Chapter 30
Bangun di puncak gedung tertinggi sekolah. Di sana Hyunjin duduk sendiri sembari menyesap rokoknya, menikmati tiap detik rasa mint yang bercampur. Ia tidak sedang kalut, tapi terkadang manusia memang membutuhkan sendiri untuk menikmati hal-hal yang sederhana sekali pun.
Pandangannya teralih saat ia melihat kegaduhan di samping dan menemukan sesosok gadis yang terlihat menggerakan tubuhnya dengan alunan musik. Hyunjin pun berjalan mendekatinya dan ia terkejut mengetahui siapa gadis itu. "Ryujin ...," gumamnya yang tidak dapat Ryujin dengar karena suara musik yang cukup keras.
Ryujin terlihat begitu lihat menari, mulai dari urban dance sampai street dance. Gerakan tegas nan rapinya membuat Hyunjin terpukau. Ini sungguh diluar dugaannya, Hyunjin pikir Ryujin hanya gadis kasar pengikut Hyebin yang tak memiliki cita-cita. Sama seperti dirinya yang juga tak memiliki cita-cita meskipun ayahnya sudah memintanya kuliah di jurusan hukum agar bisa menjadi penerusnya, Hyunjin sangat enggan hanya untuk memikirkannya saj.
"K-kau, apa yang kau lakukan di sini?" Ryujin memekik, seketika wajahnya memerah. Terlihat sekali jika ia malu setengah mati. Kemudian, ia berjalan cepat mendekati Hyunjin.
Hyunjin tertawa melihat tingkah Ryujin. "Kenapa? Apa ini hanya milikmu? Aku tidak boleh di sini?" tanya Hyunjin dan Ryujin yang sudah berdiri tepat di depan Hyunjin hanya menghela napas.
"Jangan ...." Ryujin berhenti berkata. Ia pun memandang Hyunjin dan pria itu seolah menunggu kelanjutan dari perkataan gadis di hadapannya ini. "Jangan katakan kepada siapa pun kalau aku berlatih menari di sini," lanjutnya dengan nada memohon. Bahkan kedua tangannya menempel dan memohon di hadapan Hyunjin.
Seketika Hyunjin memiliki sebuah ide. Ia merasa bisa memanfaatkan Ryujin untuk membuat Yeji berhenti menghubunginya. Awalnya ia benar-benar bisa menjalankan misinya untuk menakhlukan gadis itu, tapi lama-kelamaan Hyunjin merasa risih dengan sikap Yeji yang terlalu over padanya. Lagi pula, sepertinya Minho tidak lagi memintanya untuk mendekati gadis itu, jadi sekarang mungkin waktunya Hyunjin mengakhiri drama konyol ini.
"Aku tidak akan mengatakan pada Hyebin noona, tapi kau harus melakukan sesuatu untukku." Hyunjin pun tersenyum, ia sangat yakin hal ini akan berhasil.
Ryujin nampak berpikir dan ia segera mengangguk tanpa terlalu lama menimbang. Seketika Hyunjin merasa cukup senang. Tiba-tiba saja ia merangkul Ryujin, membuat gadis ini jadi salah tingkah. "A-pa yang sedang kau lakukan?" tanyanya dan Hyunjin tak menggubrisnya. Ia sibuk dengan handphonenya.
"Bersiaplah, kita akan berfoto bersama," ucapnya yang mengangkat tangannya setinggi mungkin. Ryujin pun menurutinya, dengan menunjukkan senyum termanisnya.
chu
Foto pun jadi dan Ryujin membatu. Ia masih merasakan bibir Hyunjin menempel pada pipinya. Sungguh ini gila? Maksudnya, kenapa Hyunjin tiba-tiba mencium pipinya?
Hyunjin masih memerhatikan handphone miliknya, merasa bangga dengan hasil jepretannya. Ia lupa jika Ryujin sangat shock saat ini, bahkan tanpa sadar tangan Ryujin memegang erat jas Hyunjin, membuat pria ini memandanginya.
"Kenapa? Kau terkejut?" tanya Hyunjin yang tak merasa bersalah.
"Hasilnya sangat bagus, jadi kita impas." Hyunjin pun melangkah pergi, tapi Ryujin tiba-tiba menarik jas Hyujin membuatnya berhenti.
"Kenapa lagi?" tanya Hyujin dan Ryujin terlihat menghela napas. Meskipun kenyataan dirinya begitu menyukai pria ini, Ryujin tidak mau dijadikan bahan lelucon. Ryujin sangat kecewa dengan Hyunjin.
"Apa hanya seperti ini?" tanya Ryujin yang membuat Hyunjin bingung.
"Memangnya aku harus bagaimana?" Hyunjin bertanya dengan sangat enteng, membuat Ryujin semakin geram saja.
Dengan gerakan cepat, Ryujin berhasil menjatuhkan Hyunjin.
brug
"Akkk," pekik Hyunjin yang kesakitan saat tubuhnya membentur lantai. "Yak! Apa kau gila?" protesnya yang tidak menyangka jika Ryujin sekuat ini untuk menjatuhkannya.
