66. Insiden

Ready PDF
1. Unwanted Married ------45k
2. Menjadi Wanita Kedua ----40k
3. Menjemput Cinta --------40k
4. Merajut Cinta Halal ------40k
Beli 3 judul aku kasih harga 100k
Bisa wa 089668046446

Cerita ini juga tesedia di playbook dan di KBM.

***

"Sudah jam setengah sepuluh. Sania mana kok dari tadi ngilang nggak kelihatan? Indra, ayo cepat keluar, jangan sampai terlambat. Nanti penghulunya nggak mau menikahkan kamu," teriak Tari, kakak sepupu Anita.

"Iya, Budhe."

"Cepat ayo kita berangkat ke masjid. Mobilnya sudah siapkan?!"

"Iya," sahut salah seorang keluarga yang lain.

"Lhoh Sania mana?" tanya Tari.

"Nggak tahu."

"Pengantin perempuannya ada di sana, bersama keluarganya," ucap salah seorang tetangga.

"Kenapa bisa ada di sana! Cepat panggil dia," seru Suwendar.

Indra berjalan cepat menghampiri keberadaan Sania. "Sania."

"Iya?" sahut Sania tanpa beban sedikitpun. Bukannya bersiap saat akan melakukan ijab kabul, Sania malah terus menunggui orangtua dan keluarganya di bawah tenda.

"Ayo kita berangkat ke masjid. Jamnya sudah mepet," ucap Indra.

"Iya." Sania berdiri lalu berjalan menghampiri Indra.

"Mari, Pak, Mas." Indra mengajak beberapa orang yang berkepentingan untuk melakukan akad sebagai saksi dan wali.

"Yang lainnya mau ikut apa mau di sini saja?" tanya Indra.

"Aku mau ikut!"

"Aku di sini saja deh."

"Iya, lebih baik sedikit orang saja yang ikut. Yang tidak berkepentingan lebih baik di sini."

"Iya, benar."

"Ayo kita berangkat ke masjid. Masjidnya dekat sini kan?!"

"Iya, lumayan. Tapi kita naik mobil biar riasanku nggak berantakan," ucap Sania.

"Ayo cepat."

Sania, Indra dan beberapa orang yang berkepentingan menghampiri keluarga Indra yang lainnya. Semua orang yang berkepentingan ikut berangkat ke masjid. Sedangkan yang lainnya tetap tinggal di bawah tenda.

"Kita jalan-jalan ke sana yuk, kita lihat-lihat makanan apa aja yang ada di sana," ajak Parsini pada Sutrini, setelah para rombongan pengantin berangkat ke masjid. Dua orang itu berjalan menuju pondokkan makanan.

"Makan soto sama es kuwud sepertinya enak," ucap Sutrini.

Saat mereka berdua hendak mengambil soto dan es, seorang pria yang sudah ditugaskan menjadi panitia acara menghentikan gerakan mereka.

"Maaf, Buk. Silakan di sana sudah disiapkan khusus untuk keluarga besan. Mari saya antar," ucap pria itu dengan ramah dan sopan.

Raut wajah Sutrini dan Parsini langsung berubah masam. Mereka langsung meletakkan mangkuk yang sudah sempat ia pegang. Dengan perasaan gondok, mereka berjalan seraya menghentak-hentakkan kaki mereka mendahului pria yang ingin menggiring mereka ke tempat yang sudah disediakan khusus untuk tamu dari besan. Karena sebelumnya Suwendar dan Anita sudah mewanti-wanti panitia yang sudah diberikan tanggung jawab untuk melayani para keluarga besan agar bersikap baik dan ramah. Intinya Suwendar dan juga Anita tak ingin ada kesan buruk dari para keluarga besannya untuk keluarganya.

"Silakan, Bapak-bapak, Ibu-ibu, makanan dan minuman sudah disediakan di sebelah sini," ucap pria yang menjadi salah satu panitia acara ini.

Bukannya menjawab, Sutrini dan Parsini langsung duduk di tempat duduk mereka semula. Lalu pria itu pun pergi.

"Mau makan aja kok nggak boleh," gerutu Sutrini.

"Iya, Mbak. Mana kita udah berdiri di sana, jadi malu kan kita," sahut Parsini.

"Ada apa?" tanya saudara yang lain.

"Ini lhoh, kita mau ambil makanan nggak dibolehin sama orang yang tadi," sahut Sutrini.

"Kalau gitu kita jajan di luar aja lah. Udah lapar banget. Mana tadi kita ke sini belum sempat sarapan lagi," ucap suami Sutrini.

"Ayo." Satu rombongan dari keluarga Sania pun berjalan keluar dari tenda.

"Naik mobil saja. Kita cari warung."

"Iya."

"Buk, beli es, Buk," ucap salah seorang bocah.

