3. Pertemuan tak sengaja
Jangan lupa vote dan komennya ya.
Ternyata Indra cukup beruntung, sebab hanya selang beberapa jam setelah ia memposting gambar dan tulisan untuk promosi jasa tattonya di semua sosial media miliknya kini sudah ada orang yang ingin menggunakan jasa seninya. Tanpa basa-basi langsung saja ia membuat janji dengan orang yang akan ia gambar.
"Lumayan, To. Ada yang udah nyantol bikin janji mau bikin tatto sama gue," ucap Indra dengan nada gembiranya. Ia kembali melempar tubuhnya di atas ranjang.
"Jam berapa bikin janjinya?"
"Ntar agak malaman dikit. Lo ikut gue kan?"
"Iyalah, gila lo kalau gue sendirian di kamar kecil ini," ucap Tito.
"Kenapa emang? Lo nggak berani tidur di sini sendirian?" ledek Indra.
"Suek lo! Lo kira gue anak perawan apa?!" Seru Tito tak terima hingga bisa membuat Indra tertawa.
"Gue mau tidur dulu ah. Kalau ada telpon langsung aja bangunin gue kalau gue nggak denger HP gue bunyi." Indra mulai memejamkan matanya. Tak perlu menunggu lama, ia sudah pergi ke alam mimpi.
Kini tinggalah Tito yang masih tetap terjaga karena ia masih sibuk berselancar di dunia maya.
***
Pukul sepuluh malam Indra dan Tito mengendarai motor menuju tempat yang telah Indra dan calon kliennya sepakati. Tak terlalu jauh dari tempat kost mereka, ternyata ada sebuah rumah kost yang sudah mereka ketahui alamatnya dari sharelok dari calon klien Indra sehingga mereka tak perlu bertanya-tanya karena mereka sudah membaca map dari gawai Indra.
"Ini tempatnya?" Tanya Tito yang turun dari boncengan motor seraya menenteng sebuah koper kecil yang berisi alat tatto milik Indra.
"Iya kayaknya. Coba gue telpon dulu orangnya." Indra mengambil gawai dari saku celananya untuk menghubungi kliennya.
"Halo, Bang. Ini gue ada di luar kost lo," ucap Indra setelah telponnya tersambung.
"Iya, lo langsung masuk aja. Jalan lurus, ini gue udah berdiri di depan pintu kamar gue. Motor lo bawa masuk aja, biar parkir di depan pintu kamar gue."
"Oh oke, gue udah bisa lihat lo." Indra langsung mematikan sambungan telponnya dan kembali menyimpan gawainya di saku celananya.
"Udah?" tanya Tito.
"Ayo buruan masuk. Tuh orangnya udah berdiri di depan pintu kamarnya," sahut Indra.
"Motornya ditaruh sini?"
"Gila lo, yang bener aja. Mau lo kehilangan motor?! Orangnya bilang motornya suruh bawa masuk," seru Indra.
"Ya udah, ayo buruan." Tito kembali menaiki motornya. Indra pun langsung melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Indra langsung memarkirkan motornya begitu tujuannya sudah sampai.
"Gimana, cari alamat kost gue nggak susah kan?!" Ucap pria yang berdiri di depan pintu seraya mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Indra dan Tito bergantian.
"Enggak kok, Bang. Kita tadi langsung nemu," sahut Indra.
"Ayo masuk," ajak pria itu.
Indra dan Tito pun masuk ke kamar kost milik pria itu. Tak ada sofa, hanya ada karpet yang tersedia di dalam kamar kost itu. Sama persis seperti kamar kost yang sekarang mereka tinggali, hanya saja perlengkapan di kamar ini lebih banyak dari pada kamar kost yang mereka tinggali yang hanya ada pakaian, ranjang dan lemari kecil saja.
"Ayo silakan duduk. Maaf gue cuma punya karpet ginian. Duduk dibawah nggak pa-pa ya."
"Santai aja, Bang. Di kamar kost gue malah lebih parah lagi, nggak ada apa-apa," sahut Indra. Ia dan Tito mendudukkan diri mereka di atas karpet.
"Gue Erwin." Pria itu memperkenalkan dirinya.
"Gue Indra, Bang. Dan ini Tito teman gue," sahut Indra.
"Kalian bukan orang sini ya?" tanya Erwin.
