Part 5 - Pinkaholic shitty girl

Sekitar setengah jam kemudian, Juno sudah duduk dibangku kemudi dengan Claire yang sudah duduk dibangku sampingnya.

Semuanya kecewa kalau dirinya tidak bersedia untuk menginap, tidak terkecuali Joel yang masih kepengen naik mobil Juno. Tapi dirinya harus segera membawa Claire ke apartemennya atau kalau tidak, urusan dengan cewek yang satu ini semakin membuatnya pusing kepala meskipun setelah adu bacot mereka di meja makan tadi tidak dilanjutkan karena mereka berdua lebih memilih untuk diam saja.

Juno melajukan kemudinya dan keluar dari pekarangan indah rumah itu. Hari sudah cukup malam, sudah pasti hawanya menjadi dingin. Mendadak Juno melirik cemas kearah Claire yang sedang duduk disampingnya sambil menatap keluar jendela.

Cewek itu memakai hanya memakai t-shirt dan celana jeans belel dalam potongan pendek. Apakah dia kedinginan? Karena hal seperti itu membuat Juno teringat dengan Nadine yang tidak kuat dengan hawa dingin sampai waktu itu Nadine gemetaran dan demam.

Lantas, Juno berhenti sebentar dipinggir jalan sampai Claire langsung menoleh kearahnya dengan alis berkerut bingung.

"Ada apa lagi sih? Kamu mau cari gara-gara?", tuduh Claire langsung.

Juno tidak membalas tuduhan Claire, dia hanya melengos saja dan membuka pintu mobilnya lalu berjalan cepat ke pintu bagasi mobilnya. Dia langsung membuka bagasinya, disitu ada satu box ukuran sedang dimana Juno membukanya dan mengambil sebuah selimut berwarna hijau yang terlipat rapi.

Begitu dia sudah mendapatkan selimut itu, dia langsung menutup pintu bagasinya dan kembali ke bangku kemudi.

"Pake ini. In case kalau kamu kedinginan", ujar Juno cuek.

Claire menerimanya dengan bingung lalu kembali menatap Juno tidak mengerti. “Aku nggak kedinginan”.

"Kalau gitu pegang aja. Kali aja nanti dijalan kamu tiba-tiba merasa dingin", sahut Juno sambil menginjak pedal gas dan kembali menjalankan kemudinya.

Claire terdiam sejenak. Dia terlihat melebarkan selimut hijau pastel polos yang cukup tebal dan memeriksa selimut itu.

Haisshhhh!!! Susah yah kalau berhadapan sama cewek barbar, niat baik lu langsung disangka nggak-nggak! Membuat Juno menyesal karena berbaik hati memberikan selimut itu. Padahal Juno cuma merasa trauma aja.

Pernah ada kejadian Juno pergi bersama Nadine untuk urusan kerjaan. Mendadak Nadine sakit dan kedinginan sampai wajahnya pucat banget, Juno pun membeli selimut di FO buat cewek itu. Dan gara-gara kejadian itu, Juno trauma. Dia selalu menyiapkan satu buah selimut di semua kendaraan yang dimilikinya tanpa terkecuali. Menghindari kejadian serupa. Cari aman.

"Ini punya pacar kamu?", tanya Claire kemudian.

Juno menghela nafas. Kenapa sih harus ada pertanyaan begitu? Emangnya nggak bisa yah terima aja tanpa perlu tanya-tanya?

"Bukan", jawab Juno seadanya.

"Jarang-jarang ada cowok yang bisa siapin selimut dimobilnya", ujar Claire sambil mendekap selimutnya. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Sekarang udah ada. Jadi nggak perlu nanya-nanya hal yang nggak perlu", sahut Juno datar.

Claire menghela nafas lalu memposisikan duduknya kearah Juno yang masih fokus untuk menatap arah depan sambil tangannya mengendalikan kemudi dengan apik. Dia suka menarik kencang mobil ini.

“Juno, let’s have a serious talk”, ujar Claire dimana Juno langsung meliriknya sekilas lalu kembali menatap arah depan.

