Part 22 - The Giant Ferris Wheel
Insiden es krim semalam jelas adalah masalah baru untuk Claire sendiri. Dia sama sekali tidak berniat sampai sejauh itu. Niatnya hanya untuk mengalihkan pikirannya dari ketakutannya kepada suara hujan yang mulai deras diluaran sana dengan fokus pada rasa tidak sukanya kepada Juno yang terang-terangan membenci coklat. Karena dia pecinta coklat!
And for the chocolate sake, who can resist that sweetest thing in this whole world???!!! Dan karena kejadian semalam dimana setelah melakukannya, Claire tertidur dalam pelukan Juno sampai pagi dimana saat terbangun dia menjadi panik. Dia sampai keluar dari kamar Juno sebelum cowok itu menyadari kepergiannya yang mengendap-endap keluar. Oh shit! Claire benar-benar kelabakan.
“Eat slowly, Joel”, pesan Claire saat melihat Joel memakan pancake-nya dengan tergesa-gesa.
Anak itu kembali ke apartemen Juno sekitar setengah jam yang lalu saat dirinya sedang menyiapkan sarapan. Joel diantar oleh Wayne sendiri dengan Juno yang menyambut mereka. Wayne sendiri pun dengan ramah menanyakan keadaan Claire karena Juno beralasan padanya kalau dirinya tiba-tiba sakit semalam. Wayne tidak lama disitu karena ada urusan mendesak.
Kini, Joel sedang menikmati sarapannya dengan Juno yang sedang sibuk berkutat dengan ponselnya dalam mimik serius. Sesekali dia ke ruang kerjanya untuk memeriksa laptopnya lalu kembali lagi ke meja makan. Dia bahkan belum menyapa Claire dan masih bisa bersikap dengan santai seolah tidak terjadi apa-apa semalam.
“I can’t wait to go to Dufan, auntie! He promised me to go there yesterday”, balas Joel sambil menunjuk kearah Juno yang masih serius berkutat dengan ponselnya.
“Dufan?”, tanya Claire bingung. “What is that?”.
“It’s like Disneyland”, jawab Joel antusias.
Claire mengerjap lalu menoleh kearah Juno. “Juno, kamu ada janji apa sama Joel? Dia mau ke Dufan?”.
Juno menoleh kearahnya lalu mengangguk. “Itu semacam taman bermain. Ada rollercoaster, bianglala dan semacamnya”.
Taman bermain? Rollercoaster? Bianglala? Claire bahkan lupa kapan terakhir kali ke tempat seperti itu. Bisa dibilang dia sudah tidak pernah pergi ke tempat seperti itu seumur hidupnya.
Claire tersentak saat Juno tiba-tiba beranjak dari duduknya dan hendak berjalan ke arah ruang kerjanya tapi dia berhenti sejenak lalu menoleh kearah Claire dengan seulas senyuman hangat padanya. Deg!
“Aku bukan menghindar dari kamu, jangan salah paham dulu. Aku lagi ada kerjaan mendadak sekarang. Aku harus selesaikan dulu dan kira-kira sejam lagi kita akan berangkat ke Dufan mengajak Joel lalu mengantar pulang setelahnya. Jadi kamu punya waktu untuk masak makan siang untuk dibawa kesana. Oke?”, ucap Juno lugas.
Apa Juno barusan menjelaskan maksud dari sikapnya yang lebih banyak terdiam dan sibuk pagi ini? Penjelasannya barusan jelas sudah membuat degup jantung Claire bertambah cepat. Oh dear...
“Oke”, balas Claire sambil mengangguk.
Juno kembali tersenyum lalu memutar tubuhnya untuk menuju ke ruang kerjanya dengan cepat. Sepertinya ada yang serius dan itu benar-benar darurat dilihat dari ekspresi seriusnya sepagian ini.
Claire pun segera menyiapkan makan siang untuk dibawa dan mempersiapkan Joel untuk bersiap. Tidak lupa juga dia membantu Joel untuk membereskan barang bawaannya karena dia akan diantar pulang setelah dari taman bermain.
