Chapter 18

Playlist

Straykids - Levanter

.

.

.

Hai...Uda lama aku hiatus ya?
Banyak hal yang harus aku selesaikan
Tapi, sekarang aku usahain untuk terus up ya
.
.
.
Thanks
.
.

Fajar telah menyingsing, angin dingin pagi merasuk melewati cela pori. Sinb meringkuk di balik selimut dengan tangan satu yang masih tersambung dengan selang infus. Matanya masih tetap terpejam sampai seseorang mencoba untuk mengusiknya dengan terus menggerak-gerakkan tubuhnya.

"Apa kau ingin mati!" Seketika suara ancaman itu yang terdengar saat ia membuka mulutnya dan manatap nyalang Hyunjin.  "Apa maumu?" tanyanya yang kesal sekali ingin menendang pantat Hyunjin karena mengganggu tidur damainya, tapi perutnya masih sakit.

Hyunjin pun duduk di sampingnya dan terdengar helaan napas panjangnya membuat Sinb jadi penasaran. "Apa lagi sekarang?" tanya Sinb.

Hyunjin pun mengecek jam tangannya. "Dua jam dari sekarang ... Siapkan dirimu, ibu akan datang," ucapnya yang seketika membuat Sinb menganga, terdiam sesaat.

"Sialan! Siapa yang memberitahunya?" Seketika ia mengumpat dan marah dalam bersamaan. Sugguh, jika ia memiliki kekuatan untuk berdiri bahkan mungkin berlari, ia akan segera kabur dari tempat ini. "Berdebat dengan wanita tua itu membuat perutku ingin meledak saja," keluhnya.

"Tenang saja ada aku," sahut Hyunjin tentunya membuat Sinb menendangnya.

"Apa yang bisa kau lakukan? Bahkan saat ia belum datang saja, kau sudah kebingungan seperti ini, hah!" omelnya dengan kesal dan Hyunjin hanya dapat menelan salivanya.

Sangat aneh, kenapa satu wanita itu lebih menakutkan bahkan dari ayahnya atau pamannya. Jika di pikir-pikir Sinb sangat merasa kasihan dengan ibunya itu. Jika semua orang tak berhasil memuaskannya, lalu ia hanya akan hidup menua dengan dirinya sendiri karena tak merasa cocok dengan semua orang.

"Kenapa kalian pagi-pagi berisik sekali?" Ternyata semenjak tadi Dongho tidur di sofa dan mendengarkan dengan geli percakapan kedua keponakannya ini.

"Paman, apa kau tahu bagaimana cara menghadapi nenek sihir itu? Aku kehabisan ide ...," ucap Hyunjin yang sebenarnya hanya alasannya dan Sinb hanya mampu berdecak sebal.

Dongho pun bangun, mencoba membenarkan posisi duduknya. "Em ... Bagaimana lagi, kalian harus menghadapinya, tidak ada jalan keluar," ucapnya yang kini merebahkan tubuhnya kembali. Sinb dan Hyunjin terlihat sekali ingin memukul pamannya yang satu ini, yang seolah begitu menyebalkan secara tiba-tiba.

"Ingat, kau tidak boleh kemana pun. Kita harus mati bersama jika harus! Aku tidak akan membiarkan wanita itu memisahkan kita lagi," kata Hyunjin yang berlebihan, membuat Sinb begitu geli sampai tidak bisa berkata apa-apa. 

"Terserah kau saja, aku ingin tidur," balas Sinb yang mulai memejamkan matanya kembali.

---***---

Seorang pria duduk dengan menyandarkan kakinya pada sofa rusak. Aroma tembakau yang menyeruak dari berbagai sisi, terlihat beberapa pria masih memakai seragam sekolah dengan lengkap. 

"Sepertinya para bedebah itu lebih mementingkan seorang wanita dari pada seruan kita. Aku tidak menyarankanmu hanya duduk tanpa melakukan apa pun, Hyung!" seru seseorang yang tak lain adalah Yunho.

