8. PeDe Banget
Mata Rena hampir saja menutup saat ponselnya berbunyi. Sebuah pesan masuk. Mau tak mau Rena meraih ponsel yang ia letakkan di sisi tempat tidurnya itu. Ia bisa saja membiarkan ponsel itu sampai pagi tanpa melihat siapa si pengirim pesan, namun terkadang sering terselip rasa khawatir. Siapa tahu ada kabar penting yang harus secepatnya ia ketahui.
"Besok sepulang dari kampus, kita lihat indekost baru ya."
Pesan dari Mida. Sepertinya gadis itu sudah mendapatkan indekost yang akan mereka tempati selama masa magang. Entah dari mana gadis itu bisa mendapatkannya. Mida hanya mengatakan akan mencari info ke beberapa orang tanpa mengatakan ke siapa saja dia akan bertanya. Setidaknya Rena bisa bernapas lega. Semua hal sudah diurus Mida. Ia tinggal angkat kaki saja.
Setelah mengetikkan kalimat balasan pada ponselnya, Rena pun kembali meletakkan ponsel di sampingnya. Selang beberapa detik, ponselnya kembali berbunyi. Pasti Mida kembali membalas pesannya. Namun saat Rena membuka pesan yang masuk. Matanya terbelalak. Nama Radith di sana.
Selama lebih satu minggu mengenal pria itu Rena belum pernah sekalipun berkirim pesan. Kecuali saat Rena memberikan nomer ponselnya. Pria itu lebih sering langsung menelponnya jika ingin bertemu.
"Rei, kamu meninggalkan outer kamu di mobil. Besok jika memungkinkan saya antarkan sepulang dari kantor."
Rena seketika menepuk keningnya keras. Bodoh. Ia melupakan bajunya sendiri. Tadi saat ia makan siang dengan Radith, Rena memang sempat melepas outer yang ia pakai. Alasannya sederhana, ia ingin terlihat memakai pakaian yang berbeda saat di foto. Dan sialnya setelah pengambilan foto-fotonya, ia tak memakai outernya kembali. Bahkan benda itu hampir saja tertinggal. Untung Radith membawanya dan memberikan kembali benda itu pada Rena. Namun karena malas mengenakannya kembali karena sudah terlanjur memakai sabuk pengaman, akhirnya Rena hanya menyampirkan outernya di jok dibelakangnya.
"Maaf Pak merepotkan. Jika Pak Radith sibuk tidak usah dipaksakan untuk mengantarkan. Kapan-kapan saja saat Pak Radith sempat. Toh masih ada baju lain yang bisa saya pakai."
Sepertinya itu adalah jawaban yang paling tepat yang Rena berikan. Ia tidak mau terlalu merepotkan pria baik hati itu. Sudah berulang kali diajak makan, masak ia masih terus merepotkan.
"Oke. Akan saya kabari lagi jika saya akan mengembalikan outernya. Selamat tidur. Istirahat yang cukup."
Rena segera mengetik kalimat balasan. Setelah beberapa saat tak ada notifikasi yang masuk, ia pun menarik selimutnya menutupi seluruh tubuhnya. Matanya yang semula sudah berat kembali terbuka lebar. Rasa kantuk itu menguap entah kemana? Tiba-tiba saja senyuman terbit di wajahnya. Kebersamaannya dengan Radith siang tadi masih begitu membekas.
Menyingkap selimutnya kembali, rena mengambil ponsel yang tergeletak di sisinya. Mengusap layar dan mencari-cari apa yang diinginkannya.
Foto kebersamaannya dengan Radith akhirnya ia temukan. Foto ketika pertama kali mereka bertemu juga untuk kali kedua. Tak ada yang kurang dari foto-foto itu. Bahkan Rena bisa mengatakan sempurna. Senyum teduh pria itu benar-benar membuat Rena sering kali berdebar. Apa lagi suara beratnya.
Pasti akan sangat menyenangkan jika mempunyai seseorang seperti pria itu. Seseorang? Seorang apa? Rena bertanya dalam hatinya. Sahabat? teman? Atau mungkin... Kekasih. Meskipun berat mau tak mau Rena mengakui jika pria yang sudah dua kali mengajaknya makan siang itu begitu menarik.
