Part 23 - A piece of memories
Diprotes. Dikomplain.
Rasanya kayak ada yang denyut-denyut gitu dihati 😂
Aku takut dikutuk jadinya double upload
Jangan lupa untuk bahagia hari ini 😊
Karena membuatmu bahagia adalah kerinduanku dari hati terdalam 😂
Yuk main tebak-tebakan.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Juno memperhatikan Claire yang masih berbaring di ranjang kamarnya, cewek itu melepas lelahnya disitu sejak mereka sudah pulang dari Dufan. Bahkan, Christian yang menjemput Joel ke apartemennya karena dia tidak sempat untuk mengantar anaknya pulang.
Claire pingsan diatas bianglala. Shit! Kejadian cewek pingsan kembali terjadi setelah Nadine. Dia berpikir untuk berganti profesi menjadi dokter daripada pengacara sekarang mengingat setiap kejadian yang ada itu membuatnya kesusahan. Apalagi Joel yang juga cukup terkejut melihat hal itu, spontan dia meminta dirinya untuk tidak lagi mengajaknya ke tempat bermain seperti itu.
“Dia seperti depresi. Apalagi kalau dia mengidap phobia akut seperti yang lu ceritakan. Ada baiknya lu beli obat penenang seperti yang gue bilang tadi. Itu membantu dia untuk nggak tegang dan capek karena otaknya yang terlalu bekerja keras”, ujar Christian dengan mimik wajah serius.
Kejadian yang seperti ini dimana Juno meminta Christian datang untuk menjemput Joel, mau tidak mau membuat Juno menceritakan apa yang terjadi pada Claire. Apalagi Christian yang dulu sempat hampir masuk jurusan kedokteran membuatnya cukup tahu soal penanganan pertama untuk penderita.
“Apa menurut lu dia akan seperti ini terus? Kayaknya Jakarta udah masuk musim penghujan, gue nggak mungkin memantau dia selama 24 jam. Apalagi gue harus berangkat ke Chicago besok siang”, tanya Juno.
“Chicago? Why? Bukannya lu bilang lagi cuti satu bulan? Lu masih ada seminggu lebih untuk cuti kan?”, tanya Christian bingung.
Juno mengangguk. “Tadi pagi mendadak ada hal darurat. Itu kasus penting dan udah ada titik temu. Hal ini nggak bisa kita lakukan secara conference call. Harus temu muka untuk menghindari para hacker karena memang kasus ini cukup berat, melibatkan banyak orang penting disana”.
“Kasus apaan sampe kedengaran serius begitu?”.
“Semua kasus juga serius, Tian! Mana ada yang hasil bercandaan? Dan ini adalah kasus pembunuhan berencana dengan anak dari korban itu yang sedang diincar oleh pembunuh bayaran”.
“What?! That’s awful! Apa lu baik-baik aja? Lu juga harus hati-hati. Kasus yang melibatkan orang penting seperti ini akan banyak koneksi yang mencari informasi, bisa jadi arahannya berubah menjadi objektif. Nggak melulu soal siapa yang menjadi korban sekarang melainkan orang sekitar yang dianggap penghalang juga akan diarahin”, ujar Christian dengan ekspresi seriusnya.
“Thanks untuk perhatiannya. Tapi CIA yang ikut terjun dalam kasus ini udah mengawasi segala sesuatunya dan penindaklanjutan ini sangat rahasia. Jadi, nggak ada yang tahu dan nama gue dengan Gordon pun disamarkan. Jati diri kami disembunyikan”.
“That’s good. Stay safe, bro”, ucap Christian dan Juno mengangguk saja.
“Berapa lama lu akan di Chicago?”, tanya Christian lagi sambil berjalan keluar dari kamar diikuti Juno.
“Beberapa hari”, jawab Juno.
“Kalau lu merasa kuatir dengan keadaan Claire yang sendirian selama lu nggak ada, lu bisa bawa dia kerumah gue atau Wayne dan Nathan. Disitu ada para istri yang bisa temenin Claire”, ujar Christian
“Thanks, dude. Tapi gue rasa gue akan bawa dia pulang ke Surabaya untuk tinggal di rumah orangtuanya. Itu lebih aman dan nyaman buat dia. Tadi gue udah telepon nyokapnya dan kasih tahu dia soal hari ini”, balas Juno.
