UG 1 | Sooji

Langkahku semakin kupercepat seiring dengan desau angin yang menghantar bisik-bisikan mereka sampai ketelingaku, itu sudah menjadi sarapanku sehari-hari ketika berjalan melewati kompleks perumahan sederhana yang saat ini kutinggali.

Dan sialnya mengapa aku harus memilih rumah yang berada di ujung kompleks? Itu mengharuskanku untuk melewati semua rumah yang setiap pagi penghuninya selalu berada diluar, entah hanya untuk sekedar berolahraga atau mengambil koran dan susu kotak yang diantar kerumah mereka masing-masing.

Kadang aku berpikir, mengapa mereka harus repot-repot keluar rumah dipagi buta seperti ini? Matahari bahkan masih enggan untuk terbit sepenuhnya, tapi keadaan kompleks sudah ramai dan itu membuat keadaanku semakin tersudutkan.

Tentu saja.

Apa yang ada dibenakmu ketika melihat seorang gadis lajang baru saja pulang ke rumah tepat sebelum matahari terbit?

Sama seperti para ibu-ibu kompleks yang setiap hari tidak pernah absen untuk mengintai kepulanganku, aku tau apa yang ada dibenak mereka dan itu sudah bukan rahasia lagi jika mereka menjulukiku sebagai seorang wanita panggilan.

Wanita panggilan?

Aku selalu meringis ketika mendengar julukan itu. Apa sebegitu murahannya aku terlihat di mata mereka? Apa setiap gadis lajang yang bekerja di tempat hiburan malam wajib untuk mendapatkan julukan hina itu?

Lalu bagaimana dengan moral yang mereka selalu elu-elukan selama ini?

Mencibir jam kerjaku yang tidak pantas, menilai tempat kerjaku yang tidak benar, lalu apa bedanya aku dengan mereka?

Menghakimi kehidupan orang lain tanpa tau kebenarannya, bukankah itu salah satu contoh penyimpangan moral yang paling rendah?

Lantas siapakah yang lebih baik disini? Aku yang mencari nafkah di tempat tabu atau mereka yang seenaknya menghakimi pekerjaanku?

Biarkan tuhan yang memilih.

"Sooji, kamu sudah pulang?"

Aku menoleh sesaat sebelum memutar kunci pintu rumahku, seorang ibu dari dua anak berdiri di balik pagar tanaman yang membatasi rumah kami masih dengan menggunakan daster rumahannya memegang selang yang aku tebak itu untuk menyiram tanaman hias.

"iya bi, seperti biasa" Jawabku sekenanya, hanya sekedar informasi jika wanita paruh baya itu sungguh jauh berbeda dari ibu-ibu kompleks yang lainnya. Dia sama sekali tidak pernah menghakimi pekerjaanku, malah kesannya dia terlihat mendukung dan selalu menyemangatiku untuk bekerja.

Seperti saat ini, dia selalu menyapaku dengan senyum sejuta wattnya ketika aku baru saja pulang dan dia juga akan mengantar kepergianku untuk bekerja dengan senyuman yang sama dimalam hari.

"Hari ini kita sarapan bersama ya? Aku membuat sup ayam gingseng"

Dan satu lagi, dia selalu menawarkan sarapan padaku padahal sudah berkali-kali aku menolaknya tapi dia tetap gigih untuk mengajakku makan dirumahnya--tawarannya sungguh menggoda, siapapun tahu bahwa sup ayam gingseng buatannya sangatlah lezat, tapi sayang...panggilan ranjangku sepertinya lebih menggiurkan setelah semalaman bekerja tanpa henti.

"maaf bi, aku sangat ingin sup buatanmu tapi rasanya aku lebih butuh tidur saat ini dibandingkan makan" Tolakku berusaha untuk tidak menyinggung perasaannya, aku tau dia sangat berharap untuk kutemani makan. Mengingat dia hanya tinggal sendiri, kedua anaknya memilih untuk tinggal di sebuah apartemen ditengah kota demi kelancaran pekerjaan mereka katanya.

