Part 15 - Two annoying guests
Juno baru saja bangun dari tidurnya dan hendak menuju ke ruang makan untuk sarapan saat bel pintu berbunyi. Alisnya terangkat sambil melirik jam dinding yang baru menembus jam setengah delapan pagi.
Dengan langkah berat, dia membuka pintu dan tertegun menatap dua orang yang sudah berdiri di depan apartemennya. Satu orang cowok dan satu orang cewek. Dia langsung mendengus kesal sambil menatap judes kearah tamu tak diundang itu. Dasar tidak tahu aturan, rutuknya.
“Mau ngapain lu kesini pagi-pagi?!”, desis Juno ketus.
Yang diketusin malah main masuk tanpa dipersilahkan sementara satu orang lagi masih berdiri didepan pintu dengan ekspresi kaget melihat temannya yang langsung menyerbu masuk ke rumah orang tanpa dipersilahkan.
“Mana Claire? Dia dimana?”, tanya cowok yang nggak tahu sopan santun itu sambil mengedarkan pandangannya sekeliling.
“Easy, Ed. Jangan terlalu panik kayak gitu”, ujar cewek yang Juno yakin bernama Chelsea, teman satu profesi dan juga sahabat Claire.
“Pada kurang kerjaan amat sih pagi-pagi udah samperin orang?!”, cetus Juno sewot sambil menutup pintu lalu berjalan menuju ke meja makan dimana sudah tersedia menu sarapan yang porsinya tidak seperti biasanya. Seperti dibuat untuk dimakan beberapa orang.
“Dimana Claire, bro??? Bisa-bisanya lu tinggal bareng sama dia! Apa lu nggak tahu kalau nyokapnya bakalan marah kalau tahu dia tinggal sama cowok macam lu?”, cetus Edward dengan tatapan tidak suka.
Juno langsung melotot kearah Edward. “Maksud lu apa tinggal sama cowok kayak gue?! Lu pikir gue bakal apain cewek barbar itu?!”.
“Harus berapa kali gue bilang jangan ngatain dia kayak gitu”, balas Edward kesal.
“Memang kenyataannya begitu”, sahut Juno kalem sambil duduk lalu meneguk kopinya dengan santai.
“Jadi, kamu yang namanya Juno?”, tanya Chelsea sambil mengambil duduk tepat dihadapan Juno.
Juno mengangguk saja. Dia memperhatikan siluet wajah cantik yang unik dari cewek yang terlihat meraih cangkir kosong untuk mengisinya dengan teh dari teko kecil disitu, seolah sudah terbiasa dengan situasi yang ada di meja makan tanpa sungkan sama sekali. Dasar tidak tahu aturan juga, pikir Juno.
“Claire dimana, Juno?!!!”, untuk kesekian kalinya Edward bertanya dengan gemas.
Juno langsung berdecak kesal kearah sepupu yang seumuran dengannya itu. Kenapa sih pagi-pagi dia harus berhadapan dengan sepupunya yang ribet itu? Udah nggak ketemu selama dua setengah tahun nggak membuat mereka harus merasa kangen atau sekedar tegur sapa. Heck!
“Ini masih pagi! Otomatis Claire masih tidur atau lagi mandi! Apa perlu gue ingetin jam berapa lu datang kerumah orang tanpa tahu jam berkunjung sekarang?!”, sewot Juno kesal.
“Duduk, Edward! Sini! Kita sarapan dulu karena Claire udah siapin sarapan buat kita”, panggil Chelsea dengan santai. Dia sudah mengunyah french toast dengan cueknya tanpa dipersilahkan sama sekali oleh tuan rumah.
“Kenapa juga kamu main makan aja tanpa permisi?”, celetuk Juno dengan alis berkerut.
“Why? Apa kamu nggak lihat porsi sarapan yang banyak ini?”, balas Chelsea tanpa merasa berdosa.
“Lagian juga lu nggak usah ngomong soal permisi. Karena jelas-jelas disini yang nyerobot orang tanpa permisi itu adalah lu!”, ujar Edward dengan suara datar. Dia sudah mengambil kursi kosong yang ada disamping Juno.
“Gue nggak ngerti apa maksud lu barusan”, sahut Juno acuh. Dia meraih omelette kesukaannya lengkap dengan sosis panggang dan kentang tumbuk.
“Lu masih berlagak nggak ngerti? Gue udah lihat info terbaru soal kalian yang datang ke cocktail party Jumat lalu. Apa-apaan maksud lu yang main gandeng Claire kayak gitu?!”, ujar Edward berapi-api.
