Part 2 - That whiny yet so annoying Claire
Setelah memarkirkan Chevrolet Camaro-nya yang nyaris mirip banget kayak Bumblebee -emang pecinta transformers dari kecil-, Junolio Mananta langsung berjalan memasuki Senayan City seorang diri.
Ada janji ketemuan sama temannya. Dia mengeluarkan ponsel dari saku celana jeansnya dan mencari call log yang sudah terpampang disitu lalu menempelkannya ke telinga.
"Halo", terdengar suara sapaan disebrang sana.
"Lu dimana?", tanya Juno datar.
"Main Atrium. Pokoknya lu liat aja ada pameran Star Wars disini. Gue lagi pas didepan butik GAP", jawab temannya itu.
"Okay", balas Juno singkat lalu mematikan ponselnya dan memasukkan kembali ke saku celananya.
“Hey!!!!!”, seru suara lantang dari balik bahunya. Haissshhh!!! Sih cewek barbar itu hampir terlupakan olehnya. Dan kebiasaannya yang suka teriak-teriak dengan panggilan ‘hey’ itu membuat Juno gerah.
Juno berbalik dan menatap cewek barbar itu dengan malas. “Mau apalagi sih?”.
“Kita ngapain ke mall?”, tanyanya langsung.
Juno menghembuskan nafas kasar. “Aku udah bilang aku punya janji sama teman! Perlu berapa kali sih dikasih tahu?”.
“Berapa lama kamu janjian sama temen kamu itu? Aku males ketemuan sama siapa-siapa disini. Aku tunggu dimobil aja”, ujar cewek barbar yang bernama Clarissa itu dengan tatapan tidak suka.
Kalau dipikir-pikir, bener juga yah. Ngapain juga dia bawa-bawa cewek itu untuk ketemu dengan empat temennya yang nggak kalah resenya. Bisa-bisa mereka kesenangan dan berpikir yang tidak-tidak. Males banget kalau sampai dikira cewek barbar ini pacarnya. Ckckck.
“Ya udah. Terserah. Itu kemauan kamu. Nih! Kunci mobilnya. Awas jangan sampai macam-macam sama mobil aku! Kalau kamu nggak nurut, aku langsung telepon mami Mona dan kasih tahu kelakuan kamu disini”, ujar Juno dengan alis terangkat menantang. Yep! Cewek itu langsung tersentak lalu menatap Juno dengan ekspresi tidak senang.
“Fine! Jangan lama-lama. Aku udah capek”, balasnya sambil mengambil kunci mobil dari Juno lalu berbalik untuk menuju ke mobilnya kembali.
Hmmm... Juno memperhatikan cewek itu membuka mobilnya lalu duduk di kursi kemudi untuk menyalakan mesin mobilnya dan kemudian dia berpindah ke kursi penumpang untuk bersandar.
Oke, dari situ Juno yakin kalau cewek itu tidak akan macam-macam mengingat kelakuan barbarnya yang selalu berhasil membuatnya keki.
Tidak ada hal lain yang membuat Juno kesal selain mendapat telepon dari Ramona Widjaja, ibu baptisnya yang selalu menyayanginya layaknya anak kandung. Baginya, sosok Fabian Widjaja dan Ramona Widjaja adalah sosok orangtua yang penuh kasih. Juno merasa bersyukur memiliki orangtua baptis yang menjaganya dan melindunginya.
Tidak seperti orangtuanya yang selalu saja menuntut anaknya ini itu dengan semua tuntutan bossy mereka terhadap dirinya. Bahkan kalau boleh memilih dia ingin menjadi anak Fabian saja daripada anak Alwin.
Dan cewek barbar yang menjadi anak semata wayang orangtua baptisnya sudah pasti adalah anak paling beruntung dimuka bumi ini. Berbanding terbalik dengan orangtuanya yang lembut dan baik hati, Claire ini selalu bersikap kasar dan bermulut pedas padanya.
Sialan! Dasar anak kecil. Dia selalu sok tua dengan kekepohan yang tidak berarti. Hanya karena dia sedang kesal dengan ayahnya waktu itu, sampai ada yang menubruk bahunya begitu kencang dan dia merasakan sakit disitu sampai tidak menggubris perkataan karyawan dipabriknya waktu itu. Dia sampai kena hukuman ayahnya karena bersikap kurang ajar padahal bahunya saja masih terasa sakit selama seminggu. Itu semua gara-gara cewek rese itu. Walaupun kejadian itu sudah belasan tahun yang lalu, tapi Juno masih mengingatnya dengan sangat jelas.
Juno melangkahkan kakinya memasuki mall itu. Sebenarnya sih males banget yah janjian ketemuan begini, cuma karena kebetulan aja tempat ketemuannya itu tidak jauh dari apartemennya dan dia tidak ada rencana kemana-mana di hari Sabtu ini. Apalagi kalau dia sampai harus stucked dengan Claire hari ini, cih! Dia lebih baik menerima ajakan teman barunya yang belum terlalu dekat meskipun mereka sudah beberapa kali bertemu.
Saat dia tiba di Main Atrium Mal itu, tepat didepan butik GAP. Disitu dia bisa melihat sosok yang dikenalnya. Sekalian Juno memperkenalkan teman-temannya satu per satu sesuai dengan apa yang diketahuinya selama beberapa bulan belakangan ini.
Hmmm... sepertinya sudah setengah tahun Juno mengenal mereka.
Yang pertama yang paling dikenalnya adalah Adrian Raymond. Agak-agak sinis juga sih kalau melihat cowok peranakan Korea ini, soalnya dulu Juno naksir Nadine. Cewek yang ditaksirnya itu adalah calon pengacara yang baru menyelesaikan program magangnya dan dibimbing oleh Juno selama proses itu.
