Chapter 15
Playlist
Stray Kids - Double Knock
.
.
.
Guys, aku sedih WOOJIN keluar.
Tapi kalian tetep dukung Stray ya.
Tetap semangat pokoknya.
.
.
.
Thanks untuk semua
.
.
.
Happy reading
.
.
.
"Coba kau ajak ia berkencan di jam ia latihan, aku ingin tahu responnya." Sosok gadis berambut sebahu sedang memainkan minumannya dan menyeringai dengan telepon yang masih menempel ditelinga kanannya.
"Tenang saja, aku sudah mentranfer 1 juta won untuk beberapa kali kencan. Belikan ia beberapa barang untuk membuatnya semakin terlena," lanjutnya yang kali ini tangannya meraih sepotong stick kentang.
"Kalau perlu, kau pakai saja mobil baruku. Aku belum memakainya sama sekali, bilang saja itu mobilmu," sahut seseorang yang duduk di hadapannya.
"Dan ... Felix akan menelepon biskop miliknya, mengosongkannya selama beberapa jam untuk kencan spesialmu dengan Yeji," lanjutnya sambil terkikik.
"Aish, sialan kalian! Aku tidak bisa terus berakting seperti ini. Minho Hyung mana? Ah, kau tahu bagaimana menyebalkannya Yeji bukan Yebin-ah ...."
Terdengar erangan frustasi Hyunjin dari balik telepon dan ketiga orang itu hanya tertawa mendengarnya.
"Aku juga tidak tahan, ia berlagak menjadi jagoan. Nyatanya, dia tetap wanita jalang yang tidak akan pernah bisa menyamakan dirinya denganku. Aku bersumpah, akan membebaskanmu dari kejaran Lia atau Ryujin, jadi kau harus berhasil Hyujin-ah," ucap Yebin dengan segala nada meyakinkan, seolah gadis ini sedang berusaha menyakinkan kliennyam
"Arrggghhh, bedebah kalian!"
Hyunjin pun menutup telponnya. Menyisakan gelak tawa ketiga penghuni cafe.
"Apa kita tidak keterlaluan? Hyunjin hyung, pasti akan membunuhku saat kita bertemu nanti," keluh Felix yang lagi-lagi membuat semuanya tertawa.
"Tenang saja, aku akan melindungimu," sahut Changbin dengan ekspresi penuh keyakinan yang dibuat-buat, tapi tentunya itu tak akan pernah bisa mengubah apa pun. Hyunjin adalah pria keras kepala setelah Minho dan Felix cukup tahu jika hanya Minho yang mampu untuk menghentikannya.
"Dan kenapa Minho harus repot-repot mengurusi saudarinya yang kekanakan itu?" Kali ini Yebin mengepal tangannya geram. "Aku tidak menyukainya! Aku akan mengurusnya jika masalah dengan Yeji selesai," lanjutnya dengan marah dan Felix pun menyenggol-nyenggol Changbin, memintanya untuk melakukan sesuatu agar amarah Yebin tak berkelanjutan.
"Yebin-ah ...," panggil Changbin yang kini membuat Yebin menatapnya.
"Jangan coba untuk menyentuhnya, atau aku tidak akan bisa menyelamatkanmu dari Minho." Kali ini Changbin benar-benar serius. Mungkin, jika ia boleh jujur Changbin sangat tidak menyukai Sinb, tapi ia tidak bisa menampik jika kehadiran gadis itu memberikan dampak besar bagi Minho.
Minho yang ia kenal, tidak akan repot-repot untuk berurusan dengan seorang gadis. Namun, hari saat Sinb pergi membuat Changbin menyadarinya. Saat Minho dengan serius mengerahkan kekuatan keluarganya untuk mencarinya. Seketika, memorinya tentang masa lalu saat Minho tergila-gila dengan Dahyun muncul kembali.
Minho, memperlihatkan gejala kegilaan yang sama seperti saat ia begitu menyukai Dahyun dan kejadian beberapa tahun yang lalu seolah muncul kembali. Minho dan Chan, lagi-lagi harus memperebutkan seorang gadis. Ini seperti sebuah takdir konyol yang terus berulang sialnya.
"Ya! Kenapa kau mengatakan itu!" pekik Yebin tak terima dengan peringatan dari Changbin.