Juno memutar bola matanya. “Ingatkan gue untuk protes sama nyokap gue karena terlahir dengan mempunyai sepupu model kayak lu. Sumpah deh lu malu-maluin gue banget. Emangnya kenapa sih lu sampe sebegini sewotnya? Apa lu udah dengar cerita yang sebenarnya dari gue? Atau dari Claire? Lu pikir gue kesana atas inisiatif sendiri? A big NO! Gue diajak sama pujaan hati lu itu”.
“What? Nggak mungkin!”, bantah Edward dengan wajah tidak rela. Chelsea hanya terkekeh saja melihat mereka berdua yang sedang berargumen.
“Lagian juga ada yang perlu gue sampaikan juga, Ed. Stop mengejar-ngejar Claire mulai dari sekarang karena dia udah jadi pacar gue”.
Edward yang sedang meneguk orange juice-nya langsung tersedak dan menatap Juno dengan tatapan kaget. Sementara Chelsea masih menekuni sarapannya sambil mendengarkan dengan kalem.
“Kalau bercanda jangan kelewatan! Atas dasar apa lu berani bilang kalau Claire itu pacar lu?! No! Gue nggak percaya! Lu pasti memaksa dia untuk melakukan semua itu!”, ucap Edward dengan tatapan menuduh.
Juno memutar bola matanya. Dia menatap Chelsea yang masih terlihat tenang tanpa perlu merasa kaget dengan perkataan Juno barusan.
“Tanyain aja sama dia. Gue yakin Claire pasti curhat banyak soal itu”, ujar Juno sambil menunjuk kearah Chelsea dimana cewek itu sudah mengangkat alisnya dengan tatapan datar. Edward langsung mengikuti arah yang ditunjuk Juno dan menuntut penjelasan.
“Chels, emangnya yang Juno bilang itu bener? Mereka berdua itu beneran pacaran?”, tanya Edward kemudian.
Chelsea mengerjap sesaat lalu menatap Edward. “Memangnya dengan mereka nggak pacaran pun apakah lu bisa mendapatkan Claire, Ed?”.
Balasan Chelsea itu spontan membuat Juno tertawa geli karena ekspresi Edward yang terlihat jengkel. Dia tidak tahan dengan lelucon yang ada meskipun dia merasa prihatin dengan Edward saat ini. Apa mau dikata? Dia tidak berniat untuk merebut Claire dari Edward, salahkan saja keadaan yang membuat dirinya harus berada dalam posisi untung dimana dia bisa mencium Claire dan kenyamanan yang tidak disengaja ditawarkan setelah kejadian itu.
“Ada apa ribut-ribut begini?”, terdengar suara Claire dari belakang, spontan ketiganya menoleh kearah Claire yang sudah rapi dengan terusan selutut berwarna biru pastel.
Juno tersenyum saja melihat sosok Claire yang menarik setiap harinya. Semenjak dia cuti, dia bisa melihat penampilan Claire di setiap paginya dimana cewek itu berangkat bekerja setiap pukul delapan pagi. Apalagi kalau Claire sedang terburu-buru dan melakukan pekerjaannya dengan cepat. Cukup menggemaskan.
“Claire, emangnya bener kalau kamu udah pacaran sama Juno?”, tanya Edward tanpa basa basi sambil beranjak berdiri menghadap Claire.
Cewek itu mengerutkan alisnya menatap Edward lalu menoleh kearah Juno dengan ekspresi datar. Dia tidak menjawab Edward dan berjalan mengitari meja makan lalu duduk disamping Chelsea.
“Claire?”, tanya Edward lagi sambil terduduk kembali menatap Claire yang duduk dihadapannya.
“Haruskah itu dipertanyakan, Ed?”, tanya Claire dengan jenuh.
“Sure! Karena aku butuh penjelasan kenapa kamu bisa terima dia dan aku nggak”, jawab Edward langsung.
“Can you just shut your mouth, Ed? Eat your breakfast now!”, tegur Chelsea dengan mimik wajah kesal.
Edward mengabaikan teguran Chelsea dan menatap Claire dengan tajam, sementara Claire hanya menghela nafas sambil membalas tatapan Edward dengan emosi yang tertahan.
Kalau Juno? Well... dia masih asik aja memakan sarapannya dan tidak mempedulikan dengan sikap Edward yang mencak-mencak tidak karuan. Dia tahu jelas siapa Edward, apa yang dilakukannya dan tuntutan penjelasan yang diinginkannya sekarang tidak lebih hanya karena rasa kagetnya itu.