“Mau ngomong apa? Kalau kamu cuma mau ajak adu bacot, aku nggak mood”, sahut Juno datar.

“Aku juga. Jadi, bagaimana kalau kita buat kesepakatan? Aku nggak mau terus-terusan berantem seperti ini”, balas Claire tegas.

Juno memutar bola matanya dan melajukan kemudinya dengan acuh. Memangnya dia pikir Juno kesenangan apa kalau harus berargumen terus dengan dia? Bukankah sedaritadi dia yang terlalu banyak bicara dan memancing emosinya juga? Dasar cerewet.

“Oke. Bilang aja apa mau kamu, setelah itu tutup mulut kamu. Aku nggak suka kalau lagi nyetir ada yang berisik”, ujar Juno ketus.

“Kamu kan pasti nggak suka kalau aku tinggal di apartemen kamu. Gimana kalau aku tinggal di tempat yang sudah disediakan pihak Ritz sementara kalau nanti mama telepon, kamu bilangnya aku tinggal sama kamu”, tukas Claire lugas.

Juno melirik sekilas kearah Claire dengan alis berkerut. Sebenarnya sih itu ide yang brilian. Sangat brilian malah. Tapi berhubung mami Mona adalah orang yang sangat konsisten dan tidak suka dibohongi, bisa jadi mami Mona akan bertindak lebih parah dari sebelumnya.

Apalagi, Juno tidak merasa harus membohongi wanita baik hati yang sudah menyayanginya seperti anaknya sendiri. Kalau semisal ada sesuatu yang terjadi kepada cewek barbar ini, apa yang harus dilakukan Juno? Dia juga tidak mau dituduh sebagai anak yang tidak tahu membalas terima kasih karena berbohong.

“Nggak bisa”, ujar Juno langsung tanpa ragu-ragu.

Claire mendesah kecewa dan menatapnya sengit. “Kenapa nggak bisa? Bukannya kamu juga senang kalau aku nggak tinggal ditempat kamu dan kita bisa sama-sama tenang?!”.

“Meskipun itu adalah hal yang paling waras yang sangat ingin aku lakukan tapi itu adalah kebohongan. Aku nggak suka berbohong apalagi sama orang yang udah baik banget sama aku. Mami Mona akan marah dan nggak terima kalau kita melakukan hal itu! Aku nggak bisa!”, sahut Juno langsung.

“Ya udah kalau kamu nggak bisa. Aku akan tetap pindah”, cetus Claire sambil membuang muka.

“Silahkan aja! Sama sekali bukan masalah buat aku. Malah itu bagus! Sana kamu pindah. Cukup kasih tahu aku alamatnya, aku anterin. Dan kalau mami Mona telepon, aku akan bilang apa adanya. Siap-siap aja kalau besok dia bakalan datang pagi-pagi samperin kamu”, tukas Juno.

Nggak ada hal yang lebih membahagiakan memikirkan kemungkinan itu terjadi. Alasan utama mami Mona menelepon justru karena hal itu, Claire menolak ditemani oleh ibunya yang katanya sudah dewasa dan ingin mandiri.

Meskipun itu benar adanya. Ibu dari Claire memang tipikal ibu yang sangat sayang anak, berbeda dengan ibunya sendiri yang cuek dan hanya menanyakan kabar sekedar basa basi. Dan kalau cewek barbar ini mau tinggal atau tidak dengan dirinya, sama sekali bukan urusannya. Juga tidak ada untungnya juga. Mau ngapain coba nampung orang yang nggak tahu terimakasih dan bisanya mancing emosi kayak begini? Bah!

Claire terdiam saja sambil mengerutkan alis. Dia masih menatap keluar jendela lalu memijit pelan keningnya sambil menggeram pelan.

Okay, fine! Aku tetap tinggal di tempat kamu. Tapi dengan satu syarat, jangan pernah ganggu aku atau kamu akan menyesal!”, ucap Claire dengan nada tidak rela.

Juno hanya memutar bola matanya lagi sambil mendengus. Cewek ini sudah pasti punya radar kepedean yang nggak normal. Memangnya siapa yang mau ganggu? Yang ada juga dia yang mengganggu ketenangannya dimana dia adalah orang yang lebih suka menyendiri daripada harus berlama-lama kumpul dengan oranglain.