Christian mengangguk maklum lalu dia mengangkat Joel yang tertidur lelap di sofa bed ruang tengah. Well... anak itu terlihat lelah dan dia cukup kuatir dengan keadaan Claire.
Joel mengerjap sesaat untuk menyadari kalau dirinya diangkat oleh ayahnya lalu mengalungkan leher Christian dengan kedua tangannya dan menyandarkan kepalanya di bahu ayahnya untuk kembali tertidur disitu.
“Sorry, dude. Joel sampe kecapekan begitu dan lu harus jemput kesini sementara lu baru aja landing”, ujar Juno sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
Christian terkekeh. “Gue yang sorry karena sudah merepotkan lu. Thanks for babysitting Joel. I owe you too much”.
“Sama-sama. Sini gue anter lu sampe kebawah”, ujar Juno sambil mengambil tas ransel dan satu buah paperbag berisi buku-buku Joel.
Mereka berjalan keluar dari apartemen dan mengobrol ringan sambil menunggu lift disitu.
“Jadi, hubungan lu dengan Claire apakah sudah membaik? Kelihatannya kalian udah akrab”, ucap Christian sambil tersenyum penuh arti.
Juno tersenyum saja mengingat naluri kekepohan seorang Christian mulai muncul.
“Seperti itulah. Kami cukup akrab”, balas Juno nyengir.
Alis Christian terangkat setengah seolah mengerti situasi sekarang. “Well... gue bisa melihat dari muka senang lu yang seolah kedapetan jackpot. Gimana rasanya dapat barang segel dengan kualitas tinggi?”.
Shit! Juno tercengang mendengar istilah yang Christian lontarkan barusan. Cowok itu memang selalu saja mempunyai akal pikiran yang tidak seperti kebanyakan orang dengan kekonyolan yang maksimal.
Dan caranya yang bisa menilai keperawanan seorang wanita lewat hanya dari sepenglihatannya saja itu benar-benar konyol tapi cukup luarbiasa. Benar-benar talenta yang tidak patut dibanggakan melihat ekspresi wajah Christian yang terlihat geli dan senang saat ini.
“Mind your words, Tian”, tegur Juno.
“What? Itu emang bener kan?”, balas Christian sambil tertawa renyah. “Gue jamin dia masih bersih. Dia tipikal cewek yang nggak sembarangan kasih cowok untuk tinggalin sidik jari mereka di tubuh seksinya itu. Dan dengan dia yang bisa membiarkan lu melewati batas teritorinya, itu berarti lu spesial dan dia udah menaruh hati sama lu”.
“Menurut lu seperti itu?”.
“Ya iyalah! Cewek manapun nggak akan membiarkan cowok menyentuh dia kalau dia nggak merasakan sesuatu. Jangan bodoh-bodoh banget lah, malu sama gelar sarjana hukum lu. Intuisi lu sebagai pengacara juga harus lu pake kalau menyangkut urusan perasaan kayak gini!”, sewot Christian.
“Dia masih ragu, Tian. Dan gue nggak berniat memaksa atau menuntut dia dengan status dulu. Hubungan kami cukup dingin sebelum kejadian itu”, ujar Juno.
“Gue memaklumi kalau lu masih tolol dalam urusan beginian secara lu emang masih muda. Tapi nggak apa-apa, itulah keuntungannya lu kenal sama gue. Jadi dengarkan saran gue baik-baik, cepatlah bertindak sebelum dia semakin menjauh. Keraguan itu bisa memudar kalo nggak ada pembuktian. Jika lu masih santai maka dia akan berpikir lu nggak punya minat sama dia”, ucap Christian dengan ekspresi sombongnya.
“Gue nggak mau dia jadi merasa terjebak dan berpikir yang nggak-nggak. Selama ini dia mengira kalau gue cuma niat isengin dia dan nggak ada keseriusan didalamnya”.
“Dan tunjukkan kalau apa yang dia kira itu adalah salah! Jangan pasrah terhadap keadaan. Mengejar orang yang memiliki perasaan yang sama seperti lu itu bukanlah pemaksaan, dude. Itu adalah usaha. Jangan samakan kasus ini dengan kasus Nadine. Itu jelas berbeda karena apa yang terjadi antara lu dengan Nadine adalah urusan cinta sepihak”, ucap Christian lagi.