Dan dia ternyata adalah sahabat Adrian sejak kecil yang sekarang sudah menjadi tunangan Adrian. Yah lu tahu lah artinya kalau begitu, Juno pernah bersaing dengan Adrian. Tapi itu dulu, sekarang mendadak mereka bisa menjadi teman. Klise banget. Hubungan mereka serasa seperti Edward Cullen dengan Jacob Black. Bah!
Kemudian ada sih Christian Haydenchandra. Bisa dibilang dia yang paling rese dan suka kepo, karena dia selalu ngotot mau menjodohkan dirinya dan mengenalkan beberapa artis asuhannya.
Well, dia itu pengusaha yang bermain di bidang entertainment yang melingkupi manajemen artis dan production house. Bukan entertainment ecek-ecek, karena artis didikannya itu selalu mendapat porsi besar didunia keartisan baik didalam ataupun diluar negeri.
Dan cowok itu sudah menikah dengan cewek seksi bernama Miranda Stella, dimana mereka sudah mempunyai satu anak yang berumur tujuh tahun. Gila kan? Lu pasti nanya mereka menikah umur berapa? Jawabannya adalah mereka baru menikah setahun yang lalu.
Terus, kok anaknya udah umur tujuh tahun? Miranda itu janda anak satu? NO!!! Anak dengan nama Joel Christian itu adalah anak kandung Christian sendiri. Dan cerita hidup Christian cukup membuat Juno merasa shocked waktu teman-temannya yang lain bercerita. (Baca aja ceritanya karena Juno males banget untuk menjelaskannya disini)
Lalu ada Nathanael Hadiwijaya. Kalau mau dibayangkan seperti apa sosoknya? Mukanya campuran japanese, badannya tinggi dan gede banget macam tukang pukul, tapi punya tampang yang sanggup membuat cewek manapun klepek-klepek.
Dia kaku, dingin dan tidak ramah. Identik dengan sosok preman. Fyi, sih daddy to be ini pernah memukul sepupu Juno yang bernama Ethan sampai koma. Gara-gara Ethan menculik Lea -istri Nathan yang sekarang sedang hamil tua, dan dia juga adik dari Wayne- dan berniat melakukan tindakan asusila, dan sepupunya itu sedang dipenjara sejak dua setengah tahunan yang lalu dengan masa hukuman lima tahun penjaranya.
Terakhir ada Wayne Joseph Setiawan. Dari segi wajah, dia paling kalem dan super ramah. Tidak heran kalau dia paling jago melobi orang terutama dalam dunia bisnis.
Orangnya tidak neko-neko dan santai banget. Dia mempunyai istri yang cantiknya sekaliber Miss Universe dengan wajah campuran antara Meksiko dan Indo Chinese, namanya Cassandra Lee. Pasangan ini sudah mempunyai seorang anak laki-laki yang baru berumur satu setengah tahun yang bernama Emmanoel Joshua Setiawan.
"Sendirian aja?", tanya Christian sambil mengangkat alis begitu Juno sudah tiba diantara mereka.
"Memangnya gue harus bawa siapa? Nggak mungkin kan gue ngegandeng cewek orang?", balas Juno datar.
"Cewek orang juga lagi nggak ada. Kan udah balik ke USA buat kelarin kuliah disana", celetuk Wayne sambil melirik Adrian.
Yang dimaksud Wayne adalah Nadine yang sudah kembali ke Yale, melanjutkan studi S2-nya setelah program magangnya selesai sebulan yang lalu. So, Adrian nangkring sendirian disitu sekarang.
Juno bisa melihat Joel, anak Christian sedang sibuk memainkan pedang-pedangan laser ala Star Wars dengan Noel, anaknya Wayne. Mereka berdua terlihat paling bahagia disitu.
"Mau ngapain sih kalian disini? Apa kalian nggak bisa liat rame begini? Gue sampe nggak habis pikir kok bisa-bisanya sih lu semua suka ngemall", cetus Juno sambil menggeleng.
"Kita kesini cuma bawa Joel sama Noel beli mainan kesukaan mereka sekaligus foto-foto di miniatur pesawat dan alat-alat Star Wars yang lagi dipajang disini", ujar Nathan kalem.
What?
"Jadi gue diteleponin sama kalian cuma buat nemenin babysitting anak? Yang bener aje lu", sewot Juno dengan alis terangkat.
"Santai aja kali, mereka juga udah kelar kok. Sehabis ini kita mau ajak lu untuk datang ke safe house kita yang udah jadi", sahut Adrian santai.
"Safe house?", tanya Juno bingung.
"Rumah yang sengaja kita bangun untuk kumpul bareng. Pokoknya cozy banget, dan lu harus ikut", jawab Christian dengan senyum setengahnya.
Juno manggut-manggut aja. Harusnya tidak menjadi masalah kalau Juno ikut bukan? Toh cewek barbar itu tidak punya tujuan kemana-mana selain mengikuti dia, karena Juno sama sekali tidak ingin berduaan saja di apartemennya dengan cewek itu.
Bakalan jadi perang dunia jika mereka bersama karena sedari kecil mereka tidak pernah akur. Juno selalu mengerjainya dengan Claire yang selalu berteriak padanya. Dan hari ini Juno tidak mempunyai mood untuk iseng ataupun marah. Dia menginginkan ketenangan.
"Are you guys ready?", cetus Wayne kepada Joel dan Noel.
Kedua anak itu menatapnya lalu memberikan cengiran lebar khas anak-anak yang terlihat puas. Apalagi masing-masing menenteng satu kantong plastik yang Juno yakin itu adalah mainan Star Wars juga.
"Yess, sir!", seru keduanya bersamaan.
Juno mengulum senyum sejenak melihat pemandangan itu. Kategori umur mereka terbilang masih muda tapi sudah memiliki anak seperti itu. Juno tahu ketiga diantara mereka yaitu Wayne, Nathan dan Christian baru menginjak umur tiga puluh satu tahun. Kecuali Adrian yang memang lebih muda dari ketiga temannya yang berumur dua puluh delapan tahun. Sementara Juno sendiri baru menginjak usia dua puluh enam tahun sekitar bulan lalu.
