10. Saya Ikut Bapak Aja

Versi lengkap sudah ada di google playstore.

###

Akhir pekan adalah hal yang paling menyenangkan bagi Rena. Ia bisa terlepas dari semua kesibukannya. Sebenarnya bukan sibuk tapi pekerjaan yang terus menerus ditunda akhirnya semuanya menumpuk. Sama halnya dengan kuliah juga skripsinya. Mau dipaksa seperti apapun otaknya buntu tak bisa diajak bekerja sama.

Mungkin yang di Atas cukup adil. Rena dianugerahi fisik yang bisa dikatakan di atas rata-rata namun otaknya sepertinya hanya sebesar biji kedelai. Pola pikirnya juga terkadang aneh dan sulit ditebak. Apa yang ada di otak Rena kadang kala tak sejalan dengan pendapat orang kebanyakan.

Malam ini Rena sudah berencana akan mendatangi sebuah bazar buku murah bersama Mida. Gadis itu mengatakan jika akan datang bersama kakaknya. Bahkan Rena sudah berjanji untuk bertemu di pintu masuk area bazar begitu jam menunjukkan angka tujuh.

Namun sepertinya hal itu hanya akan tinggal rencana saja. Sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Nama Radith tertera di sana. Tanpa berpikir gadis itu segera mengiyakan ajakan pria itu untuk bertemu. Efek dari tindakan Rena adalah ia harus meminta maaf pada Mida jika tidak jadi ikut ke bazar buku karena ada tamu di indekostnya.

Rena tidak berbohong. Bukankah Radith adalah tamunya. Yah meskipun pria itu ternyata tidak berniat bertamu ke indekost Rena melainkan berniat menjemput Rena untuk ia ajak keluar entah ke mana.

"Kamu beneran nggak ada rencana apapun malam ini?" Itulah pertanyaan Radith kala ia tiba di indekost Rena sepuluh menit setelah ia mematikan panggilan teleponnya. Bukannya apa. Pria itu heran, kenapa Rena sudah siap secepat itu. Ia tadi memang sengaja menghubungi Rena saat sudah ditengah perjalanan. Jika Rena tidak bisa keluar bersamanya ataupun belum siap ia bisa menunggu. Namun begitu ia tiba di depan indekost Rena, gadis itu sudah siap berangkat dengan penampilan sempurnanya. Radith menggumam dalam hati, memang kapan Rena terlihat tak sempurna? Setiap kali mereka bertemu gadis itu selalu terlihat tanpa cela.

"Saya tadi janjian sama teman. Terus saya batalin deh." Rena mengulum senyum sambil meletakkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V di samping wajahnya. Radith seketika melongo. Jadi ini alasan Rena sudah siap. Pantas saja. Ternyata gadis itu sudah ada janji dengan temannya.

"Memangnya kalian janji mau kemana? Berarti saya sudah merusak acara menyenangkan kalian dong," jawab Radith tak nyaman.

"Dih, Pak Radith nyantai aja kali. Teman saya baik kok. Lagian meskipun tanpa saya dia bisa berangkat ke bazar buku sama saudaranya."

"Jadi kalian berencana mendatangi bazar buku." Radith mengangguk-anggukkan kepala. Tampak berpikir. "Bagaimana kalau saya antar kamu ke sana? Saya bisa menemani kamu juga." Penawaran menarik. Itulah batin Rena namun Radith pasti sebelumnya berencana mengajaknya ke suatu tempat bukan? Dan hal itu sudah pasti menyenangkan seperti yang sudah-sudah.

"Nggak usah, Pak. Ke bazar bukunya bisa lain kali aja. Lagi pula waktunya masih lama kok. Malam ini baru pembukaannya. Pasti bakalan ramai banget. Nunggu hampir penutupan aja. Siapa tahu dapat lebih banyak promo," Yups. Itulah pemikiran Rena. Maklum, anak kost harus pintar mengatur keuangannya sendiri. Mengejar diskon, promo, give away dan sejenisnya bukanlah hal asing bagi mereka.