Changbin pun menghela napas. "Dia milik Minho, jadi jangan coba-coba untuk ikut campur. Jebal, ini untuk kebaikanmu juga Yebin," lanjut Changbin dan Felix lagi-lagi menggigit bibir bawahnya.
Biasanya Changbin akan menenangkan Yebin dan Felix menyenggolnya beberapa kali hanya untuk itu. Namun, kenapa Changbin malah bertindak sebaliknya? Felix sama sekali tak mengerti.
"Aish, kenapa kau jadi membelanya? Benar-benar menyebalkan!" pekik Yebin yang kini bangkit dan berjalan meninggalkan mereka berdua.
"Hyung, wae?" tanya Felix tak mengerti.
Changbin lagi-lagi menghela napas. "Aku hanya mencoba melindunginya. Kau sangat tahu bagaimana Minho Hyung saat marah bukan?"
Seketika Felix mengangguk, mencoba untuk memahami maksud dari perkataan Changbin.
---***---
Sebuah ruangan dengan nuansa putih dan bau khas. Sinb berbaring, menutup dan membuka matanya berkali-kali, terakhir ia menghela napas saat sosok di sampingnya ini tak berhenti untuk memperhatikannya. Minho terus memandanginya membuat Sinb merasa risih dan gadis ini benar-benar ingin segera pergi dari ruang UKS yang membelenggunya.
"Jadi, kita akan tetap di sini? Ayolah, bel sudah berbunyi beberapa waktu lalu," protes Sinb dan Minho tidak menghiraukannya. Pria ini masih saja memperhatikan Sinb dengan tatapan datarnya. Sikapnya berubah saat beberapa menit lalu mendapatkan telepon, entah dari siapa dan Sinb tidak ingin ambil pusing dengan hal ini.
"Lee Minho!" panggilnya Sinb dengan nada kesal.
"Aku harus bagaimana agar kau berhenti pergi ke Gunsan?" ucapnya yang membuat dahi Sinb mengirut. Jelas Sinb merasa hal ini cukup aneh, kenapa Minho sangat tidak ingin dirinya pergi ke Gunsan.
"Wae? Aku akan menurutimu kalau kau memberikan ku alasan yang kuat," tawar Sinb dan Minho memejamkan matanya seketika. Terlihat sekali pria ini menahan kekesalannya.
Menakjubkan! puji Sinb dalam hatinya. Dalam kondisi dimana ia merasa cukup kesal, Minho masih saja terlihat cukup tampan hanya dengan bersikap menyebalkan seperti sekarang.
"Chan tak sebaik yang kau pikir, lalu beruang tua itu juga telah mengetahui siapa dirimu. Bahkan ia datang menemui paman Kang untuk membahas tentang pertunangan kalian,"
"Hah? Bagaimana bisa? Aku baru saja pulang dan dari mana kau tahu ini?" Sinb tidak mengerti dan belum bisa mempercayai keanehan ini.
Apa Minho mencoba untuk mengarang-ngarang cerita hanya untuk menggertaknya? Atau mungkin kebenciannya kepada Chan membuat dirinya berusaha sebisa mungkin untuk membuat Chan jatuh? Entahlah, Sinb hanya tidak bisa percaya dan merasa semua itu terlalu berlebihan.
"Gimje berada dalam kuasa kakek. Sangat mudah bagiku untuk mendapatkan informasi ini. Mereka memaksa masuk dengan menyogok beberapa orang dan kakekku murka karena hal ini," lanjut Minho yang tak menunjukkan rasa gugup sama sekali. Pria ini nampaknya benar-benar serius.
Sinb masih diam, ia tidak tahu harus merespon apa tentang perkataan Minho ini. Di benaknya, hanya terus membayangkan ekspresi dan kemurkaan ayahnya, belum lagi ceramah menjemuhkan dari pamannya. Kalau bukan karena permintaan konyol si Chan sialan itu, mungkin Sinb tidak akan terjebak dalam semua omong kosong ini.
"Tanpa sadar, kau sudah menyulut dua gunung yang akan meletus," cibir Minho yang tentunya membuat Sinb semakin kesal saja.
"Kau menyalahkanku?" salaknya dan Minho mengangguk.
"Kau seharusnya hanya mengakui diriku sebagai kekasihmu. Kenapa harus dengan Chan? Apa yang akan mereka pikir jika tahu kau menjadi kekasihku dan Chan?" cela Minho.
