Part 11 - The date

Karena menunggu adalah menyakitkan, terlebih lagi jika itu tidak adanya kepastian.
#EAAAAA

Sumpah hari ini aku lancar banget kayak jalanan ibukota saat musim lebaran gini.

Triple shot! What the heck!

Ini belum termasuk dengan lanjutan part untuk 2 lapak sebelah loh.
🙈🙈🙈🙈🙈

Okay! Abaikan basa basi ini dan silahkan berbaper ria dengan babang Juno 😊

Happy reading ❤


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Sudah lama sekali Juno tidak pernah memperbarui web fotografinya, terhitung sudah tiga bulan lamanya. Lantaran kesibukan pekerjaannya membuat dirinya sama sekali tidak bisa meluangkan diri untuk sekedar menjalani hobinya itu. Yeah!

Dia suka fotografi dan kesukaannya terhadap fotografi bukanlah soal main-main, dia rela merogoh koceknya hanya untuk membeli lensa termahal sekalipun untuk memenuhi keinginannya mendapat angle terbaik dalam sebuah foto.

Baginya, fotografi adalah seni. Dan itu seperti terapi yang memberi penyegaran dalam otaknya sekaligus memberi kepuasan tersendiri. Seringkali dia meluangkan waktu untuk sekedar traveling sendirian keluar negeri ataupun keluar kota hanya untuk sekedar mencari suasana dan mengambil gambar-gambar indah untuk koleksi pribadinya atau diunduh ke dalam web pribadinya.

Webnya sendiri yang diberi nama AngleFreakDotCom itu sudah mendapatkan jutaan follower dan komentarnya pun beragam yang terkadang membuat Juno senyum-senyum sendiri. Dan tidak jarang, Nadine -sih food blogger yang mempunyai LookAlikeFoodism- sering berinteraksi dengan dirinya disitu membahas foto yang diunduh.

Dia dan Nadine memiliki hobi yang sama dalam bidang fotografi. Bedanya adalah cewek itu lebih menjurus kearah foto yang berbau kuliner atau semacam referensi untuk makanan kekinian yang sedang merajalela. Sedangkan dirinya lebih kearah nilai artistik dalam sebuah bangunan atau pemandangan alam.

Dan hari ini adalah cuti hari pertamanya, sudah pasti dia ingin menghabiskan cutinya itu dengan pergi ke sebuah tempat dimana dia bisa mendapat pemandangan indah.

Well sebenarnya itu adalah permintaan dari beberapa followernya untuk memberikan masukan mengenai pengambilan gambar air terjun dengan angle 3D. Dan dia merasa tertarik. Kenapa tidak untuk mencoba pergi kesana dimana lokasi air terjun yang mudah dijangkaunya tidak seberapa jauh.

“Jadi, kamu masih suka foto-foto yah?”, tanya Claire tiba-tiba.

Juno menghentikan aktifitas membersihkan lensa kameranya lalu menoleh kepada Claire yang sedang berdiri disitu dengan... cantik. Shit! Sejak kapan cewek barbar itu menarik perhatiannya lewat penampilannya akhir-akhir ini?

Dia menelusuri polo shirt berwarna putih dengan celana jeans pendek belelnya yang dipakai cewek itu. Casual dan enak dipandang. Dan Claire mengikat rambut panjangnya dalam ikatan ponnytail sederhana.

“Tahu darimana?”, tanya Juno heran. Setahunya, orang-orang yang mengenalnya semasa remaja tidak pernah tahu soal dirinya yang mempunyai minat terhadap kamera.

“Mungkin kamu lupa tapi aku nggak pernah lupa waktu pertama kali kamu norak banget dibeliin hape kamera sama papa kamu. Terus kamu cerita panjang lebar and kasih tahu aku gimana caranya pake kamera di hape dan bagaimana ambil gambarnya sampai peraga-peragain dengan bangganya”, jawab Claire sambil mengangkat bahu lalu dia mengambil duduk di sebelah Juno sambil melihat-lihat kamera SLR yang tergeletak diatas meja kaca ruang tengah apartemennya itu.

Juno terdiam sebentar dan berpikir apakah benar ada kejadian seperti itu? Dan kenapa juga cewek ini bisa mengingat begitu jelas kejadian masa lalu dimana dia dan dirinya bisa dibilang tidak pernah akur.

“Aku nggak nyangka kalau ternyata aku cukup spesial di pikiran kamu sampe sebegitu ingatnya kamu untuk hal yang nggak penting itu”, komentar Juno cuek lalu kembali melanjutkan aktifitas membersihkan lensanya.

“Spesial sih nggak. Cuma itu adalah kesan norak yang kamu tunjukkan pertama kali”, ujar Claire sambil kemudian dia terkekeh sendiri seolah mengingat hal yang lucu.

Juno meliriknya sekilas dan menangkap adanya lesung pipi kecil di pipi kanan Claire. Hmmm... manis juga, pikirnya.

“Dan kamu juga nggak kalah noraknya waktu aku tunjukkin hal itu”, balas Juno.

Padahal sih sebenarnya dia tidak ingat sama sekali soal kejadian yang dimaksud Claire tadi. Naluri isengnya mendadak muncul dan itu berhasil memancing kekesalan cewek itu.

Claire menekuk wajahnya seolah dia tidak setuju. “Aku nggak norak. Aku cuma bengong-bengong bego aja karena memang nggak ngerti dan nggak tertarik”.