Ting! Suara pintu lift berbunyi lalu terbuka. Didalam situ ada sekitar empat orang wanita yang sepertinya akan pergi bersama dengan penampilan yang... kelewat kurang bahan. Dan mereka berempat menatap Juno dan Christian dengan mata yang melebar kagum mereka yang sudah beranjak masuk.
Begitu pintu lift tertutup, Juno berdiri berdampingan dengan Christian yang masih menggendong Joel. Mereka bisa mendengar bisik-bisik para abegeh itu yang kurang lebih adalah pujian betapa tampannya mereka atau sosok mereka yang mempesona. Membuat Juno merasa gerah dan tidak nyaman sementara Christian memberi ekspresi datar saja.
“So, besok lu akan anter Claire ke Surabaya?”, tanya Christian memecah keheningan dan terlihat risih dengan tatapan menggoda dari keempat cewek abegeh itu secara terang-terangan.
Kalau dulu mungkin dia merasa senang dan membalas tatapan menggoda mereka dengan kedipan mata, tapi sekarang? Wanita secantik apapun sama sekali tidak digubrisnya. Baginya, hanya Miranda seorang yang sanggup meluluhlantahkan kehidupannya. Ckckck.
“Yep! Nanti private jet klien gue akan menjemput gue disana”, jawab Juno.
“Hope everything goes well, Juno. Semoga lu pulang membawa kabar baik dan kasus yang lu tangani ini cepat selesai”.
“Thanks”.
Pintu lift terbuka dan mereka berdua langsung melangkah keluar tanpa mempedulikan cewek-cewek kecentilan yang masih grasak-grusuk dibelakang. Bahkan mereka tidak sekalipun menoleh kearah situ.
Tepat didepan lobby, sebuah mobil Aston Martin Vanquish S terparkir anggun disitu dengan security yang menjaga mobil yang masih menyala tanpa adanya pengemudi didalam.
Christian langsung menganggukkan kepala kepada security yang dengan sigap membukakan pintu mobil dimana cowok itu langsung meletakkan Joel di kursi depan dan memakaikan seatbelt pada anaknya.
“Nice car, dude”, komentar Juno sambil mengulum senyum.
Senyum Christian melebar. Dia memang menyukai mobil sport yang terkesan elegant. Koleksi mobilnya pun kebanyakan merk luar yang jarang diminati oleh orang kebanyakan. Seperti Bentley, Audi dan Rolls Royce. Kali ini bisa dipastikan kendaraan barunya karena Juno belum pernah melihat mobilnya yang satu ini.
“Actually ini punya Miranda. Gue membelikan dia mobil ini sebagai kado pernikahan bulan lalu”, ujar Christian.
“Dan gue bisa tebak kalau bini lu udah pasti nggak mau bawa mobil ini”, celetuk Juno dengan suara bergumam dan ekspresi wajah Christian langsung cemberut.
“Memang iya. Dasar cewek rese! Dia pake acara ngoceh dan bilang mobil ini nggak bagus bla bla bla. Padahal gue susah payah untuk bisa dapetin mobil ini”, keluh Christian.
“Dia nggak mau jadi spotlight, dude”, balas Juno kalem sambil menyilangkan tangannya dengan santai. “Dia tipikal cewek yang simple dan nggak ribet kayak lu. Terimalah kenyataan kalo lu nggak bisa buat apa-apa karena ini adalah karma lu”.
Christian memutar bola matanya dan Juno hanya nyengir saja. Beberapa pasang mata yang melewati mereka melihat dengan tatapan kagum dan penuh minat. Merasa menjadi sorotan, Christian undur diri lalu melenggang anggun ke dalam mobilnya dan melesat pergi dengan debuman suara knalpot yang menderu.
Hmmm... Juno berpikiran untuk membeli satu mobil baru nantinya. Meskipun dia sendiri sudah memiliki beberapa koleksi mobil sampai dia harus membeli garasi pribadi di apartemen ini, rasanya minatnya terhadap mobil tidak pernah ada kata cukup.
Juno kembali melangkah masuk ke dalam dan berniat untuk memantau keadaan Claire dimana ponselnya berbunyi. Dia mengangkatnya langsung lalu menempelkan ponselnya di telinga.