Kalau dibilang cinta, well... yang terlihat sepertinya hanya sebatas kagum kepada cewek barbar itu. Seelebihnya baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan karena Edward adalah orang yang terbilang kurang peka dan terlalu baik. Makanya dia suka dikerjai oleh sebagian besar sepupunya, termasuk Ethan sih kakak brengseknya waktu kecil.
“Aku baik-baik aja sama Juno, Ed. Kalau itu yang kamu kuatirin. Mama aku udah mempercayakan aku tinggal disini bareng Juno selama masa kontrak aku”, ujar Claire kemudian sambil menyendok serealnya.
“Apa benar kamu udah jadi pacar dia?”, tanya Edward lagi.
Claire terdiam sambil melirik kearah Juno yang sedang mengangkat alisnya menatap Claire untuk mendengarkan jawaban itu. Sementara Chelsea malah bertopang dagu sambil menunggu reaksi Claire dan Edward secara bergantian.
Claire menghela nafas lalu mengangguk pelan dengan pasrah. Juno langsung mengembangkan senyuman lebar dan menoleh kearah Edward yang sudah lebih dulu menoleh kearahnya dengan tatapan tertegun. Chelsea hanya mengangkat bahu saja sambil mengunyah sarapannya.
“See? Gue udah bilang sama lu dan lu masih nggak percaya”, ujar Juno tengil.
Edward menarik nafas pelan lalu menunduk menikmati sarapannya tanpa minat.
“Ngomong-ngomong... apa yang kamu lakukan saat ada Aaron disitu? Apa kamu tonjok dia? Atau kamu tendang dia?”, kini Chelsea bertanya dengan nada antusias kearah Juno.
Alis Edward berkerut. “Aaron? Emangnya kapan lu ketemu Aaron?”.
“Waktu pesta kemarin”, jawab Juno seadanya lalu menatap Chelsea. “Sayangnya nggak sempat aku lakuin meskipun aku kepengen ngelakuin sesuatu. Heran banget sama temen kamu yang begitu bodohnya bisa kepincut sama cowok model kayak dia. Ckckckck”.
Demi apapun Juno masih belum bisa mengerti kenapa Claire bisa tertarik dengan cowok yang mewakili kata brengsek pada umumnya. Model rambut dengan potongan skinhead yang norak abis, postur tubuh yang atletis tapi terlalu berlebihan dengan wajah pas-pasan. Heck! Orang model begitu kok bisa jadi professional dessert chef gitu sih? Dia lebih cocok jadi mafia hongkong! Biar kata Juno doyan makan, sudah pasti Juno nggak akan sudi memakan hasil buatannya.
“Padahal aku pikir kamu bakalan tonjok or ngapain kek ke muka brengsek itu. Sayang sekali”, ucap Chelsea kecewa.
Alis Juno terangkat. “Kamu tahu bagaimana Aaron?”.
Chelsea mengangguk.
“Jadi bisa diceritain gimana temen bego kamu ini bisa naksir sama cowok begituan? Dan kenapa juga sepupu gue yang jauh lebih baik dan lebih ganteng ini bisa ditolak sama dia sampe setaonan begitu?”, tanya Juno dengan penuh penekanan membuat Claire dan Edward langsung menoleh padanya.
“Hey!”, teriak Claire marah. “Harus berapa kali aku bilang kalau kamu nggak berhak ngatain aku terus kayak gitu!”.
“Kenapa? Aku kan pacar kamu”, balas Juno lantang.
“Juno!!! Claire nggak pantes lu perlakukan kayak gitu. Ini yang lu bilang sebagai pacar?! Seorang pacar harusnya bisa kasih kata-kata yang lembut dan pujian! Bukan kata-kata kasar!”, omel Edward.
“Why? Itu kenyataan”, sahut Juno cuek. “Btw, lu udah ikhlas dengan konfirmasi lu barusan kalau kami pacaran? Ckckck sebesar itukah hati lu yang dengan mudahnya berlapang dada? Haishh”.
“Well... kali ini gue bisa menangkap istilah cowok brengsek yang lu mention selama ini tentang dia”, gumam Chelsea sambil menoleh kearah Claire.
“I told ya”, balas Claire sambil menghela nafas.
“Senggaknya dia lebih better daripada Aaron. Dan apa lu tahu kalau sih Aaron udah putus sama Paquita sejak kemarin?”, tanya Chelsea kemudian.
“What? Kok bisa? Perasaan kemarin itu oke-oke aja mereka. Malah pake-pake mesra segala”, sahut Claire acuh sambil menyuap serealnya dengan tekun.