“You know what, auntie? I have a secret”, ucap Joel saat mereka sedang menyusun buku-bukunya kedalam tasnya.
Claire mengangkat alisnya sambil tersenyum. “Okay”.
“I told you i have a secret but why you’re just saying okay?”, tanya Joel dengan wajah menekuk cemberut.
Claire terdiam sejenak lalu membungkuk menatap Joel dengan seksama. “What do you want, little man? You want me to ask what is the secret? I thought it’s your secret and secret should be unspoken to others, right?”.
Joel mengangguk. “But you’re special and I guess it is important to you to know. I want to tell you so this can be our secret. Do you agree?”.
“Okay. Just tell me what is that?”, tanya Claire kemudian.
“Kau tahu kemarin? Aku rasa uncle Juno menyukaimu, auntie. Dia tidak berhenti untuk melihat jam dan bersikeras untuk segera pulang kemarin karena mengkhawatirkanmu”, ucap Joel dalam suara berbisik.
Ada perasaan senang sekaligus penasaran dalam diri Claire meskipun sampai saat ini Juno belum bercerita kenapa dia bisa tiba disini tepat saat dirinya tidak sadarkan diri sampai menemaninya beristirahat sambil mendekap erat dirinya. Bahkan cowok itu mendengarkan penjelasan tentang phobianya dengaan tenang dan tidak menuntut jawaban lebih detail. Entahlah. Juno memberikan kesan dewasa yang tidak pernah didapati Claire sekarang.
“Thanks, Joel”, ucap Claire tulus.
Joel tersenyum lebar. “Aku berharap kalian bersama. Like i ever said to you before, you both are like my parents”.
“We’ll see”.
Pintu kamar terdengar diketuk dan kepala Juno muncul dari balik pintu. “Are you guys ready?”.
“Yes, sir! Come on!!”, seru Joel sambil melompat dari duduknya dan segera memakai ranselnya dengan antusias.
“Go grab your things in my room”, ujar Juno kepada Joel dimana anak itu langsung melesat cepat dan meninggalkan Claire berdua saja dengan Juno yang kini berjalan masuk kekamarnya dengan ekspresi tidak terbaca.
“Kamu udah selesai sarapan?”, tanya Claire membuka pembicaraan dimana dia mendadak merasa gugup karena Juno yang semakin mendekat.
“Sarapan apa?”, tanya Juno balik.
“Ada pancake sama maple syrup. Bisa pake choco cheese juga kalo mau”, jawab Claire sambil menarik nafas saat dia merasakan Juno merangkul pinggangnya. Oh dear...
“Kalo pake topping es krim rasa coklat, ada?!”, tanya Juno dengan suara menggoda tepat ditelinganya.
Claire langsung terkesiap dan menatap Juno dengan tatapan menegur, dia yakin wajahnya memanas dan memerah sekarang. Membuat cowok itu tersenyum kesenangan.
“Ada kok. Masih banyak di freezer”, jawab Claire.
Juno terkekeh geli. Ekspresi wajahnya sudah tidak seserius tadi saat dia berkutat dengan pekerjaannya. Dia menangkup kedua pipi Claire lalu mencium bibirnya dengan hangat dan lembut.
“Lain kali kamu jangan pernah kabur dari kamar kalau habis tidur bareng. Aku tahu kamu panik tapi nggak semestinya kayak begitu”, tegas Juno setelah dia menyudahi ciumannya.
Claire terdiam. Lain kali katanya? Oh my... perkataan yang terdengar bossy barusan harusnya bisa diperdebatkan Claire karena sudah berani-beraninya mengatakan hal seolah Claire itu miliknya. Tapi nyatanya, itu membuat lidah Claire terasa kelu dan degup jantungnya malah bergemuruh cepat.
“You both are looking good together. I like the view”, ucap Joel sambil menatap Claire dan Juno bergantian. Tahu-tahu dia sudah ada didepan pintu kamar Claire sambil tertawa senang.
“Really?”, celetuk Juno spontan sambil merangkul pinggang Claire dengan santai lalu berjalan menghampirinya.
“Yes! Perfect match!”, sahut Joel sambil mengacungkan kedua jempolnya.