"Bukan, Bang. Kita juga anak rantauan."
"Tunggu ya, biar gue pesenin minum dulu sebentar." Erwin langsung keluar dari kamarnya.
Indra mulai mengeluarkan alatnya untuk bekerja.
Tak lama kemudian Erwin kembali datang. Ia langsung duduk di depan Indra.
"Ini jadinya mau gambar apa, Bang?" tanya Indra.
"Gue mau gambar sayap di punggung gue. Bisa kan?"
"Oh bisa. Bisa kok, Bang. Ini ada banyak model sayap, lo pilih-pilih dulu aja yang lo mau." Indra menyodorkan sebuah binder besar berisi gambar-gambar.
"Gue cari-cari yang bagus dulu deh ya. Lo pada nggak buru-buru kan ya," ucap Erwin.
"Enggak kok, Bang. Santai aja," sahut Indra.
"Gue siapin alatnya dulu," imbuh Indra seraya membuka kopernya. Ia mengeluarkan peralatan yang akan ia gunakan.
"Gue mau yang ini aja deh. Bagus nggak kalo menurut lo?" Erwin memperlihatkan pilihannya kepada Indra dan juga Tito.
"Bagus kok, Bang. Mana kulit Abang kuning bersih, jadi bakal jadi bagus ntar tuh gambar. Lo tenang aja, Bang. Pokoknya lo percaya aja sama gue, hasilnya bakal bagus kok," ucap Indra dengan penuh keyakinan.
"Iya, gue percaya," sahut Erwin.
"Permisi, Bang Erwin. Ini minuman sama camilannya." Terdengar suara seorang perempuan di ambang pintu.
Sontak Erwin, Indra dan Tito menoleh ke asal suara. Ternyata ada seorang perempuan yang berdiri di ambang pintu seraya membawa sebuah nampan bersisi tiga gelas minuman dan beberapa bungkus camilan.
"Eh elo, Sania. Masuk aja, taruh minumnya di atas meja sini aja." Ucap Erwin seraya menunjuk ke arah meja pendek kecil yang ada di samping Tito.
"Iya, Bang." Perempuan bernama Sania itu langsung berjalan mendekati meja yang ada di sebelah Tito.
"Mbaknya ini yang jaga konter di dekat warung nasi kan?" Indra bertanya mencoba memastikan penglihatan dan daya ingatnya tentang perempuan bernama Sania itu.
Sontak Sania menolehkan kepalanya ke arah Indra yang sedari ia datang sudah memperhatikan wajahnya.
"Iya, Mas." Santi sedikit mengulas senyumannya saat menjawab pertanyaan Indra.
"Mbaknya tinggal di sini juga?" tanya Indra.
"Iya, Mas. Saya permisi dulu," ucap Sania. Tanpa mendapat persetujuan dari siapapun ia langsung keluar dari kamar kost Erwin.
"Lo kenal sama Sania?" tanya Erwin.
"Enggak kok, Bang. Gue juga baru tahu dari Abang kalau ternyata namanya itu Sania. Cuama tadi siang kita cari makan di warung terus kebetulan Tito minta antar beli pulsa. Dan ternyata Mbaknya itu tadi yang jaga konter," sahut Indra.
"Iya, dia memang kerja jaga di konter pulsa kalau pagi sampai sore hari. Sore harinya kalau dia pulang dari konter, dia buka warug. Di kost ini jauh sama orang jual minum dan makanan ringan, jadi dia inisiatif buat jualan di lingkungan kost ini," jelas Erwin panjang lebar.
"Ada juga orang rajin kayak dia. Udah kerja di konter, pulangnya masih jualan juga," ucap Tito salut.
"Yaa ... namanya juga cari rejeki," sahut Erwin.
"Dia kost di sini juga atau gimana, Bang?" tanya Indra.
"Iya, dia juga kost di sini," sahut Erwin.
Indra menganggukan kepalanya pertanda mengerti dengan apa yang sudah Erwin ucapkan.
"Ya udah, ayo Bang. Buka dulu kaos lo. Kita mulai sekarang aja," ucap Indra. Ia sudah kembali pada fokus dan tujuannya datang ke kamar kost Erwin.
***
Semarang, 11 Februari 2021
Salam
_Silvia Dhaka_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top