Sinb pun duduk dan memandangnya tajam. "Lalu kenapa kalian sangat hobi berpura-pura memiliki kekasih dan menggunakanku sebagai bahan dalam kebohongan kalian? Apa dimasa lalu kalian memiliki kisah dengan seorang gadis? Seperti saling berebut?" serang Sinb yang tentu membuat Minho tak menyukainya.
"Apa kau tidak terlalu lancang mengatakan hal semacam ini?" Minho mendekat, membuat Sinb harus mundur.
"Lalu bagaimana denganmu? Kau mengeklaim segala hal dengan sesukamu. Kau dan Chan tidak ada bedanya dan aku terlalu lelah untuk menghadapi kalian berdua. Apa aku dan Hyunjin perlu untuk pindah dari sekolah ini, agar kau atau pun Chan tidak lagi mengganggu kami," cetus Sinb dan kali ini Minho berhenti mengintimidasi.
"Tidak satu pun dari kalian boleh pergi, sebelum aku yang menyuruh kalian untuk pergi," ucapnya yang seketika membuat Sinb memakinya dalam hati.
Sungguh sangat sial, Sinb harus bertemu dengan pria plin plan seperti Minho.
"Sunbae, aku Ryujin. Kami mendapat laporan, jika Woojin cedera parah dan pihak Gunsan menuduh pihak kita yang melakukannya," ucap seseorang dari balik tirai putih yang menutupi rangjang dengan dua orang ini.
"Mwo? Kenapa bisa begitu? Apa jika salah satu dari mereka mati mendadak, itu karena Gimje? Bajingan tolol itu tidak akan berhenti berulah." Kali ini Sinb melihat amarah Minho yang meledak-ledak.
Minho pun bangkit dan membuka tirai, nampak sosok Ryujin yang cukup asing di mata Sinb. Namun, beberapa waktu lalu ia pernah mendengarkan jika gadis di hadapannya ini begitu menyukai Hyunjin.
Ryujin terlihat membungkuk kepada Minho dan sedikit terkejut melihat Sinb di samping Minho. "Para sunbae dan Felix sekarang mengerahkan beberapa pasukan untuk mengawasi sekitar, termasuk Hyunjin."
Mendengarkan kata Hyunjin, membuat Sinb menjadi tak tenang. "Kau menyuruh Hyunjin untuk apa?" selanya dan Minho menoleh, menatapnya tajam.
"Bukan sesuatu yang harus kau tahu, bangunlah dan Ryujin antarkan Sinb eonni kembali kerumahnya," perintah Minho dan Sinb yang keras kepala itu segera menggeleng cepat.
"Baik sunbae-nim" sahut Ryujin.
"Tidak! Sebelum kau memberitahuku dimana Hyunjin!" Sinb pun menolak keras. Ia tidak bisa tenang jika itu menyangkut Hyunjin.
Minho terlihat sekali marah, Ryujin pun merasa was-was dengan perubahan sikap Minho. Sepertinya gadis ini cukup tahu takbiat Minho yang tidak akan segan-segan menghancurkan apa pun disaat ia marah.
"Pulang atau aku akan melakukan sesuatu kepadamu. Aku sudah sangat baik kepadamu selama ini," murka Minho dan Sinb pun terdiam. "Jadi, Ryujin antarkan ia pulang," lanjutnya membuat Ryujin membungkuk kembali.
"Mari eonni," ajaknya pada Sinb yang sesungguhnya sangat tidak rela, tapi kali ini ia tidak sanggup menghadapi kemarahan Minho. Lagi pula, ia juga harus tahu cerita tentang bagaimana ayah Chan menemui keluarganya.
Sinb pun berusaha berdiri dan merapikan seragamnya. Ia pun berjalan cepat tanpa berpamitan dengan Minho.
"Ryujin-ah, di luar sudah ada beberapa penjaga yang akan mengantarkan kalian. Jika di jalan ada mobil yang menghadang kalian, segera pergi sejauh mungkin," pesan Minho dan Ryujin pun mengangguk.
Jika seperti ini, pasti masalahnya cukup serius. Padahal, Ryujin ingin berbicara santai dengan calon kakak iparnya ini, tapi kenyataannya mereka dipertemukan dengan kondisi seperti ini. Satu fakta lagi yang perlu ia ingat sampai akhir, calon kakak iparnya ini adalah orang yang cukup penting bagi sunbaenya.