Juno langsung ngakak. Terkadang untuk memancing emosi cewek ini sangatlah mudah, karena itulah alasan dirinya senang menggoda dan mengisengi cewek barbar itu. Walaupun Juno masih tidak habis pikir kalau stok emosi cewek itu bisa sedemikian banyaknya dengan energi yang terkuras setiap kali dia mengoceh. Dasar perempuan, batinnya.

“Ayo kita jalan. Akan lebih baik kalau kita jalan sepagi mungkin untuk menghindari kemacetan”, tukas Juno sambil memasukkan lensanya ke dalam box khususnya.

“Memangnya kita mau kemana sih harus pagi-pagi begini?”, tanya Claire heran sambil beranjak dan berjalan menuju ke dapur.

“Ada deh. Ntar liat aja”, jawab Juno acuh.

Juno memasukkan peralatan memotretnya dalam ransel berlogo NIKE-nya lalu kemudian dia beranjak berdiri sambil menggulung kaos tangan panjangnya sampai selengan. Dia mulai berjalan menyusul Claire ke dapur dan Juno hanya bisa melongo melihat apa yang dikerjakan cewek itu sedaritadi.

Oh dear... sebuah lunch bag ada disitu dengan satu, dua, tiga, empat, lima... heck! – apa nggak salah kalau cewek itu menyiapkan lima kotak makan yang sudah terisi makanan didalamnya?

"Aku ada buat muffin semalam. Dan aku juga buat nasi ijo pake rendang sapi, teri kacang lengkap dengan orek tempe", ujar Claire sambil menutup kotak makan itu dengan tutupnya lalu memasukkan kelima kotak itu kedalam lunch bag disitu.

Juno tidak habis pikir dengan niat Claire yang kebangetan itu. Lagian apa pula itu nasi ijo? Nasi yang berwarna hijau? Trus pake rendang? Bikin rendang kan makan waktu, belom lagi teri kacang sama orek tempe? Dalam hati Juno bertanya jam berapa cewek itu bangun hanya untuk menyiapkan semua makanan itu? Terus semalam masih sempet-sempetnya bikin muffin? Keingetan banget gitu bikin dessert? Astaga! Juno sendiri saja tidak mendengar kalau ada suara dari dapur semalam.

"Kamu... masak semua itu?", tanya Juno gelagapan.

"Iyalah", jawab Claire sambil sibuk menata kotak makan itu kedalam tas bekal.

“What the heck are you doing? Emangnya kamu pikir bakalan kemana sampai harus membawa lunch box sebanyak itu?!”, celetuk Juno heran.

“Anggap aja aku ribet tapi aku memang udah kebiasaan bawa makan sendiri dari rumah karena belum tentu cocok dengan makanan yang diluar. Lagian kita itu perlu punya plan B seperti kalau nanti jalanan macet dan stucked trus kita kelaperan dimobil karena nggak ada makanan dimobil”, cetus Claire santai.

Apa katanya barusan? Pergi jalan-jalan kudu pake plan B? Terus apa gunanya rest area yang ada dijalan tol? Yang jelas inisiatif cewek ini kebangetan, ckckckck.

“Jadi apa semuanya udah siap?”, tanya Juno saat Claire mengarahkan dirinya untuk duduk di meja makan dimana sudah tersedia menu sarapan diatas meja.

Sarapan yang dibuat pun ditata rapi seperti biasanya dan Claire seperti sudah terbiasa dengan western style sebagai keahliannya dan mengusung konsep english breakfast sebagai menu sarapannya.



Ada sepasang telur mata sapi dengan sosis dan tomat panggang, juga ada bacon dan french toast serta kacang merah yang melengkapi sarapan itu.

Harus Juno akui, selama semingguan ini perutnya dimanjakan oleh masakan Claire yang membuatnya ketagihan untuk menikmati semua makanan yang dibuatnya. Nggak pake lama... Juno langsung meraih garpu dan pisaunya lalu dengan tekun menikmatinya. Damn! Rasanya sangat enak.

“Suka?”, tanya Claire tiba-tiba.

Juno mendongak dengan mulut penuh. Dia hanya mengangguk sebagai jawaban dan itu membuat Claire tersenyum lebar sambil kemudian memulai sarapannya sendiri yang hanya berupa semangkuk oat dengan potongan buah strawberry didalamnya. Kenyang apa cuma makan begituan? pikir Juno dalam hati sambil menatap sarapan Claire yang tidak begitu menarik.

“Kenapa kamu cuma makan begituan?”, tanya Juno kemudian.

“Aku nggak gitu suka makan makanan berat seperti itu sebagai sarapan”, jawab Claire langsung.

“Kenyang?”, tanya Juno lagi.

Claire mengangguk lalu tertawa. “Emangnya kayak kamu? Mau dikasih makanan sebanyak apapun pasti habis. Aku heran dengan nafsu makan kamu yang sebegitu rakusnya. Lihat aja sekarang, kamu udah habisin satu piring penuh makanan itu kurang dari sepuluh menit”.

Juno mengusap bibirnya dengan serbet lalu mengangkat bahunya. “Aku memang kalau makan itu cepet. Apalagi kalau makanaan itu enak, karena aku suka makan”.

“Jadi makanan yang aku buat itu enak?”, tanya Claire kemudian dengan sorot mata berbinar.

“Haruskah aku jawab?”, tanya Juno balik. Juno merasa konyol dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh chef hotel berbintang macam dirinya.