Joel kembali keruang tengah sambil memakai sepatu sneakersnya dimana Claire menyiapkan tas bekal yang sudah disiapkannya sedaritadi untuk dibawa Juno.
“Thanks for the pancake btw”, gumam Juno kemudian sambil berdiri didekatnya. Oh my... haruskah sedekat ini? Entah kenapa Claire merasa Juno menggodanya lewat bahasa tubuh yang berlebihan.
“Sama-sama”, balas Claire singkat.
“Yeah, meskipun nggak ada es krim coklatnya. Tapi pancake-nya tetep enak kok”, sahut Juno sambil mengangkat bahu setengah. Dia kembali berulah.
Claire melengos dan menatap Juno dengan jenuh. “Aku baru tahu kalo sekarang kamu mendadak jadi chocoholic begini, perasaan semalam ada yang terang-terangan bilang benci”.
Juno membasahi bibirnya lalu mencondongkan tubuhnya sedikit kearah Claire sambil berbisik “Semalam ada yang ubah pikiran aku pake lidahnya”.
Deg! Claire tersentak dan beringsut menjauh dari Juno, kembali mengingat malam kebersamaan mereka semalam. Sementara cowok itu hanya mengulum senyum tengil dan menegakkan tubuhnya saat melihat Joel sudah datang kembali dengan ransel yang sudah ada dipunggungnya dan sepatu yang sudah dikenakannya. Dia terlihat senang menatap wajah Claire yang memerah sekarang.
“All is done! Can we go now?”, seru Joel antusias.
“Yes, buddy! Let’s go!”, balas Juno sambil berjalan santai melewati Claire lalu berbalik menghadapnya.
“Ini yang mau dibawa?’, tanya Juno sambil menunjuk tas makanan yang ada diatas kitchen table-nya.
Claire mengangguk dan cowok itu langsung mengangkatnya lalu berlalu menuju pintu bersama dengan Joel.
Claire berjalan mengikuti mereka dengan darahnya yang berdesir kencang dan jantung yang bergemuruh cepat. Entah apakah dirinya sanggup menjalani hari ini bersama Juno yang terlihat akan membullynya habis-habisan dengan godaan yang begitu kentara.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Claire lebih memilih untuk duduk saja sambil menunggu Joel dan Juno yang sedang menikmati permainan Niagara. Dia tidak begitu menyukai aktifitas dan keramaian di tempat bermain seperti itu, ditambah dengan cuaca panas yang menyengat.
Juno mengajak Joel memainkan hampir semua wahana dan selama itu juga Claire hanya duduk menunggu saja. Dia merasa tidak nyaman dengan keramaian yang mengelilinginya. Bukan karena ada orang yang mendekatinya sekedar meminta foto bareng meskipun beberapa orang sempat mengenalinya tapi dia mencoba menghindar saja. Dengan kacamata hitam dan topi berwarna senada, dia duduk di bangku kayu sambil menunggu kedua orang itu selesai bermain.
Keduanya bahkan hanya beristirahat saat makan siang dan kemudian melanjutkan permainan mereka. Bahkan Joel seolah tidak merasa lelah dan tampak semakin antusias. Juno pun terkesan ingin menyenangkan Joel.
Saat Claire sedang duduk terdiam, tatapan matanya tertuju pada satu bianglala yang memutar pelan. Entah kenapa dia merasa seperti dejavu, seperti pernah menaiki bianglala itu tapi dia lupa. Dia yakin kalau dia belum pernah datang kesini dan dimanapun. Dia tidak menyukai wahana permainan yang memacu adrenalin yang mendominasi tempat bermain seperti itu.
Tapi... sorot mata Claire terpaku pada bianglala itu dan sekilas dia teringat dengan sosok anak kecil yang kira-kira berusia sepuluh tahun atau lebih sedang duduk diatas bianglala dan tertawa lebar.
Bayangan itu tiba-tiba muncul dalam pikirannya dan dia tidak mengenal siapa dia karena ingatannya samar-samar.