Hongjoon pun tersenyum sinis. "Kau tenang saja, San sudah memerintahkan beberapa orang untuk mengawasi mereka semua. Saat ini, Kang Hyunjin adalah satu-satunya seseorang tanpa pengawasan dari mereka," ucapnya dengan senyuman lebar. "Bawa ia padaku dan habisi dia," lanjutnya yang membuat semuanya mengangguk.

"Serahkan itu kepadaku dan aku sudah tidak sabar melihat kemarahan anak sialan itu!" sahut Yunho.

"Malam nanti, di rumah sakit." Hongjoon pun memperjelas dan mereka lagi-lagi mengangguk paham.

---***---

Sebuah ruangan rapat dengan kursi di kelilingi oleh pengacara. Kangin, nampak lesu dengan pembahasan yang terjadi. Kerusuhan anak-anak antar kota membuat banyak keluhan dan tuntutan yang harus mereka urus.

"Jadi, aku ingin kalian semua menangani tuntutan kepada anak-anak Gimje. Aku tidak ingin anakku terlibat terlalu jauh," perintah Kangin.

"Bukankah anda mengatakan jika tidak ingin terlibat dalam urusan dua kota ini?" tanya salah satu di antara para pengacara tersebut, membuat Kangin menghela napas, sementara pengacara yang lainnya berusaha untuk memberikan kode kepada pria ini.

"Perkelahian ini melibatkan kedua anakku, Jang-sii apa menurutmu aku harus diam saja? Saat ini putriku sedang berada di rumah sakit dengan luka tusuk di perutnya. Jadi, mau tidak mau aku harus terlibat, karena ini menyangkut kedua anakku. Jika nanti terjadi masalah besar, aku yang bertanggung jawab, bahkan jika kedua tua bangka itu berusaha mempersulit. Aku ... Akan menghadapinya sendiri," ucap Kangin dengan tekat bulatnya.

"Aku rasa itu baik, seharusnya semenjak lama kau memilih memihak pada Gimje," sahut seseorang yang membuat mereka menoleh dan menemukan sosok pria tua yang tak lain adalah ketua Lee, penguasa Gimje.

Kangin seketika tersenyum. "Aku benar-benar tidak mengerti, bagaimana kedua penguasa kota ini bisa keluar masuk dengan mudah di tempatku yang kecil ini. Kenapa kalian menyusahkan diri kalian sampai sejauh ini," sindir Kangin yang membuat ketua Lee tertawa.

"Ternyata rumor yang beredar tentangmu benar adanya." ketua Lee pun duduk dengan diperhatikan seluruh pengacara yang ada di dalam ruang rapat. "Kau memang brengsek yang tak pernah mengenal rasa takut," lanjutnya dengan tertawa, membuat Kangin tertawa dengan sinis dan pengacara lainnya menjadi cukup tegang.

"Kalian bisa tinggalkan kami dan lakukan apa yang ku perintahkan barusan," pinta Kangin dan mereka semua segera berdiri, meninggalkan kedua orang ini dengan hawa panas yang menjalar.

"Dan putrimu sepertinya cukup mirip denganmu, bagaimana keadaannya sekarang?" lanjut tuan Lee yang membuat Kangin menghela napas panjang.

"Aku hanya berharap setelah masalah ini ... Tidak akan ada masalah lagi yang menimpa putriku. Aku akan menangangi semua masalah kerusuhan ini, tapi aku ingin anakmu menjauh dari kedua anakku. Bisakah kau menjanjikan itu ketua Lee?"

Ketua Lee lagi-lagi tertawa. "Apa itu mungkin? Minho sangat susah untuk diatur. Biarkan saja mereka bersama dan aku begitu menyukai putrimu. Aku akan menjamin hidupnya akan aman kalau saat ini kau menyetujui sebuah kesepakatan untuk bertunangan dengan putraku," tawarnya yang membuat Kangin semakin geram saja.