Claire mengangguk mantap. “Aku lebih suka berhadapan dengan orang yang jujur dan ceplas ceplos kayak kamu. Mungkin orang-orang diluaran sana selalu kasih komentar positif sampai-sampai aku bosan dengarnya. Itu membuat aku nggak tahu kekurangan aku sehingga nggak ada hal yang bisa memotivasi aku untuk memberi lebih. Sampai saat ini aku masih banyak melatih diri untuk memberikan yang terbaik. Barangkali kamu ada masukan”.

Juno mengangkat alis setengah, dia yakin kalau cewek itu tidak sadar dengan apa yang dikatakannya barusan. Senang berhadapan dengannya? Yang benar saja. Sudah jelas kalau Claire tidak menyukainya dan selalu berargumen dengannya.

“Bisa jadi mereka memang menganggap apa yang kamu lakukan adalah sesuatu yang enak dan pantas untuk dipuji. Kenapa juga harus merasa bosan? Bukankah kamu seharusnya bersyukur kalau kamu bisa membuat oranglain senang dengan masakan kamu?”, ujar Juno berkomentar.

Claire mengangguk pelan. “Tapi, aku butuh jawaban kamu. Apakah makanan yang aku buat itu enak?”.

“Aku pernah bilang  bukan kalau ada dua kategori makanan dalam definisi aku? Yaitu enak dan enak banget. Buat aku, masakan kamu masuk dalam kategori enak banget. Jadi tanpa perlu aku jawab pun, untuk semua lunch box dan piring kosong yang kamu terima setiap harinya harusnya kamu udah tahu jawabannya”, tukas Juno lugas.

Claire tersenyum saja. Dia menggumamkan terimakasih lalu kembali menekuni sarapannya. Juno menyesap kopi hitamnya dan menikmatinya. Bahkan untuk membuat secangkir kopi hitam saja terasa menyenangkan di lidahnya. Cewek ini benar-benar memiliki talenta dalam kedua tangannya untuk mengolah makanan.

“So, kenapa kamu bisa masuk sekolah masak? Setahu aku, kamu niatnya mau jadi dokter”, tanya Juno kemudian. Memulai pembicaraan.

Claire mendongak lalu melumat bibirnya pelan sambil terdiam. Entah kenapa Juno melihat ada raut kesedihan di wajahnya saat ini. Dia terlihat berpikir beberapa saat lalu menatap Juno gugup. “Aku... aku kepengen bisa masak buat oma Jeanette waktu itu”.

Alis Juno terangkat dan mengingat sosok yang disebut Claire barusan. Oma Jeanette adalah nenek dari Claire, ibu dari ibunya, mami Mona. Seingatnya, oma Jeanette sempat tinggal beberapa lama bersama keluarga Claire sebelum dia meninggal.

Dan karena Juno sedang menjalani masa kuliahnya di Stanford waktu itu, dia tidak sempat melayat dan tidak tahu menahu kenapa oma Jeanette meninggal. Pertemuan terakhir dengannya adalah saat dimana Juno mengerjai Claire sampai cewek itu menangis kencang lalu mengadu pada oma.

“Kamu harus menjaga Claire, Juno. Karena kalian akan bersama saat dewasa nanti. Tidak boleh terus membuatnya menangis, kau harus membuatnya bahagia”, ujarnya kala itu.

“Kepengen bisa masak buat oma? Waktu oma masih ada bukannya kamu baru masuk SMA?”, tanya Juno lagi.

Claire mengaduk-aduk sarapannya tanpa minat. “Waktu itu oma kepengen makan bubur dan itu udah tengah malam. Dia... sempat bilang kalau aku akan jago masak kedepannya kalau aku bisa buatin dia bubur polos”.

Juno bisa menangkap nada sedih dalam suara Claire saat ini. Dia menangkup punggung tangan cewek itu sambil menatapnya tajam, membuat Claire mendongak dan mengerjap sesaat.

Kali ini, Juno baru menyadari kalau wajah Claire kini berubah menjadi lebih dewasa dan terlihat menarik. Sama sekali tidak ada raut kekanakan sejauh yang bisa diingatnya sejak lima tahun lalu.

“Lalu kamu masak bubur buat oma?”, tanya Juno lagi.

Claire mengangguk. “Aku coba masak dan... gagal. Aku coba lagi dan lagi sampai lima kali ambil beras dan air. Karena posisi udah tengah malam, aku sampai nggak sadar kalau aku udah tinggalin oma selama dua jam didapur tanpa ada hasil. Begitu aku balik ke kamar... aku melihat oma udah kesakitan”

“Kesakitan? Sakit apa?”.

“Perutnya kram karena dia lapar”, jawab Claire yang kini langsung begitu saja terisak.

Oh dear... Juno menahan diri untuk tidak memutar bola matanya. Kenapa bisa ada cewek secengeng ini? Sangat tidak seimbang dengan sikap barbarnya.

Juno mencoba beranjak dari kursinya lalu mendekati Claire untuk memeluknya. Deg! Aroma floral dari rambut Claire membuat Juno merasakan nafasnya tertahan. Sementara Claire kembali menangis sesenggukan di bahu Juno.

“Udahlah, Claire. Itu semua udah lewat. Oma udah bahagia disurga. Waktu itu kamu masih SMA dan belum ada skill seperti sekarang ini. Buktinya kamu udah bisa menunjukkan diri kamu dan membuktikan perkataan oma adalah benar, kalau kamu akan jago masak setelah mencoba memasak bubur”, ujar Juno mencoba menenangkan.