"Lunch dulu yuk, baru jalan. Udah jam setengah satu nih", ajak Adrian sambil melirik jam tangannya.
"Boleh, mau makan dimana?", sahut Christian.
"Kita parkir di basement, makan dilantai bawah aja. Jadi nggak buang waktu", usul Nathan dan disetujui oleh semuanya, termasuk Juno.
Akhirnya pilihan mereka jatuh pada restoran Chinese food yang sudah terkenal dengan dumpling soup-nya yang otentik. Mereka memilih beberapa macam menu dan bisa dilihat dari pesanan mereka yang sudah persis kayak ngasih makan buat sekampung, karena banyak banget. Waiter pun sampai kebingungan saat menaruh semua pesanan diatas meja.
Wayne dan Nathan berkolaborasi memberi makan Noel... well, cukup absurd melihat cara mereka memberi makan anak yang obviously look too messy.
Sementara Joel yang sudah bisa makan sendiri dengan tekun menyantap makanannya sambil sesekali mengobrol dengan Christian. Itu bapak sama anak sumpah mirip banget. Dari gaya, tampang sampai ke tengilnya aja mirip. Bisa dipastikan kalo emaknya waktu hamil Joel benci banget sama bapaknya.
Sambil memulai makan siangnya, pikiran Juno teringat dengan Claire yang masih menunggunya dimobil. Apakah cewek itu sudah makan? Apakah dia lapar? Haissshhh.. masa bodo lah! Keputusannya sendiri yang menunggu dimobil, dan menelepon dia untuk bertanya apakah dia mau makan sudah pasti Juno menolak mentah-mentah. Ogah! Jadi ambil jalan tengah, Juno makan aja disini sama teman-temannya.
"So, how's life?", tiba-tiba Adrian bertanya. Spontan Juno menoleh kearahnya.
"Biasa aja", jawab Juno seadanya.
"Keluarga lu yang di Surabaya gimana?", tanya Adrian lagi.
"Masa bodo lah. Gue nggak peduli. Udah pada tua bangka, bisa urus urusan hidup masing-masing", balas Juno acuh, lalu melahap dumpling soupnya. Matanya langsung melebar, seriusan deh ini enak banget.
"Nggak perlu sesinis itu dengan keluarga sendiri. Namanya juga orangtua", sahut Adrian sambil mengangkat bahu.
"Itu kenyataan. Lagian, bukan bakat gue untuk mencari tahu soal mereka", ujar Juno sambil mengerutkan keningnya. Mendadak sebal.
"Okay okay... santai aja bro. Cuma sekedar ngobrol aja kok. Nggak ada niat apa-apa", balas Adrian kalem. Dia kembali menyantap makanan yang ada dipiringnya.
Duh! Emang dasar Juno kurang bisa bersosialisasi deh, jadinya merasa garing banget. Padahal, keempat cowok yang sedang duduk bareng itu bisa dibilang cukup welcome dengan dirinya yang baru masuk kedalam perkumpulan mereka. Sama sekali tidak menganggap dirinya orang asing. Mereka memperlakukan Juno layaknya teman lama mereka. Ralat. Keluarga mereka.
"Nadine gimana? Udah merongrong minta disusul kesana?", tanya Juno akhirnya. Mencoba membuka obrolan biar suasana tidak terlalu kaku.
"Nggak juga sih. Dia udah bareng sama Lana, temen satu flatnya sekaligus satu angkatan sama dia. Jadinya dia udah sibuk dengan thesisnya sekarang", jawab Adrian sambil mengunyah. "Emangnya lu nggak teleponan sama dia?".
Juno menggeleng cepat "Gue udah jarang update web gue. Nggak ada waktu buat motret soalnya udah cukup ribet sama urusan kerjaan".
"Sekedar telepon atau sms?".
"Sms ada sekali waktu dia baru sampe di Connecticut. Abis itu nggak lagi. Minggu ini jadwal gue penuh banget. Semalam aja gue baru balik dari Makassar", ujar Juno sambil menghela nafas.
Menjadi pengacara memang tidak mudah, apalagi kalau bekerja di kantor pengacara sekelas Gordon Wirawan a.k.a bokap Nadine a.k.a calon mertua Adrian. Sudah pasti kasus dari berbagai pelosok tanah air bakalan berdatangan kekantor mereka setiap harinya.
Dan bukan pertama kalinya juga kalau Gordon selalu mengandalkan dirinya, bisa dibilang Juno adalah anak mentor terbaik yang dimiliki Gordon karena mempunyai intuisi yang hebat. Juno tidak bermaksud untuk menyombongkan diri tapi memang begitu adanya. Dan Senin besok dia harus menemui calon klien baru dari Chicago yang akan datang menemuinya bersama Gordon.
"Jadi, lu masih betah aja ngejomblo? Nggak asik banget sih masa muda lu disia-siain begitu", celetuk Christian sambil nyengir.
"Dengan menjomblo bukan berarti masa muda gue sia-sia", balas Juno datar.
"Lu nggak perlu dengerin Christian, jangan sampai diri lu rusak sama dia. Cukup dia aja yang jadi sampah diantara kita", sahut Nathan sambil nyengir.
"Seriusan deh, Than. Kalo ngomong itu mikir. Ngatain gue sampah? Lantas lu apa?", balas Christian dengan alis terangkat tinggi-tinggi. Yang disewotin malah ngakak.
"Udah deh jangan ngomong yang nggak-nggak didepan anak-anak. Kita udah cukup hina, jangan sampai mereka ikutan seperti kita", tegur Wayne. Dia mendadak menjadi bapak-bapak banget.
"Buruan deh abisin makanannya, nanti kalau sampai bini kalian ngoceh bisa abis kita. Gue paling males kalau cewek udah cerocosan kayak kereta api", celetuk Adrian sambil menatap Wayne yang langsung terlihat mendesah malas.
