17. Kamu Ikut Saya Saja, Ya?
Versi lengkap ada di google play store termasuk tiga cerita lainnya.
###
Rena mengembuskan napas lega. Akhirnya jam pulang kantor telah tiba. Ia segera berkemas. Memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tas. Monica ternyata tidak kembali ke kantor. Wanita itu mengatakan setelah meeting ia masih harus menemui salah satu klien. Radithlah yang memberinya tugas yang seharusnya tak ia kerjakan itu.
Seketika Rena sadar, pasti Radith sengaja mengutus Monica keluar kantor agar ia bisa leluasa berdekatan dengan Rena. Namun setelah dipikir lebih dalam lagi, Rena berdecak sendiri. Tak mungkin Radith melakukan itu. Ia tak cukup berharga hingga kehadirannya begitu Radith inginkan. Ya, pasti semuanya hanya kebetulan saja.
"Saya antarkan kamu pulang." Suara berat seketika mengusik pendengaran Rena. Gadis itupun mendongak menatap asal suara. Entah sejak kapan pria itu keluar dari ruangannya. Rena tak mendengar suara pintu terbuka atau juga langkah kakinya.
"Maaf, Pak. Saya pulang bersama Mida, teman saya. Lagi pula indekost saya dekat kok. Cukup berjalan kaki sepuluh menit sudah sampai." Tak mungkin Rena mengiyakan penawaran pria itu. Akan seperti apa dirinya di hadapan orang-orang di kantor ini? Ia baru bertemu Radith dan dengan sukarela bersedia diantar pria itu pulang.
"Saya lebih suka Renata yang saya lihat di Malang. Renata yang ceria yang selalu mengiyakan ajakan saya." Rena mendesah, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Takut ada seseorang yang melihat atau juga mendengar percakapan mereka.
"Saya tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman pada orang lain, Pak. Saya takut orang-orang di sini berpikir yang tidak-tidak pada Pak Radith juga saya." Kali ini ganti Radith yang mendesah lelah. Ia lupa jika mereka sedang di kantor. Dan hal yang Rena ucapkan baru saja bukanlah hal yang salah.
"Mungkin lain kali jika ada kesempatan, Pak." Rena berjanji karena tak ingin mengecewakan pria di hadapannya.
"Baiklah. Sekarang kamu pulang, hati-hati di jalan ya." Radith mengusap lembut puncak kepala Rena. Mengacak rambutnya perlahan yang seketika saja membuat Rena merunduk. Ia khawatir ada orang lain selain mereka yang melihat ulah Radith padanya.
***
Hari-hari berikutnya terasa begitu menyenangkan bagi Rena. Menjadi asisten sekeretaris seperti Monica membuatnya begitu menyukai pekerjaan yang ia lakukan saat ini. Monica adalah wanita yang cakap. Apapun yang dijelaskannya selalu Rena pahami dengan mudah. Ia juga benar-benar menjadi sosok kakak yang begitu menyenangkan bagi Rena. Wanita itu tak segan mengajaknya untuk bergabung dengan rekan-rekan kerjanya saat jam makan siang ataupun juga menikmati makanan Pengganjal perut di cafe tak jauh dari perusahaan setelah jam kerja usai.
"Teman kamu si Mida katanya hari ini tidak masuk karena ada jadwal bimbingan skripsi ya?" Monica bertanya setelah Rena menyelesaikan pekerjaan yang wanita itu berikan.
"Iya, Mbak. Dia akan melakukan bimbingan terakhir sebelum minggu depan ujian skripsi."
"Wah, hampir aja tuh beres semua urusan. Kamu kapan ujiannya, Ren?" Rena seketika tersenyum masam. Inilah bagian tersulit. Ia sebenarnya enggan menjawab pertanyaan tentang skripsinya.
"Saya nggak tahu, Mbak. Masih baru jalan." Rena berbisik pelan. Malu pada diri sendiri juga orang di sebelahnya.
"Yang penting semangat, Ren. Semoga skripsi kamu nantinya lancar ya. Oh ya, kenapa kamu nggak ngambil data di sini aja. Kan enak tuh. Sambil menyelam minum air. Magang dapat, skripsi jalan."