“Kalau seandainya oma nggak sakit karena aku... dan aku bisa menjaganya dengan baik”, gumam Claire sedih dari balik bahunya.

Juno menarik diri dan menangkup kedua pipi Claire sambil menatapnya tajam. Wajah sembap cewek itu terlihat penuh penyesalan. Bagaimana bisa hanya karena masalah masak bubur membuat dia merasa bersalah karena neneknya meninggal dan sampai membuat dirinya mantap memasuki karier sebagai juru masak dengan keberhasilannya seperti sekarang? Ada yang terlewat disini. Seperti ada yang mengganjal.

“Kenapa jadi cengeng begini sih?! Nggak pantes banget tau nggak liatnya? Emangnya dengan seperti ini, kamu bakalan bisa menghindar dari aku hari ini? Nggak sama sekali!”, tiba-tiba Juno mendesis dan hal itu spontan membuat raut wajah Claire berubah. Dari yang sedih berubah menjadi bingung.

“Mak... maksud kamu?”, tanyanya bingung.

Juno memutar bola matanya. “Kalau kamu pikir kamu bisa tipu aku dengan cara nangis begini untuk menghindar dari ajakan aku hari ini. Kamu salah besar! Jelas-jelas aku nggak merasa iba”, jawab Juno sambil menarik kedua tangannya yang menyentuh pipi Claire tadi lalu beranjak berdiri.

Dia langsung bertolak pinggang sambil menatap Claire dengan tatapan menilai. Memberikan ekspresi tengilnya yang membuat cewek itu langsung tersadar kalau dirinya sedang diremehkan dirinya. Gotcha! That shitty manner is back!, batin Juno lega.

“Aku lagi kangen oma malah dituduh yang nggak-nggak! Emangnya kamu pikir aku bakalan menghindar? Kalau mau menghindar juga nggak bakalan aku bangun pagi-pagi untuk siapin bekal! Dasar rese!”, umpat Claire sewot sambil membersihkan peralatan makan yang kotor diatas meja lalu ke zinc untuk mencucinya.

Dan serentetan ocehan panjang lebar Claire itu sembari mencuci piring dan membersihkan dapur tidak diindahkan Juno. Dia hanya tidak ingin melihat wajah itu sedih karena kesedihan sama sekali tidak cocok untuk Claire. Niatnya emang sengaja membuat Claire sewot, tapi lebih baik begitu daripada menangis seperti tadi.

Karena godaan untuk mencium cewek itu malah semakin besar sejak pertama kali Claire menantangnya dengan kecupan singkat yang meleset ke hidungnya tanpa pikir panjang. Dia memang sudah mencium Claire tiga kali sejak tadi malam, dan bibir manis Claire seolah candu untuk dirinya yang selalu meninggalkan kesan tersendiri.

Crap! Nggak seharusnya dia mempunyai pikiran seperti barusan, bukankah jelas-jelas kalau Claire adalah satu-satunya perempuan yang harus dihindarinya? Cih!

Dia menaruh ranselnya di salah satu bahu dan mengambil lunch bag yang ada di kitchen table itu. Shit! Juno mengumpat pelan saat merasakan tas yang berat itu. Heran dengan persiapan Claire yang katanya tidak mau ikut dengannya hari ini tapi sanggup membuat semua itu sendirian sejak pagi. Cewek aneh. Dan lebih anehnya lagi, kenapa juga Juno malah mengajak cewek barbar yang mempunyai tingkat kebawelan akut dimana cewek itu tidak berhenti mengoceh sedaritadi. Mendadak menyesal dengan mengajaknya dan memancing kemarahannya hari ini, karena lama kelamaan kuping Juno terasa panas.

“Kalau kamu masih ngoceh-ngoceh terus, jangan salahin aku kalau aku bakalan cium kamu lagi!”, ancam Juno dengan ketus dalam tatapan yang menegur.

Ancaman itu berhasil membuat Claire bungkam dan mendengus kesal. Dia menarik seatbelt dengan kasar dan memasangkannya cepat lalu membuang mukanya kearah jendela.

“Heran deh... kenapa sih harus sewot nggak jelas kayak gitu. Kalau emang nggak merasa yah nggak perlu sampe sebegitu marahnya dong”, celetuk Juno sambil menyalakan kemudinya dengan alis berkerut.

“Kamu tuduh aku dengan sembarangan, Juno!”, ujar Claire meemberikan alasan dengan penuh penekanan.

“Then what? Kamu nggak merasa seperti itu kan?”, balas Juno sengit.

“Ya iya lah!”, sahut Claire tidak mau kalah.

“Ya udah kalau begitu, nggak usah pake ngoceh-ngoceh terus!”, tukas Juno lagi. Dia melajukan kemudinya untuk keluar dari pelataran parkir di garasi khusus apartemennya itu.

“Terus maksud kamu apa tuduh aku begitu? Sengaja pancing emosi?!”.

“Iya, aku emang sengaja pancing emosi. Kayak biasanya. Udah tahu aku kayak gimana kenapa harus makin sewot aja?!”, sewot Juno ketus.

Claire mengerjap sesaat lalu mendengus pelan. Dia memberikan tatapan tidaak terbaca. “Kamu boleh pancing emosi aku dalam hal apa saja, tapi nggak mempermainkan aku saat aku ingat dengan oma Jeanette. Karena aku benar-benar merindukannya”.