"Aku tidak setuju!" celetuk seseorang dan mereka lagi-lagi kedatangan tamu tak di undang dalam pembicaraan serius ini.

Mata Kangin seketika melebar saat melihat sosok wanita paruh bayah yang terlihat berjalan dengan anggunnya. Wanita itu pun terus memandanginya. "Kau! Jangan coba-coba untuk memutuskan kehidupan putriku! Ia akan menjadi penerus Hwangs cosmetik dan tinggal di Amerika. Aku tidak akan biarkan ia menghabiskan hidupnya yang berharga dengan pria kasar seperti kalian," ucapnya yang tentu membuat Kangin bertambah pusing dan ketua Lee merasa semakin seru.

"Oh jadi anda adalah ibu Sinb? Ternyata kecantikan itu menular dari anda," puji ketua Lee yang membuat Tiffany merasa jijik dan Kangin sangat tak menyukainya.

"Kurasa anda sudah terlalu lama berada di sini, silahkan anda kembali ... Pintu keluar berada di sana dan jangan pernah khawatirkan kasus ini, aku akan mengurusnya." Kangin pun menarik Tiffany pergi dan meninggalkan ketua Lee sendiri.

Pria tua ini pun tersenyum. "Keluarga yang menarik, kalau saja Hyeri tidak tertipu oleh brengsek itu. Mungkin ... Ia bisa bahagia dengan Junho, tapi seharusnya aku bersyukur karena memiliki setan kecil itu. Cucuku satu-satunya yang paling ku sayang, Lee Minho." gumam ketua Lee dan ia pun menghela napas panjang.

---***---

Gimje high school masih terlihat begitu tenang, di kelas perempuan sedang ada beberapa pembahasan. Terutama tentang perseteruan dua kubu yang membuat ketua dari kelompok perempuan terkuat di sekolah ini harus mengadakan perkumpulan daruratnya. Beberapa dana harus mereka keluarkan untuk pengobatan para anggota.

"Masih tersisa sekitar 5 juta won lebih, kalian harus lebih giat lagi menangih iuran keselamatan," seru Yebin yang masih memainkan handphonenya.

Kemudian, seseorang datang dan nampaknya berlari cukup kencang, sehingga suara napasnya yang tersengal-sengal memenuhi ruangan yang senyap ini. Yebin menoleh dan mendapati Ryujin menatapnya. "Wae?" tanyanya Ryujin yang merupakan salah satu andalannya dalam pertarungan para gadis ini.

"Apa eonni tidak tahu jika perseteruan kemarin ... Dahyun ada di sana?" 

"Apa? Wanita jalang itu!" Seketika Yebin berdiri dan terlihat cukup murka. "Jadi kita berkorban banyak hal hanya karena seorang wanita? Si jalang itu mulai berulah lagi! Jadi mereka kerumah sakit bukan untuk berobat?" tanyanya pada Ryujin dan Ryujin pun terlihat ragu untuk mengatakannya.

"Em ... Mereka menemani Dahyun, tepatnya menemani hyung-nim dan ...." Ryujin tak meneruskan perkataannya. Nampaknya ada sesuatu yang masih mengganjalnya. Membuat Yebin bertambah penasaran saja.

"Wae? Kau tidak akan mengataknnya kepadaku?" bentak Yebin yang mulai kesal. "Cepat, katakan semuanya!" tekannya.

Ryujin terlihat mengumpulkan keberaniaannya. Ia sangat memahami tabiat Yebin yang sangat mudah menjadi emosional, apa lagi itu menyangkut seorang Minho. "Begini, aku mencoba mengantarkan Sinb eonni, saat itu sebelum aku benar-benar pergi sebuah mobil menghampirinya dan mengajaknya pergi. Di dalam mobil itu ...." Ia berjeda dan menghembuskan napas dalam.

"Ada siapa? Minho?" Yebin terlihat tak sabaran dan Ryujin menggeleng.

