12. Suatu Saat Saya Akan Meminta Balasan

Versi lengkap sudah bs diakses di google play store.

Tiga puluh menit kemudian Faisal datang. Rupanya pria itu kembali ke rumahnya terlebih dahulu sebelum ke rumah sakit. Pria itu sudah benar-benar siap untuk menginap di rumah sakit menjaga keluarga Hendra.

Saat ia membuka pintu ruang perawatan, setelah memindai kondisi Hendra dan keluarganya, matanya seketika menangkap sahabatnya yang duduk di sofa dengan seorang gadis belia yang menyandarkan kepala pada pundaknya. Sepertinya mereka semua tertidur akibat kelelahan.

Mendekati sahabat yang sedang menjadi sandaran gadis belia itu, mata Faisal menelisik sosok di sebelah sahabatnya. Ia membatin, heran dengan keberadaan gadis yang dalam posisi tertidur pun terlihat begitu cantik. Entah siapa yang Radith bawa. Pria itu tak pernah sekalipun bercerita kepadanya. Posisi mereka juga terlihat begitu dekat. Ya, selain dekat karena tubuh mereka memang bersebelahan, namun tangan kokoh Radith yang menyelusup di belakang leher gadis itu terlihat sedikit ganjil di mata Faisal.

Tak ingin membuang waktu terlalu lama ia segera menepuk pelan pundak Radith. Setidaknya ia bisa mendapatkan jawaban atas keganjilan yang ia tangkap, tentu saja setelah ia mendapatkan informasi lengkap tentang kondisi Hendra dan keluarganya.

"Hei, Sal. Kamu sudah datang. Sorry, aku tertidur." Radith membuka mata. "Semuanya tertidur. Jadi aku tak sengaja juga menyusul," lanjut pria itu sambil mengamati Rena di sebelahnya yang masih tak membuka mata.

"Siapa dia?" Bisik Faisal pelan nyaris tak terdengar. Untung saja Radith paham maksud pertanyaan sahabatnya itu. Pria itu kembali menoleh memandang Rena. Tangan kanannya seketika bergerak merapikan helaian rambut yang menutupi wajah Rena.

"Rena," jawab Radith singkat. Alis Faisal menukik tajam. Pria itu tersenyum geli namun penuh peringatan. "Hati-hati kamu." Radith hanya menanggapi dengan senyuman.

Faisal duduk tak jauh dari mereka. Pria itu kembali bertanya tentang kondisi Hendra juga istri dan anak-anaknya. Suara percakapan yang meskipun terdengar cukup pelan itu mau tak mau membuat Rena membuka mata. Ia mengedarkan pandangan, masih asing dengan suasana di sekitarnya. Namun saat melihat Radith di sebelahnya, iapun tahu ada di mana ia sekarang.

Iapun bergerak pelan membuat Radith menyadari jika ia telah bangun. "Kamu sudah bangun?" Rena mengangguk. Namun akibat rasa kantuk yang masih menguasai ia merebahkan kembali kepalanya di sandaran sofa. Detik berikutnya ia sadar, ada yang mengganjal di belakang lehernya, saat ia berbalik melihat. Ada tangan Radith di sana. Apa yang telah pria ini lakukan? Apakah ia telah tidur berbantalkan lengan pria itu?

Menyadari hal itu, tubuh Rena seketika meremang. Bagaimana jika ada yang melihat? Pasti mereka berdua akan terlihat seperti sedang berpelukan. Dan hey... Sejak kapan ada pria asing di sana? Duduk tak jauh darinya dan Radith.

"Ren, kenalin. Itu teman saya Faisal," Radith kembali membuka mulutnya saat menyadari Rena penasaran dengan sosok di depannya.

Mengulas senyum dengan rasa kantuk yang masih bergelayut Rena bangkit dari sofa menyambut uluran tangan Faisal dan memperkenalkan diri masing-masing.

Obrolan ringan nan hangat pun bergulir tanpa adanya anggota keluarga Hendra yang terbangun. Saat tiba-tiba mata Radith melihat jam dinding, ia lagi-lagi mengumpat dalam hati. Ia sudah melupakan fakta bahwa Rena harus segera ia antarkan pulang.