"Untungnya Lea nggak gitu", timpal Nathan lagi.
"Belom aja lu. Coba nanti kalau anak lu udah nongol, hmmm... bisa abis lu lama-lama dengerin ocehan sana sini yang nggak ada abisnya", ujar Wayne sambil memutar bola matanya. Dia mengusap bibir Noel dimana ada sebutir nasi yang tertinggal di sudut bibirnya dengan tissue.
"Bini gue nggak tuh. Asik-asik aja walaupun ada anak. Mungkin cuma Cassandra aja yang begitu sama lu", sahut Christian dengan muka sombongnya.
"Harus gue bilang berapa kali sih kalau lu nggak pantes untuk tetap merasa sombong atas apa yang udah Miranda lakukan. Karena kasus lu berbeda dari orang kebanyakan", cetus Adrian sewot.
Hmmm... Sudah biasa bagi teman-temannya yang lain kalau setiap kali Christian berkomentar tentang Miranda, Adrian pasti akan menegurnya lantaran cowok itu memang mengagumi wanita itu secara tidak sadar. Dan setiap kali itu juga, hal itu sukses membuat Christian jengah.
"Heran deh sama lu, kenapa selalu sewot and membela bini gue sampai sebegitunya. Miranda itu off limit dan dia bini gue!", desis Christian ketus.
"Gue sama sekali nggak ada niat untuk merebut bini lu. Gue hanya ingin lu lebih bisa respect posisi dia. Lagipula perlu gue jelaskan disini kalau calon istri gue udah melebihi dari semua kriteria yang ada", tegas Adrian dengan alis terangkat setengah.
Juno menggeleng pelan. Umur sudah jelas-jelas bukan anak kecil lagi tapi kelakuan persis anak SD. Yang paling sering berantem itu Christian dengan Adrian, padahal mereka itu juga paling dekat. Lama-lama kalau bareng sama mereka, kewarasan Juno perlu dipertanyakan.
"Ngomong-ngomong, Nadine gimana? Udah sebulanan disana lu nggak kangen?", tanya Nathan kemudian.
"Kangen lah. Cuma yah mau gimana, kita sama-sama punya urusan kok. Yang penting saling komunikasi aja", jawab Adrian sambil mencomot pangsit udang mayonaise yang ada didepannya.
"Palingan seminggu dua minggu kedepan juga ada yang nyusul", celetuk Wayne nyengir. Adrian ketawa saja seolah apa yang dikatakan Wayne itu adalah benar.
Sekitar setengah jam kemudian, mereka sudah selesai makan. Makanan yang banyak itu habis ludes oleh mereka. Kecuali Wayne yang memang tidak menyukai masakan Chinese, dia hanya meneguk teh hijau dan menyomot pangsit goreng saja. Hanya kedua hal itu yang bisa dinikmatinya setiap kali mereka terpaksa harus masuk ke dalam restoran masakan Chinese. Entahlah. Alergi jahe dan minyak wijen katanya.
Oke, Juno melirik jam tangannya dan sudah pukul dua siang. Shit! Dia tidak menyangka akan meninggalkan Claire di parkiran selama ini. Lagipula kenapa juga cewek itu tidak meneleponnya? Atau jangan-jangan dia tidak mempunyai nomornya? Hahaha mengingat itu membuat Juno tersenyum saja.
Biarkan cewek bermulut tajam itu menunggu disitu, meskipun dia cukup merasa kasihan kalau cewek itu sepertinya belum makan dan dirinya tergoda untuk memesaan satu porsi chicken rice untuknya.
“Lu belum kenyang sampai harus bungkus makanan lagi, dude?”, tanya Adrian dengan ekspresi ngeri. Juno langsung menggeleng.
“Bukan buat gue”, jawabnya.
“Buat siapa?”, tanya Christian dengan mimik wajah keponya yang kentara. Haishhh... Juno mendadak malas.
“Btw, lu bukannya tadi bilang dari bandara? Jemput siapa? Kok nggak keliatan orangnya? Nggak mungkin banget kalau dari jam lu ditelepon Christian dengan jam lu tiba disini, lu sempat anterin dia pulang”, tanya Nathan kemudian.
Juno mengangkat bahunya acuh. “Dia memang lagi menunggu di mobil karena nggak mau ikut gue kesini”.
“Apa??!!!”, seru keempatnya kaget. Juno meringis, dan Joel pun kaget. Noel memberikan respon menangis karena mendengar pekikan ayahnya yang kencang, spontan Wayne mendekap anaknya itu lalu menenangkannya dengan lembut.
“Lu gila atau apa sih, Juno? Itu siapanya lu? Kok tega banget kasih dia tunggu di parkiran? Cewek atau cowok?”, sewot Christian yang langsung mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya dan meminta waiter untuk segera merilis bon makan mereka.
“Cewek”, jawab Juno santai.
“Apa??!!!”, keempatnya kembali berseru kaget. Lagi.
“Shit, man! Cowok macam apa lu yang sampai ngasih cewek nunggu diparkiran?! Itu adek lu atau saudara?”, tanya Wayne dengan alis berkerut. Ciri kedewasaannya kembali muncul jika dalam posisi seseorang diperlakukan tidak menyenangkan.
Juno memutar bola matanya melihat ekspresi mereka sambil beranjak berdiri. “Dia yang mau. Bukan gue. Otomatis bukan salah gue kalau dia menunggu di mobil”.
Mereka mulai berjalan keluar dari restoran itu dan berjalan menuju pelataran parkir basement.
“Gue bersyukur kalau Nadine nggak jatuh dalam tangan orang berdarah dingin kayak lu dan lebih memilih Adrian yang lembut. Tingkah laku lu yang kayak gini udah pasti nggak bakalan ada satu cewek pun yang kecantol sama lu”, sewot Christian dengan tatapan tidak suka.
