1. Pria Lajang

Happy reading

***
"Indra, ngapain lo bengong di sini?" Seorang pria bertubuh tinggi kurus datang menghampiri seorang pria yang sedang duduk dengan menaikkan satu kakinya di kursi panjang yang terbuat dari kayu.
"Mak, es sirup satu ya!" seru pria itu lagi. Kali ini ia berseru pada penjual, karena saat ini ia sedang menemui teman baiknya dari jaman SD.
"Iya," sahut Emak penjual es.
"Bosen gue, hidup tiap hari gini-gini doang. Rasanya udah nggak ada tantangan sama sekali," sahut pria bernama Indra.
"Hahaa ... Ndra ... Ndra lagak lo kayak udah takhlukin dunia!"
"Gue bosen berada di kota ini. Gimana kalau kita coba pergi ke luar kota," ucap Indra.
"Gila lo, Ndra! Gue kan masih kuliah. Bisa disembelih Emak gue kalau sampai gue ngikutin elo! Lo enak nggak kuliah, nah gue?!"
"Salah sendiri sekolah sering nggak naik kelas. Sekarang giliran kuliah, nggak lulus-lulus juga!" seru Indra.
"Tito, ini es sirupnya. Heran, tampang kayak preman tapi tiap ke sini pesannya pasti es sirup," ucap Emak penjual es.
Tito melotot mendengar ucapan Emak. "Emak, apaan sih?! Lha terus gue kudu minum apaan?" seru Tito.
"Nggak tahu. Ya udah minum es sirup mulu aja di sini. Lumayan buat nambah pemasukan saya," sahut Emak lalu pergi meninggalkan Tito dan Indra.
"Emangnya kenapa sih sama kota ini?" tanya Tito.
"Nggak tahu, gue ngrasa nggak ada tantangannya aja. Lagian gue ngrasa di sini udah nggak ada kerjaan buat gue," sahut Indra.
"Lhah terus rencananya lo mau kemana?" tanya Tito.
"Gue belum tahu sih, tapi gue ada kenalan orang seni tatto kayak gue juga di luar kota. Kalau lo mau ikut, ya gue seneng. Itung-itung kita cari pengalaman juga kan mumpung kita masih lajang," ucap Indra.
"Ya udah deh," sahut Tito.
"Oke, kalau gitu kita besok perginya," ucap Indra.
"Naik apaan?"
"Terserah lo aja," sahut Indra.
"Naik motor gue ajalah," ucap Tito.
***
Pergi secara diam-diam tanpa berpamitan kepada orang tua masing-masing, sekarang di sinilah keberadaan dua pria lajang itu berada. Setelah menempuh perjalanan darat selama kurang lebih satu jam setengah, Indra dan Tito sampai di sebuah rumah kost yang dihuni oleh seorang pria teman dari Indra.
"Hai kawan, akhirnya sampai juga di kostan gue," sapa teman Indra sang pemilik kamar kost yang saat ini sedang ia kunjungi.
"Iya, Hen. Oh iya, kenalin ini teman gue dari duluuu bangett sampai sekarang," ucap Indra.
"Hai, gue Tito."
"Gue Hendi."
"Ayo masuk dulu. Maaf kostan gue berantakan." Hendi mempersilakan Indra dan Tito masuk ke kamar kost miliknya.
Indra dan Tito duduk lesehan beralaskan karpet di sebelah ranjang Hendi.
"Gue datang ke kota ini untuk mengadu nasib sekalian mau cari suasana baru," ucap Indra.
"Ohh gitu, ya udah kalau gitu lo coba aja ngadu nasib di sini, siapa tahu aja banyak orang yang mau bikin tatto di sini," sahut Hendi.
"Iya, gue harap juga gitu. Oh iya, gue mau cari kamar kost. Kira-kira di sini masih ada kamar yang kosong apa nggak ya?" ucap Indra.
"Setahu gue masih ada. Tapi nanti biar gue coba bicara sama pemilik kostan ini," ucap Hendi.
"Oke, makasih banget ya, Hen. Lo udah mau bantu gue," ucap Indra.
"Sama-sama, santai aja. Gue pesenin minum dulu ya," ucap Hendi lalu pergi entah ke mana.