Napas Ryujin tersengal, seolah baru saja ia berlari maraton dan menatap Hyunjin dengan berkaca-kaca. "Kau yang gila, apa setelah kau menyiumku kau tidak mau bertanggung jawab? Tidak, ini adalah ciuman pertamaku dan kau merebutnya dengan sangat tidak berarti bagimu. Kau sangat keji!" makinya yang kali ini berbalik dan berjalan meninggalkan Hyunjin.
Hyunjin pun memcoba berdiri, meskipun ia merasakan sakit disekujur tubuhnya. Seketika ia merasa bersalah pada Ryujin.
----------
Sebuah bar dengan nuansa klasik, saat seorang pria memakai pakaian berbahan denim sedang meminum seteguk anggur dengan elegan. Wajahnya lesuh, tak menggubris keramaian saat musik ditengah dance floor telah dimainkan. Ia seolah larut dalam kesendiriannya.
"Kau di sini rupanya, aku mencarimu kemana-mana," suara seorang wanita yang tiba-tiba duduk di hadapannya. Terlihat wajah ceria yang selalu terpancar yang terkadang cukup membuat seorang pria terpesona.
Pria separuh mabuk ini mendongak, kemudian menunduk kembali untuk meneguk anggur yang barusan ia tuang ke dalam gelasnya. Tidak ada tatapan terpesona seperti biasanya.
"Minho-ya, apa kau mendengarku? Kenapa kau tidak menemuiku akhir-akhir ini? Apa kau sudah tidak peduli lagi pada diriku?" tanyanya dengan lirih dan air mata wanita ini mulai jatuh. Kecerian yang tergambar itu berubah menjadi kesedihan.
Minho yang masih memandanginya kini bangkit dan berjalan, kemudian duduk di sampingnya untuk memeluk wanita itu. Memeluknya dengan pandangan dalam, seolah ia sedang memikirkan sesuatu yang lain.
"Changbin beberapa hari yang lalu melihatmu bertemu dengan Hongjoon. Dahyun-ah, apa sebenarnya yang kau bicarakan dengannya?" tanya Minho dengan hati-hati.
Hongjoon dan teman-temannya adalah musuh terbesar mereka saat ini dan Dahyun, wanita lemah ini dengan mudahnya pergi untuk mencarinya. Selain rasa khawatir, Minho tak ingin memiliki rasa lain, jadi ia ingin segera membuat Dahyun mengatakannya.
Dahyun pun melepaskan pelukannya dan memandang Minho dengan sedih. "Kau tidak mempercayaiku? Aku datang kepadanya hanya untuk membuatnya berhenti mengganggumu," jawab Dahyun yang tentu hal itu tidak akan membuat Minho percaya.
"Kau tahu, Woojin harus meninggalkan kita karena serangan ini dan meskipun aku membenci keparat Chan, aku juga tidak akan bisa melihatnya mati. Jadi, bagaimana bisa kau datang pada mereka dengan membahayakan dirimu? Kau juga bersikap seperti itu adalah hal biasa yang terjadi?" tanyanya yang masih tidak akan bisa mempercaya ucapan Dahyun.
Terlihat Dahyun diam, mungkin berusaha untuk mencari cara agar Minho mempercayainya. Dahyun pun bangkit, mencoba untuk meraih Minho. "Jangan marah, aku berjanji tidak akan menemuinya," bujuk Dahyun dan Minho yang sudah terlanjur marah pun menepisnya.
"Jangan temui aku sebelum kau mengatakan yang sebenarnya!"
Minho pun pergi meninggalkan Dahyun yang menangis. "Minho-ya ...," panggilnya dan Minho tak menoleh sedikit pun. Sosok Changbin segera menghampirinya dan mereka pergi bersama.
"Hyung, aku antar pulang. Kau sedang mabuk." Changbin meraih tangan Minho, ia sangat khawatir dengan ketuanya kali ini. Pasti Minho sangat marah, mendengar Dahyun datang untuk menemui Hongjoon.
"Cepat hubungi Soyeon, bertanyalah dimana dia sekarang," perintah Minho yang membuat Changbin tak memahaminya.
"Kenapa Soyeon? Bukankah hanya Hyebin yang kita butuhkan untuk bergabung dengan kita sekarang?" Changbin sama sekali tak memahami pikiran Minho.
"Pasti Sinb bersama dengannya," gumam Minho yang membuat Changbin paham, tapi ia sedikit khawatir saat Minho datang dengan mabuk seperti ini.
"Apa kau yakin akan menemuinya dengan seperti ini, 'Hyung?"
Minho menoleh dan tersenyum pada Minho. "Harus bagaimana? Aku tiba-tiba sangat merindukannya," lirihnya yang benar-benar terlihat seperti seorang pria lemah dan itu cukup mencengangkan bagi Changbin.
"Baiklah." Akhirnya Changbin mengalah dan segera meraih handphonenya.
"Kau dimana?" tanya Changbin yang kini tersambung dengan Soyeon.
"Bimbingan belajar? Apa kau dengan Sinb?" lanjut Changbin.
"Baiklah, aku akan ke sana." Changbin pun menutup teleponnya dan menatap Minho,
"Mereka berada di tempat bimbingan belajar." Lapor Changbin dan Minho pun segera melempar kunci mobilnya pada Changbin.
"Kau yang menyetir."
Changbin pun tersenyum dan mereka pun berjalan bersama.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top