Part 1 - That damn Juno!

Clarissa Marie Widjaja, menarik kopernya dengan kasar sambil merutuk dalam hati sepanjang perjalanannya menyusuri koridor bandara Soekarno Hatta.

Rencananya yang sudah tersusun rapi hancur berantakan gara-gara satu orang brengsek yang harus ditemuinya. Ugh! Semua ini karena mama!!! MAMA!!

Setiap kali Claire – begitu panggilannya, akan tinggal menjauh dari rumah sudah pasti ibunya akan selalu menyusun rencana konyol untuk supaya dirinya bisa diawasi!

Yeah! Jadi anak perempuan satu-satunya di keluarga sama sekali tidak membuatnya senang, justru Claire semakin nelangsa dengan sikap overprotektive ibunya yang kelewatan.

Dari jaman sekolah, Claire sampai harus bersekolah di sekolah khusus wanita. Dan melanjutkan kuliah di Le Cordon Bleu yang bertempat di negara Prince William karena mendapat beasiswa waktu itu, kekepohan ibunya langsung beranjak dengan mencari apartemen dalam letak yang dinilainya paling aman, lengkap dengan peralatan keamanan dan tinggal bersamanya selama satu tahun sampai Claire bisa bernafas setelah mendapat roommate teman satu jurusannya, Chelsea.

Dia baru bisa bernafas dengan lega karena ibunya menilai Chelsea dengan sangat baik, jadi dia melepaskan Claire tinggal di London bersama Chelsea meskipun harus memakai adegan tangis sana sini tidak karuan sampai Claire merasa risih.

Juga saat dia lulus dan langsung mendapat beberapa tawaran kerja sebagai chef tamu, dan terakhir adalah dia menjadi bintang utama dalam acara memasak bersama Chelsea di Singapore. Mereka juga bersama-sama disitu dan menjadi host acara kuliner dengan berkeliling dari satu negara ke negara lain, membuat Claire lega karena ibunya tidak sampai harus mengekorinya kemana-mana. Selama bersama Chelsea, dia aman karena ibunya sudah sangat percaya kalau Claire akan baik-baik saja.

Barulah saat dia mendapat tawaran sebagai executive chef di sebuah hotel berbintang lima ternama di Jakarta, dia langsung menerimanya sebagai caranya untuk mandiri. Sedangkan Chelsea lebih memilih untuk membuka restorannya sendiri di Singapore.

Dan menerima kabar bahwa dirinya tidak akan bersama-sama dengan Chelsea, ibunya yang tinggal di Surabaya sudah kalang kabut. Dan tanpa sepengetahuan Claire, ibunya menyusun strategi yang membuatnya berang sampai sekarang. Shit! Sikap overprotektive ibunya sudah membuatnya gerah.

Ibunya mengancam akan tinggal dengannya kalau dia tidak mau menuruti keinginan ibunya, yaitu tinggal bersama orang paling brengsek yang dikenalnya karena merasa orang itu paling bisa menjaganya.

Orang itu adalah anak baptis orangtuanya, lantaran karena tidak mempunyai anak laki-laki sepertinya. Selalu saja mereka memaksa Claire untuk memanggilnya dengan sebutan kakak. Heck! Claire tidak sudi. Orang sombong dan angkuh macam Junolio Mananta tidak akan pernah dia anggap sebagai kakaknya atau harus bersikap sopan padanya.

Cowok itu empat tahun lebih tua diatasnya, dan karena merasa diutamakan dikeluarganya, orang itu merasa pantas bertindak semaunya. Ugh! Dia sudah senang kalau tidak perlu melihat muka brengseknya selama lima tahun ini atau pada saat dia memutuskan untuk kuliah di London.

Nyatanya? Niatnya yang kepengen mandiri harus berakhir seperti ini, menyusuri koridor bandara untuk bersiap-siap hidup dalam neraka dunia bersama kakak gadungannya itu. Pake acara harus tinggal bareng di rumahnya pula, haissshhh!!!

Bisa-bisanya sih mama percaya sama orang itu? Bagaimanapun orang itu tidak ada hubungan darah dengannya, kalau dia berniat macam-macam harus gimana coba? Ugh! Demi hidup mandiri tanpa harus diatur oleh ibunya, Claire mau tidak mau menerima peraturan konyolnya dengan tinggal bersama orang itu.

Begitu dia sudah tiba di pintu kedatangan dan melihat banyaknya orang yang berkerumun didepan, Claire tidak perlu berlama-lama untuk mencari dimana letak manusia sombong satu itu padahal sudah lima tahun tidak ditemuinya.

Dia sudah bisa melihat sosok itu yang sedang duduk di dekat pintu masuk sambil menyilangkan tangannya dengan muka bosan.

