15. Dunia yang Tak Begitu Luas.
Versi lengkap sampai tamat sudah ada di google play store. Silakan meluncur untuk bisa mengaksesnya. Ebook karya Nia Andhika yang lain juga sudah ada.
Ingat, hanya akses ebook di google play store. Bukan di tempat lain. Khusus Kejar Tenggat bisa diakses juga di gramedia digital dan ibuk.
Versi cetak yang tersedia adalah Kejar Tenggat, Kelam, Juni dan Isi Dompetmu.
###
"Ren, aku kok gemetar ya?" Mida berbisik pelan saat langkah kaki mereka memasuki lobi perusahaan tempat mereka magang.
"Sama," jawab Rena tak kalah pelan. Dua orang mahasiswa magang lainnya, Farhan dan Zaky berjalan di hadapan mereka.
Ada empat orang yang kebetulan akan magang di perusahaan ini. Mida, Rena, Farhan dan juga Zaky. Sebelumnya mereka sudah sepakat untuk bertemu di pos satpam di gerbang masuk perusahaan. Nugroho, dosen yang bertugas membimbing mereka selama magang juga sudah datang lima menit sebelumnya. Pria itu malah sudah berkoordinasi dengan salah satu karyawan atau entah siapa di perusahaan ini.
Salah satu wanita di meja resepsionis meminta mereka menunggu di sofa lobi yang terlihat cukup nyaman. Mereka berempat pun menurut patuh. Tak sampai sepuluh menit kemudian Nugroho muncul dari salah satu lorong menuju lobi. Pria itu meminta keempat mahasiswanya mengikutinya memasuki sebuah ruangan tak jauh dari lobi.
Beberapa menit kemudian mereka menerima arahan dari Nugroho juga Syahrial, salah satu staff perusahaan yang akan menjadi pembimbing mereka selama proses magang. Pria itu menyampaikan banyak hal. Termasuk peraturan-peraturan juga hal-hal yang harus dan tidak boleh mereka lakukan selama magang.
Tak sampai tiga puluh menit kemudian, mereka sudah diajak untuk berkeliling kantor. Nugroho pun berpamitan karena ia masih akan mengantarkan mahasiswa lain yang magang di perusahaan berbeda.
Syahrial memperkenalkan mereka ke beberapa orang yang sudah datang di kantor. Maklum saja, jam kerja masih akan di mulai tiga puluh menit lagi.
"Karena kebetulan hari ini adalah awal bulan, nanti sebelum jam kerja dimulai akan ada apel motivasi yang dipimpin langsung bapak direktur utama. Biasanya tak sampai tiga puluh menit kok. Nanti kalian akan diperkenalkan secara resmi di sana." Pria berusia awal empat puluhan itu berbicara setelah mengajak Rena dan teman-temannya berkeliling kantor.
"Saya kok jadi gemetar ya, Pak?" Rena melontarkan kekhawatirannya.
"Tidak usah takut ataupun khawatir. Kalian di sini diperlakukan sama dengan karyawan lain. Ya, memang ada sedikit keistimewaan. Kalian masih diberikan izin jika ada hal-hal yang sangat penting yang berhubungan dengan urusan kalian di kampus." Keempat mahasiswa itu bernapas lega seketika.
"Oh, ya Pak. Kami nanti akan ditempatkan dimana saja?" Zaky yang sejak awal begitu penasaran akhirnya tak bisa menahan rasa ingin tahunya.
"Untuk sementara Rena, akan membantu sekretaris Dirut, karena salah satu sekretaris beliau sedang cuti melahirkan. Mida dan Zaky akan ditempatkan di divisi marketing, sedangkan Farhan, di keuangan." Rena mengerucutkan bibir karena ia akan terpisah dari Mida.
"Ayo kita ke aula, sebentar lagi apel akan dilaksanakan." Syahrial menggiring keempat mahasiswa itu ke tempat yang ia maksud.
Tak lama setelah aula terisi oleh karyawan di perusahaan---sebenarnya bukan seluruh karyawan karena karyawan di bagian produksi tidak mengikuti apel, lagi pula shif mereka jelas tidak sama---sosok yang semua orang tunggu muncul di hadapan mereka.
Beberapa orang terdengar berbisik-bisik sebelum akhirnya terhenti karena sosok yang berdiri tegap di hadapan mereka semua membuka mulut mengucapkan salam dan sapaan pertamanya.
Rena yang sedari tadi hanya menunduk seketika mengangkat pandangannya. Suara tegas nan dalam yang ia dengar baru saja benar-benar membuatnya begitu terkejut. Akhir-akhir ini ia begitu familiar dengan suara itu.
Saat pandangannya jatuh pada sosok di depan sana, Rena seketika menelan ludah gugup. Dari semua kebetulan di dunia ini kenapa ia bisa melihat orang itu di sini? Bukankah dunia ini begitu luas?