Rena bahkan sering mengunjungi minimarket dua puluh empat jam di depan kampusnya karena hampir selalu ada saja promo yang ditawarkan di sana. Dan promo yang bagi Rena paling menyenangkan hingga saat ini adalah pembelian satu item gratis satu item lainnya.

"Kalau memang bukunya perlu sekarang kenapa harus ditunda. Toh harganya tidak akan berkurang banyak."

Rena mencebik. Beginilah jika berurusan dengan pria matang yang sudah berpenghasilan. Mereka tak akan tahu apa itu nikmatnya promo juga diskon.

"Nggak ah, Pak. Nggak butuh-butuh banget kok." Rena menjawab jujur. Ia memang belum tahu akan membeli apa di bazar buku. Ia hanya akan berkeliling dan jika menemukan bacaan menarik baru ia akan membelinya. Mungkin ia akan membeli novel atau juga komik. Lagi pula bukankah sekitar dua minggu yang lalu Rena sudah membeli buku. Hari yang sama saat ia menemukan dompet Radith dan akhirnya berkenalan dengannya.

"Beneran? Kalau kamu mau kita berangkat ke sana saja sekarang." Lagi-lagi Rena tak mau. Setelah berbincang dan mendapatkan kesepakatan, akhirnya obrolan pun diakhiri dengan masuknya Rena ke mobil Radith dan sesaat kemudian mobil Radith meluncur perlahan meninggalkan indekost Rena.

"Pak, kita sekarang mau ke mana?" Rena bertanya setelah berbincang ringan cukup lama. Gadis itu merasa asing dengan jalanan di depannya.

"Mungkin ke suatu tempat yang bisa membuat kamu tersenyum. Dan mungkin juga kamu belum pernah mengunjunginya." Radith tersenyum penuh makna.

"Pak Radith bisa aja," Rena tersenyum canggung menanggapi ucapan pria itu. Jujur saja ia merasa sedikit melayang dengan kalimat yang baru saja pria itu lontarkan.

Rena baru akan kembali bersuara saat tiba-tiba saja dering nyaring terdengar memenuhi mobil yang senyap. Ponsel Radithlah yang berbunyi, sebuah panggilan suara masuk ke ponselnya. Pria itu perlahan menepikan mobil terlebih dahulu sebelum akhirnya menerima panggilan teleponnya.

"Ya, halo?"

"Dhit. Cepat ke rumah sakit. Hendra kecelakaan. Aku masih dalam perjalanan pulang dari Surabaya. Masih baru masuk tol." Kalimat penuh nada kekhawatiran itu terdengar di telinga Rena. Radith memang sengaja meloudspeaker ponselnya.

"Kecelakaan gimana? Siapa yang kasih tahu kamu? Rumah sakit mana?" Pertanyaan beruntun itu mengalir dari mulut Radith. Wajah pria itu berubah tegang.

Pria yang entah siapa tak Rena ketahui itu terdengar menjelaskan beberapa hal yang tak Rena pahami. Beberapa menit kemudian Radith menutup panggilan teleponnya. Pria itu tampak mengusap wajahnya kasar. Mungkin berusaha mengurangi kekhawatirannya.

"Minum dulu Pak Radith." Rena mengangsurkan air dalam kemasan botol yang ia temukan di jok belakang mobil Radith. Pria itu sepertinya memang selalu menyediakan air mineral di dalam mobil. Beberapa hari yang lalu Radith pernah memberinya air mineral kemasan yang ia letakkan di jok belakang mobilnya.

Radith mengucap terima kasih sebelum menerima uluran tangan Rena. Pria itu seketika meneguk isi botol berukuran sedang itu karena Rena sudah membukakan tutup botolnya.