Rena tak bodoh, pria itu pasti tertarik kepadanya. Oke katakanlah Rena terlalu tinggi menilai dirinya, namun apa yang ia lihat dan rasakan jelas bukan hanya sekadar khayalannya saja. Jika Radith memang tak tertarik kepadanya, mungkin pria itu hanya akan mengajaknya makan malam saja. Satu kali setelah Rena menemukan dompetnya. Anggap saja itu adalah ucapan terima kasih. Namun kali ini sudah yang kedua. Dan pria itu mengajaknya makan siang ditempat yang bisa dikatakan berbeda.
Jika dipikir kenapa pria itu jauh-jauh mengajaknya makan siang sampai keluar kota? Bukankah di Malang tak terhitung restoran, kafe, juga tempat yang nyaman untuk sekadar bersantap siang?
Belum lagi sikap perhatiannya. Pria itu terlihat benar-benar berusaha membuat Rena nyaman berada di sisinya. Bahkan mungkin orang yang melihat sikap Radith kepada Rena, pasti mereka mengira Radith dan Rena adalah sepasang kekasih.
Ya, pasti pria itu sudah mulai tertarik pada dirinya. Rena yakin itu. Dan Rena hanya perlu menunggu untuk pertemuan ketiga mereka. Jika pria itu kembali mengajaknya bertemu maka keyakinan Rena tak meleset sedikitpun.
Lalu bagaimana dengan perasaan Rena? Ia juga masih tak tahu. Namun, wanita mana yang tak tertarik dengan pria seperti Radith? Sosok nyaris sempurna dibalut dengan kematangan usia juga kemapanan. Yah, meskipun Rena belum tahu secara pasti semapan apakah Radith. Namun dengan melihat kendaraan yang Rena tahu berharga cukup fantastis yang dikendarai Radith juga apa yang melekat pada tubuhnya setidaknya Rena bisa menilai seberapa mapan pria itu.
Matang. Ya, Rena baru tahu jika usia Radith sudah sematang itu. Tujuh belas tahun selisih usia mereka sepertinya terdengar benar-benar mengerikan. Pasti pria itu sudah duduk di bangku sekolah menengah atasnya saat Rena lahir. Bisa jadi saat Rena belajar berjalan, pria itu sudah mengenal kata pacaran atau bahkan sedang berpacaran dengan seseorang. Membayangkan hal itu membuat Rena terkikik sendirian di keremangan kamarnya.
***
"Barang-barang kamu nggak usah dibawa dulu. Kalau sudah mau masuk magang aja baru dibawa. Ntar papa yang mau nganter kita pindahannya kok. Oh ya, nggak usah bawa terlalu banyak barang. Kan kamu juga mondar-mandir Pasuruan-Malang." Mida berpesan saat gadis itu datang ke indekost Rena untuk menjemput temannya itu.
Rena mengangguk mencatat semua pesan Mida dalam kepalanya. Benar-benar beruntung punya teman sebaik Mida. Apapun masalahnya Mida selalu membantunya. Bahkan tak jarang tugas kuliahpun Mida yang menyelesaikannya. Entah bagaimana Rena jika tanpa Mida.
"Kamu sudah sarapan?" tanya gadis itu lagi yang dijawab gelengan oleh Rena.
"Aku tahu pasti anak kost memang hobinya nahan lapar. Nih aku bawain sarapan. Tadi mama masak banyak. Terus disuruh bawain buat kamu sekalian. Kasihan, anak kost pasti rajin melakukan gerakan iritisasi." Mida terbahak dengan ucapannya sendiri.
"Makasih banget, Da. Kamu kenapa sih kok baik banget sama aku? Untung aja aku cewek normal, kalau nggak pasti aku sudah kena panah si cupid," Rena menerima kotak makan yang di ulurkan Mida.
"Eh, kok ada dua?" Rena heran melihat dua kotak yang diulurkan Mida.
"Yang satu isinya puding buat cuci mulut." Mata Rena semakin berbinar. Diambilnya sendok di hadapannya lalu segera membuka kotak nasi yang ternyata berisi nasi goreng yang aromanya begitu menggoda itu. Mama Mida suka memasak. Rena sering menikmati hasil kreasi wanita itu yang sering dibawakan Mida saat mereka bertemu di kampus. Inilah yang disebut kenikmatan. Perut kenyang dompet terselamatkan. Sarapannya kali ini kembali gratis. Yah, sepertinya dewi keberuntungan benar-benar menyayangi Rena. Atau mungkin dia memang berencana mengadopsi Rena selamanya.
###
Hallowwww.... Si Rena rajin muncul tapi yg lain masih ngumpet. Sabar ya.
Repost 25082020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top