Semakin menatap bianglala itu, semakin bayangan itu kembali berputar dalam pikirannya, dan itu membuat kepalanya terasa sakit. Dia sampai harus meringis dan menangkup kepalanya dengan kedua tangannya.
Seorang anak laki-laki.
Tersenyum lebar penuh bahagia.
Dia berkata “Aku mencintaimu, gadis kecil”.
Dia menggenggam tangannya. Mengajaknya menaiki bianglala. Tapi siapa? Pikiran itu berkecamuk dan semakin membuat Claire meringis kesakitan karena kepalanya terasa seperti mau pecah.
Satu bulir airmata turun dan Claire sendiri bingung. Kenapa perasaannya menjadi sedih? Kenapa dia merasa kosong dalam jiwanya? Kenapa dia begitu sedih melihat bianglala? Banyaknya pertanyaan membuat Claire tiba-tiba terisak. Dia tahu kalau ada yang bermasalah dalam tubuhnya, seolah reaksinya itu menolak semua yang dia rasakan. Tapi dia tidak tahu itu apa?
“Claire?!”, suara Juno terdengar dengan satu tangan yang mencengkeram bahunya kencang membuat Claire memekik kaget dan matanya melebar saat melihat Juno.
“Hey, are you okay?”, tanya Juno cemas sambil berlutut tepat didepannya, mencoba mengawasi wajah Claire yang sembap. Joel pun melakukan hal yang sama.
“What’s wrong, auntie? Did someone hurt you?”, tanya Joel juga.
Claire hanya menggeleng sambil mengusap wajahnya kalut. Dia kembali menatap bianglala itu dan kemudian menautkan jari-jarinya dengan gelisah. Rasa sedih itu muncul diiringi rasa sakit yang menjalar dikepalanya.
“Claire, look at me!”, tegas Juno sambil menatapnya dengan sorot mata tajam, Claire langsung menuruti apa yang dikatakan Juno.
“Apa yang terjadi? Kamu bilang sama aku. Kenapa? Apa yang kamu pikirin dan kenapa kamu pucat kayak gini? Dan kenapa kamu sedih?”, tanya Juno bertubi-tubi.
Claure hanya menggeleng lemah karena dia sendiri tidak tahu kenapa dia bisa seperti ini. Dia menatap Juno sambil kemudian mendekat kearahnya untuk memeluk Juno.
Pelan tapi pasti, sosok Juno menenangkan hati dan jiwanya saat ini. Degupan jantung Juno yang teratur seolah menjadi terapinya untuk menenangkan diri, dia merasa aman setiap kali bersama Juno. Dan dia tidak tahu kapan itu terjadi pada dirinya sehingga membuat kehadiran Juno bagai candu untuk dirinya sendiri.
“Can you tell me what happened to you, Claire?”, tanya Juno dengan wajah cemas saat menarik diri untuk menatapnya dengan seksama.
Claire mengerjap lalu menggeleng. Dia kembali menatap bianglala itu dan menoleh pada Joel yang juga sedang menatapnya.
“Do you want to go there, auntie?”, tanya Joel sambil menunjuk kearah bianglala.
Claire mengangguk sebagai jawaban. Sosok Joel mengingatkannya pada sosok anak yang muncul dalam pikirannya tadi. Posturnya pun kurang lebih sama. Dan senyuman lebar anak itu membuat hatinya berdenyut nyeri sambil kemudian dia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan berat.
“Let’s go, Joel”, ucap Claire dengan suara berbisik sambil beranjak dari duduknya dan meraih tangan Joel untuk mengikutinya.
“Claire...”, panggil Juno sambil menaruh tangannya di bahu. “Apa kamu yakin mau naik bianglala?”.
Claire langsung mengangguk tanpa berpikir, dia melangkahkan kakinya kearah wahana itu dengan tatapan lurus kesana sambil menggenggam tangan Joel dengan erat. Meskipun terasa menyakitkan, tapi ada sesuatu yang menariknya kesana untuk mencari sesuatu yang membuatnya seperti ini walaupun dia tidak yakin apa itu.