"yah begitukah? Bagaimana kalau makan siang? Kamu bisa tidur dan saat bangun aku akan memanaskan sup itu untukmu"

Aku hanya tersenyum melihat binar antusias dikedua bola matanya, sungguh benar-benar tidak kuasa untuk menolak apapun yang ditawarkan olehnya.

"tentu saja bi, aku akan menantikannya" menjeda sejenak ucapanku untuk menguap, "aku harus tidur"

"oh baiklah-baiklah, selamat tidur Sooji"

Setelah mengangguk, aku melihatnya bergegas masuk ke dalam rumah dengan riang, dia adalah wanita yang berusia dipertengahan 50 tapi masih memiliki energi seperti gadis remaja berumur 20 tahun, sangat ceria dan lincah.

Ah, kantuk ini tiba-tiba langsung menyerang. Tanpa menunggu waktu lagi segera kubuka pintu rumah dan bergegas ke kamar tidur untuk bergelung didalam kenyamanan ranjang sederhanaku itu.

***

"telat lagi?"

Suara itu mengangetkanku, menutup pintu loker diruang ganti lalu membalik badan dan menemukan wajah sangar pria itu--mentorku.

"maaf--bibi sebelah rumah memaksaku untuk makan malam bersamanya sebelum berangkat kerja" Jelasku dengan ringisan pelan, aku tau jika pria itu sudah kesal karena keterlambatanku yang hampir satu jam dan parahnya hari ini adalah jumat malam dimana keadaan club luar biasa padat.

"Selalu tidak bisa menolak Sooji?"

Aku tersenyum kecil sementara dia mengangkat alisnya menatapku jengah.

"ya sudah! Cepat ketempatmu, kita membutuhkan tenaga ekstra malam ini"

Titahnya yang langsung membuat kakiku bergerak cepat, melintasi pintu ruang ganti dan meluncur ke singgahsanaku--dibalik meja bar.

"Sooji, aku telah menunggumu sayang"

Aku memberikan senyuman terbaik pada pria yang sedang menatap ceria padaku, salah satu langganan club dan selalu menjadi klienku setiap kunjungannya ke tempat ini.

"tidak ada yang menandingi minuman buatanmu"

Itulah yang dia katakan ketika aku bertanya mengapa dia selalu datang padaku jika ingin memesan minuman. Padahal ada hampir lima bartender lain di tempat ini yang bertugas setiap malamnya.

"Maaf, aku sedikit terlambat" ucapku pelan lalu mengeluarkan beberapa botol dari lemari khusus yang berada tepat dibelakang meja bar "jadi seperti biasa?"

Pria itu tersenyum lalu mengangguk senang, wajah antusiasnya merupakan salah satu favoritku. Disaat segala macam presepsi yang tersemat padaku karena bekerja ditempat ini membuatku jenuh, aku hanya perlu melihat senyum pelangganku--itu membuatku menjadi semangat.

Aku tidak salah kan?

Bekerja sesuai dengan apa yang aku inginkan, meracik minuman adalah kegemaranku jadi tidak ada yang salah dengan pekerjaanku.

"Kamu terlihat semakin cantik" godaannya membuatku tertawa pelan.

"Terima kasih Ren, aku merasa tersanjung"

Dia tertawa lalu meraih gelas yang kusodorkan, meneguknya dengan hikmat lalu mendesah panjang dengan binar kepuasan.

"Seperti biasa, buatanmu yang terbaik!" Serunya dengan nada riang, aku tertawa dan sekali lagi menawarkan gelas kedua untuknya.

Yah, beginilah hidupku.

Disaat semua orang tengah asyik bergelung dengan bantal dan selimut mereka, aku disini bergaul dengan minuman keras, asap rokok dan para pecinta dunia malam. Tapi tidak ada satupun yang kusesali dengan bekerja di sini, semua pegawai disini sangat ramah dan saling menghormati.