Iapun segera mengajak gadis itu pulang dan berpamitan pada Faisal. Pria itu mengatakan akan menemani Faisal menginap atau setidaknya sampai keluarga Hendra atau Irma datang entah jam berapa.

Berdua Rena dan Radith menyusuri koridor rumah sakit yang mulai tampak sepi karena hari sudah semakin larut. Saat tiba di area parkir tanpa membuang waktu mereka langsung memasuki mobil dan berlalu segera.

"Kita makan dulu ya? Kamu belum makan dari sore," suara Radith terdengar saat mobil sudah bergabung dengan lalu lintas yang sudah tidak terlalu padat itu.

"Nggak usah, Pak. Saya nggak lapar." Makan dihari yang sudah larut seperti saat ini bukanlah hal yang akan Rena pilih meskipun ia tidak sedang melakukan diet.

"Tapi kamu masih belum makan. Pasti siang tadi kan kamu makan? Seharusnya kita sudah makan jam delapan tadi. Tapi karena saya kamu jadi menunda makan malam kamu." Sepertinya Radith tak ingin dibantah. Pria itu tak pernah melewatkan perhatiannya sedikitpun pada gadis di sampingnya itu. Termasuk urusan perut.

"Pak Radith juga belum makan kan? Bapak makan saja, saya tidak."

"Kalau saya gampang, Rei."

"Tuh, main perintah nyuruh orang makan. Padahal dirinya sendiri enggan makan," Rena mengerucutkan bibirnya yang segera saja disambut tawa lebar Radith.

"Saya harus memastikan kesejahteraan perut kamu terjaga. Saya sudah membuat kamu hampir tidak menikmati makan malam."

Pria itu membelokkan mobilnya ke drive thru sebuah restoran cepat saji tak jauh dari rumah sakit. Pria itu memesan beberapa menu untuk Rena bawa pulang.

"Pak, Bapak pesan buat siapa aja kok banyak banget?" Rena bertanya heran saat Radith memesan berbagai menu di restoran cepat saji itu.

"Untuk kamu dong, Rei," jawab Radith menatap lekat Rena.

"Itu terlalu banyak. Saya nggak mungkin menghabiskan semuanya." Rena yakin ia hanya mampu menikmati sepotong ayam goreng saja.

"Berikan ke teman-teman kamu. Ajak mereka makan untuk menemani kamu biar kamu nggak sendirian." Pria itu terdenyum teduh masih menatap Rena lekat yang akhirnya membuat Rena salah tingkah.

Ditatap seintens itu oleh seorang pria apa lagi saat mereka hanya berdua saja di dalam mobil saat menunggu pesanan mereka di siapkan benar-benar hal baru bagi Rena. Pipinya bahkan sudah mulai memanas perlahan. Untung saja suasana dalam mobil cukup gelap jadi rona yang pasti sudah timbul tak akan terlihat oleh pria di depannya.

"Terima kasih banyak, Pak Radith sudah begitu baik kepada saya. Saya nggak tahu harus membalas dengan apa." Rena hampir menggigit bibirnya saat melontarkan kalimat yang terdengar berlebihan itu. Ayolah, Radith hanya mengajaknya beberapa kali makan bersama. Kenapa Rena sampai berkata seekstrim itu. Rena nyaris bergidik sendiri. Semoga pria di depannya ini tak menanggapi kata-kata Rena.

"Suatu saat saya akan meminta balasannya," jawab Radith pelan penuh makna namun cukup jelas tertangkap telinga Rena. Rena hanya menanggapi dengan senyuman ucapan pria itu. Namun detik berikutnya ia merasa janggal dengan kalimat Radith. Terutama pada bagian 'meminta balasan'. Meminta balasan seperti apa maksud pria itu?

Rena kembali menatap Radith mencoba mencari tahu apa maksud dari kalimat yang telah pria itu ucapkan. Namun yang ada hanya senyuman lebar yang berganti tarikan napas dalam.

"Sudah nggak usah dipikirkan," lanjut pria itu yang tahu akan kebingungan Rena. Rena menarik napas lega. Ternyata pria itu bisa juga bergurau, begitulah pikiran Rena.

###
Repost 10092020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top