“Yeah, Joe”, ucap Juno sambil memasuki lift itu.
“Lu kemana aja, bro? Gue beberapa kali ke kantor lu tapi lu nggak ada”, Joe bersuara dengan nada malas.
“Gue cuti. Ada apa?”.
Pintu lift tertutup dan untungnya Juno sendirian tanpa harus merasa tidak enak menerima telepon di dalam tabung besi itu.
“Ruri ngajakin meeting lagi dengan para vendor. Dan dia mau lu dan Claire ikutan”, jawab Joe.
“Sorry, Joe. Minggu-minggu ini gue nggak bisa. Gue ada urusan mendadak besok. Claire juga akan pulang kerumah orangtuanya di Surabaya. Reschedule aja bulan depan”, ujar Juno.
“Bulan depan?! Heck! Bulan depan itu udah acara kami, bro! Apa lu nggak bisa luangin waktu satu hari aja? Gue udah cukup gila ladenin sikap Ruri akhir-akhir ini”, celetuk Joe dengan nada frustrasi.
“Sorry, Joe. Gue benar-benar nggak bisa. Coba liat minggu depan yah, kalo gue bisa akan gue hubungi”, balas Juno penuh simpati. Bahkan jika boleh jujur, menjadi pendamping pria itu saja hampir terlupakan Juno kalau cowok ini tidak meneleponnya.
“Okay, gue akan coba jelasin Ruri. Thanks, bro”.
Juno mengakhiri telepon itu bertepatan dia sampai di lantai apartemennya. Dia segera menempelkan kartu kuncinya dan membuka pintu. Seketika aroma masakan menyambut kedatangannya dan dia yakin kalau Claire sedang memasak didapur.
Begitu dia membelok kearah dapur, disitu dia melihat Claire yang sedang menatap kosong kearah luar jendela dengan gelas ditangannya.
Sepertinya dia sudah mandi dan mengganti pakaiannya. Rambut panjangnya digelung keatas membentuk messy bun yang menggemaskan. Juno memperhatikan sekeliling dapur yang bersih dengan satu panci diatas kompor yang menyala. Dalam keadaan seperti itu kenapa dia masih sempat-sempatnya memasak?
Juno mendekatinya sambil melebarkan kedua tangannya untuk memeluk Claire dari arah belakang, cewek itu tersentak kaget lalu menoleh kearahnya dan Juno langsung mengecup hidungnya dengan lembut.
“Udah bangun?”, tanya Juno pelan. Dia suka memeluk Claire, apalagi jika cewek itu membalas pelukannya dan merasa nyaman disitu. Seperti sekarang.
Cewek itu bersandar ditubuhnya sambil menghela nafas dimana Juno mengeratkan pelukannya lalu meletakkan kepalanya di bahu Claire. Aroma floral dari tubuh Claaire tercium menyenangkan.
“Sorry, Juno. Selain menyebalkan, aku juga merepotkan”, ucap Claire dengan suara berbisik.
Juno tersenyum miring sambil mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Claire, kedua tangannya mengusap perut rata Claire yang lembut. Kedekatan yang seperti ini membuat perasaan Juno semakin membesar, dia menyayangi Claire dan ingin menjaganya.
“Kemarin kemana aja sampai kamu baru sadar hari ini?”, balas Juno sambil terkekeh.
Claire memberikan senyuman hambar sambil bergumam. “Sorry for that”.
Biasanya jika Juno menggoda atau memancingnya, Claire akan melempar kata-kata kasar atau umpatan. Tapi respon yang diberikannya sekarang malah membuat Juno merasa ada yang hilang.
“So... kamu masak apa sekarang? Aku udah lapar banget”, ucap Juno sambil menegakkan tubuhnya dan bergerak menuju panci yang sedang menguap. Dia bermaksud untuk mencairkan suasana karena sepertinya cewek itu banyak pikiran.
Claire menaruh gelasnya lalu membuka tutup pancinya, disitu uap panas langsung menyebar ke atas dan memberikan wangi kaldu yang menyegarkan. “Kaldunya udah jadi. Aku mau buat ramen. Beef Ramen. Apa kamu suka?”.
“Seriously??!! I love Ramen! Astaga, Claire! Aku jadi makin kelaparan. Please make it faster”, seru Juno dengan mata melebar.