Atasanku, oh jangan bayangkan atasan mesum atau sejenisnya karena disini kalian tidak akan mendapatkannya. Dia adalah pria yang berusia dipenghujung 30, telah memiliki istri dan seorang putra yang sangat tampan.

Dia adalah orang yang kusegani dengan segala wibawa dan kedermawanannya terhadap semua orang. Dia bahkan sering kali menegur para pelanggan jika berbuat diluar batas terhadap pegawainya yang memang benar-benar bertugas sebagaimana mestinya, karena kerap kali beberapa pelanggan menyalah artikan tugas kami dan meminta lebih.

Club ini menyediakan jasa wanita panggilan, itu wajar terjadi karena ini adalah tempat hiburan malam. Bukan sebuah cafe elit yang memiliki pelayanan bak istana negara. Permintaan seperti itu tidak dapat dihindari, bahkan oleh atasanku yang luar biasa bijak sekalipun. Ini untuk penjualan club katanya dan aku sama sekali tidak peduli pada siapapun yang menjajakan dirinya di dalam sini.

Itu pilihan hidup mereka dan aku tidak punya hak untuk menghakimi.

"Sooji!"

Aku tersentak saat mendengar seruan yang terdengar tajam diantara musik-musik yang mengalun keras dalam ruangan ini, aku menoleh dan mengernyit heran ketika melihat Sehun--pria berdarah campuran Korea-Amerika--yang aku sebut sebagai mentor sekaligus bar captain di club ini sedang mengibaskan jarinya untuk memanggilku mendekat.

Dia tidak pernah memanggilku ketika sedang bekerja, ini pertama kali dan kupikir sesuatu telah terjadi atau ada hal penting yang perlu dia sampaikan. Dengan cepat kulepaskan gelas ditanganku, meminta seseorang untuk mengganti posisiku saat ini dan langsung bergegas ke belakang.

"Ada apa Sehun?"

"VIP 05 meminta seseorang untuk mengurus minuman mereka"

Jelasnya membuatku mengangguk mengerti, sepertinya kami memang membutuhkan tenaga tambahan malam ini.

"Aku akan mengutus siapapun yang tidak terlalu sibuk di meja bar" jawabanku sontak membuat alis Sehun berkerut tidak senang, apa perkataanku ada yang salah?

"Aku tidak memintamu mengirim mereka Sooji"

"Lalu?"

Sehun menaikkan alisnya seakan bertanya padaku 'apa kamu tidak mengerti?', kedua tangannya sudah bersedekap di depan dada membuatku semakin bingung.

"Kamu Sooji, kamu yang akan mengurus mereka"

Mataku melebar mendengar penuturan pria itu, sontak aku menggeleng tidak menyetujuinya.

"Sehun"

"Tidak ada bantahan, mereka salah satu pelanggan prioritas kita. Tidak mungkin aku mengirimkan seorang bartender dengan asal"

Aku tetap tidak menyetujui usulannya, meskipun alasannya cukup masuk akal karena semua bartender yang piket malam ini adalah para newbie, mereka baru masuk sekitar enam bulan atau satu tahun yang lalu, sangat riskan untuk mereka melayani pelanggan di ruang VIP. Tapi tetap saja, aku tidak ingin melakukannya, ruangan itu terlalu tidak aman untukku, meja bar adalah satu-satunya tempat terbaik di club ini.

"Tidak Sehun, kita sudah pernah membicarakan ini. Aku dan para VIP, tidak akan pernah terjadi" putusku cepat. Aku tidak akan berubah pikiran.

"Sooji, kamu akan aman. Cctv ada disemua ruangan dan kami memantau kalau kamu melupakannya"

"Aku--"

"Mereka bisa memberikanmu tips yang banyak, tidak tertarik?"

Sialan!

Aku merengut kesal, pria ini tau kelemahanku. Dengan menawarkan sejumput uang--sudah pasti aku akan melakukannya, dia sangat tau dan aku benar-benar tidak suka.

"Kamu licik" tuduhku dan dia hanya tertawa, aku memicingkan mata untuk menatapnya, "tidak ada sentuhan fisik, hanya melayani minuman mereka. Deal?"