Claire kembali membuang mukanya kearah jendela karena Juno memberinya respon diam. Lebih baik diam daripada harus berargumen. Dengan begini, suasana hening tercipta dan itu membuat Juno memantapkan lajuan kemudinya menembus cepat jalan tol yang lengang tanpa menyia-nyiakan kesempatannya untuk memacu adrenalinnya mengebut jalanan itu.

Bahkan jarak tempuh yang biasanya harus memakan waktu satu jam lebih, kini hanya tiga puluh lima menit untuk dirinya tiba di gedung apartemennya yang terletak di daerah Kuningan.

“Aku nggak nyangka kalau kamu bisa ngebut begitu. Boleh juga, cara ngedrift kamu juga oke”, ucap Claire sambil melepas seatbeltnya saat Juno sudah mematikan mesin mobilnya.

Ini pertama kalinya seorang cewek merasa senang dengan aksi ngebutnya tadi sambil memberi pujian. Biasanya, semua bakalan kaget dan merengek minta berhenti karena ketakutan. Termasuk Nadine. Bisa jadi Claire adalah one in a million dari cewek lembut diluaran sana yang memiliki tingkat kebarbaran yang akut. Dan Juno sama sekali nggak merasa senang dengan ucapan Claire barusan.

Begitu mereka keluar, Juno hendak berjalan saja memasuki lobi apartemennya tapi belum-belum teriakan yang paling menyebalkan itu kembali terdengar dan itu membuat langkah Juno berhenti dengan ekspresi tidak senang.

“Hey!”, teriak Claire sambil bertolak pinggang.

“Mau apalagi sih? Tadi bilang jangan ganggu. Dan sekarang kamu yang mengganggu dengan teriak-teriak nggak jelas kayak gitu!”, sewot Juno.

“Koper aku!!!”, desis Claire.

Ooppsss... Juno benar-benar lupa kalau cewek itu baru tiba di Jakarta siang tadi. Dia langsung kembali membuka pintu mobilnya tanpa beranjak sedikitpun dari tempatnya.

Dia membiarkan Claire sendirian untuk mengeluarkan kopernya itu. Sama sekali tidak berminat untuk membantu walaupun dia melihat Claire susah payah mengeluarkan koper besarnya tapi sia-sia.

Gimana bisa keluar coba itu koper kalau dia sendiri yang menghalangi jarak antara pintu dengan koper itu sendiri? Juno malahan menyilangkan tangan sambil menonton seolah itu adalah pertunjukan menarik dihadapannya, dia menahan senyuman geli karena melihat ekspresi wajah cemberut dari Claire.

“Juno, tolongin dong! Ini susah banget dikeluarinnya!!”, teriak Claire akhirnya. Dia menyerah dan pasrah. Wajahnya terlihat lelah.

Akhirnya karena sudah terlalu malam dan Juno juga mulai lelah, dia melangkahkan kakinya untuk membantu Claire mengeluarkan koper itu. Dengan mudahnya Juno membalikkan posisi koper untuk dia keluarkan dari sisi mobilnya, lengkap dengan satu buah paper bag dan tas cewek itu.

“Daritadi dong bantuin orang! Kenapa harus diteriakin dulu sih?!”, gerutu Claire kesal.

“Kamu baru minta tolongnya barusan”, balas Juno cuek.

“Emangnya kamu nggak punya inisiatif apa? Udah jelas-jelas koper aku gede. Jadi cowok kok begitu, ngebiarin cewek ngangkat-ngangkat koper sendiri tanpa ada niat untuk membantu”, sahut Claire yang masih saja sewot.

“Untuk cewek barbar kayak kamu, aku sama sekali nggak ada niat untuk membantu ataupun inisiatif seperti yang kamu bilang. Lagian, apa kamu nggak cukup gengsi untuk minta tolong sama aku? Nggak susah juga kan minta tolong meskipun tadi kamu pake teriak-teriak! Ini karena udah malem aja aku masih berbaik hati karena nggak mau memicu keributan, kalau masih siang juga bodo amat”, celetuk Juno lugas.