Karena tidak terlalu banyak orang yang mengantri, mereka mendapat giliran untuk masuk ke dalam situ dan menempati salah satu bianglala itu dengan Claire yang duduk di sisi kiri sendirian dengan Joel dan Juno di sisi kanannya. Begitu Claire merasakan bianglala itu bergerak naik dengan perlahan, dia menatap Joel yang duduk didepannya dengan perasaan campur aduk.
Senyuman yang menghias wajah Joel saat ini membuat Claire tertegun dan menatapnya dengan perasaan tidak menentu. Ada rasa lega, hangat, sedih dan kehilangan bercampur jadi satu. Tapi apa? Dan kenapa? Claire kembali mengerjap bingung sambil tetap menatap Joel yang kini melihatnya dengan senyuman tulusnya itu.
Potongan-potongan kejadian itu kembali muncul dalam pikirannya.
Seorang anak laki-laki.
Tertawa lebar penuh keceriaan.
Dia menunjukkan betapa indahnya pemandangan jika dilihat dari atas.
Mengatakan sesuatu yang menyenangkan dan mengatakan “Aku mencintaimu. Aku menyayangimu”.
Please! Please! Please! Claire mencengkeram rambutnya kuat-kuat seolah itu bisa menghilangkan rasa sakit yang menjalar dikepalanya lagi. Seolah ada dentuman hebat didalam situ saat ini.
“Claire!!!”, pekik Juno sambil meraih Claire dalam dekapannya. “Bilang sama aku ada apa?! Kenapa kamu begini? Apa yang kamu lihat dan apa yang kamu rasakan sekarang, Claire? Jangan terlalu dipaksakan kalau kamu nggak kuat!”.
Perkataan Juno barusan membuat Claire berusaha keras untuk mendongak dan menatapnya bingung. Apa Juno tahu apa yang dialaminya dan dirasakannya sekarang? Kenapa dia bisa mengeluarkan perkataan seperti itu?
“Apa maksud kamu, Juno?”, tanya Claire dengan suara gemetar.
“Apa yang kamu rasain sekarang? Apa kamu ingat sesuatu? Kasih tahu aku supaya aku bisa membantu kamu”, ujar Juno dengan mimik cemas.
Claire kembali menangis lalu menenggelamkan kepalanya di dada Juno dan sesenggukan disitu. Sementara dia merasakan adanya dekapan dari sampingnya, itu Joel.
“Just cry it out, pretty girl. You’re safe with us because you are lovely. Aku menyayangimu, gadis cantik”, ucap Joel lugas.
Satu kalimat itu meluncur dari mulut Joel dan spontan membuat Claire tersentak dan menarik diri dari tubuh Juno lalu menatap Joel dengan mata yang terbelalak lebar.
“W..what did you say?”, tanya Claire serak.
“Aku menyayangimu, gadis cantik. Aku tidak suka kalau kau menangis karena itu akan merusak wajah cantikmu itu”, jawab Joel sambil mengusap pipi Claire yang basah.
Aku menyayangimu.
Aku mencintaimu, gadis kecil.
Jangan cemberut, gadis cantik.
Berbahagialah dan jalani hidupmu.
Kamu harus berjanji untuk menjadi hebat.
Tiba-tiba perkataan itu bergema ditelinganya. Seakan kalimat itu tertuju padanya dan untuk dirinya. Suara khas anak laki-laki itu terngiang dan berulang-ulang, membuat kepalanya semakin sakit dan berputar.
Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan sementara bianglala yang mulai menaiki ketinggian membuatnya semakin terancam dengan adanya memori anak laki-laki yang duduk disitu. Kembali dengan siluet yang sama.
Setelah itu, Claire yakin dia sudah tidak sanggup lagi dengan adanya serangan ingatan yang bertubi-tubi dan seketika itu juga dia terjatuh dalam kegelapan.
Dia berharap dia hilang saat itu juga tanpa harus mendapat kenangan yang menyakitkan hatinya setiap kali dia mengingatnya.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Karena membuatmu penasaran adalah keahlianku.
Dan membuatmu menunggu adalah keisenganku.
Next part aku upload minggu depan
😛😛😛😛😛
😂😂😂😂😂
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top