“Sih Bob-O yang bilang sama gue”, ujar Chelsea dengan mulut penuh.
“Bob-O?”, tanya Claire bingung.
“Juniornya kita yang kebetulan jadi asisten Aaron sekarang. Kebetulan kemarin ketemu gue di Orchard, dan sempet nanyain lu. Lanjut deh gegosipan kalau Aaron abis putus sama pacarnya, bisa jadi kalau dia merasa kalah telak sama pacar brengsek lu yang kali ini”, jawab Chelsea sambil mengusap bibirnya. Terlihat tidak merasa bersalah dengan perkataannya barusan dan mengabaikan Juno yang masih tertegun mendengar obrolan kedua cewek itu.
“Oh yah?”, respon Claire singkat.
“Yeah. Barangkali masih nggak terima diputusin juga sama lu karena kepergok selingkuh sama Natalie”, ujar Chelsea lagi.
“Oh yah?”, kembali Claire merespon. Ekspresi wajahnya datar dan sama sekali tidak tertarik.
“Jadi, apa alasannya Claire bisa tertarik sama cowok nerdy itu?”, kini Juno menyela pembicaraan kedua cewek itu.
Chelsea menatapnya dengan datar. “Bisa jadi karena dia jatuh cinta sama hasil dessert yang dibuat Aaron. Dia itu chocolate expert yang jago dalam membuat dessert dengan bentuk paling rumit sekalipun. Termasuk salah satu pastry chef yg kritis dalam memberi pujian”.
Juno terdiam sambil melirik kearah Claire yang masih menikmati serealnya dalam diam. Dia teringat dengan perkataan Claire yang memiliki hobi baking. Jadi alasannya hanya karena cewek itu bisa jatuh hati dengan hasil karya tangannya dalam mengolah coklat, heck! Bahkan Juno membenci kata itu lantaran dirinya yang tidak menyukai satu jenis makanan itu dalam bentuk apapun.
Dia tidak habis pikir betapa mudahnya cewek barbar itu jatuh cinta hanya karena kemampuan seseorang. Omong-omong soal kemampuan, Juno nggak kalah hebatnya dalam menguasai bidang yang digelutinya.
“Aku jago musik tapi kamu nggak respon rasa suka aku”, celetuk Edward dengan wajah yang menekuk cemberut.
Claire memutar bola matanya dan menatap Edward tajam. “Can we stop talking about this? I’m really getting enough, Ed!”.
“I just can’t believe you rejected me but you accepted him! Aku pikir kalau kamu cuma interest sama orang seprofesi kamu”, protes Edward langsung.
“Udahlah, Ed. Jangan membuat Claire marah”, ujar Chelsea kemudian.
“Edward Rionald Natalegawa! Perlu gue tegaskan lagi kalau dia itu pacar gue! Jangan lagi lu merajuk atau protes kayak gini! Gue. Nggak. Suka! Yang boleh protes ke dia cuma gue! Yang boleh buat dia marah itu cuma gue! Hanya karena lu sepupu gue, bukan berarti lu dengan bebasnya membuat gue keki karena gue diamkan sedaritadi! Be a gentleman and face the reality!”, tegas Juno dengan alis terangkat tinggi-tinggi.
Baik Edward, Claire dan Chelsea langsung tertegun menatapnya sekarang. Juno udah gerah mendengar obrolan yang benar-benar membosankan. Apa nggak ada yang lebih penting dan lebih berkelas lagi selain membahas hal macam anak bocah?
“Dan kamu!”, kembali Juno berkata dengan nada tegas, kali ini kepada Claire. “Hanya karena dia jago bikin coklat sialan itu malah mengorbankan diri untuk dibodohi! Kalau dia nggak selingkuh dan kamu nggak mutusin dia gara-gara sakit hati, bisa-bisa kamu dikerjain sama dia! Muka predator kayak gitu udah jelas punya niat jahat. Daripada kamu suka sama dia cuma gara-gara dia jago bikin dessert, kenapa nggak kamu ambil kelas lagi untuk belajar hal itu? Emangnya kamu udah ketuaan untuk belajar lagi?! Nggak kan?!”.
Juno mendengus kesal karena sudah menaikkan nada suaranya barusan. Pagi-pagi dia sudah harus menerima dua orang yang tidak tahu aturan saja sudah membuatnya kesal. Apalagi harus duduk disini dan membahas hal yang tidak diperlukan.