Barusan bukan akting tapi memang benar dia lapar dan dia menyukai Ramen. Bahkan kaldu yang ada dipanci terlihat pekat dengan adanya potongan-potongan daging dan tulang dan sayuran didalam. Apakah itu maksudnya untuk mengambil sari-sari sari bahan itu untuk menghasilkan kuah kaldu yang lezat? Juno pernah menonton beberapa acara masak dan seringkali cara para chef adalah memakai tulang atau sayuran sebagai bahan dasar membuat kaldu. Oh my... Juno sudah tidak sabar untuk mencoba.
“Easy, big man. Ini cuma masukin ramennya aja sama daging irisnya ke dalam panci. Nggak akan lama. Kamu duduk dulu aja”, ujar Claire senang.
Juno tersenyum. Tidak susah untuk membuat Claire senang, selama dia memuji atau menghabiskan makanan yang dimasaknya, dia pasti akan merasa senang dan senyum selalu merekah di wajahnya. Meskipun kemampuan masaknya tidak usah diragukan lagi dan Juno juga tidak perlu memuji -dirinya bahkan jarang memuji oranglain- tapi dia selalu otomatis memberikan perkataan yang menyenangkan untuk Claire. Entahlah. Juno tidak tahu kapan dia mulai menjadi orang yang berbeda.
Juno duduk di kursi dan sudah ada teh hangat yang tersaji di meja. Mungkin ini yang diminum Claire tadi, jadi dia mencoba menyeruput teh itu lalu mendesah lega. Ini teh khas jepang. Dan takaran menyeduh teh itupun terasa pas di lidah Juno. Kalau kayak begini Juno tambah sayang... Hallahhh!!!
Lima menit kemudian, Claire datang sambil membawa satu porsi Ramen dalam mangkuk yang berukuran cukup besar. Oh dear... Juno langsung meraih sumpit dan sendok yang ada disitu lalu memulai aktifitas memakannya. Uap panas yang mengepul pun diabaikannya karena menikmati Ramen akan lebih nikmat jika dimakan panas-panas.
“Pelan-pelan”, ujar Claire mengingatkan dan Juno hanya mengangguk saja layaknya anak kecil yang sudah lapar dan makanan yang ada didepannya adalah satu-satunya hal yang diinginkan.
Begitu Juno menyeruput kuahnya dengan potongan telur setengah matang didalam, tidak ada yang bisa dia katakan lagi selain menikmatinya. Itu enak!!! Bahkan rasanya lebih enak daripada ramen-ramen otentik diluaran sana yang lagi hits. Tangan Claire benar-benar ajaib! Dan makanan itu dihabiskannya tanpa sisa, jangan lupakan juga ritual minta tambahan porsi kepada Claire dimana dia dengan senang hati membuatkan satu porsi besar seperti tadi kepada Juno.
“Btw, Claire... besok siang aku akan berangkat ke Chicago”, ujar Juno memberitahukan.
Pemberitahuan Juno barusan membuat Claire tersentak lalu menatapnya dengan tatapan tidak terbaca.
“Ke..kenapa tiba-tiba?”, tanya Claire gugup.
Juno mengusap mulutnya dengan serbet karena dia sudah menyelesaikan mangkuk keduanya itu. Mencoba memperhatikan ekspresi Claire sejenak sambil meneguk teh hangatnya dari sudut matanya.
“Kenapa tiba-tiba, Juno?”, tanya Claire lagi.
Sorot matanya terlihat gelisah dan cemas seolah akan kehilangan seseorang dan itu membuat Juno semakin terenyuh dengan rasa sayang yang menguap begitu saja sekarang.
“Aku ada kerjaan mendadak tadi pagi. Ada hal yang mengharuskan aku kesana untuk mengurus kasus itu. Ini bukan sembarang kasus yang harus aku kerjakan via telepon atau email, Claire”, ujar Juno menjelaskan. Dia mengubah posisi duduknya untuk menghadap Claire dimana cewek itu masih menatapnya gusar.
“Berapa lama kamu pergi?”, tanya Claire lagi.
Juno menatap kedua tangannya yang mencengkeram ujung bajunya dengan gelisah dipangkuannya, spontan dia menangkup kedua tangan itu dan meremasnya lembut.