“Jangan bawa-bawa Nadine, Tian! Itu calon istri gue”, desis Adrian sinis.
“Fine! Semua orang juga tahu itu calon istri lu. Nggak perlu diperjelas begitu, Dri. Gue hanya menyampaikan aspirasi gue sebagai cowok aja”, balas Christian jenuh.
Begitu mereka tiba di parkiran, sedan Camaro kuning Juno masih terlihat dengan Claire yang sudah duduk diatas kap mobil sambil menyilangkan tangannya dan menghunus Juno dengan tatapan tajam.
"What the heck!!! It's bumblebee!!!", pekik Joel girang sambil menunjuk Chevrolet Camaro kuningnya Juno. Juno langsung melirik kearah Joel sambil nyengir.
"Yess", balasnya singkat.
"Can i sit in your car? Your car is awesome!!!", tanya Joel dengan mata berbinar.
Christian mengerjap kaget melihat sosok Claire yang ada disitu. Termasuk ketiga temannya yang lain. Celebrity chef sekaliber Clarissa Marie nangkring di parkiran nungguin Juno? Heck!!!
“Clarissa!”, pekik Christian kaget. Semua menoleh kearah Christian, tidak terkecuali Claire yang menoleh kearahnya lalu langsung mendesah malas kemudian memijit pelan keningnya.
“Lu... kenal Claire?”, tanya Juno heran mengabaikan permintaan Joel barusan.
“Ckckckck... udah kawin masih aja radar kebrengsekan lu nggak berkurang dengan tahu cewek bening kayak gini, Tian”, gumam Nathan sambil menggeleng heran.
Christian tidak membalas Nathan dan malah menghampiri Claire dengan alis terangkat sambil bertolak pinggang. Dia memberikan senyuman sejuta pesonanya yang selalu berhasil membuat wanita manapun sumringah. Tapi tidak untuk Claire.
“What a lucky day i have! Setelah kamu menghindar dari telepon aku, ternyata kamu malah udah di Jakarta. So, udah berubah pikiran untuk terima tawaran aku?”, tanya Christian dengan alis terangkat setengah.
“Oh yeah? Seolah di Jakarta ini cuma kamu satu-satunya orang penting disini. Jawaban aku tetap nggak! Aku nggak mau. Dan semua penolakan aku udah jelas sejak dari enam bulan yang lalu, sir”, jawab Claire datar.
“Terus ngapain kamu ke Jakarta? Toh di Singapore masih banyak...”
“Haruskah aku kasih jawaban ke kamu? Just go away!”, sela Claire ketus.
“Wait!! Kenapa kalian bisa saling kenal?”, Juno menginterupsi pembicaraan mereka berdua sambil melirik tajam kearah Christian dan Claire bergantian. Wayne, Nathan dan Adrian pun melakukan hal yang sama.
Christian terkekeh pelan. Sementara Claire hanya melengos saja.
“Sebelum gue jawab pertanyaan lu, dia siapanya lu? Pacar?”, tanya Christian.
Baik Juno maupun Claire sama-sama mendesis sinis dan melempar tatapan tidak suka kearah Christian. Yang lainnya hanya terkekeh melihat respon keduanya yang mengartikan sendiri jawaban dari pertanyaan Christian barusan.
“Bukan pacar tapi bisa jemput dia di bandara dan menunggu lu dengan setia di parkiran?”, kembali Christian memancing mereka.
“Menunggu dengan setia di parkiran? Oh please... bajingan ini yang sengaja berlama-lama didalam tanpa mempedulikan gue disini!”, celetuk Claire sambil menunjuk Juno terang-terangan.
Apa katanya barusan? Dia mengatai gue bajingan? Juno langsung naik pitam mendengar perkataan itu lalu menatap galak kearah Claire.
“Perlu aku ingatkan kalau kamu yang minta sendiri untuk tunggu dimobil!”, balas Juno dengan alis terangkat menantang.
“Bukan berarti kamu seenaknya jalan dan berlagak lupa kalau aku ada disini untuk tungguin kamu kayak orang tolol!”, sahut Claire tidak mau kalah.
“Please stop!”, sela Wayne tegas sambil menatap Juno dan Claire secara bergantian. “Kesalahan ada pada kami karena kami mengajak Juno untuk makan siang, walaupun Juno nggak ngomong apa-apa soal keberadaan kamu yang ada disini. Sekali lagi, sorry”.
Claire mendengus lalu membuang muka kearah lain. Juno kembali menoleh kearah Christian menanti jawaban yang belum dijawab oleh Christian.
“What?”, tanya Christian dengan mimik wajah polos yang dibuat-buat.
“Lu belum menjawab pertanyaan gue”, jawab Juno langsung.
“Lu pun juga belum menjawab pertanyaan gue”, balas Christian lagi.
“Enough! Kita harus segera ke safe house sekarang. Lea udah menunggu kita dan bilang Cassandra juga Miranda akan segera tiba disana”, potong Nathan tegas sambil mengeluarkan kunci mobilnya.
“Wait... kita? Safe house? Maksudnya?”, tanya Claire bingung.
Shit! Kali ini cewek itu akan kembali marah dengan amukan yang tertahan di wajahnya sedari tadi. Mendadak Juno mempunyai ide cemerlang untuk menghindari sikap barbar cewek itu.
Juno menunduk menatap Joel yang masih terkagum-kagum dengan mobil sportnya itu. Dia mendengar Joel bertanya kepada Christian agar membelikannya seperti itu dan Christian menyanggupinya.
“Joel, do you want to join me?”, tanya Juno dengan sumringah.
“Of course i do!!! That’s awesome!!!”, pekik Joel senang lalu menoleh kearah Christian. “Dad, if I can drive... please buy this car for me".
"No worries, buddy", balas Christian dengan penuh rasa sayang.
