20. Oleh-oleh Dari Mama
Versi lengkap upgrade sudah ada di playstore ya friends. Juga beberapa cerita lainnya.
Oh ya, yg punya akun di KBM, yuk mampir ke akun Nia_Andhika. Beberapa cerita juga sudah dipublish di sana. Jangan lupa subscribe cerita2 ku ya temans. 😘😘
###
"Kamu kemana, Ren? Satu minggu ini aku mencarimu."
Rena menepuk dadanya pelan. Kaget dengan suara yang tiba-tiba saja terdengar saat ia berjalan keluar gedung A. Tempat ia kuliah hari ini.
"Kamu selalu bikin kaget, Ton."
"Aku cariin kamu terus, Ren. Tapi kamu nggak ada. Mereka bilang kamu pulang ke rumah. Memang kamu nggak kuliah?" Tony menyamai langkah Rena yang terasa semakin terburu.
"Iya aku pulang. Kuliahku kan cuma sedikit." Rena tak akan membuka mulut untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Berbohong sepertinya adalah pilihan yang tepat demi kelangsungan hidupnya.
"Kenapa nggak bilang, Ren? Aku kan bisa nganterin kamu."
Rena seketika menghentikan langkahnya. Dipandangnya sosok yang terus menerus mengikutinya itu dari atas ke bawah.
"Kamu sadar dengan ucapan kamu?" Tony mengulas senyum geli mendengar pertanyaan Rena.
"Sadar banget. Aku justru berharap kamu mau aku antar pulang. Biar sekalian bisa berkenalan dengan orang tua kamu."
Rena seketika mendengus, kembali melangkah meninggalkan pemuda itu. Ia akan tertular kegilaan Tony jika terus menerus berada di dekatnya.
"Kamu belum sarapan? Kebetulan banget aku juga belum. Kita sarapan bareng ya." Tony kembali berucap saat menyadari langkah Rena ternyata menuju kantin kampus mereka.
"Ini sudah jam sebelas lo, Ren. Seharusnya kamu sudah sarapan dari pagi tadi. Kamu jangan suka menunda-nunda makan ya. Ntar kamu sakit. Kalau tidak sempat membeli sarapan, seharusnya kamu bisa menghubungiku tadi pagi. Aku pasti akan bawain kamu sarapan," lanjut Tony meskipun diabaikan Rena. Gadis itu memasuki kantin kemudian memesan makanan di sana.
"Samain saya sama Rena, Bu." Tony berucap pada ibu pemilik kantin setelah tahu menu yang Rena pesan. Pemuda itu kemudian menyusul duduk di hadapan Rena.
"Menyenangkan banget ya. Akhirnya bisa makan sama kamu."
Lagi-lagi Rena mendengus mendengarkan kalimat Tony. Tak lama kemudian ponsel Tony berbunyi.
"Ih, si mama nih, telpon. Tunggu sebentar ya, Ren. Pasti mama sudah datang tuh." Pemuda itu melesat pergi dari hadapan Rena untuk menerima panggilan telepon.
"Kak. Gimana sih rasanya jadi pacarnya Kak Tony. Pasti happy banget ya, dia tuh perhatian banget sama kakak. Kapan ya aku punya cowok sekeren dan sebaik Kak Tony?" Tiba-tiba seorang mahasiswi yang Rena tahu adalah adik tingkatnya menghampirinya yang hendak menyuap makanan.
"Aku nggak pacaran sama Tony," Rena menjawab cuek.
"Dih, Kakak. Masak sih? Di kampus ini semuanya pada tahu kali kalau Kakak tuh pacarnya kak Tony. Bangga dong Kak jadi pacarnya dia." Rena mendengus tak senang. Sarapannya menjadi terganggu oleh mahasiswi yang tak Rena tahu namanya itu.
"Emang beneran kakak nggak lagi jalan sama kak Tony? Berarti boleh dong kalau aku pengin deketin dia."
Dasar tak tahu malu, Rena mengumpat dalam hati. Bagaimana bisa ada orang yang mengatakan kalimat menjijikkan itu? Seumur hidup Rena tak pernah sekalipun berusaha mendekati makluk berjenis kelamin laki-laki untuk mendapatkan perhatian mereka atau juga berharap menjadi kekasih mereka. Bahkan saat ia dekat dengan Radith, awalnya tak sekalipun ia berpikir akan menjadi begitu dekat dengan pria itu.
"Ambil aja sono. Deketin tuh cowok mumpung masih single. Kami berteman aja kok." Kesiap kecil seketika Rena dengar dari makhluk di depannya itu.
"Aih, beneran, Kak? Makasih ya atas info dan dukungannya. Aku bakalan maju untuk dapetin hati kak Tony." Rena nyaris memuntahkan makanan yang sedang ia kunyah jika tidak ingat ia sedang berada di tempat umum saat ini. Setelah mengusir secara halus gadis itu akhirnya Rena bisa melanjutkan menikmati makanannya.
Tak lama kemudian Tony datang. Sebuah paper bag berukuran kecil ia letakkan di atas meja di hadapan Rena. Tangannya sigap meraih mangkuk berisi menu sarapannya yang untung saja masih mengepulkan asap meskipun beberapa saat ia tinggalkan.