Mengerjabkan mata berkali-kali, Rena masih tak yakin dengan apa yang ada di hadapannya. Meskipun ia berdiri cukup jauh dibarisan belakang, namun matanya masih cukup jelas memotret pria yang tampak berbicara dengan nada tegas itu. Entah apa yang ia ucapkan, Rena tak mampu menangkapnya. Bukan karena suara pria itu yang tidak jelas namun pikian Rena yang sedang tidak berada di tempatnyalah yang menjadi penyebabnya.
Di depan sana pria itu tampak lebih berwibawa dari yang biasa Rena lihat. Rambutnya tersisir rapi dengan penampilan yang tentu saja berbeda dari yang sebelumnya Rena tahu. Rena selalu melihat pria itu berbusana kasual. Namun saat ini semuanya berbeda, setelan yang terlihat mahal juga aura tegas yang ditampilkan membuat Rena hampir saja tak mengenali pria itu. Dan satu hal yang pasti, tua. Ya, Pria itu terlihat lebih tua dari sebelumnya. Terlihat sesuai usianya.
"Ayo, cepat ke depan." Tarikan di tangan tiba-tiba Rena rasakan. Rena seketika tergeragap, tak tahu akan apa yang terjadi beberapa saat sebelumnya.
"Ap, apa yang ke depan?" Rena bertanya namun kakinya beranjak mengikuti langkah Mida.
"Kamu dari tadi melamun aja sampai nggak tahu apa-apa." Dalam hati Rena mengiyakan ucapan Mida. Semenjak melihat wajah pria itu tadi pikirannya seketika berhamburan kemana-mana.
Tak berapa lama, mereka berempat memperkenalkan diri masing-masing ke hadapan semua orang. Rena tak sekalipun berani memandang wajah pria yang terlihat memandang lekat kepadanya.
Rasa malu, rendah diri, juga rasa entah apa lagi yang lainnya benar-benar membuat Rena mati kutu. Belum lagi saat ia mengingat kecupan singkatnya di mobil dengan pria itu. Radith, ya Radith yang akhir-akhir ini selalu ada di sekitar Rena.
Beberapa menit kemudian apel motivasi pun selesai. Setiap orang kembali ke ruangan masing-masing tak terkecuali Rena dan teman-temannya. Rena mengekori Monica, sekretaris Direktur yang akan menjadi pembimbing Rena saat magang. Untung saja Monica adalah seorang wanita yang ramah. Ibu dua orang anak itu menjelaskan banyak hal pada Rena.
***
"Ren, minta tolong antarkan makan siang Pak Radith ya." Monica tiba-tiba sudah muncul di hadapan Rena dengan sebuah nampan berukuran besar. Wanita itu meletakkan dua buah kotak berlogo salah satu restoran yang sepertinya berisi menu makan siang bos besar mereka. Sebotol air mineral juga minuman berwarna merah muda tampak menemani kotak-kotak itu.
"Oh, iya, Mbak," Rena seketika menghentikan pekerjaan pada komputer di hadapannya, menyimpan hasil pekerjaannya terlebih dahulu sebelum melaksanakan perintah Monica.
"Saya yang masuk berarti, Mbak?" tunjuk Rena pada ruangan Radith.
"Iya." Seketika Rena mengeluh dalam hati. Kenapa harus dirinya yang disuruh mengantarkan makanan, bukankah ada office boy yang bisa melakukan hal itu. Rena masih belum siap bertemu dengan Radith.
Ingin Rena mengungkapkan hal itu, namun tentu saja ia tak mungkin berani melakukannya. Ia baru beberapa jam berada di kantor ini. Pasti akan terlihat tak sopan, ia tak ingin terlihat menolak pekerjaan yang di perintahkan oleh atasannya itu.
"Setelah ini Mbak langsung berangkat meeting di luar bareng orang-orang marketing, ntar kalau ada apa-apa kamu bisa chat ya. Nomer Mbak udah kamu simpan kan?" Rena mengiyakan. Ia sudah tahu jadwal Monika siang ini. Wanita itu secara kebetulan mendapatkan tugas untuk menggantikan bos besar mereka rapat dengan salah satu relasi.
"Mbak Monik ntar balik kantor atau nggak?" saat ini sudah lewat dari jam istirahat makan siang. Bisa jadi kan rapat akan berlangsung cukup lama hingga jam kerja berakhir.
"Masih belum tahu, Ren. Ntar Mbak kabari kamu lagi. Yang penting kamu laksanain aja semua tugas yang sudah mbak kasih ke kamu. Kalau ada hal yang tidak paham kamu bisa menghubungi Mbak. Atau juga langsung ke Pak Radith." Rena mengangguk mengiyakan meskipun dalam hati ia masih berat.
Begitu Monica meninggalkannya, Rena pun bergegas membawa nampan berisi makan siang Radith. Diketuknya pintu ruangan Radith pelan dan beberapa saat kemudian iapun perlahan mendorong pintu itu untuk masuk.
###
Repost 22092020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top