Well, that's a weird view, batin Juno. Rasanya terlihat salah kalau Christian bisa begitu sama anaknya.
"Ya udah, kita ke mobil dulu. Tian sama Joel ikut Juno", ujar Wayne yang sedang menggendong Noel dengan satu tangannya kearah Nathan dan Adrian.
“Sorry, kebetulan mobil gue cuma bisa didudukin satu orang karena kursi belakang sudah penuh sama koper gede cewek rese ini”, ujar Juno kalem. Membuat Claire menoleh kearahnya dengan tatapan yang masih bingung.
Adrian bergeming. “Jadi, kalau lu ajak Joel untuk ikut lu.. lantas Tian dan dia...”.
Juno mengembangkan senyuman. “Gue yakin SUV Nathan masih muat. Toh juga kalian datang semobil kan? Joel sama gue dan Claire sama kalian. Fair enough”.
“What?! Juno!!!”, teriak Claire tidak terima.
Yang lainnya hanya tersentak kaget dan melirik cemas kearah Claire yang sudah terlihat akan meledak dengan wajahnya yang memerah. Kecuali Christian. Dia yang paling senang disitu.
“Ahhhh... terimakasih, Juno. Dengan begini gue semakin bisa melobi cewek cantik ini di mobil selama perjalanan. Come on, Claire. Ikut aku”, ucap Christian sambil meraih lengan Claire dengan santai.
“Hey... wait! Jangan pegang-pegang! Juno! Kita harusnya udah pulang. Hey! Lepasin gue!!!”, pekik Claire yang semakin menjauh karena Christian sudah menariknya menuju mobil Nathan yang terparkir diujung pelataran parkir.
“Apa lu yakin dengan semua ini, Juno? Dia benar-benar marah”, gumam Adrian sambil menatap keduanya dari posisinya yang masih belum beranjak. Termasuk Wayne yang masih disitu. Sementara Nathan sudah mengikuti Christian untuk membuka mobilnya.
“Justru itulah gue oper ke kalian. Gue pusing dengan ocehannya”, balas Juno jujur.
Dia mengangkat satu kantong plastik yang ditentengnya, itu makanan yang dipesannya tadi lalu mengopernya kearah Adrian. “Tolong kasih ke dia untuk makan kalau dia udah kelar ngoceh”.
“Jadi sebenarnya dia siapanya lu? Dari sikap kalian kayaknya nggak akur”, tanya Wayne kemudian.
“Gue adalah anak baptis dari orangtuanya. Bisa dibilang dia adalah adik gue. Jadi, gue titip dia. Dan gue akan ikut kalian dari belakang untuk ke safe house”, jawab Juno sambil membuka pintu mobilnya dan menyuruh Joel untuk masuk ke pintu penumpang. Anak itu dengan antusias menurut dan masuk ke dalam.
“Ayo kita cabut. Gue duduk didepan sama Nathan. Please, lu duduk aja di belakang. Feeling gue nggak enak mengingat ekspresi mukanya yang marah banget itu”, ucap Adrian kearah Wayne sambil berjalan menjauh.
Juno hanya mengulum senyum dan masuk saja ke dalam mobilnya, tidak mendengarkan apa yang dibalas Wayne. Dia melajukan kemudinya mengikuti mobil Nathan yang memimpin di depan sambil membalas berbagai macam pertanyaan Joel mengenai mobilnya. Pada intinya adalah anak itu pecinta Transformers, sama seperti dirinya.
Perjalanan ke safe house memakan waktu kurang lebih satu jam lebih yang ternyata berada di Sentul, Bogor.
Dan safe house yang dimaksud adalah rumah semacam mansion dengan pintu gerbang besar dan begitu melewati gerbang itu, sudah disambut oleh taman bunga yang bermekaran di sisi kanan kiri jalan dan ada air mancur dengan pahatan cantik diujung depan dan berfungsi sebagai bundaran tepat didepan pintu masuk utama.
“Wow”, gumam Juno pelan.
“The house is awesome, dude. You’re gonna like it!”, seru Joel senang.
Mobil melaju memutari bundaran air mancur dan berhenti tepat didepan pintu utama, dimana SUV Range Rover milik Nathan sudah berhenti didepannya. Saat mereka keluar sudah ada dua orang security dengan sigap mengambil alih kemudi untuk diparkirkan.
Hmmm... hebat juga. Juno salut dengan kumpulan para CEO muda yang mau dengan repot-repotnya berkolaborasi membuat satu tempat untuk berkumpul seperti ini. Sudah bisa dipastikan kalau mereka adalah kumpulan para bajingan yang mengutamakan keluarganya.
Begitu Juno keluar dari mobilnya, dia bisa melihat Claire keluar dari SUV itu disusul Christian dan Wayne bersama anaknya. Sementara Adrian dan Nathan hanya diam saja melihatnya. Ekspresi wajah Claire saat ini? Menekuk cemberut dengan wajah yang... sembap? Heck! Juno lupa dengan sifat cengengnya yang sedikit-sedikit menangis setiap kali dia dikerjai. Dalam hati Juno bersyukur kalau Joel yang bersamanya.
Tak lama kemudian, Cassandra dan Miranda datang sambil menyambut mereka dengan ramah. Mereka berkenalan dengan Claire sambil mengobrol ringan, sementara Cassandra mengambil alih Noel dari Wayne lalu mereka berciuman. Mereka juga menyapa Juno.
Claire sempat berbicara dengan Miranda dan Cassandra lalu mereka bertiga pun berlalu. Entah kemana mereka mengajak Claire tapi yang pasti Juno langsung merasa lega.
“You’re in a deep shit, dude! Niat gue pengen melobi malah jadinya speechless karena dia marah-marah sambil nangis-nangis nggak karuan”, ujar Christian saat mereka berjalan masuk ke dalam rumah.