Hal kecil namun Radith seketika mencatat dalam otaknya atas apa yang baru saja Rena lakukan untuknya. Sebelumnya ia tak pernah mendapatkan perlakuan itu. Tidak oleh orang terdekatnya. Mungkin jika ia di kantor hal seperti itu sudah sering ia dapatkan. Asistennya, sekretarisnya, karyawannya, akan melakukan hal itu.

"Apa saya boleh tahu, apa yang baru saja terjadi?" tanya Rena pelan. Ia tak ingin terlalu jauh memasuki area pribadi pria itu. Namun apa yang baru saja ia dengar setidaknya memunculkan rasa simpati.

Mendesah kasar, Radith membuka suaranya diiringi gerakan tangannya yang mulai membawa mobilnya kembali bergabung dengan keramaian jalanan di hadapannya.

"Teman saya, Hendra mengalami kecelakaan bersama istri dan anak-anaknya. Yang menghubungi saya barusan adalah Faisal. Teman saya juga. Faisal mendapatkan kabar itu dari istri Hendra. Istri dan anak-anak Hendra mengalami luka ringan. Sedangkan kondisi Hendra masih belum diketahui seperti apa. Dia masih belum sadarkan diri. Istri Hendra meminta bantuan Faisal untuk datang ke rumah sakit mengurus segala sesuatu yang mereka butuhkan. Namun Faisal saat ini masih dalam perjalanan dari Surabaya." Rena mengangguk paham dengan penjelasan panjang lebar Radith.

"Hendra adalah pendatang di Malang. Jadi tak satupun keluarganya ataupun istrinya yang tinggal di Malang. Hanya saya dan Faisal yang dekat dengan Hendra. Kami bertiga, Hendra dan Faisal bersahabat sejak masih di bangku kuliah." Rena mendengar tanpa menyela. Diperhatikannya pria di sampingnya ini memutar balik arah tujuannya.

"Kalau begitu kita ke rumah sakit saja Pak. Kan Pak Radith yang paling dekat posisinya saat ini. Kalau menunggu Pak Faisal pasti terlalu lama." Alis Radith menukik mendengar ucapan Rena. Sebenarnya ia berniat mengantarkan gadis di sampingnya ini kembali ke indekostnya terlebih dahulu baru setelah itu ia akan ke rumah sakit untuk melihat kondisi Hendra dan keluarganya. Radith pikir, gadis seperti Rena akan bosan dan tak nyaman jika harus menjenguk orang sakit. Namun ternyata gadis ini bersikap sebaliknya.

"Saya khawatir kamu tak nyaman. Ini ke rumah sakit lo. Kamu nanti capek jika di sana. Lebih baik saya mengantar kamu pulang saja. Kamu bisa beristirahat. Saya minta maaf harus membatalkan acara kita. Namun saya berjanji lain kali saya akan mengganti acara hari ini," Radith memandang Rena sekilas sebelum kembali berkonsentrasi pada jalanan di depannya.

"Kalau masih mengantar saya pulang terlalu lama, Pak. Kasihan teman Bapak. Saya nggak masalah kok meskipun ke rumah sakit. Pak Radith tenang saja. Saya janji tidak akan merengek minta pulang," Rena tersenyum jahil berusaha mencairkan suasana.

Setelah beberapa detik terdiam akhirnya Radith mengiyakan. Tak ada salahnya ia mengajak gadis di sebelahnya kan? Besok hari Minggu, gadis itu bisa beristirahat sepuasnya jika malam ini ia merasa kecapekan akibat mengikutinya ke rumah sakit. Dan lagi-lagi keistimewaan gadis itu bertambah kadarnya di mata Radith.

###
Haiiii......
Masih ada yg mengikuti cerita ini kan?
Pasti kecewa ya yg di update kok ini, sedangkan si pita kado udah ditanyain kok g muncul2.😅😅

Harap maklum, sy nulis mengikuti mood. Panggilan hati ada di sini ya inilah yg muncul wkwkkwkwkw....

Yg pasti mampir dimanapun kalian jangan lupa tinggalkan jejak ya 😄😄

Repost 03092020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top