"Deal! Jadi bergegaslah nona, mereka tidak akan senang menunggu"

Sehun tersenyum puas dan aku meringis merasa kalah. Perdebatan yang aku lakukan berakhir sia-sia.

*

Salah satu alasan mengapa aku tidak ingin melayani pelanggan VIP adalah karena status mereka. Para pejabat tinggi negara ini, pengusaha bahkan sampai kepala kejaksaan pernah ketempat ini dan memesan satu ruang VVIP dilantai tiga--mereka semua bisa melakukan apa saja dengan uang, seakan-akan mereka adalah tuhan yang mampu mengontrol dunia hanya dengan deretan angka dalam rekening mereka.

Itu yang membuatku sangat jengah.

Terlebih ketika mereka berada di tempat hiburan malam, memberi tatapan menjijikan kepada semua wanita yang ada di club ini. Salah satu contohnya aku.

Ruangan ini bersih dari asap rokok, seharusnya aku bersyukur karena tidak perlu menghirup asap beracun tersebut, ada empat orang pria berstelan mewah dalam ruangan ini serta gundik-gundik mereka yang entah memang dibawa dari luar atau sewaan dari club, aku sebenarnya tidak memperdulikan hal semacam ini, selama masih bisa menyajikan minuman mereka dengan tenang aku tidak akan protes.

Tapi lain cerita jika tatapan-tatapan itu selalu jatuh padaku, ah betapa brengseknya pria-pria itu--disaat para wanita penghibur telah siap membuka selangkangannya, mereka malah sibuk melirik wanita lain.

"Hei kamu!"

Aku berjengkit saat mendengar seruan itu, sesaat kupikir itu untuk orang lain sampai ketika mataku menubruk salah seorang dari mereka, aku hanya bisa meringis. Dia mengibaskan tangannya memintaku untuk menghampiri sofa.

Aku menahan pandangan jijikku saat melihat dua orang wanita sedang sibuk menggerayangi pria yang duduk disudut sofa, mencoba untuk mengalihkan pandanganku dan menatap siapa yang menanggilku tadi.

"anda memerlukan bantuan, Sir?"

Lihat, aku berusaha disini. Semoga saja suaraku tidak menunjukkan perasaan jijikku pada mereka.

"tentu, berapa tarifmu permalam?" Pertanyaan itu membuatku melongo sejenak...

Tarif?

Permalam?

Sialan! Dia pikir aku pelacur?

"maaf tuan, saya tidak mengerti maksud anda" Ucapku setenang mungkin, tidak Sooji--jangan terpancing. Kamu sudah biasa menghadapi pelanggan kurang ajar seperti mereka.

Tapi aku tidak yakin wajahku baik-baik saja sekarang, kurasa mereka jelas menangkap raut kemarahanku saat ini.

Tiba-tiba terdengar kekehan dari belakangku dan saat menoleh, pria yang tadi digelayuti oleh pelacurnya itu menatap geli pada teman-temannya yang masih diam saja.

"Jangan berlagak polos. Katakan berapa tarifmu dan kamu harus tidur bersamaku" ucapannya membuatku melakukan suatu gerakan refleks membuat nada terkesiap terdengar dari orang-orang dalam ruangan ini, kecuali aku. Tiba-tiba saja suasana menjadi hening dan tegang.

Aku tidak tau apa yang telah kulakukan, baru saja aku melayangkan sebuah tamparan diwajah pria kurang ajar itu. Jangan salahkan aku, salahkan tanganku yang bergerak refleks karena ucapannya yang benar-benar tidak bermoral.

"kau menamparku!" Dia berdiri dari tempatnya dan menatapku tajam, "beraninya--" Aku menunduk saat tiba-tiba dia menggerakkan tangannya, aku tau dia akan membalasku dan itu sama sekali tidak terpikirkan olehku.