“Untungnya ada Noel. Anak itu minta gendong kearah Claire dan entah gimana ceritanya, mereka saling berpelukan dan sama-sama tidur dimobil”, tambah Wayne sambil menggeleng lalu tertawa renyah.
“Yeah... dia emang cengeng. Btw, lu kenapa bisa kenal Claire?”, tanya Juno lagi.
“Gue berniat merekrut dia sebagai chef bintang utama untuk acara baru gue. Udah enam bulan ini gue mencoba melobi dia sampe gue harus samperin dia ke Singapore. Dia nggak mau. Duo celeb chef yang gue incer adalah dia dan Chelsea, teman baiknya yang juga punya satu acara bareng di Singapore. Chelsea emang udah pensiun dini karena mau fokus dengan restoran yang dibukanya, sementara Claire masih lebih suka menjadi executive chef di hotel ternama. Terakhir ini dia adalah executive chef di Marina Bay Sand. Sekarang gue denger-denger dia dikontrak Ritz Carlton buat jadi executive chef disini. Itu berarti gue masih mempunyai kesempatan untuk merekrut dia”, jelas Christian kemudian.
“Sebagus itukah dia sampai lu harus berbulan-bulan untuk dapetin dia?”, respon spontan Juno barusan keluar begitu saja dari mulutnya.
Karena dia memang tidak pernah tahu soal dunia kuliner dan acara memasak yang digandrungi atau nama-nama chef yang diakui keahliannya. Jarang nonton. Jarang mengeksplor hal-hal seperti itu.
“Hubungan kalian nggak bagus banget yah sampai lu sebegitu nggak sukanya. Lu nggak tahu atau lu nggak mau tahu soal dia?”, tanya Wayne sambil memperhatikan Juno.
“Gue memang nggak tahu kabar dia sejak lima tahunan ini atau semenjak gue udah pindah Jakarta dan dia kuliah. Tahunya dari nyokap dia yang masih suka nanyain kabar gue sampai sekarang”, jawab Juno jujur.
Mereka sudah memasuki aula utama rumah itu dimana ada grand piano dan sofa panjang dengan rak kaca yang memberi pajangan cantik disetiap sekatnya berada di tengah-tengah aula. Juno mengerjap sesaat melihat interior rumah itu yang elegan dan terkesan klasik.
"Lea suka main piano, jadi ruangan ini sengaja ditaro piano biar dia bisa menyalurkan hobinya disini", tukas Nathan langsung seolah memberikan penjelasan lewat respon wajah Juno.
Juno bisa menangkap sorot mata bahagia dimata Nathan saat membicarakan kesukaan istrinya itu. Terlihat sekali dia begitu menyayangi sosok Lea yang pernah menjadi incaran sepupunya untuk melakukan kejahatan padanya waktu itu.
Juno kembali diajak berkeliling dan mereka memasuki ruangan besar yang serbaguna dan mata Juno langsung melebar.
"Lu bikin timezone disini?", tanya Juno bengong.
Mereka langsung terkekeh. Gimana nggak? Ada mesin mainan seperti basketball, balapan mobil, tembak-tembakan model time crisis, dan ada mesin permainan Animal Kaiser juga di sudut playroom itu. Juga dilengkapi berbagai peralatan playground lengkap dengan perosotan dan sebagainya! Buset deh!
Dan Joel yang sedaritadi mengekori mereka langsung berseru kegirangan saat memasuki ruangan itu, dia pun dengan sigap memainkan game basket dan melakukan tembakan disitu. Anak itu langsung tenggelam dalam dunianya sendiri.
"Namanya juga kita punya anak cowok. Kasih Joel sama Noel happy lah", ujar Wayne menjelaskan. Terlihat bangga dengan respon yang diberikan Juno.
"Emangnya nggak ada ruangan untuk anak cewek?", tanya Juno kemudian.
"Soal ruangan untuk anak cewek masih dalam proses, karena para isteri masih belom kepikiran mau input mainan apa aja disitu. Lea pun clueless", ujar Nathan.
Hmmm... sudah pasti Nathan yang mendesain dan membangun rumah ini. Juno harus akui hasil desainnya yang tidak perlu diragukan lagi kepiawaiannya dalam bermain dengan tata letak, warna dan keseimbangan antara interior dengan exteriornya.
Lalu kemudian Juno dibawa ke sebuah ruangan tersendiri yang ada didalam playroom itu dimana ada Xbox, PS, dengan rak kaca yang memajangkan berbagai macam robot atau pesawat-pesawat tempur dari Lego disudut ruangan.
"Ini kesukaan Joel. Yang menbuat semua Lego itu dia loh", ujar Christian bangga.
"Okay", balas Juno sambil mengangguk.
Di samping playroom, ada kolam renang dan keujungnya lagi ada lapangan basket. Tur terakhir mereka ada di kitchen set yang obviously luas dan komplit dengan panggangan ala pastry dan sebagainya.
Kemudian tur itu diakhiri saat Juno memasuki ruangan khusus untuk menaruh wine dengan bar kecil didepannya.
"Miranda sama Cassandra seneng masak. Kalau ada mereka berdua, kita dijamin nggak bakalan kelaparan", ujar Adrian mengumumkan.
"Makanya nggak heran dapurnya sengaja dibuat luas seperti ini. Biar mereka senang", timpal Christian sumringah.
"Kalau mini bar sama wine room ini, of course buat memanjakan kita sambil kongkow", celetuk Wayne. "Ada coffee maker juga kalau lu kepengen ngopi".
"Kamar ada dilantai atas dengan lima kamar utama dan dua kamar tamu", tukas Nathan.
"Oh yah?”, cetus Juno spontan.
"Salah satu dari lima kamar utama itu punya lu", balas Christian.
Alis Juno terangkat. "Gimana ceritanya gue bisa punya kamar disini? Sedangkan gue aja baru tahu ada rumah macam begini hari ini".
