupakan kejadian apapun yang menjadi permulaan hidup kami.
Dulu saat belum mengenalnya dengan benar, aku sempat berpikir bahwa dia memang bukanlah wanita yang seperti kupikirkan. Aku hendak percaya pada cibiran Ibu-Ibu kompleks saat untuk pertama kali melihat Ibuku membelanya, tapi semua pemikiran itu runtuh hanya ketika dia menatapku dengan mata polosnya.
Hanya dengan menatapnya aku sudah bisa memastikan jika dia bukanlah wanita yang seperti dituduhkan banyak orang. Disaat semua orang mencibir dan merendahkannya, aku tetap percaya dengan keyakinanku jika Sooji adalah wanita yang paling berharga diantara wanita lainnya.
Dia memang bukan anak dari para pengusaha atau pejabat negara yang bergelimangan harta. Tapi aku dapat mengatakan dia adalah wanita berkelas hanya dengan menjadi apa adanya dirinya.
Dia menjadi wanita yang sangat berharga untukku dan tidak ada satupun didunia ini yang dapat menilai seberapa besar dirinya dimataku bahkan dengan sebongkah berlian ataupun permata jenis manapun tidak akan sanggup menandinginya.
Hanya dengan ketulusan hatinya, dia sudah bisa kukatakan sebagai perhiasan termahal didunia ini.
Dan untuk permataku, aku tidak akan pernah menyia-nyiakannya. Hanya dia satu-satunya yang akan terus berada dalam hatiku selamanya.
Wanitaku.
THE END.
Maaf. Endingnya absurd 😂 aku gak tau dapat ide ini darimana, pas ngetik langsung jadi aja kayak gini 😅
Extra part? Seperti biasa tidak akan ada extra part. Aku tidak suka buat cerita dengan extra part kecuali memang sudah direncanakan dari awal. Seperti epilog yg awalnya karena ada prolog 😁😁😁
Aku lagi pengen mengusung open ending. Jadi semoga ini bisa termasuk dalam kategori open ending.
Oh ya, kalau ada yang tanya kenapa aku milih judulnya 'Uptown Girl' jawabannya adalah karena pas lagi dengar lagi westlife yang judulnya sama, aku langsung dapat ide cerita ini. Jadi aku usung judulnya seperti itu. Mungkin kalian ada yang tidak mengerti kesinambungan antara judul dan jalan ceritanya. Karena memang jika dilihat sekilas tidak akan nyambung, tapi kalau kalian mendalami cerita ini lebih detil aku yakin kalian akan tau dimana hubungannya. Dan aku tidak akan beritau, biarkan kalian menjawabnya sendiri 😀😀😀😀
Dan untuk yang terakhir, terima kasih sudah mendukung cerita ini dari awal hingga akhir. Meskipun ini hanya cerita uji coba karena aku menulis dengan pov org pertama, tapi tetap rasanya seperti sedang menulis cerita" seperti yang lainnya, meskipun cerita ini tdk memiliki konflik berarti tapi tantangannya untuk setiap chapternya sangat terasa. Terima kasih juga kalian sudah mau membaca karya absurd ini 😆😆
Satu yang aku dapat dari FF ini, AKU KAPOK NULIS PAKE POV ORANG PERTAMA. Menyusahkan dan bikin sakit kepala 😧😧😧😧
Sampai jumpa di cerita selanjutnya 🙋🙋🙋🙋🙋🙋
Bye bye~
Thank.xoxo
elship_L
.
.
-24/02/17-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top