Sambil mendengus, Claire menarik kasar kopernya berjalan kearahnya dan berhenti tepat didepannya sambil menatapnya kesal. Yang ditatap juga memberikan ekpsresi yang sama.

“Lama banget sih! Pesawat kamu udah tiba dari setengah jam yang lalu! Kenapa empat puluh menit baru keluar kesini?!”, celetuk Juno dengan ketus.

See? Nggak ada basa basi, nggak ada tegur sapa, setelah lima tahun nggak ketemu tetep aja kelakuan nggak berubah. Judes!, sewot Claire kesal.

“Nggak pernah ngerasain naik pesawat dan harus antri imigrasi segala yah? Kalo kamu memang nggak suka, kenapa harus pake jemput?!”, sewot Claire langsung.

“Dan kamu pikir aku kesenengan jemput orang yang nggak tahu terima kasih kayak kamu?! Kalau bukan karena mama kamu, aku sama sekali nggak sudi!”, kembali Juno mengoceh dalam suara dingin lalu segera beranjak dari posisinya untuk berjalan keluar dari situ.

“Aku sama sekali nggak merasa senang karena hal ini”, balas Claire sambil menarik kopernya dan mengikuti Juno dengan ekspresi kesal.

Juno tidak berkata apa-apa lagi selain berjalan dan menyebrang ke pelataran parkir yang ada disebrang jalan dengan cueknya.

Dia meninggalkan Claire yang kesusahan menarik kopernya yang harus melewati pembatas jalan yang tinggi. Cowok itu benar-benar tidak punya perasaan, tega-teganya membiarkan dirinya bawa koper berat begini tanpa berpikir untuk membantunya.

Walaupun Claire sama sekali tidak berharap Juno membantunya tapi setidaknya pikirkan juga dong jalanan seperti ini untuk dirinya yang berperawakan kecil dengan koper besar yang harus ditariknya.

Ugh! Claire mulai kewalahan dengan banyaknya bahu jalan yang harus dilewati, jangan lupakan juga undakan yang harus dia lewati untuk mencapai pelataran parkir yang ada di seberang lobby ruang kedatangan di bandara ini.

Sementara itu, dia mencoba melihat kedepan dimana sosok Juno sudah cukup menjauh. Sial! Dasar cowok tidak punya perasaan, tidak punya inisiatif, tidak punya hati!, kembali Claire merutuk kesal kepada cowok itu.

“Mau dibantuin neng?”, tanya juru parkir yang tiba-tiba melintas di depannya.

Tanpa menunggu jawaban Claire, abang juru parkir itu langsung mengangkat koper itu dengan mudahnya dan sukses menyebrangkan koper sialannya itu ke aspal pelataran parkir. See? Even juru parkir aja punya naluri untuk membantu seorang perempuan yang kesusahan bawa kopernya sementara masih ada tas dan hand carry yang harus dibawanya.

Dengan penuh rasa syukur Claire berterimakasih kepada abang juru parkir dimana abang itu hanya memberikan senyuman tulusnya lalu kembali melakukan tugasnya untuk memarkirkan mobil yang datang dari arah lain.

Kini Claire kembali menarik kopernya dan menengadah kanan kiri mencari sosok Juno. Dia tidak ada. Great! Seolah kesialannya hari ini kurang lengkap dengan sikap seenak jidatnya Juno itu.

Claire menghentikan langkahnya di tengah-tengah pelataran parkir sambil membuka tasnya dan meraih ponselnya, oh yes! Dia tidak tahu nomor ponsel cowok rese itu. Fixed! Dia merasa bodoh dan terdiam sambil berpikir apa yang harus dilakukannya. Apakah dia harus mencegat taksi di lobby tadi untuk pergi ke hotel terdekat sambil mencari cara lain setelahnya?

Ahhh... pihak hotel bahkan memberikannya fasilitas berupa sebuah apartemen di bilangan Kuningan, bagaimana kalau dia kesana saja dengan....

Tiiinn...!!! Tiiinnnn!!!

Claire melonjak kaget mendengar ada suara klakson yang nyaring dari arah belakangnya. Spontan dia menoleh dimana sudah ada sebuah sedan Chevrolet Camaro berwarna kuning di belakangnya sambil menangkup dadanya yang bergemuruh cepat.


Dia kaget bukan main. Baru saja dia ingin mendamprat tapi sih pengemudi itu keluar dengan wajah angkuhnya. Crap!

“Ngapain kamu bengong-bengong disitu?! Sana masuk!”, desis Juno dengan nada perintah.

Claire mengerjap tidak percaya dan ingin segera membalas perkataannya tapi dia mengurungkan niatnya. Tidak akan ada gunanya. Yang ada Claire makin nelangsa dengan harus menahan diri untuk tidak melempar apapun kearahnya.