“Wow! I’m awe with you, Juno. Kalau Claire nggak punya minat sama lu, gue mau aja jadi pacar pengganti. Barusan lu terlihat oke dengan sikap romantis lu yang nggak pada umumnya. It’s kinda cute that way, really!”, komentar Chelsea dengan senyum cerianya yang kentara. Sama sekali tidak memperdulikan ekspresi bertambah kesal dari Juno.
Dasar cewek aneh! Cewek itu sedaritadi memperlihatkan sikap masa bodo dan cueknya yang keterlaluan. Juno nggak bisa membayangkan siapa yang akan jadi pasangannya nanti karena belum-belum Juno sudah merasa kasihan kepada pria yang akan menghadapi cewek dengan tipikal keras kepala seperti Chelsea.
Berbeda dengan Claire yang mudah meluapkan kemarahannya dan mengoceh tidak jelas, Chelsea justru terkesan kalem dan santai dalam menanggapi sesuatu hal dengan bersikap seadanya lalu bertindak sesuai keinginannya tanpa mempedulikan apa-apa.
“Kedengarannya menarik! Tapi sayangnya sifat kita sama dan udah jelas nggak ada tantangan disitu. Aku lebih suka yang menantang seperti temen kamu yang lagi cemberut itu. Gimana kalau sama Edward aja? Hatinya baik. I guarantee you”, ujar Juno sambil menunjuk Edward dengan ekspresi geli.
Claire hanya mendengus kesal mendengar perkataan Juno sambil beranjak dan mengumpulkan piring-piring kotor diatas meja untuk membereskannya.
“Edward is nice but too boring. Sepertinya yang lebih cocok sama dia itu Julia”, celetuk Chelsea kemudian.
“Julia?”, tanya Juno lalu menoleh kearah Edward. “Julia yang teman baik lu selain Lea itu? Sih cewek manis dan cute itu?”.
Edward mengangkat alisnya. “Lu kenal dia? Ckckck dasar buaya, cewek manapun nggak luput dari perhatian lu. Jangan deket-deket, dia bukan jangkauan lu!”.
“Why? Apa lu naksir dia juga selain Claire?”.
“Dia teman baik gue sejak dulu. Lea dan Julia udah gue anggap seperti saudara, jangan pernah deketin mereka”.
“Buktinya lu masih aja bikin Nathan jealous karena suka telepon bini orang”, celetuk Juno tersenyum mengejek.
“Nathan itu orang gila. Dia posesif akut. Jelas-jelas Lea cuma cinta mati sama dia tapi masih aja cemburuan nggak jelas gitu sama gue”.
“Dan Julia ini? Lu juga sering telepon dia?”.
Edward mengangguk. “Yeah. Why?”.
“Bahkan Julia sampe datang ke konsernya di Jepang waktu lalu karena tahu Edward kangen nasi padang”, seru Chelsea sambil terkekeh senang.
Alis Juno terangkat. Mendadak senang. “Really? Wah berita bagus. Tandanya memang sudah jelas kalau Claire bukan buat lu dan hanya untuk gue”.
“In your dreams!”, sahut Edward tidak mau kalah.
“Hey! Julia itu cantik kok. Kenapa lu nggak mau sama dia?”.
“Kalau menurut lu begitu kenapa nggak lu aja yang sama dia?”.
“Tadinya gue pikir juga begitu, tapi niat jahat gue baru muncul kalau sama Claire. So far, cuma Claire aja yang berhasil menarik perhatian gue”.
Juno memutar kepalanya kearah Claire dengan sengaja mengeraskan suaranya agar bisa didengar cewek yang sedang mencuci piring itu. Nyatanya, Claire tidak bergeming dan tetap terdiam saja melakukan aktifitasnya. Ahhh... sangat tidak seru, pikir Juno. Claire berubah banyak dan tidak banyak berbicara akhir-akhir ini.
“Dasar childish. Kalau kamu mau cari perhatian dengan membuatnya kesal, trust me! Dia akan semakin membenci kamu dan menarik diri”, bisik Chelsea sambil menatapnya simpati yang tahu-tahu cewek itu sudah berdiri didekat Juno.
Juno hanya tersenyum kecut mendengarnya. Apa iya begitu? Selama ini memang tidak ada masalah dan respon kesal yang ditunjukkan Claire membuatnya senang. Tapi kenapa Claire harus merubah sikap seperti itu dengan kebiasaan Juno yang memang sedari dulu seperti ini? Hhhh... cewek memang membingungkan, gerutunya.
“Btw, lu nggak kerja?”, tanya Edward kemudian.