---***---
"Sesuatu terjadi?" tanya Hyunjin yang kali ini menatap Yeji dengan penasaran.
Terlihat sekali Yeji menghela napas panjang. "Kau ... Tidak ikut andil dalam pengeroyokan ini, kan?" tanya Yeji dengan ragu.
"Pengeroyokan? Apa maksudmu?" Hyunjin benar-benar tidak mengerti.
Saat ini mereka berada di bioskop hanya berdua. Sama seperti rencana Yebin, jika mereka hanya berdua menonton film.
"Aku mendapatkan kabar jika Woojin masuk rumah sakit karena pengeroyokan. ia sedang kritis sekarang dan itu sepertinya berhubungan dengan Gimje," terang Yeji yang tentu membuat Hyunjin sangat terkejut.
"Kau serius?" tanya Hyunjin memastikan.
"Ya, dan itu bukan kalian kan?" Yeji mencoba untuk memastikan kembali dan Hyunjin pun menggeleng.
"Tentu saja bukan, aku bahkan terkejut mendengarnya. Ku pikir, teman-temanku juga akan sama terkejutnya denganku," terang Hyunjin yang membuat Yeji terdiam.
Mereka terdiam beberapa saat, sampai Hyunjin berdiri ketika mendapatkan sebuah pesan. "Aku harus pergi untuk menangani hal ini dan ku pastikan kau selamat sampai Gunsan. Mulai sekarang keadaan akan semakin memburuk, jadi kita tidak bisa saling bertemu lagi," ucap Hyunjin dengan ekspresi menyesal yang dibuat-buat, membuat Yeji merasa tak enak.
"Tapi, bagaimana jika aku merindukanmu?" rengeknya yang tentu membuat Hyunjin cukup risih dan berakhir dengan senyum keterpaksaan.
"Kita bisa melakukan video call atau bertemu diam-diam, tapi itu nanti saat semuanya kesalah pahaman ini terselesaikan." lanjut Hyunjin dan Yeji hanya bisa mengangguk, kemudian mengambil uluran tangan Hyunjin dan mereka pun berjalan bersama meninggalkan ruang bioskop.
---***---
Lorong rumah sakit yang nampaknya cukup ramai dengan beberapa pria berpakaian serba hitam. Chan nampak mondar-mandir di hadapan ruang operasi, Han duduk, mencoba menenangkan Seungmin yang terlihat menangis. Di depan mereka, dua orang tua Woojin nampak berantakan.
"Keparat! Bagaimana bisa, mereka melakukan ini kepada Woojin!" Chan mengepalkan tangannya dan terus memaki.
"Hyung, itu belum tentu mereka. Minho tidak akan selicik ini," celetuk Han yang membuat Chan menoleh dan menatapnya tajam.
"Apa kau melihatnya sendiri? Menurutmu siapa yang berani menghajar Woojin kecuali mereka, hah? Aku akan menghancurkan seluruh Gimje jika terjadi sesuatu kepada Woojin!" murkanya membuat Han tak bisa mengatakan apa pun selain diam.
Dokter pun tiba-tiba keluar dan menghampiri kedua orang tua Woojin. "Tuan dan Nyonya, maafkan kami ... Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi kami tidak bisa menyelamatkan nyawa anak anda,"
"Tidak! Kau pasti berbohong!" jerit ibu Woojin yang mulai menangis histeris.
"Kau serius? Bagaimana bisa, anakku mati? Tidak, kau pasti bercanda. Kembalilah keruang operasi, aku akan membayar berapa pun agar kau bisa menyembuhkan anakku!" ucap ayah Woojin.
Chan pun bertindak. "Brengsek! Apa kau bercanda? Kembalikan Woojin sekarang!" Bahkan Chan meraih kerah baju dokter dan Han serta Seungmin mencoba untuk menenangkannya.
Sosok pria misterius memperhatikan mereka dari kejauhan. "Apa kau bisa mengirim ke rekeningku sekarang, nona?" tanyanya pada sosok yang sedang ia telepon.
"Tenang saja, aku akan kembali bersembunyi dan keluar saat kau membutuhkanku," ucapnya lagi sembari berbalik menjauh.
---Tbc---
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top