72. Pulang tengah malam
Satu part menuju tamat.
Sebagian cerita sudah aku hapus.
Cerita ini tersedia di google playbook dan tersedia juga dalam bentuk pdf harga 45k.
Minat pdf bisa wa aku di 089668046446
Tersedia juga pdf dengan judul yang lainnya.
Terima kasih yang sudah mengikuti cerita ini dari awal sampai akhir dan terima kasih hingga berlebih kepada pembaca yang udah kasih aku dukungan lewat vote dan komen di wattpad.
Sekali lagi aku ingatkan, baca cerita karya receh aku selagi masih on going. Karena jika sudah tamat atau sudah keluar ebook pasti langsung aku hapus sebagian partnya.
So, jangan sampai ketinggalan dua judul yang sedang on going saat ini.
TENGGELAM CINTA MASA LALU
DAN
SANG RATU (repost)
***
"Agnes, Bian! Ayo cepat tidur. Jangan ketawa terus!" seru Sania pada kedua anaknya.
"Aku belum ngantuk, Buk," sahut Agnes.
"Tidur sekarang!" sentak Sania.
"Udah biarin aja. Biasanya kalau udah ngantuk dia tidur sendiri, ini kan juga masih jam delapan. Kamu kenapa lagi sih, kok malah uring-uringan gitu?" ucap Indra.
"Nggak pa-pa. Aku cuma sebel aja." Sania membaringkan tubuhnya ke ranjang.
"Oh iya, Mas. Kita jadi pulang sekarang kan?" tanya Sania.
"Ya nggak bisalah. Mana ada angkutan umum. Ini udah malam," sahut Indra.
"Kamu usaha dong. Besok Agnes sudah harus sekolah. Kamu jagan egois dong, Mas."
"Iya, iya! Aku coba hubungin Tito dulu, dia bisa nganter kita apa nggak." Indra berjalan menjauh dari Sania dan mencoba menghubungi Tito.
"Semoga aja Tito bisa ngantar pulang sekarang. Aku udah nggak betah di sini lama-lama," ucap Sania seraya melihat ke arah suaminya berada.
***
Tengah malam Indra terpaksa harus mondar-mandir membawa barang-barang bawaannya ke depan rumah karena sebentar lagi Tito akan datang menjemputnya dan mengantarnya pulang ke rumah Sania.
Mendengar suara berisik dari luar kamar, Anita terbangun dan melihat apa yang sedang terjadi. "Lhoh, kamu ngapain malam-malam bawa-bawa tas begitu?" tanya Anita.
"Kita mau pulang ke rumah orangtuanya Sania, Mah."
"Lhoh tengah malam begini?!" seru Anita.
"Iya."
"Tapi kenapa kamu nggak bilang dulu sama Mama dan Papa?"
"Tadinya aku mau pulang besok, tapi Sania mintanya sekarang soalnya Agnes besok mau sekolah. Kebetulan aku hubungin Tito dan ternyata dia bisa ngantar malam ini juga. Ya udah kita putuskan pergi malam ini," sahut Indra.
Anita menghela naasnya panjang seraya mengelus dada. Ia tak habis pikir putranya akan sebodoh ini dengan mengikuti segala keinginan istrinya yang tak pernah berpikir dengan baik sebelum mengambil keputusan dan meminta sesuatu hal.
"Mama bangunin Papa dulu." Anita kembali masuk ke kamarnya. Sedangkan Indra kembali membawa tasnya ke luar rumah.
"Pah, bangun, Pah."
"Ada apa, Mah? Malam-malam ganggu orang tidur aja. Papa capek tau." Suwendar tetap tak ingin membuka matanya.
"Indra mau pulang ke rumah orangtuanya Sania sekarang, Pah."
Mendengar ucapan sang istri, membuat Suwendar terkejut hingga membuka matanya lebar. Ia mengedarkan pandangannya mencari jam dinding yang ternyata menunjukkan pukul satu lewat tengah malam. "Ngapain pulang malam-malam begini?"
"Sania yang minta."
"Naik apa?"
"Diantar sama Tito."
Suwendar turun dari ranjang. Ia langsung keluar untuk melihat keadaan di luar kamar. Saat ia membuka pintu, ternyata Tania juga sedang membuka pintu kamarnya.
"Ada apa sih? kok kayak berisik gitu?" tanya Tania.
"Indra mau pulang ke rumah orangtuanya Sania," sahut Suwendar.
"Tengah malam begini?!" seru Tania. Ia langsung berjalan menuruni anak tangga. Dan ternyata benar ucapan papanya karena yang lihat kini Indra sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam mobil Tito.
"Kenapa pulang malam-malam?" tanya Tania.
"Iya, besok Agnes harus sekolah," sahut Sania.
"Sudah semua, Mas?" tanya Sania pada Indra.
"Udah." Indra berjalan memasuki rumah untuk berpamitan pada orangtua dan juga kakak perempuannya itu.
"Aku antar Sania pulang dulu, Pah, Mah. Setelah itu aku balik ke sini lagi," ucap Indra.
"Iya," sahut Anita.
"Hati-hati di jalan," ucap Anita.
"Buk, Pak, saya pamit pulang." Sania mendekat untuk mencium punggung tangan kedua mertuanya.
"Kak, aku pulang dulu." Kini giliran Tania yang dipamiti.
"Ya. Bian udah di dalam mobil?"
"Iya," sahut Sania.
"Padahal aku mau cium dia dulu," ucap Tanaia.
"Nggak usah ah, nanti dia malah bangun dan nggak mau tidur lagi," sahut Indra.
Tania hanaya mendesah kecewa karena tak sempat melihat wajah keponakannya.
"Kami pulang dulu, Pah, Mah, Kak." Indra dan Sania lalu masuk ke mobil Tito.