Chelsea sudah bergabung dengan Claire di dapur untuk membantu sambil mengobrol ringan disitu.
“Gue cuti sampe bulan depan. Lu sendiri? Bukannya jadwal manggung lu itu padat, kenapa bisa nangkring disini?”.
“Lu mungkin lupa kalau jadwal manggung gue di Jakarta adalah besok. Jadi sudah seharusnya gue disini sampai tiga hari kedepan. Tadi gue bareng Chelsea dengan pesawat subuh tadi. Claire udah tahu kedatangan kami karena Chelsea udah kasih tahu dari Sabtu lalu”.
“So, how’s life? Gimana kehidupan lu sebagai vokalis band?”.
“So far so good. Walaupun lelah tapi menyenangkan karena ini adalah impian gue”.
“Good to know that. Apa lu berniat untuk visit Ethan?”.
“Rencananya siang ini. Lu mau temenin gue?”.
Juno mengangguk saja. “Gue nggak masalah. Tapi apa Ethan mau ditemui sama lu? Dia sering menolak kunjungan keluarga”.
Edward menghela nafas. “Entahlah. Gue kadang bingung dengan keadaannya, nyokap gue kuatir banget sama dia. Katanya dia lagi sakit, gue kuatir kalau dia dikerjain didalam lapas”.
Juno langsung menggeleng cepat. “Soal itu lu nggak usah kuatir, gue udah mengatur tempat Ethan sehingga dia nggak gabung dengan penghuni lain. Dia punya kamar dan ruangan sendiri, lengkap dengan TV dan semacamnya”.
“Yeah. Thanks for that. Tapi apa itu diperbolehkan kalau Ethan diperlakukan spesial begitu?”.
“Sebenarnya nggak. Tapi, Gordon membantu gue untuk memberikan fasilitas itu dengan berbicara kepada petinggi kepolisian. Lagipula, diam-diam Wayne dan Lea juga mensupport fasilitas itu”, ujar Juno sambil menatap Edward tajam. “Ini rahasia! Jangan sampai Nathan tahu soal ini!”.
Edward membelalak kaget. “What? Wayne? Lea? How?”.
“Lea yang minta waktu itu secara privat ke Wayne untuk membantu dia meringankan hukuman Ethan karena dia tahu kalau Ethan sudah bertobat. Tapi, hukuman nggak bisa diganggu gugat dan Ethan juga nggak berminat untuk mengajukan banding. Satu-satunya hanyalah remisi yang nggak seberapa dan dia berniat untuk jalanin hukuman itu tanpa protes sedikitpun. Jadi, Wayne meminta kenalannya untuk membantu proses kenyamanan Ethan di lapas dengan meminta Adrian untuk ketemu dengan Gordon. Dan yeah.. seperti itulah”.
“Jadi, hanya Nathan yang nggak tahu soal ini?”, tanya Edward kaget.
Juno mengangguk. “Yang lainnya udah pada tahu. Mereka nggak mau Nathan sampai bertindak jauh. Dan gue harap lu diam dan nggak usah ngomong masalah ini lagi sama Lea karena Nathan selalu keki tiap kali lu telepon dia sampe menyadap ponsel Lea. Haishhh!!! Kelakuan bajingan itu memalukan”.
“Lea memang orang yang sangat baik. Meskipun gue masih nggak habis pikir kenapa dia bisa jatuh cinta sama preman itu”, gumam Edward dengan hambar.
“Dia udah bahagia, Ed. Nathan pun begitu. Don’t you see them? Mereka akan menjadi orangtua dan lu nggak perlu sering-sering telepon Lea lagi. Gue tahu kalian sahabat tapi sekarang berbeda. Dia udah jadi bini orang, dude”.
Edward hanya tersenyum. “Sebenarnya gue telepon pun nggak ada sebulan sekali. Mungkin Nathan aja yang terlalu lebay. Terlalu posesif”.
“Yeah, dia udah akut. Termasuk teman-temannya yang lain kalau menyangkut soal bininya masing-masing”, gumam Juno.
“Dan yang lucunya adalah kenapa lu bisa tiba-tiba masuk dalam pertemanan mereka? Bukannya lu pernah bermasalah sama Adrian soal Nadine?”.
Juno hanya tertawa saja. “Long story. Gue sadar kalau Nadine untuk Adrian. Bukan gue. Jadi, gue ikutin alur hidup yang membawa gue ke pertemanan konyol itu. Kebetulan juga cukup menyenangkan”.
“Oh”.
Claire berjalan bersama Chelsea kembali di ruang makan itu dan berhenti tepat didepan mereka sambil menatap Juno dan Edward secara bergantian.