***
"Lo beneran mau tinggal di sini?" tanya Tito saat ia dan Indra sudah berbaring di kamar milik mereka sendiri yang baru saja mereka sewa setelah Hendi mengantarkan mereka menemui orang pemilik kost yang sekarang mereka tinggali ini.
"Memangnya kenapa? Di sini juga tempatnya lumayan bagus dan nyaman," sahut Indra.
"Ya udah, gue sih ngikut gimana baiknya aja. Tapi yaa gitu, gue kudu balik buat kuliah," ucap Tito.
"Ya nggak pa-pa, lo balik kuliah dulu aja. Kuliah yang bener biar jadi sarjana, jadi hidup lo nggak blangsak kayak gue," ucap Indra.
"Kenapa lo ngomong gitu sih. Lo temen gue dari kita belum pada sunat sampai sekarang, jadi gue ngerti gimana elo. Gue malah salut sama elo karena dari dulu lo malah udah bisa menghasilkan duit sendiri, lo udah bisa ngasih duit buat nyokap lo. Nah gue, gue malah kuliah nggak lulus-lulus," ucap Tito. Tiap kali ia sadar, tiap kali itu juga ia akan menyesali hidupnya yang kurang disiplin. Tapi tiap kali menghadapi kenyataan, tiap kali itu juga dia merasa tak acuh dengan pendidikannya. Memiliki otak pas-pasan membuatnya tak ingin melanjutkan kuliah, tapi ia tak bisa membantah keinginan orang tuanya.
Mereka berdua berbaring memandang langit-langit kamar kost mereka dengan pikiran mereka yang berkelana.
"Secepatnya gue harus bisa cari duit di kota ini. Gue mesti bayar kost buat bulan depan dan juga buat makan sehari-hari," ucap Indra. Indra bukannya anak orang yang tidak mampu, tapi dari kecil ia sudah belajar hidup mandiri karena tak ingin menyusahkan orang tuanya. Terlebih ia sangat tahu diri ketika ia hanya seorang pria lulusan SMA, berbeda dari orang tua dan juga kakak perempuannya yang mengenyam pendidikan sampai sarjana. Dan dengan keadaannya yang seperti sekarang ini ia juga sangat sulit mencari pekerjaan karena sebagian besar tubuhnya yang sudah dihiasi gambar permanent tatto.
"Semoga di kota ini banyak peminat tattonya, Ndra."
"Iya."
"Gue mau tidurlah. Udah ngantuk, mana capek pegel semua badan gue," ucap Tito lalu memejamkan matanya.
"Ya udah, tidur duluan gih sono." Indra masih belum bisa memejamkan matanya.
Indra beranjak dari tempat tidur lalu mendekati sebuah kotak berwarna hitam. Ia membuka kotak itu, kotak yang berisi barang berharganya. Barang kesayangannya melebihi barang apapun di dunia ini. Jarum tatto, tinta, alat tatto lainnya dan buku yang berisi banyak gambar. Enam tahun sudah ia berteman dengan barang-barang ini. Dari dirinya masih berusia enam belas tahun dan saat dirinya masih mengenyam pendidikan di bangku SMA tingkat pertama.
Pada usianya dulu yang masih sangat belia, sosok Indra adalah sosok yang tergolong aneh dari kebanyakan remaja di luar sana. Saat remaja yang lainnya sibuk bermain dan belajar untuk sekolah, ia malah tergila-gila dengan gambar berbentuk aneh yang cenderung seram. Kerap kali ia menggambar di buku gambar miliknya. Hingga suatu ketika ia kenal dengan pria bertatto yang kebetulan juga berprofesi sebagai seniman tatto. Hampir setiap hari ia mengikuti pria itu untuk memperoleh ilmu yang ingin ia dapatkan. Bahkan ia sampai mengenyampingkan pendidikan formalnya di sekolah. Dari sanalah ia mulau menggeluti dunia tatto. Dan dari hal itu pula ia menghasilkan pundi-pundi uang.
***

Ready PDF Unwanted Married 45K
Minat hub 089668046446

Tersedia juga di google playbook dan di KBM app

Semarang, 7 Febuari 2021
Salam
Silvia Dhaka

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top