Mereka semuapun masuk ke mobil. Mereka datang ke sini menggunakan mobil yang sudah disewakan Indra untuk mengantar para rombongan yang akan ikut menghadiri acara pernikahan Indra. Jumlah mobil ada tiga yang disewa untuk mengangkut para keluarga Sania.

***

Ijab kabul berjalan dengan lancar. Pengantin dan semua yang ikut ke masjid merasa haru dan bahagia hingga meneteskan air mata. Setelah menandatangani sedikit dokumen penting dan berswa foto, mereka kembali ke rumah untuk mengikuti acara selanjutnya. Dari pihak Sania, hanya orangtua, dua paman dan dua kakak laki-laki Sania saja yang ikut. Sedangkan dari pihak Indra ada Suwendar, dua kakak laki-laki dari Anita dan Mario, serta Pak RT. Tak lupa Agnes dan Bian pun juga ikut.

Senyum terus terukir di bibir Sania yang berwarna merah. Namun begitu air mata juga tak hentinya mengalir karena rasa bahagianya yang tak terhingga. Akhirnya ia dan Indra telah menikah secara resmi, sah di mata hukum dan agama dengan disaksikan semua anggota keluarga dan semua orang yang mengenal ia dan Indra.

Indra pun juga sudah bisa bernafas lega setelah berhasil melakukan ijab kabul yang kedua kalinya dan dengan orang yang sama, namun pada tempat dan situasi yang jauh berbeda.

"Sudah selesai, mari kita pulang," ajak Suwendar. Sejujurnya Suwendar kurang nyaman dengan suasana sakral seperti ini karena sebetulnya ia adalah orang yang gampang tersentuh dan terharu. Dan karena selama ini ia terkenal dengan ketegasan dan kekeras kepalaannya akhirnya ia merasa tak nyaman bila harus meneteskan air mata di depan orang lain.

Semua orang pun masuk ke mobil masing-masing.

Di lain tempat, Anita dan Tania yang baru saja selesai dirias berjalan mondar-mandir mencari keberadaan keluarga dari besannya. Niat Anita tidak ikut ke mesjid karena selain riasannya yang belum selesai, ia juga akan menemui anggota keluarga Sania yang tidak ikut ke masjid.

"Winnie, keluarga besannya pada ke mana?" tanya Anita.

"Nggak tahu, Mbak. Tadi aku lihat juga masih duduk di sini," sahut Winnie.

"Masa iya mereka semua pada ikut ke mesjid?" gumam Anita.

"Iya kali."

"Ya udah. Kamu tolong kontrolin masakannya ya."

"Iya, Mbak." Winnie pun berjalan menuju kerumunan karena para tamu sudah banyak yang hadir. Padahal yang melaksanakan ijab kabul di masjid juga belum pulang.

"Mama." Tania menghampiri Anita yang kini duduk di sebelah penerima tamu. Ia berharap bila ia duduk di sana maka ia akan tahu lebih dulu sehingga ia bisa menyambut besannya yang tadi belum sempat ia sambut karena ia juga belum berpakaian yang layak untuk menyambut tamu penting.

"Ada apa?"

"Tamu yang dari keluarganya Sania pada ke mana, Mah?" tanya Tania.

"Mama juga nggak tahu. Mama datang ke sini tiba-tiba udah pada nggak ada. Mungkin mereka pada ikut ke masjid."

"Masa iya, mereka pada ikut ke masjid?" gumam Tania.

"Ya buktinya, mereka semua nggak ada di sini," sahut Anita.

"Ya udah aku ikut duduk di sana deh." Tania menghampiri keempat temannya yang kini sudah dirias dan dimintai tolong untuk menerima tamu seraya memberikan souvenir untuk para tamu.

"Eh mending kalian pada makan dulu deh, mumpung tamunya belum begitu banyak. Biar aku gantiin dulu di sini," ucap Tania pada keempat sahabatnya.

"Nggak ah, nanti aja juga bisa."

"Kalian makan dulu saja," timpal Anita.

"Nanti saja, Buk," sahut mereka kompak.

"Ya udah, tapi kalau lapar jangan sungkan-sungkan ya. Tugas kalian tinggalin aja dulu nggak pa-pa, yang penting makan dulu," ucap Anita.

"Iya, Buk. Kayak sama siapa aja deh."

Tak lama kemudian para rombongan pengantin yang tadi berangkat ke masjid kini sudah kembali. Anita pun langsung berdiri, tapi ia heran ketika tak melihat keluarga Sania yang lainnya. Akhirnya Anita menghampiri Narti dan Rustam lalu ia persilakan menuju tempat khusus besan. Di sana Anita langsung duduk bersama besannya itu. Tania yang sebelumnya belum pernah bertemu dengan orangtua Sania pun berjalan untuk menyalami dan berkenalan. Setelah itu Tania kembali ke tempatnya semula. Sedangkan Sania mengikuti Indra menuju ke arah kerumunan para tamu. Agnes dan Bian terus bergelayut manja di pangkuan Narti dan Ramlan.