“Aku berangkat kerja dulu. Makan siang nanti cari sendiri aja karena aku udah kesiangan, nggak sempet lagi untuk buat lunch”, ujar Claire kemudian.
“Kamu... masakin makan siang dia juga?”, tanya Edward kaget sambil menunjuk Juno.
Claire mengangguk.
Juno mengulas sebuah senyuman lalu beranjak berdiri. “Kamu berangkat sama siapa? Perlu aku anter?”.
Claire memutar bola matanya sambil menatap Juno malas. “Sekian lama aku kerja dan kamu baru tanya aku berangkat sama siapa? Mentang-mentang ada penonton disini untuk pembuktian kalau kamu itu pacar aku, gitu?”.
“Jangan marah gitu dong, sayang. Kamu nggak pernah ngomong apa-apa soal itu. Kalau kamu mau aku anter juga aku bersedia”, balas Juno kalem.
“Nggak usah! Ada supir yang anter jemput aku!”, sahut Claire ketus lalu menoleh kearah Chelsea. “Lu jadi ikut gue?”.
Chelsea mengangguk mantap. “Gue ada janji sama ortu gue. Palingan gue nebeng lu aja sampe Ritz, ortu gue akan menunggu gue disana”
“Okay, tunggu sebentar. Gue ambil tas dulu dikamar”, ujar Claire sambil berlalu dengan cepat.
Hmmm... kesempatan itu diambil Juno untuk mengikuti Claire menuju kekamarnya, mengabaikan Edward yang memanggilnya. Dia memasuki kamar Claire lalu menutupi pintu kamar itu dengan hati-hati dan menguncinya.
Claire yang sedang membungkuk untuk membereskan tasnya yang ada diatas ranjang langsung menoleh dengan cepat saat mendengar ada bunyi kunci yang memutar. Matanya melebar kaget dan langsung terkesiap saat melihat Juno yang sudah mendekatinya.
“Kamu..mau apa?!!!”, bentak Claire galak.
Juno tertawa geli dan meraih pinggang Claire untuk menarik tubuh cewek itu agar mendekat padanya. “Cuma mau minta morning kiss dari pacar”.
“Morning kiss my ass!!! Lepasin! Nggak usah deket-deketin orang dan berlagak jadi pacar gadungan sekarang! Kurang puas menghina dan mengejek aku tadi?!”, sahut Claire bertambah galak.
“Ooppsss... ada yang marah? Well.. harusnya kamu nggak perlu nahan emosi tadi, aku seneng-seneng aja kok kalo kamu marah”.
Claire menggeram sambil mendorong bahu Juno agar menjauh darinya. Tapi Juno malah menahan pinggangnya dan mendekatkan dirinya. Posisinya lebih dekat dari sebelumnya, membuat Claire terlihat cemas dan gelisah.
“Kamu tuh gila yah. Stop acting weird. Aku udah ikutin alur drama kamu dengan kasih jawaban bohong ke Edward tadi. Sekarang nggak usah ganggu aku! Aku mau kerja!”.
Juno terdiam dan menatap Claire dengan alis terangkat setengah. Jadi cewek ini masih belum paham kalau soal menjadi pacarnya itu bukan rekayasa.
“Kamu benar-benar nggak bisa bedain mana serius dan bercanda?”, tanya Juno datar.
“Urusan dengan kamu sama sekali nggak ada keseriusan didalamnya. Jadi lepasin aku!”, cetus Claire sambil terus mendorong bahu Juno dan dia mendadak melepas rangkulannya di pinggang sampai Claire tersentak karena lepasan Juno yang mendadak itu membuatnya terjatuh diatas ranjangnya sendiri.
Belum sempat dia bangun, Juno sudah lebih dulu menaiki ranjang itu dan mengurung tubuh Claire dengan tubuhnya sendiri yang sudah berada diatasnya. Cewek itu hendak berteriak tapi Juno membungkam mulutnya dengan bibirnya dan menciumnya kasar.
“Mmmpppphhhh... mmmmmppphhhh”.
Juno mengabaikan protes Claire lewat gumamannya yang tidak jelas dengan melumat dan memagut bibir Claire tanpa ampun sambil menahan kedua tangannya diatas kepala. Lama-lama, ciuman itu melembut dan Juno memainkan ritmenya dengan santai sambil menikmati bibir Claire yang manis dan hangat.