Dengan lahap ia menikmati soto ayam yang menjadi menu sarapannya kali ini. Menu yang sama seperti yang Rena nikmati.
"Itu oleh-oleh dari mama."
Rena menghentikan kunyahannya. Menatap penuh tanya pada pemuda di hadapannya.
"Mama kemarin ikut papa ke Malaka untuk check up. Mereka sempat jalan-jalan sebentar. Tuh oleh-oleh buat kamu."
Seketika Rena dilanda perasaan tak nyaman. Apakah Tony sudah melibatkan orang tuanya? Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika hal itu sampai terjadi.
"Kamu nggak usah repot-repot, Ton. Maaf aku nggak bisa terima." Rena melanjutkan menekuri isi mangkuknya. Setelah kunyahan terakhirnya, ia meraih minuman dingin di hadapannya.
"Jangan gitu, Ren. Aku sengaja memesankan barang ini ke mama. Tolong hargai usahaku."
"Kenapa kamu sampai melibatkan orang tua kamu? Aku semakin tak nyaman. Bagaimana pendapat mereka tentang diriku. Apa kamu memikirkan itu? Pasti mereka mengira aku memaksa kamu membelikan barang itu kan?" Entah apa barang yang telah Tony bawakan untuknya. Rena hanya tahu, paper bag itu berlogo salah outlet jam tangan.
"Jangan berpikir terlalu rumit, Ren. Terima aja. Mama sudah tahu semuanya tentang kita kok. Dan tenang aja. Barang ini di beli bukan menggunakan uang mama. Tapi menggunakan uangku sendiri. Coba buka pasti kamu suka." Tony berucap setelah menelan kunyahan terakhirnya.
Rena menggeleng. Ia tahu benda itu pasti bukan hanya berharga ratusan ribu. Dan konsekuensi menerima barang berharga mahal sudah pasti Rena tahu.
Tony mengembuskan napas lelah. Diraihnya paper bag di hadapannya kemudian mengeluarkan isinya. Sebuah kotak ia ambil. Dan ternyata begitu dibuka sebuah jam tangan yang begitu cantik. Terlihat begitu manis. Pasti sangat indah jika Rena memakainya. Mama Tony benar-benar tahu selera Rena.
Tapi tidak! Rena seketika sadar. Ia tak boleh dengan mudah menerima hadiah itu. Ia bukan siapa-siapa Tony. Jika Rena menerima hadiah itu sama saja Rena memberikan jalan kepada Tony untuk mendekatinya. Dan itu bukanlah hal yang Rena inginkan. Rena ingin menjauh dari Tony dan tentu saja salah satu cara agar ia bisa melakukannya adalah tidak terlalu banyak berinteraksi dengan pemuda itu.
"Maaf, Ton. Aku nggak bisa. Terima kasih atas niat baikmu. Bawa kembali hadiah kamu." Rena menandaskan sisa minuman dingin dalam gelasnya, meraih tisu di meja dan bangkit berdiri menuju kasir untuk membayar makanannya.
Tony menyusul di belakangnya, pemuda itu buru-buru mendahului dan memberikan selembar uang pada kasir untuk membayar makanan mereka. Ia tak akan membiarkan Rena membayar sarapan mereka yang sudah menjadi makan siang itu.
"Ren, bawa hadiah ini aku mohon." Tony meraih tangan Rena menggantungkan tali paper bag itu di tangan Rena. "Tolong jangan merasa terbebani dengan barang ini. Jika kamu tidak mau menerima siapa yang akan memakainya? Masak aku? Pasti sangat menggelikan jika aku memakai jam cantik itu,"
"Berikan ke mama kamu."
"Mama sudah terlalu tua untuk memakainya. Kamulah yang pantas memakainya."
Rena menggeleng, menolak. Ia memgembalikan paper bag itu kembali pada sang pemilik. Tapi Tony lebih sigap. Pemuda itu segera pergi meninggalkan Rena begitu saja. Membuat gadis itu kebingungan harus ia berikan ke mana hadiah dari Tony di tangannya itu.
Mengembus napas lelah, akhirnya Rena pasrah. Ia akhirnya membawa hadiah dari Tony pulang. Besok atau lusa pasti pemuda itu akan mencarinya. Ia akan mengembalikannya nanti begitu Tony mendatanginya.
Mengingat betapa kuatnya tekad Tony, timbul rasa kasihan di hati Rena. Pasti sangat tidak nyaman jika berada di posisi pemuda itu. Saat ia begitu menyukai seseorang namun gadis yang disuka tak menunjukkan respon apapun bahkan justru menghindarinya.
Hal yang tiba-tiba saja Rena bandingkan dengan pengandaian dirinya dengan Radith. Pria itu tanpa berusaha menarik perhatian Rena namun Rena sudah terjatuh pada pria itu. Dan hei! Bagaimana Rena bisa melupakan ciuman panas pria itu begitu saja?
Rena masih mengingat dengan jelas bagaimana pria itu menguasainya dan yang mengherankan kenapa Rena begitu menyukainya. Hal yang sangat jauh berbeda Rena rasakan saat Tony mendekatinya.
Sepertinya Rena sudah tak terselamatkan, Ia sudah tak bisa lagi untuk lepas dari Radith. Ya, Radith si pria tua yang bagi Rena begitu mempesona.
###
Repost 08102020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top