Seperti di bandara tadi, bukannya Juno tidak mau membantu. Dia melihat cewek itu kesusahan menyebrang karena koper yang dibawanya, tapi dia juga sama sekali tidak minta tolong. Lagipula untuk cewek yang tidak tahu berterimakasih itu, rasanya keinisiatifan dan niat membantunya akan disangka yang tidak-tidak. Juno tidak sudi harus dituduh lagi mengingat kedatangannya kali ini saja sudah cukup menyusahkan.

“Dasar cowok nggak punya hati! Bisa-bisanya sih mama kepikiran sama kamu untuk minta tolong jagain aku! Aku akan bilang sama mama kalau kamu jahat dan sama sekali nggak pernah niat membantu, malahan kamu selalu ngejahatin aku!”, decak Claire sambil berjalan dalam langkah kasar sebagai pelampiasan emosinya.

“Jadi gitu, mainnya ngadu sama mama? Ckckck gimana nggak dianggap masih kayak anak kecil sama mama kamu sampai harus nyusahin orang buat menjaga kamu, kalau kamu sendiri aja masih kayak anak kecil. Emangnya main ngadu-ngadu begitu masih jaman? Dasar nggak tahu umur”, ejek Juno sambil menekan angka 10 saat mereka sudah berada didalam lift.

“Aku hanya ingin membuktikan kalau penilaian mama salah soal kamu yang bisa menjaga aku! Biar dia berubah pikiran dan kasih aku tinggal sendiri”, bantah Claire dengan alis berkerut tidak senang.

“Go ahead! I don’t even care! Bilang aja sana sepuas kamu, dan kita lihat aja nanti siapa yang akan didengar dan siapa yang akan dipercayai”, balas Juno dengan alis menantang.

Dia sudah merasa gerah dengan perdebatan yang tidak beralasan ini. Claire membuang nafas kasar lalu membuang mukanya ke sembarang arah dan Juno hanya mengangkat bahu dengan cueknya. Sama sekali tidak peduli. Mereka terdiam saja sampai mereka tiba di lantai 10 dan betjalan menuju penthouse Juno yang sudah ditinggalinya selama tiga tahunan ini.

Juno mengeluarkan kartu masuknya dan menempelkannya kepada pintu otomatis kamarnya lalu membukanya sambil menarik koper diikuti Claire yang masuk sambil melihat-lihat isi apartemennya.

Penthousenya memiliki dua kamar utama dan satu kamar tamu, terlalu luas untuk ditinggali sendirian oleh Juno tapi dia sangat nyaman. Tapi kenyamanannya kali ini perlu dipertanyakan mengingat Claire yang akan menempati tempatnya ini juga.

“Ini kamar kamu”, ujar Juno sambil membuka pintu yang tadinya menjadi ruang kerjanya.

Claire terkesiap dan mengerjap kaget. Dia memutar kepalanya kearah Juno sambil menunjuk isi kamarnya. “Ini kamu yang...”

“Amit-amit! Nggak usah kegeeran! Mami Mona sempet dateng sebulan yang lalu untuk datang kesini dan meminta untuk renovasi kamar ini! Thanks to you karena kamu, ruang kerja aku dipindah ke kamar tamu yang kosong di koridor sana!”, ujar Juno sewot sambil menunjuk pintu di ujung lorong apartemennya.

Mami Mona beralasan kalau ruang kerjanya terlalu luas dan tidak setuju kalau Claire menempati kamar tamu yang kosong itu, lantas Juno pasrah saja kalau ibu baptisnya itu menyuruh orang untuk merenovasi dan membuat ruang kerja baru untuk dirinya selama dua minggu yang membisingkan itu.

Dan kamar untuk anak perempuannya dibuat dalam bentuk feminisme yang akut sampai membuat Juno pusing kepala dengan warna pink yang mendominasi.

Heck! Ibu baptisnya itu memang kelewatan dengan memperlakukan putri yang sudah beranjak dewasanya ini seperti seorang anak berumur sepuluh tahun.