"Mari, Om, Tante, Kak Tania," pamit Tito.
"Hati-hati nyetirnya, To. Jalan pelan saja, nggak usah buru-buru," ucap Suwendar.
"Iya, Om."
Suwendar dan Anita melepas kepergian Indra dan Bian dengan setengah hati. Dalam hatinya mereka masih ingin berlama-lama berkumpul dengan anak dan juga cucu lucunya itu.
***
Mobil Tito berhenti di depan gang. Terpaksa Indra harus kembali berjalan mondar-mandir untuk mengambil tasnya dari dalam mobil dibantu oleh Giyono. Mereka juga harus menggendong Agnes dan juga Bian. Tito langsung membaringkan tubuhnya di atas lantai karena ia sudah tak kuat menahan kantuk.
"Ndra, gue tidur dulu sebentar ya, gue ngantuk banget," ucap Tito saat Indra lewat.
"Iya."
Narti dan Rustam terkejut dengan kepulangan anak, menantu dan cucunya itu yang tiba-tiba. Mereka pikir Sania, Indra dan anak-anak akan pulang setelah satu minggu pernikahan seperti kebanyakan orang.
"Kok pulangnya malam-malam gini sih?" Narti takut jika putrinya itu sudah membuat ulah hingga harus pulang tengah malam seperti ini.
"Iya, Buk. Ya udah Ibu tidur lagi aja. Ini masih gelap, masih subuh," sahut Sania.
"Ibu mau buatkan kamu teh hangat dulu. Itu di depan ada siapa aja?"
"Ada Mas Indra sama temennya."
"Ibu buatkan dulu." Narti berjalan menuju dapur.
Setelah memberikan teh hangat, Narti kembali tidur. Begitu pula Sania yang menemani anak-anaknya tidur di kamar. Sedangkan Indra tidur bersama Giyono dan Tito di ruang tamu. Cukup lama mereka tidur, mereka baru bangun saat mentari sudah mulai tinggi.
Sania bangun saat kedua anaknya sudah bangun. Agnes dan Bian sudah berjalan menyalakan TV sendiri. Kedua bocah itu juga mengambil camilan sendiri dari ruang tamu yang tadi subuh disediakan untuk ketiga pria yang ada di ruang tamu.
"San, kamu bikinkan sarapan untuk Indra sama temannya sana," ucap Narti.
"Iya, Buk. Bikinkan mie instan aja ya, Buk. Yang gampang," sahut Sania.
"Ya sudah, terserah."
Sania langsung beranjak ke dapur. Namun begitu Narti masih mengikutinya hingga sampai ke dapur.
"Ada apa, Buk?" tanya Sania terheran.
"Kamu nggak ada masalah apa-apa sama keluarganya Indra kan, San?" tanya Narti takut-takut.
"Nggak ada, Buk. Emang kenapa?"
"Ibu cuma takut kalau kamu diusir sama keluarganya Indra."
"Diusir?! Ibu ada-ada aja ah."
"Ya kan namanya juga pikiran orangtua, San. Soalnya kalian pulangnya masa malam-malam gitu?"
"Ya temannya Mas Indra memang bisa ngantarnya jam segitu, Buk. Bukan aku yang minta pulang jam segitu," saht Sania.
"Ya sudah. Ibu jadi lega kalau udah jelas kayak gini." Narti berjalan keluar dari dapur. Ia kembali menuju kamar untuk bersiap-siap berangkat ke kios bersama suaminya.
***
Tito pulang setelah ia sarapan. Narti dan Rustam juga berangkat ke kios setelah tamunya itu pergi. Setelah rumah kosong, atas keinginan Indra barulah Sania dan Indra beserta kedua anak mereka pergi ke rumah Parsini. Indra ingin meluruskan kebengkokan yang ada antara keluarganya dengan keluarga Sania.
Sampai di rumah Parsini kebetulan juga sedang ada Sutrini dan suaminya, jadi Indra tak perlu harus repot-repot mendatangi satu persatu rumah saudara Sania. Agnes dan Bian bermain bersama sepupunya di luar rumah. Sedangkan Indra menjelaskan pada saudara Sania bahwa kejadian yang kurang menyenangkan kemarin terjadi karena tanpa disengaja. Indra juga meminta maaf atas nama keluarganya. Parsini dan Sutrini juga meminta maaf karena sudah membuat kesalahpahaman. Selain itu Parsini dan Sutrini juga mengatakan pembelaan atas apa yang sudah terjadi.
"Kami juga minta maaf. Tolong sampaikan kesalahan kami sama orangtua kamu, Ndra," ucap Parsini. Sekarang ini ia menyesal, ia menyadari bahwa karena ulahnya kemarin bisa mengancam hancurnya hubungan baik yang sudah terjalin dengan susah payah.
"Kalau begitu kami permisi dulu, Mbak," pamit Indra.
Saat semua masalah sudah diluruskan, dan keluarga Sania juga sudah meminta maaf pada Indra, kini Indra dan Sania kembali ke rumah.
"Aku harus kembali pulang. Masih banyak yang harus aku kerjakan di sana." Indra meraih tas kecilnya.
"Tapi kamu nggak lama di sana kan?" tanya Sania cemas. Tiba-tiba saja ia takut jika mertuanya akan mencoba mencari cara untuk memisahkan dirinya dengan Indra.
"Nggak. Paling sehari atau dua hari aku udah balik ke sini lagi."
Sania mengangguk mengerti.
"Ya udah, aku berangkat sekarang ya. Kalau kesorean nanti takutnya susah dapat angkutan umumnya," ucap Indra.
"Iya."
Indra lalu berjalan ke luar rumah.
***
Semarang, 8 Juli 2021
Silvia Dhaka
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top