Rena seketika melebarkan senyuman. Benar juga yang dikatakan Monica. Kenapa hal itu tak terpikirkan olehnya. Bukankah skripsinya juga baru saja berjalan. Mungkin setelah ini ia akan berkonsultasi pada dosen pembimbingnya untuk membahas hal ini.
"Emang bisa ya Mbak?"
"Bisa banget. Kakak tingkat kamu ada kok yang mengambil data skripsinya di sini. Lagian Pak Radith tuh baik. Orangnya nggak pernah tuh mempersulit urusan-urusan kecil macam gitu. Ntar kalau kamu mau aku bantu deh cari data." Rena semakin melebarkan senyumnya.
"Makasih banget, Mbak," Rena menggenggam tangan Monica dengan perasaan bahagia.
"Udah nggak usah dipikirin. Eh, habis ini ikut, Mbak ya." Monica merubah topik pembicaraannya.
"Kemana Mbak?"
"Ntar lagi ada meeting di luar. Pak Radith minta kamu juga ikut biar bisa bantuin, Mbak." Rena mengernyit mendengarkan kalimat Monica. Seperti ada hal yang janggal. Untuk apa anak magang seperti dirinya harus ikut rapat meskipun hanya membantu Monica. Pasti Radith sengaja melakukan hal itu. Sama seperti dua hari yang lalu saat tiba-tiba saja pria itu membawa dua buah kotak berisi cake lezat kesukaan Rena. Pria itu memberikan kedua kotak itu pada Monica dan menyuruhnya membaginya dengan Rena. Dia beralasan ada seseorang yang mengiriminya. Tentu saja Monica dengan sukarela menerima kebaikan atasannya tanpa tahu maksud tersembunyi pria itu yang ingin memberikan kue itu untuk Rena.
"Kok aku dibawa juga sih, Mbak? Aku kan cuma anak magang." Rena mencoba mengorek informasi lebih jauh lagi.
"Pak Radith yang menyuruh. Katanya biar anak-anak magang lebih handal soalnya kan asisten Mbak sedang cuti." Rena mengangguk meskipun dalam hati ia masih tak yakin dengan ucapan Monica.
Dan benar saja, seusai rapat juga kunjungan ke beberapa pemasok bahan baku, jam kerja sudah nyaris berakhir. Pria itu mengantar Monica ke halte terdekat untuk pulang sedangkan Rena akan ia antarkan setelahnya. Pantas saja pria itu tak meminta sopir untuk mengantarnya, pasti niatnya akan sulit terlaksana jika ada orang lain di sana.
"Hari ini kamu kembali ke Malang kan? Besok hari libur." Pertanyaan itu terlontar beberapa saat setelah Monica turun dari mobil Radith.
"Iya, Pak," jawab Rena pelan.
"Oke kalau begitu kita langsung ke Malang sekarang."
Rena seketika menoleh, "Saya naik bus saja, Pak. Lagi pula saya masih harus kembali ke indekost. Ada barang yang harus saya bawa." Rena mencoba menolak. Rasa sungkan menyergapnya. Radith yang selama ini ia kenal ternyata bukan orang biasa. Saat pertama kali melihat pria itu, jujur saja Rena merasa rendah diri.
Saat semua orang menunduk sopan ketika berbicara dengannya, melakukan apapun perintahnya, juga begitu menghormatinya membuat Rena merasa dunianya benar-benar jauh dari dunia pria itu. Pria itu terasa makin jauh untuk dijangkau.
"Baiklah kita akan ke indekost kamu terlebih dahulu setelah itu kita berangkat." Rena hanya pasrah mengangguk menuruti ucapan Radith. Menolakpun percuma, akan semakin terlihat jika Rena berkeinginan menghindarinya. Lagi pula Rena juga merindukan kebersamaannya bersama Radith.
Meskipun tiap hari ia bertemu pria itu namun suasana yang terbangun jelas berbeda. Mereka jarang berkomunikasi di kantor. Hanya sesekali saja. Malam haripun tak sekalipun ia bertemu di luar meskipun hanya sekedar makan malam.