“Mama!!!! Ugh!”, geram Claire dengan ekspresi kesal yang tertahan. Terlihat tidak menyukai apa yang terlihat didalam situ membuat Juno terkekeh geli.

“Aku nggak nyangka cewek barbar kayak kamu itu pinkaholic. Heck! Apa itu boneka beruang yang ada ditengah-tengah kamar, juga sandal rumah gambar beruang? Instead of calling you with Claire, how about i call you with Masha now?”, goda Juno sambil tersenyum mengejek melihat boneka beruang yang ada didalam kamar itu dan membuatnya teringat dengan kartun asal Rusia yang sedang membooming kesukaan Noel, anak Wayne saat anak itu terdiam seru menonton kartun itu dirumahnya tadi.

Claire mendengus dan melangkah masuk sambil menaruh barangnya diatas meja. Dia melihat sekeliling kamar itu tanpa minat dan merasa terganggu.

“Ejek sepuas kamu karena kamu nggak pernah ngerasain punya seorang ibu yang kelewat... perhatian”, ucap Claire lelah.

Deg! Perkataan Claire barusan seolah menampar Juno. Perhatian yang diberikan mami Mona kepada Claire adalah hal yang tidak akan pernah diberikan oleh ibunya, seolah memang kehadiran Juno tidak diinginkannya.

Juno melihat hubungan kedua orangtuanya itu sedikit aneh, mereka berdua seperti tidak saling mencintai dan terpaksa menjalani kehidupan rumahtangga yang absurd. Untungnya, ibunya berteman baik dengan ibu Claire dimana dia selalu diajak bermain kerumah mereka saat masih kecil sehingga dia bisa merasakan kehangatan sebuah keluarga lewat perhatian mami Mona, kecuali keberadaan anak perempuannya yang cengeng dan suka berteriak itu.

“Bersyukur aja kalau masih punya orangtua yang sayang sama kamu. Aku heran aja yah kenapa sih mami Mona terlalu menjaga anak ceweknya ini, udah jelas nggak bakalan ada orang yang bakalan berani macam-macam karena sikap kamu yang bisa dibilang nggak pernah kalem ini”, celetuk Juno langsung.

Claire menghembuskan nafas berat, dia memutar tubuhnya kearah Juno dan hendak mengambil remote AC yang ada di atas nakas. Melihat itu, Juno bertindak lebih cepat dengan meraih kenop pintu dan menutup kamar itu kencang.

Terdengar suara remote yang terpelanting ke lantai, Juno meringis sesaat membayangkan kalau remote itu mendarat di kepalanya. Oh my gosh! Kekasaran Claire tidak bisa dipulihkan mengingat jika dia marah, dia tidak akan segan mengambil barang apapun yang ada didekatnya untuk dilemparkan kearahnya.

Begitu dia mendengar derap langkah yang mendekati pintu itu, spontan Juno langsung berlari menuju ke kamarnya yang berada tepat di seberang kamar Claire.

Dia bisa menangkap Claire yang keluar dari kamarnya dengan satu barang yang ada digenggamannya, Juno tidak tahu apa yang dipegangnya karena dia sudah keburu menutup pintu kamarnya dan menguncinya.

“Keluar kamu sekarang! Jangan lari! Dasar pengecut!”, teriak Claire sambil menggedor-gedor pintu.

Oke... Juno sudah tidak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak tertawa terbahak-bahak. Memori akan ingatan masa remajanya terekam ulang mendapat respon marah dari Claire seperti ini, secara tidak langsung membangkitkan salah satu motivasinya untuk tetap bersemangat.

Yaitu membuat Claire marah dan menangis karena keisengannya. Dia tidak akan berhenti sampai cewek barbar itu memohon ampun padanya, karena sampai sekarang cewek itu masih belum mengucapkan kalimat itu.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷




Aku jadi gemas sama mereka berdua ❤

Ada yg pernah ngalamin love-hate relationship kayak gini?

Hati2 kalo ngmg benci sm orang,
Yang ada nanti kudu kena karma sama dia loh 😆😆😆

Happy reading 🤗




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top