"Karena ini rumah kita. Dan lu udah menjadi bagian dari keluarga besar ini. Jadi kapanpun lu mau datang, silahkan aja", ujar Adrian sambil menarik tangan Juno dan meletakkan satu set kunci disitu.
“What?", Juno mendadak bingung.
"Udahlah, bro. Nggak usah bingung. Nggak usah kaget. Nggak usah banyak tanya. Kita have fun disini. Okay?", tukas Wayne sambil merangkul bahu Juno dengan santai.
"Kapanpun lu mau dateng kesini, silahkan aja. Masing-masing udah pegang kunci kok", timpal Nathan.
Yang lainnya memamerkan cengiran lebar. Ahhh... Rasanya Juno tidak enak hati. Kok malah jadi begini sih keadaannya? Dia diajak kerumah baru mereka terus langsung dikasih kunci begini.
"Yuk, keatas. Kita duduk-duduk di backyard aja ngobrolnya. Joel udah asik sendiri di playroom. Noel udah sama Cassandra. Kita udah nyantai", ajak Christian kemudian.
"Nathan....", panggil Lea tiba-tiba. Mereka semua menoleh kearah cewek mungil dengan perut membuncit yang udah nangkring diambang pintu ruang wine itu sambil membawa beberapa tangkai bunga dikedua tangannya.
"Yes, baby...", Nathan langsung datang menghampiri Lea dengan senyuman sayangnya.
Sebenarnya Juno cukup salut dengan pilihan cewek seperti Lea soal selera cowoknya. Apalagi katanya cewek itu memang sudah naksir Nathan dari jaman dia masih SD. Dia masih tidak percaya soal kenyataan itu, tapi apa boleh buat kalau Nathan memang jatuh cinta dengan cewek cantik yang menggemaskan seperti Lea sampai rela melakukan hal seperti itu kepada Ethan.
Bahkan setahu Juno, sepupunya Ethan tidak akan pernah sampai nekat melakukan hal semacam itu hanya karena seorang perempuan. Bisa jadi memang Lea memiliki sesuatu yang selalu memancing bahaya dengan daya tariknya itu untuk menarik minat para bajingan kepada dirinya.
"Kamu udah balik?", tanya Lea riang.
"Udah. Kamu udah makan?", balas Nathan.
"Udah. Aku mau minta tolong ambilin vas bunga yang ada di laci atas didepan", ujar Lea dengan senyuman yang menghias diwajahnya.
Nathan tersenyum dan melingkarkan tangannya dipinggang Lea. "Yes, ma'am".
Lea mengedarkan pandangannya dan tatapannya kini mengarah kepada Juno. Deg! Bahkan sudah hamil tua seperti itu saja sanggup membuat Juno gugup. Cewek itu cantik.
"Hai, Juno... semoga kamu have fun yah disini", sapa Lea dengan wajah cerianya.
Melihat keceriaan Lea membuat Juno teringat dengan Nadine, karena mereka berdua mempunyai senyuman yang hangat setiap kali menunjukkan keriangan. Hhhh... Juno menghela nafas, kenapa stok cewek cute seperti itu harus diambil orang terus yah?
"Yup, thanks", balas Juno seadanya.
Lalu, Lea dan Nathan undur diri dari mereka.
"Such a lovebirds, don't you think? Kalau lu mau bikin Nathan keliatan bego, lu sodorin aja sih Lea", celetuk Christian sambil nyengir.
"Lu aja deh. Gue nggak kepengenan punya nasib kayak Ethan", balas Adrian langsung. Dan mereka langsung terkekeh.
"Itu adek lu?", tanya Juno kearah Wayne.
"Yup", jawab Wayne.
“Apakah lu yakin cuma dua bersaudara? Apakah lu punya sepupu perempuan seperti dia? Kalau ada, gue berminat”, ujar Juno sambil mengulas senyum.
“Sorry, bro. Sepupu gue yang seumuran Lea mostly laki-laki. Ada sih sepupu jauh, tapi masih SMP”, balas Wayne dengan cengiran lebarnya.
Juno hanya tertawa lalu menggeleng.
“Kenapa nggak sama Claire aja? Dia masih muda, bahkan lebih muda dua tahun dibanding Lea dan Nadine”, celetuk Christian dengan ekspresi nakalnya kearah Juno.
Saat Christian membahas tentang Claire, spontan Juno baru teringat dengan cewek rese itu. Sedang apa yah dia? Apakah dia masih marah atau ngambek? Ah sudahlah. Dia tidak berniat untuk mencari tahu. Toh dia tidak akan bisa kemana-mana jika tidak bersama Juno.
“Nope. Selera gue adalah cewek manis dan lembut kayak Nadine”, ujar Juno sambil melirik Adrian dengan iseng. Yang dilirik hanya mendesis.
“Kelakuan masih aja kayak bajingan murahan. Sana cari cewek lain, nggak usah membahas Nadine terus”, sewot Adrian. Dan Juno hanya tertawa renyah.
"Jadi, tawaran buat kongkow di backyard jadi nggak? Gue udah pegel berdiri terus daritadi", celetuk Juno kemudian.
"Oh iya... ayuk!! Bawa gelas masing-masing!", seru Christian lalu mengambil sebotol wine dari salah satu botol yang berjejer di rak wine itu. Dan satu tangan menenteng dua gelas wine.
"Jam segini udah mau minum?", tanya Juno bingung.
"Sedikit aja. Biar rileks. Namanya juga lagi di Bogor, hawanya kan dingin", jawab Adrian kalem sambil menyodorkan satu buah gelas kearahnya.
"Abis ini kita main basket sebentar. Okay?", tukas Wayne riang.
Mereka berempat lalu berjalan menuju ke lantai atas dan duduk di backyard yang luas lengkap dengan selonjoran kaki, bantal besar dan pemandangan taman bunga buatan mereka yang tadi dilewatinya.
💮💮💮💮💮💮💮💮
Cuma kepengen bilang :
Welcome aboard, Juno 🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top