“Aku usahakan untuk secepatnya pulang atau paling nggak tiga hari disana. Paling lama mungkin seminggu”, jawab Juno hangat.
Wajah Claire berubah menjadi muram dan dia menunduk lemah. Dia terlihat sedih dan tidak menyukai kabar barusan. Seandainya kalau Juno boleh membawa Claire juga akan dilakukannya, tapi Juno tidak mau dan tidak bisa. Apa yang dikatakan Christian itu ada benarnya, menangani kasus seperti ini juga berarti posisi dirinya akan terancam jika sebentar saja dia lengah. Jati diri memang disembunyikan tapi bukan berarti dia harus santai menanggapi hal itu.
“Claire, apa yang kamu pikirkan?”, tanya Juno.
Claire menoleh kearahnya dan menatapnya dengan tatapan cemas. “Aku... merasa berat kalau kamu harus pergi, Juno. Aku takut kalau sendirian lagi”.
Deg! Perkataan sederhana seperti itu membuat Juno tersentak. Apa cewek ini sudah merasakan apa yang dirasakannya juga?
“Kamu nggak usah kuatir, aku udah mikirin hal itu juga. Aku nggak mau ada kejadian seperti kemarin dan hari ini. Jadi aku akan anter kamu ke Surabaya besok pagi dan bawa kamu pulang kerumah orangtua kamu. Setelah urusan aku selesai disana, aku akan jemput lagi dan bawa kamu pulang kesini”, ujar Juno sambil menautkan rambut Claire di belakang telinga.
“Pulang ke Surabaya?”, tanya Claire dengan alis berkerut.
Juno mengangguk. “Yeah, mami Mona udah tahu. Nanti mama aku juga akan temenin kamu selama disana. Kamu nggak akan sendirian. Kamu bisa telepon atau chat aku kalau ada keperluan. Aku akan kabarin kamu, begitu juga sebaliknya”.
“Tapi pekerjaan aku disini..”
“Aku udah langsung bicara sama management Ritz juga dan dia menyetujui permohonan cuti selama satu minggu yang aku minta atas nama kamu”, sela Juno langsung.
“Kamu? Minta cuti? How?”.
“Aku bilang kamu ada urusan keluarga yang mengharuskan kamu untuk keluar kota”.
Claire mengerjap lalu melumat bibirnya dalam diam. Dia terlihat seperti memikirkan sesuatu lalu beranjak dari duduknya untuk membereskan mangkok kotor diatas meja. Juno pun membantunya dan menemaninya di dapur saat dia mencuci peralatan kotornya disitu. Juno melirik kearah jendela dan langit menggelap tanpa adanya bintang disitu. Bisa jadi akan hujan lagi, pikirnya.
Begitu Claire selesai, dia undur diri menuju kamarnya untuk membereskan pakaian yang akan dibawanya besok dan Juno pun melakukan hal yang sama. Dia merapikan pakaian kerjanya dan beberapa keperluan ke dalam kopernya dari walk-in closet kamarnya lalu memutuskan untuk mandi setelahnya.
Setengah jam kemudian begitu dia selesai mandi dan mengenakan celana tidurnya tanpa atasan, dia keluar dari situ dan menuju ke kamarnya bertepatan dengan suara ketukan dari pintu. Juno langsung membukakan pintunya dan Claire berdiri disitu dengan tatapan gelisah.
“Diluar mulai gerimis”, ucap Claire dengan suara berbisik. “Boleh aku tidur disini?”.
Juno mengangguk dan menarik Claire untuk masuk kedalam kamarnya. Dia menyusun bantalnya dan membawa Claire untuk merebah disitu. Well... ini malam kedua mereka tidur bersama setelah kejadian semalam yang masih segar dalam ingatan Juno.
Saat Juno merebah disamping Claire, cewek itu langsung mencondongkan tubuhnya untuk meletakkan kepalanya tepat diatas dada bidangnya yang telanjang. Kaki jenjangnya melingkari kaki panjangnya dengan posisi memeluknya sekarang. Oh dear... apakah cewek ini tahu kalau dengan posisi seperti ini sanggup membuatnya menegang dan nafasnya memberat?
“Aku merasa tenang kalau aku dipeluk sama kamu kalau phobia aku kambuh. Aku jadi nggak merasa takut kalau begini”, ucap Claire pelan. Seolah menjelaskan apa yang dilakukannya sekarang.