Juno bisa menangkap air mata yang jatuh di pipi Claire tapi cewek itu langsung mengusapnya dengan kasar sambil menoleh kearah jendela lagi. Dia sudah terdiam dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Haishhh!!! Lagi-lagi Juno harus kembali merasa bersalah. Ada apa sih dengan dirinya?

Selama ini dia tidak pernah peduli jika cewek itu menangis sekeras apapun, semarah apapun padanya bahkan membenci dirinya. Selama dia puas mengerjai Claire, dia akan santai saja dan pergi berlalu tanpa menghiraukan perasaannya.

Tapi sekarang? Akhir-akhir ini dia malah sering meminta maaf kepadanya meskipun permintaan maafnya selalu diejek oleh cewek itu.

Juno mencoba untuk fokus kearah jalanan yang cukup lengang di pagi hari yang baru mencapai jam delapan pagi. Dia menaikkan kecepatannya dalam ketinggian yang cukup stabil. Suasana hening tercipta dan itu yang diinginkan Juno agar dia bisa konsentrasi agar cepat sampai tujuan.

Yeah.. hari ini dia berencana untuk pergi ke air terjun curug yang terletak di Cilember, Bogor. Dan itu merupakan lokasi terdekat yang bisa dicapainya saat ini mengingat dia belum berencana untuk keluar negeri atau keluar kota seperti yang biasa dia rencanakan setiap kali dia mengambil cuti.

Terdengar suara ponsel berbunyi dan itu milik Claire. Juno melirik sekilas kearah sampingnya dan cewek itu menatap ponselnya beberapa saat sebelum mengangkatnya.

“Hai, Ed”, suara Claire terdengar pelan dan ragu.

Alis Juno terangkat. Ed? Maksudnya Edward?

“No. Aku lagi nggak kerja hari ini. Ada apa?”, tanya Claire kemudian dengan tatapan yang masih kearah jendela.

“Really? Wow! That’s great”, gumam Claire pelan lalu melanjutkan. “You deserve it, Ed. Aku udah tahu dari Chelsea kemarin”.

Juno malah mendengarkan saja perbincangan Claire yang memang sudah pasti sedang berbicara dengan Edward, sepupunya. Dari tutur kata dan suara Claire kepada Edward saat ini jelas sangat berbeda dibanding jika Claire berbicara dengan Juno. Saat ini, dia terkesan ramah dan sedikit menarik diri. Entahlah.

“Oh. Bulan depan? Boleh. Kamu kasih jadwal manggung kamu disini dan nanti aku akan nonton bareng Chelsea”, ujar Claire kemudian lalu dia tertawa kecil. “No, silly! Nggak usah repot-repot. Ulang tahun aku masih bulan depan dan kamu tahu sendiri aku nggak suka perayaan”.

Juno melirik sekilas kearah Claire, teringat dengan tanggal ulang tahun cewek itu yang akan jatuh pada tanggal lima belas bulan depan. Hmmm... jadi sepupunya akan pulang dan merayakan ultah bersama?

Asumsi Juno barusan mendadak membuatnya merasa tidak senang. Mau ngapain juga sepupunya itu keganjenan pake acara pulang kampung cuma buat merayakan ultah cewek barbar ini? Heck! Kenapa jadi Juno yang sewot sekarang?

“Aku lagi otw ke suatu tempat yang aku sendiri nggak tahu mau kemana. Orang yang ngajak nggak bilang soalnya”, Claire terdiam sambil mendengarkan lalu kembali berujar, “Aku lagi dibawa sama supir yang jutek dan nggak punya perasaan”.

Kalimat Claire barusan spontan membuat Juno menoleh kearah Claire dengan alis mengerut kesal. Sementara cewek itu hanya menjulurkan lidahnya seolah meledek Juno.

“Nggak apa-apa juga sih. Aku nggak bakal diculik sama dia, karena udah pasti dia bakalan menyesal”, Claire berkata sambil terkekeh geli.

Juno menghembuskan nafas berat lalu merebut ponsel yang dipegang Claire dan mendengarkan suara sepupunya yang sedang bertanya.

“Memangnya siapa yang jadi supir kamu? Kamu yakin nggak apa-apa, Claire?”, suara Edward yang terdengar lembut membuat Juno mendesah malas.

“Gue bukan supir! Nggak usah dengerin apa yang disampein Claire barusan!”, desis Juno sinis. Sementara Claire tertawa saja sambil mengangkat bahunya dengan santai.

“Juno? Kok lu bisa sama dia? Emangnya lu mau bawa dia kemana?”, tanya Edward dengan suara kaget.

“Mau tenggelamin cewek barbar kesayangan lu”, jawab Juno asal.

Claire memutar bola matanya sambil menggeleng mendengarnya sementara Edward terdengar gelisah di sebrang sana.

“Juno, please deh. Jangan macam-macam! Gue nggak suka panggilan lu ke dia yang seperti itu”, tegur Edward.

“Why? Itu kenyataan”, balas Juno ketus. Merasa tidak suka dengan pembelaan Edward.

“Gue tau lu nggak suka sama dia seperti yang pernah lu sampaikan ke gue waktu itu, tapi bukan berarti lu harus semena-mena kayak gitu”, ujar Edward tegas. “Jadi lu mau bawa dia kemana?”.

