4. Calon Mahasiswa Abadi

Versi lengkap sudah ada di google play store ya friends. Ingat hanya digoogle play store, bukan ditempat lain.

###

Seminggu berlalu dari pengumpulan berkas pengajuan magang Rena. Hari ini adalah pengumuman penempatan lokasi magang yang Rena ajukan. Begitu keluar dari pintu kamar kostnya, Rena sudah berdoa agar ia dan Mida mendapatkan lokasi magang yang sama. Dan tentu saja di perusahaan yang telah Mida pilih sebelumnya. Perusahaan yang menurut Mida bisa menjadi masa depan mereka karena hampir tiap tahun selalu ada saja alumni kampus mereka yang bekerja di sana.

Saat menginjakkan kaki di tangga menuju lantai satu, ponsel Rena tiba-tiba saja berdering. Segera saja gadis itu membuka tas dan mengaduk isinya demi mendapatkan benda yang ia inginkan. Saat melihat identitas si pemanggil, nama Mida tertera di sana. Segera ia usap layar demi menerima panggilan temannya itu.

"Ren. Cepetan ke kampus. Nih, pengumumannya sudah dipasang. Sesuai harapan, kita ditempatin di perusahaan yang sama." Suara bernada ceria terdengar di seberang sana.

"Beneran? Kamu nggak bohong?" Rena masih tak yakin.

"Makanya buruan ke sini cepat. Aku tunggu. Kita juga harus membicarakan tempat tinggal di sana nantinya gimana. Mau pulang pergi dari sini atau indekost di dekat perusahaan,"

"Oke. Ini aku sudah di jalan. Lima menit lagi sampai," Rena mengakhiri panggilan. Satu tujuannya sudah mulai terlihat. Ia bisa mendapatkan tempat magang yang dimaksud Mida. Langkah berikutnya ia harus menunjukkan kinerja yang bagus agar suatu saat ia bisa masuk di perusahaan itu sebagai salah satu karyawannya.

Baru saja tangan Rena menutup pintu pagar indekostnya dan berbalik hendak melangkah. Tiba-tiba saja sesosok tubuh menghalangi langkahnya. Sontak Rena mundur ke belakang menempelkan punggungnya pada pagar besi di belakangnya.

"Kamu mau ke kampus, Ren? Ayo aku anterin," sosok itu mulai membuka mulut. Mengelus dadanya akibat rasa kagetnya, mau tak mau Rena mengulas senyum pada pemuda tampan di hadapannya.

"Makasih, Ton. Nggak usah repot-repot. Masih pagi kok. Aku bisa jalan kaki, lebih sehat." Rena menggeser tubuhnya perlahan ke samping dan melangkah meninggalkan pemuda itu dengan raut wajah kecewa.

"Oke aku temani kamu ke kampus. Kita bisa jalan bareng." Pemuda itu memutuskan sepihak yang membuat Rena mengeluh seketika.

Setelah insiden beberapa waktu yang lalu di perpustakaan, Rena belum pernah bertemu Tony lagi. Begitu kuliahnya berakhir Rena langsung keluar ruangan kemudian melewati pintu belakang gedung tempat ia kuliah. Setelah itu ia juga melewati pintu belakang kampus yang jarang dilewati mahasiswa di kampusnya.

Meskipun jauh dan pada akhirnya ia bahkan menghabiskan waktu tiga kali lipat untuk mencapai indekostnya, Rena tak mempermasalahkan hal itu. Ia sengaja melakukan itu agar Tony tak menemukannya. Ia yakin, Tony sudah menunggunya. Entah itu di depan gedung kuliahnya atau mungkin di area pintu masuk kampus.

"Ton, aku mohon kamu jangan kayak gini terus ya. Terus terang aku terganggu, aku merasa tertekan. Bersikaplah yang wajar. Jangan selalu menguntitku kemanapun aku pergi. Kamu pasti punya kesibukan kan? Sama, aku juga. Dengan kehadiran kamu seperti ini banyak hal yang aku lewatkan. Memang kamu tidak kuliah? Tidak menyusun skripsi? Tidak bergabung dengan teman-teman kamu? Waktu kamu hanya terbuang untuk mengikutiku." Rena berucap panjang lebar. Ia sudah benar-benar tidak sanggup menghadapi ulah pemuda itu.

"Akhirnya kamu mau bicara panjang lebar, Ren. Aku senang kamu mau berbicara kepadaku. Aku mengikutimu terus menerus karena kamu tak pernah menanggapiku. Selalu mengacuhkanku. Coba sekali-kali kamu mengiyakan ajakanku untuk kita keluar bersama atau bahkan sekedar makan siang. Bukan malah kabur seperti beberapa hari yang lalu juga hari-hari sebelumnya. Aku akan terus berjuang untuk dapetin kamu, Ren."

"Tapi aku tidak ingin diperjuangin. Aku sudah bilang berkali-kali."

"Setidaknya aku ingin berteman dengan kamu." Tony akhirnya mengalah.

"Teman macam apa yang menyeret temannya memasuki ruangan gelap yang kosong dan mencoba melecehkannya? Itu yang dinamakan teman?" Telak. Ucapan Rena seolah menampar Tony yang pernah menyeret Rena ke sebuah ruangan kosong di kampus dan mencoba menciumnya paksa.

"Seandainya kamu mau aku ajak pasti kejadian itu tidak akan terjadi."

"Mau diajak? Diajak ciuman dengan sukarela. Maaf saja, aku bukan cewek gampangan yang biasa mengejar kamu kemana-mana."

"Itulah bedanya kamu, Ren. Itu yang membuatku makin mencintai kamu," Tony mendorong motor besarnya mengikuti Rena yang mulai berjalan meninggalkan indekostnya.

"Dari dulu cinta aja yang kamu pikirin. Apa kabar kuliah kamu? Sudah kelar?" Rena mencibir sebal.

"Kamu nggak usah khawatir, Ren. Aku sudah menyelesaikan skripsiku. Bahkan aku mengajukan yudisium gelombang pertama untuk semester ini. Aku cuma nunggu wisuda aja. Dan setelah wisuda nanti aku akan bekerja dan kemudian melamar kamu." Rena menghentikan langkahnya. Melotot tajam pada pemuda yang menyejajari langkahnya itu.

"Kamu gila."

"Karena kamu, Ren." Rena tak mampu menjawab, sudut hatinya tercubit. Pemuda seperti Tony ternyata tak seburuk yang ia kira. Meskipun terlihat terus menerus mengejarnya namun ternyata pemuda itu masih memprioritaskan pendidikan dan masa depan di atas segalanya. Bahkan apa tadi dia bilang? Setelah wisuda dia akan bekerja dan melamar dirinya?

Demi tuhan. Adakah seseorang yang bisa memukul kepala pemuda itu sekeras-kerasnya? Kenapa pemuda berandalan itu ternyata sudah begitu rapi menata masa depannya? Tidak seperti dirinya yang masih jalan di tempat. Kuliah masih harus mengulang, bahkan ada mata kuliah yang belum ia tempuh. Kini ia juga di hadapkan masalah skripsi yang mau tak mau harus ia selesaikan. Oh, apakah Rena bisa mengerjakan itu semua? Bukankah pelaksanaan wisuda tinggal sekitar dua bulan lagi. Dan ia masih baru memulai skripsinya. Sepertinya sebutan mahasiswa abadi akan segera tersemat pada diri Rena.

###
Repost 11082020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top