"Bukan, aku melihat Dahyun dan mereka pergi ketempat perseteruan tersebut. Namun, saat itu mereka menemui Hongjoon, kelompok gangster jalanan yang sering kali membuat onar dan aku melihat sepertinya Dahyun merencanakan hal ini dengannya dan membuat Sinb eonni ...." Ryujin pun menghentikan perkataannya dan wajahnya berubah cemas.

"Kenapa? Apa perempuan itu mengacaukan semuanya? Katakan dengan cepat, sebelum aku memukulmu!" ancam Yebin yang sangat tidak sabaran ini.

"Sepertinya mereka membuat sandiwara dan mengarahkan pisau itu tepat kepada Sinb eonni dan aku tidak bisa melakukan apa pun, kecuali melihatnya. Mereka sangat licik, tapi hyung-nim dan Bang Chan tidak bisa melihat itu. Bahkan, mereka hanya memperhatikan Dahyun, mereka tidak tahu kalau Sinb eonni tertusuk," terangnya yang membuat Yebin terdiam.

"Dahyun jalang sialan itu! Sinb terlalu bodoh sampai tidak mengerti jika dirinya dimanfaatkan." Yebin merasa sangat marah saat ini. "Apa sampai sekarang mereka tidak tahu kalau Sinb tertusuk?" tanya Yebin dan Ryujin menggeleng.

Yebin tertawa dan seketika wajahnya berubah pias. "Aku memang membencinya karena berhasil merebut perhatian Minho, tapi membuatnya tertusuk adalah tindakan kriminal. Penjahat seperti mereka harusnya masuk ke dalam penjara. Ayo, tunjukkan dimana Sinb berada, aku ingin melihat gadis bodoh itu," pintanya kepada Ryujin dan gadis itu pun mulai melangkah mendahuluinya.

---***---

"Noona, eomma akan segera datang dengan appa," ucap Hyunjin yang segera menghentikan permainan gamenya. Biasanya bocah ini enggan untuk menghentikan permainan gamenya dan kerap kali sering lupa segalanya jika sedang memainkan game. Sepertinya yang menghubunginya adalah pamannya yang beberapa saat lalu telah pulang.

Sinb yang masih berbaring hanya mampu mendesah. "Terserah, aku lelah dan aku tidak peduli lagi." balasnya dengan kesal. Namun, tiba-tiba saja terdengar suara pintu terbuka dan muncuk beberapa pria berseragam asing.

"Apa yang kau lakukan di sini keparat!" Hyunjin membentak dan terlihat marah seketika pada sosok pria yang sepertinya Sinb pernah temui tapi dimana?

"Ada apa? Siapa mereka Hyunjin-ah?" tanyanya dan pria berseragam itu tersenyum sinis, sebelum akhirnya sosok pria yang telah menusuk Sinb keluar.

"Dia ... " Ucapan Sinb mengambang.

"Dia kan yang menusukmu?" Hyunjin bertanya kepada noonanya dan Sinb mengangguk dengan ekspresi terkejutnya.

"Pedebah! Kau hanya berani pada wanita saja. Ayo kita selesaikan ini di luar!" tekan Hyunjin yang kini berjalan terlebih dahulu, di ikuti dengan ke tiga pria tersebut.

Sinb seketika merasa khawatir. "Hyunjin-ah ... Andwae!" pekiknya dan Hyunjin pun menoleh.

"Kau tenang saja, aku bisa mengatasinya," ucap Hyunjin dan Sinb masih menggeleng tak setuju. Bahkan sampai ketika Hyunjin telah menghilang dari pandangannya bersama ketiga orang tersebut.

"Tidak, aku tidak bisa membiarkannya! Mereka bisa mencelakaiku tanpa rasa bersalah, bagaimana dengan Hyunjin?" gumamnya yang berusaha untuk bangun, berdiri berlahan meskipun ia merasa nyeri pada perutnya dan mulai melangkah dengan susah payah untuk mencapai kursi roda.


-Tbc-




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top