Juno menghela nafas sambil melajukan kemudinya dalam ekspresi datar. “Gue membawa dia ke suatu tempat yang cukup menyenangkan untuk sebuah perayaan”.

Edward terdiam sejenak lalu berkata. “Apa maksud lu, Juno? Perayaan apa?”.

“Hari jadian gue sama dia”, jawab Juno lantang.

Dia bisa merasakan kekagetan Edward dan juga Claire yang langsung menepuk bahunya kesal. Juno hanya melirik dan menghalangi Claire yang hendak kembali merebut ponselnya.

“Gue nggak niat bercanda, Juno!”, balas Edward langsung.

“Gue pun nggak ada niat seperti itu sekarang”, sahut Juno nggak mau kalah.

“Gue nggak percaya apa yang lu katakan, Juno. Jangan membully Claire terus-terusan. Itu kekanakan!”, tegas Edward bersikeras.

Juno terdiam. Apa mungkin dia kekanakan karena berniat untuk mengerjai Claire sekarang? Tapi rasanya dia tidak suka cara Edward membelanya dan menegurnya secara terang-terangan, dan dia merasa senang saat bilang kalau mereka sudah jadian seperti tadi. Dia berharap Edward cemburu tapi sikap pengertian yang ditunjukkan Edward lewat apa yang dia yakini malah membuat dirinya kesal.

“Terserah. Gue udah bilang apa adanya tadi”, celetuk Juno lalu langsung memutuskan sambungan telepon itu dan menyerahkan ponselnya kembali kepada Claire.

“Kenapa sih harus ngomong yang nggak-nggak sama orang? Apa nggak ada hal lain yang bisa kamu sampein ke Edward selain...”

“Kamu suka sama Edward?”, sela Juno tanpa basa basi.

Claire mengerutkan alisnya lalu menggeleng pelan. “Nggak”.

“Ya udah. Aku cuma kasih kamu kesempatan untuk bernafas lega supaya Edward nggak ngejer-ngejer kamu lagi. Dengan aku bilang kalau kamu jadian sama aku kan jadinya dia tahu diri”, balas Juno sewot.

“Terus kenapa kamu jadi sewot begitu”, celetuk Claire dengan tatapan tidak suka.

“Karena kamu terus-terusan berisik daritadi. Pake acara ngomong aku supir segala! Yang benar aja! Apa mungkin ada supir seganteng dan sekeren ini?”, sahut Juno tengil dan sukses membuat Claire mencibir dirinya itu.

Mereka pun kembali terdiam dalam waktu yang cukup lama sampai mereka keluar tol dimana jalur kearah Ciawi terlihat banyaknya tumpukan mobil yang mengantri didepan.

Jalur menuju keatas puncak ditutup. Great! Juno hanya menghela nafas sambil menarik rem tangan dan bersandar disitu. Dia melihat jam tangannya dan masih ada waktu sekitar lima belas menit lagi untuk polisi membuka jalur naik keatas.

Dan untuk membunuh waktu belasan menit itu, dia meraih tas ranselnya untuk mengambil kameranya dan berkutat memeriksa barang kesayangannyaa itu tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.

Sementara Claire terlihat menyibukkan diri dengan ponselnya sedaritadi. Dari menonton youtube, mendengarkan lagu yang ada di playlistnya sambil membaca novel online bahkan sampai bermain games hayday di ponselnya sedaritadi. Dia mulai terlihat bosan lalu menghela nafas sambil menatap antrian mobil yang sama sekali tidak beranjak.

“Aku masih nggak nyangka kalau pengacara kayak kamu punya hobi fotografi”, Juno bisa mendengar Claire mulai bersuara. Cowok itu menoleh kearah Claire dengan alis terangkat.

“Harusnya hobi seperti apa yang cocok untuk pengacara?”, tanya Juno balik.

“Golf, racing, diving, speedboat atau nyetirin helikopter”, jawab Claire sambil menerawang lalu menatap Juno dengan tatapan menilai.

“Oh”, begitu respon Juno sambil kemudian menunduk kembali menekuni kamera SLRnya.

Bukan cuma Claire saja yang heran dengan hobinya, teman-temannya yang lain juga mempertanyakan hal yang sama. Termasuk Nadine. Dan dia sama sekali tidak merasa tersinggung atau bersikeras untuk menjelaskan hobinya yang sudah digelutinya sejak jaman SMA.

“Kalau kamu sendiri gimana? Selain suka marah-marah dan teriak-teriak, hobi kamu apa?”, tanya Juno spontan.

Dia tertegun sesaat dengan pertanyaannya barusan lalu melirik kearah cewek itu kalau-kalau cewek itu akan mengoceh ataupun tersinggung. Tapi kenyataannya tidak begitu. Claire terlihat santai sambil mengangkat bahunya.

“Aku suka baking”, jawab Claire kemudian setelah terdiam beberapa saat.

Jawaban Claire barusan spontan membuat Juno berhenti dan langsung menoleh kearahnya. “Itu kan emang udah kerjaannya kamu. Kok malah masih bilang hobi?”.

Claire tersenyum lalu menggeleng. “Aku ambil jurusan cooking, bukan baking. Itu berbeda. Memasak memang sudah menjadi keahlian aku dan menjadi pekerjaan aku. Tapi memanggang kue atau membuat dessert adalah hobi dimana aku mencoba membuatnya sendiri tanpa adanya seorang pro yang mengajar”.