Selama beberapa saat, Claire mulai melemah dan tidak memberontak. Dia mulai membuka mulutnya dan Juno langsung memasukkan lidahnya kedalam situ untuk merajalela dalam rongga mulut Claire. Dia tahu kalau Claire juga menyukai dan menikmati ciuman bersamanya. Setiap balasan yang diterimanya membuktikan kalau cewek itu merasakan sesuatu padanya hanya dia masih belum mengakuinya, Juno yakin itu.
Mengikuti perasaannya dan gairah yang merasuk dalam dirinya, Juno melepas cengkeramannya dikedua tangan Claire lalu mulai melakukan tugasnya untuk menyentuh tubuh Claire sambil mulutnya beralih untuk mencium dagu dan menyusuri leher jenjang Claire saat ini.
Nafasnya kian memburu saat tangannya mulai menyentuh lekuk payudara Claire dan meremasnya lembut. Holy shit! Telapak tangannya terasa memanas dan kelembutan tubuh Claire mengguncang hebat dirinya saat ini untuk...
“Juno, stop!”, seru Claire dengan suara parau sambil menepis tangan Juno yang berada diatas payudaranya itu.
Juno terkesiap dan mendongak menatap Claire yang menatapnya dengan tatapan sayu dan kedua pipi yang memerah. Nafas keduanya terengah-engah dan Juno menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk menghilangkan ketegangan yang ada pada tubuhnya saat ini.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar suara pintu diketuk dan dia yakin kalau Edward dan Chelsea yang melakukan itu karena kemudian terdengar panggilan mereka dari balik pintu.
Untungnya Juno sudah mengunci pintu itu tanpa adanya interupsi seperti terpergok atau membuat Claire merasa malu karena terlihat sedang berciuman liar dengan dirinya tepat diatas ranjang oleh kedua pengganggu itu.
“Juno!!! Kalo lu macem-macem didalam, gue bersumpah akan dobrak pintu ini! Keluar nggak lu sekarang?!!!!”, teriak Edward dari balik pintu.
Juno memutar bola matanya lalu dengan enggan beranjak dari posisinya yang menindih Claire lalu menarik kedua tangan Claire untuk membantunya berdiri.
Claire langsung menarik kedua tangannya dari genggaman Juno saat sudah berdiri dan berusaha merapikan dirinya dengan gugup. Dia menghindari bertatapan dengan Juno lalu mengambil tasnya dan hendak berjalan menuju pintu tapi Juno menahan langkahnya dengan mencengkeram lengannya.
“Juno, please... aku harus pergi”, erang Claire dengan suara kesal.
Juno mendongakkan dagu Claire untuk menatapnya. “Barusan kamu balas ciuman aku untuk kesekian kalinya dan aku anggap kamu punya perasaan lebih ke aku. Jadi, secara nggak langsung kamu bersedia jadi pacar aku. Jangan lagi kamu ngomong kalau kamu hanya ikutin alur cerita seolah aku bikin drama disini!”.
Claire mendengus dan menatapnya kesal. “Pacar kamu bilang? Dengan menghina dan mengejek aku terus-terusan kayak tadi? Kayaknya kamu mesti cek otak kamu itu ada kelainan atau nggak!”.
“Terus kenapa kamu bales ciuman aku barusan? Juga ciuman-ciuman aku yang kemarin?!”.
Claire memberikannya senyuman penuh ejekan sambil menatapnya remeh sementara pintu mulai digedor-gedor kasar disitu.
“Aku balas biar cepet aja. Biar kamu cepet selesaikan dan aku bisa pergi”, ujarnya santai sambil melepaskan diri dan membuka pintu itu. Claire langsung menghindari pertanyaan Chelsea dan Edward dengan berjalan cepat untuk keluar dari situ.
Juno hanya terdiam beberapa saat sambil memberikan senyuman sinisnya. Dia berpikir kalau dia akan membuat Claire menyesal karena telah merugikan dirinya sendiri. Lihat saja.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
#EAAAAA...
Because boys will be boys 😖
Aku berhalu semakin tiada batas.
Efek hujan gede terus dingin-dingin gitu kali ya 🤣🤣🤣
Gimana? Masih suka?
Ato udah bosen?
Soalnya aku malah tetibaan eager sama Nathan lagi 😩
Lagi nyampenya ke ide tambahan cerita buat Nathan yang sebelum mereka ketemu lagi itu loh.
Anyway, buat yang besok ikutan Pilkada...
Gunakan hak suaramu dengan bijak ❤
Yeayy besok libur. Jadi ga update.
Sengaja update tengah malam biar pas bangun pagi kalian punya bacaan.
Happy reading 😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top