"Mbak Anita, ada tamu yang mencari kamu," ucap Winnie menghampiri Anita.

"Iya. Pak, Buk, saya tinggal dulu sebentar ya," pamit Anita. Setelah mendapat anggukan dari besannya, ia lalu berjalan menghampiri para tamu yang tentu saja mencarinya.

Di tengah kerumunan, ternyata Suwendar dan Indra juga tengah menyalami para tamu.

"Mas, aku ke sana dulu ya. Aku mau nungguin Ibu sama Bapak. Aku kangen sama mereka, udah lama nggak ketemu" bisik Sania pada Indra.

"Nanti kan bisa, ini kita nyalamin tamu dulu," bisik Indra.

"Pokoknya aku mau ke sana sekarang." Sania langsung meninggalkan Suwendar, Anita dan Indra.

***

"Lhoh kalian dari mana?" tanya Narti saat ia melihat anak, menantu dan keponakannya yang baru saja tiba. Beberapa cucu dan keponakannya yang kecil juga datang dengan membawa plastik berisi es sirup.

"Kita semua dari warung, Buk. Habisnya tadi waktu kita mau makan nggak dibolehin sama orang. Ya kan kita malu, mana kita pada lapar," ucap Sutrini.

"Astagirullah, masa gitu sih?" ucap Narti setengah tak percaya.

"Iya bener, Buk. Kalau nggak percaya tanya saja pada Parsini."

"Iya Buk, itu bener," sahut Parsini membenarkan ucapan Sutrini.

"Ya Allah ...."

"Ada apa, Mbak?" tanya Sania yang tiba-tiba berdiri di belakang Parsini.

"Ini lho, San. Tadi kita mau ambil makan nggak boleh. Padahal kita lapar, tadi di rumah nggak sempat sarapan, soalnya kan kita ke sininya buru-buru banget. Lihat nih kita tadi sampai jajan lho di warung," ucap Parsini seraya menunjuk ke anaknya yang masih memegang plastik berisi es sirup.

"Mentang-mentang orang kaya, terus mereka seenaknya sama kita," timpal yang lain.

"Tau gitu tadi kita nggak bakal ikut ke sini."

"Iya. Kita nggak usah jauh-jauh pergi ke sini kalau cuma mau dipermalukan."

Tanpa mengkorfirmasi terlebih dulu, Sania langsung menangis. Ia tak rela keluarganya yang sangat ia sayangi dihina dan disia-siakan seperti ini.

"Iya, mana pihaknya Indra nggak kasih uang tukon buat kamu kan. Dasar suka seenaknya sendiri mereka!" seru Sutrini.

"Kok jadi uang tukon segala dibawa-bawa sih?" tegur Narti.

"Iyalah, Buk."

"Nih lihat sampai sekarang masa nggak ada yang layanin kita buat ngasih makan. Iya nggak?! Padahal kalau di kampung kita biasanya kita tinggal duduk, makan sama minum diambilkan ya."

"Pak, Buk, Mbak, Mas, semuanya ... aku minta maaf ya sama kejadian ini. Aku juga nggak nyangka kalau mereka akan memperlakukan keluarga kita seburuk ini." Sania menangis sesenggukan. Bahkan sampai membuat riasannya sedikit berantakan.

"Kelihatannya saja acaranya megah, mewah, tapi ternyata besannya sendiri nggak dikasih makan." Keluarga Sania terus saja bicara hal buruk hingga membuat hati Sania bagaikan tersayat belati. Semua orang yang ada di sana, khususnya Parsini dan Sutrini terus menggerutu, seolah-olah gerutuan mereka adalah sebuah mantra pendatang rejeki.

"Aku akan ngomong sama Mas Indra kalau ternyata keluarganya memperlakukan keluarga kita dengan nggak baik seperi ini. Aku nggak terima kalau keluargaku diperlakukan seperti ini. Aku nggak rela ...." Tangis Sania semakin menjadi. Hatinya merasa terluka dengan apa yang terjadi pada keluarganya di pesta pernikahannya sendiri.

"Iya, jangan sampai harga diri kamu diinjak-injak sama keluarga suami kamu yang kaya itu!" ucap Sutrini.

Melihat Sania yang menangis sesenggukan membuat Agnes dan juga Bian ikut menangis. Melihat anak dan dua cucunya menangis, Narti pun juga ikut menangis.

***

Bersambung

Semarang, 1 Juli 2021
Silvia Dhaka

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top