“Kalau kamu memang suka baking kenapa nggak pilih jurusan itu aja?”, tanya Juno lagi.

“Aku udah tahu dasarnya membuat kue, tapi aku nggak tahu bagaimana mengolah makanan. Itu hal yang berbeda. Nggak semua orang suka makan makanan yang manis, tapi kalau makanan udah pasti orang menyukainya tergantung selera masing-masing”, jawab Claire lugas.

“Dan karena alasan itulah kamu menjadi chef?”.

Claire mengulum senyum dengan tatapan menerawang. “Aku suka membuat sesuatu yang bisa dinikmati oleh banyak orang. Apalagi kalau orang itu puas dan memuji hasil masakan yang aku buat. Dan juga... kalau orang terpenting aku meminta aku membuatkan makanan, aku akan dengan mudah mencari cara agar mereka bahagia dan kenyang setelahnya”.

Juno terdiam sambil memperhatikan ekspresi wajah Claire yang terlihat sedih saat ini. Ekspresi yang sama yang dia berikan saat mengingat tentang oma Jeanette tadi.

Sampai sekarang, Juno masih penasaran apa yang terjadi pada oma dan Claire sampai cewek ini memberikan raut wajah yang terluka seperti itu.

Juno meraih satu tangan Claire dan menggenggamnya, membuat cewek itu tersentak lalu menoleh dengan tatapan waspada. “You did well, Claire. You did good. Semua orang menyukai makanan kamu. Bahkan Wayne yang benci chinese food aja sanggup menghabiskan makanan yang kamu buat tempo hari. Dan aku malah ketagihan sama semua masakan yang kamu buat meskipun aku nggak tahu kamu masukkin racun atau nggak disitu”.

Claire memutar bola matanya lalu menepis tangan Juno dengan kesal. Tapi sedetik kemudian, mereka berdua saling terkekeh.

“Terus gimana ceritanya kamu bisa mau jadi pengacara sementara papa kamu main di properti. Udah jelas bisnis papa kamu besar di Surabaya dan kamu adalah satu-satunya penerus mereka”, kini giliran Claire yang bertanya tentang dirinya.

“Aku kepengen mencoba hal baru. Hal yang nggak bisa aku lakukan sampai aku mampu melakukannya. Membantu orang menyelesaikan masalah dan memberi jalan keluar serta menuntut keadilan hak seseorang terasa lebih menyenangkan ketimbang duduk di kursi besar perusahaan keluarga yang membuat kamu nggak perlu berbuat apa-apa selain duduk bego mendengarkan hasil laporan ini itu dari karyawan. That’s not my kind of things to do”, jawab Juno sambil menggeleng.

Claire manggut-manggut dan terlihat maklum. Dia menatap Juno kembali lalu tersenyum. “Kamu memang menyebalkan tapi aku harus akui kalau kamu memang pantas menjadi pengacara. This is the way you are meant to be. Bakat kamu yang selalu memancing emosi orang emang layak dilakukan untuk memancing lawan. Nggak heran kalau kamu bisa menjadi pengacara handal sekarang”

Juno tertawa saja. Meskipun maksud Claire itu memang sengaja menyindirnya, tapi dia tidak merasa tersinggung. Malahan dirinya merasa lucu jika cewek itu bisa mencairkan suasana yang membosankan. Dia cukup menikmati obrolan mereka yang tanpa pertikaian seperti biasanya. Sama-sama nyaman dan santai walaupun tetap ada nada sindiran tapi mereka mengabaikannya.

“Kenapa sih kita nggak jalan-jalan. Ada apa didepan sana sampai kita stucked begini?”, tanya Claire sambil menatap arah depan dengan wajah menekuk cemberut.

“Jalur menuju ke puncak sedang ditutup. Akan dibuka sekitar jam sembilan atau lima menitan lagi. Biasalah. Kalau weekend, orang Jakarta pasti kepengennya cari suasana di pedesaan atau cari pemandangan. Dan ini satu-satunya pilihan yang paling dekat”, jawab Juno. Dia mulai memasukkan kameranya kembali ke dalam ranselnya.

“Sebenarnya kita mau kemana sih sampai kamu sebegitu niatnya macet-macetan kayak gini?”, tanya Claire sambil menghele nafas.

“Air terjun. Kalau jalur udah dibuka, nggak sampai setengah jam kita udah sampe disana. Aku dapat referensi dari follower di web aku untuk mengambil foto pemandangan air terjun. Mumpung aku udah cuti dan udah lama juga nggak kesana, aku berniat mengambil beberapa angle disitu”, jawab Juno kemudian.

Really? Datang jauh-jauh kesini cuma mau buat foto?”, tanya Claire dengan tatapan heran.

Juno mengangguk saja.

“Terus, kamu punya web apa? Semacam blog pribadi?”, tanya Claire lagi.

“Yeah katakanlah begitu. Hasil foto-foto aku dishare disitu dan kamu bisa visit web aku untuk lihat-lihat foto hasil jepretan aku. Btw, prewed Joe dan Ruri juga aku yang potret”, jawab Juno dengan nada bangga.

Alis Claire terangkat. “Really? Wow! Berarti kamu udah handal banget sampai bisa terima jasa prewed begitu”.

Juno tertawa pelan. “No. Itu hanya permintaan Joe aja. Aku sama sekali nggak minat jadi fotografer pernikahan begitu. Minatnya aku fixed di fotografi dengan angle terbaik yang ingin aku dapatkan”.