Ya tuhan, buatlah tamparannya meleset--tangannya sangat besar, jangan membuat bekas dipipiku. Kumohon--

"Hei, turunkan tanganmu"

Mataku yang tadi terpejam langsung terbuka saat mendengar interupsi itu, melirik ke pria yang sedang murka dihadapanku kemudian kepada pria menyela.

"Dia pantas diberi pelajaran!"

Aku meringis mendengar suara bengis itu, kurasa dia adalah seorang pemarah.

"Apa kamu pecundang?" Aku langsung melongo mendengarnya, semua orang termasuk diriku menatap pria berambut hitam itu dengan pandangan tidak percaya.

"Hanya seorang pecundang dan pengecut yang berani mengangkat tangannya didepan perempuan dan setauku kamu bukan salah satunya"

Penjelasannya kemudian membuat beberapa wanita penghibur dalam ruangan ini menghela nafas lega, tapi tidak dengan para pria. Mereka jelas masih menampakkan aura ketegangan yang merambat pada diriku.

"dia menamparku! Kalian lihat sendiri pelacur cilik ini menamparku!"

"Aku bukan pelacur!"

Beberapa pasang mata langsung menyergapku, oh Tuhan! Kenapa kau memberiku bibir yang tidak bisa dikontrol? Mereka semua menatapku tajam, lalu kemudian tertawa--serempak.

Wah, mereka benar-benar kompak.

"Nah dengar, dia sudah mengatakannya. Case closed"

Seorang dari mereka ikut beranjak dari sofa kemudian mendekatiku, aku berjengit dan mundur sedikit membuatnya tertawa pelan.

"Easy lil girl, saya bukan pria bodoh ini yang ingin menerkammu" ujarnya dengan senyum kecil, melirik pria yang baru saja merasakan tamparanku tadi. Aku mengerjap berusaha untuk tetap tenang.

Bagaimana bisa senyuman sekecil itu bisa terlihat sangat memukau?

Oh Bae Sooji kau sudah gila!

"Aku butuh minum"

Kembali mataku mengerjap, aku melirik ketiga pria lainnya kemudian kembali melirik pria dengan senyuman manis itu. Dia masih didepanku dan tersenyum, oh aku harus sadar!

"Oh tentu tuan--saya akan buat minuman anda, segera" aku langsung bergegas kembali ke meja bar mengabaikan pria pemarah yang masih menatapku tajam. Kurasa dia masih belum puas karena tidak berhasil membalasku, semoga saja dia sudah tidak berniat untuk melakukannya lagi.

Sudah kukatakan, inilah yang membuatku tidak suka melayani tamu VIP. Mereka dan kesombongan mereka benar-benar memuakkan.

Aku hanya berharap bahwa kejadian dalam ruangan ini tidak terdengar sampai ketelinga atasanku. Aku tidak bisa membayangkan ganjaran apa yang akan kuterima jika ketahuan menampar salah satu pelanggan prioritas club ini.

Tapi untung saja tidak ada pelayan lain diruangan ini, jadi aku bisa tenang. Tidak akan ada yang melapor, kecuali mereka memang mengintai...

Eh mengintai?

Aku langsung mendongak dan melarikan pandanganku ke sudut teratas ruangan, mencari sesuatu--sampai ketika aku menemukannya, benda hitam bulat dengan lampu kecil berwarna merah menyala.

Tubuhku langsung lemas seketika.

Double shit! Aku melupakan CCTVnya.

Tbc.

Sesuai janji aku upload perdana tanggal 1 Januari 🎉🎉🎉🎊🎊🎊

Disini aku pake pov 1 tapi kedepannya aku gak janji bisa lanjut pake pov 1 atau ganti pake pov 3. Aku baru belajar pake pov 1, dulu udah ada Love & Hate yg pake pov 1 dan itu masih banyak kurangnya. Sekarang aku harap udah jadi lebih baik lagi 😁😁😁😁

Seperti yang aku bilang, ini akan dilanjutkan ketika MLMG tamat. So, jangan ditunggu kelanjutannya sebelum mencium bau-bau ending dari MLMG 😆

Thank.xoxo
elship_L
.
.

-01/01/2017-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top