Kehadiran Mida tentu saja adalah hal yang menjadi penghalang. Tak mungkin ia keluar bersama Radith tanpa menghilangkan kecurigaan Mida. Bagaimana mungkin anak magang bisa keluar bersama seorang pimpinan perusahaan. Membohongi Mida pun tak mungkin, sahabatnya itu pasti akan tahu kebohongan yang dilakukan Rena.
***
"Malam ini dan besok kamu ada acara?" Radith bertanya setelah mobil bergerak perlahan meninggalkan indekost Rena. Sebuah travel bag mungil teronggok di jok belakang berisi baju ganti juga beberapa barang lainnya.
"Tidak ada." Ya, Rena memang tak memiliki kegiatan apapun. Jadwal ia kuliah masih di hari senin. Jadi ia kembali magang di hari selasa.
"Maukah kamu menemani saya malam ini dan juga besok?" entah kenapa pertanyaan itu terdengar begitu tak nyaman di telinga Rena. Menemani seperti apa yang pria itu maksud? Menemani makan malam? Jalan-jalan? Atau juga hal lain misalnya berbelanja atau hanya duduk berlama-lama di cafe. Entahlah Rena tak tahu.
"Menemani apa, Pak?" sepertinya lebih baik Rena bertanya dari pada hanya menduga-duga.
"Saat ini kan akhir pekan. Mungkin kita bisa makan malam bersama kemudian menghabiskan waktu sambil berbincang hingga larut." Pria itu melirik Rena sekilas sebelum akhirnya kembali fokus pada jalanan di depannya.
"Oh, kalau cuma itu tidak masalah." Rena tersenyum lebar. Lega dengan apa yang telinganya dengar. Perjalanan tak kurang dari satu jam terlewati tanpa terasa. Begitu mobil Radith hampir mencapai indekost Rena di Malang, pria itu mengurangi laju kendaraannya. Namun belum sempat mobil berhenti sempurna gadis itu menepuk lengan Radith dengan wajah cemas.
"Pak, Pak jangan berhenti, jangan berhenti. Terus, terus jalan. Jangan berhenti." Tangan Rena masih menepuk-nepuk lengan Radith yang memegang setir. Pria itu seketika mengerutkan keningnya keheranan. Apa lagi yang terjadi pada gadis di sebelahnya ini? Namun ia menuruti permintaan Rena yang terlihat begitu khawatir itu.
"Ada apa, Rei? Kenapa kamu begitu panik?" Radith membuka suara setelah mereka melewati indekost Rena.
"Saya nggak jadi pulang aja deh, Pak." Radith semakin heran.
"Kenapa?"
"Tadi di depan indekost saya ada orang yang benar-benar saya hindari." Ya, mata Rena seketika melihat motor Tony yang terparkir di depan pagar indekost Rena. Hal itu jelas menunjukkan jika Tony pasti mencarinya. Apalagi sudah seminggu ini Tony tak bertemu dirinya atau juga mendapatkan kabar tentangnya.
Faira, gadis yang menempati kamar di sebelah kamar Rena selalu mengabarkan bahwa Tony setiap hari mendatangi indekost mereka. Pemuda itu pantang menyerah meskipun tak mendapatkan hasil atas pencariannya.
"Pemuda yang pernah kamu ceritakan itu?" Radith bertanya.
"Iya."
"Lalu setelah ini apa yang akan kamu lakukan?"
"Entahlah, saya masih bingung. Apa saya ke rumah Mida saja?" Rena meminta pertimbangan yang dihadiahi Radith dengan tarikan napas dalam. Setelah berpikir sejenak, pria itu akhirnya berucap.
"Kamu ikut saya saja, ya?"
"Ikut, Bapak?"
"Iya, Mida belum tentu ada di rumah. Lagi pula kamu belum memberitahu jika akan ke rumahnya." Rena mengangguk. Benar juga yang Radith katakan.
"Memang ikut kemana? Ke rumah Bapak?" Radith tak mengatakan sepatah katapun. Ia hanya melemparkan senyuman penuh artinya. Yang mau tak mau membuat Rena merona seketika.
###
Jangan nanya cerita yg lain ya. Mood nulisnya lagi ada di sini wkkwkwkw.... Maklumi diriku yg masih labil 😅😅😅. Rima, pita, buluna akan tetap tayang meskipun lama hehhehee....
Bintangnya jangan lupa ya😄.
Repost 27092020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top