“Oke. Nanti aku akan coba visit web kamu sekalian liat bagaimana cara kamu motret nanti”, ujar Claire sambil manggut-manggut.

Juno memberikan senyuman setengahnya lalu menatap jalan depannya. Matanya langsung melebar senang. Ada beberapa anggota polisi yang berdatangan dari arah belakang mereka dan memimpin jalur naik itu. Tanda bahwa mobil-mobil yang sedaritadi berhenti sudah boleh melajukan kemudi mereka untuk melewati jalur yang sudah dibukakan.

“Kok bisa banyak polisi?”, tanya Claire bingung.

“Itu tandanya jalur udah dibuka”, jawab Juno sambil memindahkan gigi lalu melajukan kemudinya dengan luwes.

Dan kurang dari setengah jam atau sekitar dua puluh menitan, mereka sudah tiba di kawasan air terjun Curug, Cilember. Air terjun itu memiliki tujuh tingkatan, jika bisa menaiki sampai tingkatan teratas maka pemandangan yang didapat akan semakin indah.

Juno pernah datang kesini bersama teman-temannya saat SMU dimana mereka mencoba mencari petualangan seru menghabiskan masa liburan mereka saat itu. Cukup menyenangkan dan udara dinginnya terasa menyegarkan.

“Kamu ada bawa jaket?”, tanya Juno saat mereka sedang membuka bagasi mobil untuk mengambil bawaan mereka.

Claire menggeleng. “Aku kuat dingin kok”.

Juno terdiam sesaat. Berpikir kalau Claire bukanlah Nadine yang mudah kelelahan apalagi jika cuaca dingin. Tapi berhubung Juno udah keburu trauma dengan wajah pucat Nadine kala itu, dia sampai sengaja menyiapkan satu buah jaket NIKE berwarna biru miliknya kedalam ranselnya. In case kalau cewek barbar itu mendadak kedinginan. Lebih baik ada persiapan daripada tidak sama sekali, batinnya.

Kemudian, mereka berjalan berdampingan dan menuju ke loket pembayaran. Setelah membeli tiket masuk, tanpa berkata apa-apa Juno langsung menggenggam tangan Claire untuk berjalan menaiki tanjakan yang cukup curam sebagai pintu masuk kearah kawasan air terjun itu.

Bagaimanapun Claire adalah seorang perempuan meskipun sikap kasarnya yang kelewatan, dan Juno sama sekali tidak mau mengambil resiko kalau Claire terjatuh atau terpleset. Akan sangat menyusahkan nantinya. Toh juga cewek itu tidak menolak, malahan berusaha mengimbangi setiap langkah kaki Juno.

Begitu mereka memasuki area itu, Juno bisa melihat banyaknya pengunjung disitu. Ada rumah penduduk disitu yang berfungsi sebagai tempat peristirahatan dan tempat makan.

"Banyak orang juga yah", gumam Claire pelan. 

Juno langsung menoleh menatap Claire hanya untuk sekedar memastikan kalau cewek itu baik-baik aja. Claire bahkan sudah memakai topi pet warna hitam, mungkin tidak tahan dengan terik matahari pagi yang menyilaukan.

"Disini banyak turis juga penduduk lokal yang datang. Dan juga banyak anak sekolah atau mahasiswa datang kesini buat camping disini. As you can see kalau ada banyak rumah penduduk disini, selain mereka membuka kedai makanan, mereka juga menawarkan jasa sewa tenda untuk acara camping", ujar Juno menjelaskan.

“Kamu udah tahu banget daerah sini. Udah pernah datang sebelumnya?”, tanya Claire disaat mereka berjalan untuk menaiki tingkatan air terjun paling bawah.

“Udah. Jaman SMA pernah camping disini”, jawab Juno seadanya.

“Apa kita bakalan naik sampai tingkatan teratas?”, tanya Claire ingin tahu.

“Kita naik semampu kamu aja. Semakin tinggi semakin curam. So, please watch your step, alligator!”,  jawab Juno sambil terkekeh geli dan langsung membuat Claire merengut cemberut.

Juno mengarahkan Claire untuk berjalan di tapak yang rata sambil mengeratkan genggaman tangannya dimana Claire pun melakukan hal yang sama. Cewek itu mencoba memijakkan kaki bekas langkah Juno dengan hati-hati dan menurut saja setiap kali Juno memberitahukannya untuk melangkah dengan pelan dan pasti. 

Mereka terus berjalan sambil menikmati pemandangan sekelilingnya dimana Juno mencoba menjelaskan beberapa hal kepada Claire. Mereka bahkan tidak memperhatikan sekelilingnya yang menatap mereka dengan penuh minat sampai ada juga yang mengeluarkan ponsel mereka untuk sekedar mengambil foto kebersamaan mereka yang sedang tertawa dengan tangan yang saling bergenggaman.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



EAAAAAA... Ada desiran cinta sedikit lah yah.
Mayan lah buat baperan dikit.

Liburan udah usai. Besok kudu hadapin kenyataan karena udah kudu gawe 😩

Aku mau istirahat dulu.
Nggak janji kalo besok bakalan upload.

Semoga kalian suka.

P.S. sorry tadi kepencet publish!
Niatnya kepengen save malah salah pencet wkwk 😅

Selow aja guys, jangan sedih.
Ini part panjang banget. 5248 words!

Terbayarlah yah waktu nunggunya 😂












Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top