Dia langsung menarik kopernya itu dengan kasar dan menuju ke bagasi mobil dimana dia sendiri bingung bagaimana menaruh koper dengan kapasitas 30 kilo ke dalam bagasi sekecil itu. Juga hand carry-nya berupa satu paper bag besar. Kembali dia terdiam beberapa saat.

Tiba-tiba sebuah tangan mengambil alih kopernya itu, Claire langsung menoleh kaget dan Juno sudah mengangkat kopernya dan menaruh koper itu ke kursi belakang mobil dengan muka yang busuk banget.

Dia lalu kembali ke belakang untuk menutup pintu bagasinya dengan kasar sambil menatap Claire tajam.

“Taruh sisa barang kamu di pintu belakang! Nggak usah kebanyakan diem dan bengong kayak orang bego karena itu cuma buang waktu!”, cetus Juno datar lalu berjalan menuju pintu depan di balik kemudi. Shit!

Claire mendengus lalu membuka pintu belakang dan masuk ke dalam situ sambil menaruh paper bagnya diatas koper yang sudah ada disitu.

“Maksud kamu apa duduk dibelakang? Emangnya aku supir?!!!!”, desis Juno dengan ekspresi tidak senang.

“Aku nggak niat untuk duduk di sebelah kamu, jadi...”

“Jadi kalau kamu nggak niat untuk duduk di depan, ada baiknya kamu turun disini dan cari tumpangan lain! Sekali lagi, aku nggak mau buang waktu untuk ladenin kamu karena sehabis ini aku ada janji!”, sela Juno tidak sabaran.

Claire mengerang kesal dan keluar dari pintu belakang lalu pindah ke kursi depan. Nggak bisa apa hidupnya dibuat tenang?

Dalam hatinya, dia sudah terus-terusan mengingatkan dirinya untuk bersabar. Dia menarik safety belt lalu memasangnya dengan wajah kesal, dimana bertepatan saat itu Juno mulai melajukan kemudinya dengan mantap.

Sambil menyetir, ponsel Juno berbunyi dan dia segera mengangkatnya sambil memgemudikan mobilnya sementara Claire mencoba memejamkan matanya untuk menghilangkan rasa penat yang ada dikepalanya. Lelah jasmani dan rohani soalnya.

“Kenapa sih lu nggak sabaran, Tian?!”, celetuk Juno pada ponselnya. Jeda sejenak.

“Emangnya lu nggak bisa tunggu sekitar dua jam lagi? Gue masih di bandara, baru keluar parkir”, kembali Juno bersuara dengan datar.

“Okay, fine! Kalau gitu gue langsung kesana, mungkin sejam lagi gue sampe. Atau kurang dari sejam”, lanjut Juno yang spontan membuat Claire membuka matanya dan menoleh kearahnya dengan alis terangkat.

“Okay!”, ucap Juno lalu memutuskan telepon itu dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.

“Maksud kamu apa barusan? Dalam sejam mau langsung kemana?”, tanya Claire langsung tanpa basa basi.

Juno memutar bola matanya sambil melirik sinis kearah Claire. “Nggak usah banyak tanya. Duduk manis aja dimobil. Aku udah bilang kalau punya janji sama teman, dan kamu udah membuang waktu dengan berlama-lama didalam sana dan jalan ke parkiran pake bengong segala di tengah jalan”.

What the... !!!

“Aku baru landing, Juno! Dan kamu udah main bawa aku ke tempat lain? Apa nggak turunin aku di tempat kamu dulu lalu setelahnya kamu bisa pergi untuk janjian sama temen kamu?!”, celetuk Claire dingin.

Sorry, aku bukan supir yang bisa kamu atur-atur. Aku yang bawa jalan dan aku yang menentukan. Lebih baik kamu duduk diam dan nggak usah komentar apapun!  Lagipula, jarak apartemen aku dengan jarak janji temu itu beda jauh. Sudah pasti lebih dekat kearah janji temu”, balas Juno dengan alis terangkat setengah.

“Jadi aku harus ikut kamu?!”, sahut Claire langsung.

“Emangnya perlu ditanya lagi?!”, desis Juno malas.

Grrrrr.... Claire berdecak kesal dan menyandarkan dirinya di kursi dengan pasrah. Dalam hatinya dia mulai kembali merutuki hari ini dengan harus berhadapan orang seperti Juno.

Dia mencoba untuk memejamkan matanya saja sambil menyilangkan tangannya, berharap dirinya bisa tidur saja daripada harus berargumen dengan cowok brengsek yang ada disampingnya.



❤❤❤❤❤❤❤❤


Lagi on banget!
Jadi pengen upload karena aku suka semangat kalo awal2 part gini 😅
.
.
.
.
.
.
.

Claire, cantik yah? 😍



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top