Juno tersenyum sambil mendekap Claire lebih dekat dan menghirup aroma floral dari rambut Claire yang menyegarkan. “Nggak apa-apa. Aku senang aja kalo kamu minta dipeluk kayak gini”.
“Aku tahu. Tapi jangan berulah seperti semalam. Aku masih malu soal itu”, gumam Claire sambil menghela nafas.
“Malu? Why?”, tanya Juno sambil mendongakkan wajah Claire agar dia bisa melihatnya tapi cewek itu menolak dengan tetap mengarahkan kepalanya di dadanya.
Juno mebdengar adanya suara petir yang berkilat namun tidak terlalu kencang. Daya sensitif Claire terhadap hujan dan petir memang sudah akut.
“Itu pertama kali buat aku dan telanjang didepan oranglain selain diri sendiri bukanlah hal yang menyenangkan, Juno. Apalagi orang itu adalah kamu. Sih cowok brengsek yang selalu membuat aku kesal”, ucap Claire kemudian.
Juno terkekeh saja. “Jadi dengan kata lain, aku menjadi orang yang sangat berkesan sedari dulu untuk hidup kamu. Bukan begitu?”.
Claire mengangguk setuju. Tidak ada bantahan ataupun protes dari mulutnya. “Tapi kamu baik dan hangat. I’m impressed”.
Juno tersenyum sambil membelai rambut Claire dengan penuh rasa sayang. Mereka terdiam dalam suasana kamar yang remang. Menikmati momen kebersamaan itu dengan pikiran masing-masing.
“Thanks untuk nggak tanya-tanya soal apa yang aku alamin tadi, Juno”, ucap Claire memecahkan keheningan. Juno baru saja akan memejamkan matanya tapi tidak jadi. Dia pikir kalau cewek itu sudah tidur.
“It’s okay. Aku maklum. Kamu shocked dan udah harusnya kamu tenangin diri dulu sebelum menjelaskan sesuatu yang bahkan kamu belum siap untuk cerita”, ujar Juno.
Claire mulai menengadahkan kepalanya untuk menatap Juno sambil mengusap pipi cowok itu dengan lembut. Oh please... kenapa harus ada sentuhan seperti ini disaat dia mencoba untuk menahan diri? Juno sampai memejamkan matanya menerima usapan lembut Claire sambil mengusap punggung cewek itu.
“Aku... suka mimpi buruk dan ingatan akan mimpi aku itu seolah nyata saat aku naik bianglala itu, Juno”, ucapan Claire barusan spontan membuat Juno membukakan matanya.
“Mimpi buruk?”, tanyanya spontan.
Tatapan Claire menerawang dan kembali bercerita. “Aku lihat ada anak laki-laki. Seumuran Joel. Dia ketawa dan mengajak aku naik bianglala. Kami bergandengan tangan dan dia menatap aku dengan tatapan sayangnya. Aku bisa merasakan dia baik dan sangat perhatian. Itu seperti nyata. Itu sangat nyata. Tadinya aku pikir itu cuma mimpi, tapi seolah-olah itu seperti nyata saat aku lihat bianglala tadi. Selama ini aku cuma bisa melihat anak laki-laki itu berdarah sambil tersenyum kearah aku, Juno. Setiap kali hujan dan ada petir, wajah anak laki-laki yang berdarah itu muncul dan aku takut...!! Aku takut dan itu selalu buat aku sakit kepala”, cerita Claire dengan nafas terengah-engah dan air mata yang berlinang.
“Ssshhhh... calm down. Nggak ada hal yang seperti itu lagi. Kamu ada disini sekarang sama aku. Kamu akan baik-baik aja, Claire”.
Juno langsung mendekapnya dan memeluknya erat. Membiarkan Claire menangis kembali dalam isakannya yang terdengar pilu.
Dia meresapi setiap perkataan Claire barusan dengan pikiran yang menerawang dan membatin.
She remembered you, buddy.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Udah ada yang bisa menjawab teka teki?
Yang diingat Claire itu siapa?
Juno?
Atau cowok lain?
Juno ada saingan?
Ciyeee... yang penasaran lagi minta upload.
😛😛😛😛😛
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top