PART. 8 - THE GUESTS
Nulisin si Om tuh addicted banget. Niatnya cuma satu part, malah nagih sampe ke part selanjutnya. Heran.
Happy Reading. 💜
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Rasa pening di kepala Liam semakin bertambah ketika bisa mendengar banyaknya suara di luar sana. Entah apa yang dilakukan Chelsea kali ini karena dia sudah lelah untuk menjelaskan tentang betapa pentingnya sebuah ketenangan kurang dari 24 jam yang lalu.
Sejak piknik kemarin sore, Liam enggan untuk bertemu muka dengan Chelsea karena alasan yang sama sekali tidak diketahuinya. Dia merasa semakin tidak nyaman oleh karena kehadiran Chelsea dalam rumahnya, meski perlu diakui jika Liam sangat menyukai makanan buatannya.
Tidak bisa lagi berkonsentrasi karena kali ini suara Chelsea terdengar begitu jelas, Liam menggeram pelan sambil beranjak dari kursinya untuk keluar. Baru saja dia membuka pintu, tiba-tiba Chelsea menubruk tubuhnya dan spontan dia mencengkeram lengan wanita muda itu agar tidak terjatuh. A, pikirnya.
"Bisa nggak sih jangan berisik? Harus dibilangin berapa kali kalau aku nggak suka?" sewot Liam sinis.
"Kamu yang daritadi dipanggil nggak keluar ruangan!" balas Chelsea sambil membetulkan posisi berdiri dan melepas cengkeraman Liam dari lengannya. "Ada Tiffany sama pacarnya datang ke sini."
"Apa?" seru Liam dengan nada tinggi dan mata terbelalak kaget.
"Ngomong pelan-pelan, Liam," ujar Chelsea dengan ekspresi jenuh.
"Siapa yang kasih izin untuk mereka masuk ke area ini? Dan siapa yang suruh bukain pintu?" tanya Liam tidak terima sambil keluar dari ruang kerjanya dan langkahnya terhenti saat melihat dua sosok menyebalkan itu ternyata sedang berdiri tidak jauh dari ruang kerjanya. Tiffany dan Nick.
Tiffany memberikan senyuman lebar ke arahnya, sementara Nick memberi ekspresi yang tidak kalah dingin darinya. Anak muda itu adalah putri ayahnya dari istri kedua yang sangat tidak disukai Liam dan karena dialah, Liam harus menerima hukuman berupa perjodohan yang dilakukan ayahnya, yaitu menikah dengan wanita asing yang seenaknya mengubah suasana rumahnya menjadi ramai dan bising seperti ini.
"Ya, aku lah, siapa lagi?" sahut Chelsea santai dan sukses membuat Liam berbalik untuk menatapnya tajam.
"Sejak kapan kamu berlagak jadi nyonya rumah dan mempersilahkan orang buat masuk ke sini tanpa izin dariku?" desis Liam geram.
Tiffany dan Nick sama-sama tertegun mendengar jawaban Chelsea, menatap mereka bergantian dengan tatapan tidak percaya. Sementara itu, Liam dan Chelsea masih saling beradu melempar tatapan tajam seolah tidak peduli dengan adanya orang lain selain mereka.
"Ya sejak aku nikah sama yang punya rumah. Lagian juga, mereka itu bukan orang lain, tapi adik kamu sendiri," jawab Chelsea dengan alis terangkat tinggi-tinggi.
"Nggak perlu sok tahu dan sok ngerti tentang urusan orang," balas Liam kesal.
"Kalau gitu nggak usah konyol," sahut Chelsea sambil bersidekap. "Apa sih masalahnya? Besok, Tiffany udah mau balik ke Connecticut dan dia cuma mau pamit sama kamu. Kalau aku jadi Nick, aku nggak bakalan sudi anterin Tiffany ke sini."
"Bener banget, gue setuju!" timpal Nick kemudian. "Sebenarnya gue nggak sudi buat dateng ke sini, tapi karena punya cewek yang kelewat bego jadi yah terima nasib."
"Nick, nggak boleh gitu!" tegur Tiffany langsung dan Nick hanya berdecak malas.
Menghela napas, Liam hanya menatap Tiffany datar, merasa heran dengan pikirannya yang berniat untuk membina hubungan setelah apa yang sudah dilakukan Liam padanya. Anak muda itu memiliki hati yang terlalu baik dan memuakkan baginya, yang membuatnya terkesan tidak normal, terlebih dari dirinya yang masih bisa memberikan senyuman untuk orang yang ingin menghancurkan hidupnya.
"Kamu udah ketemu aku sekarang, jadi silahkan pergi," ucap Liam saat tatapannya dengan Tiffany bertemu.
Tiffany mengerjap pelan dan terlihat ragu sambil maju selangkah. "A-Aku bakalan pergi cukup lama buat kuliah, jadi boleh peluk, gak? Aku takut kangen."
Nick kembali berdecak kesal, sedangkan Chelsea masih terdiam.
"Nggak boleh! Kamu pergi se..." ucapan Liam terhenti saat Tiffany tiba-tiba maju untuk memeluk pinggangnya dengan erat.
Menahan napas, Liam merasa tubuhnya mendadak kaku dan tidak tahu apa yang harus dilakukan karena Tiffany mulai terisak pelan dalam pelukan. Oh, please, yang benar saja, keluhnya dalam hati. Chelsea dan Nick kompak memutar bola mata dan membuang tatapan ke arah lain.
"Kamu harus jaga diri baik-baik, Kak. Jangan bikin Papa marah lagi dan harus bahagia, ya," ucap Tiffany serak sambil menarik diri dan menatap Liam penuh arti.
Liam mengangguk sebagai balasan karena masih tidak tahu apa yang harus dilakukan selain merasa heran. Dia bukan tipikal orang yang mudah terharu atau tersanjung dengan perhatian atau tindakan yang tidak diperlukan seperti ini. Baginya, semua hal dalam dunia adalah kamuflase.
"Yuk, kita balik!" ajak Nick sambil menarik tangan Tiffany untuk menjauh dari Liam.
Liam melirik tajam pada Nick yang memang sudah menatapnya tidak suka secara terang-terangan sejak tadi. Meski begitu, Liam sudah bisa menilai jika Tiffany berada di tangan yang tepat bersama berandalan sialan itu. Konsisten, penuh tekad, dan sangat berani.
Baru saja dia merasa lega jika keduanya akan segera pergi dari rumahnya, suara Chelsea kembali membuatnya kesal dan mendelik tajam pada wanita sialan itu.
"Eh, jangan pulang dulu dong. Udah datang jauh-jauh masa gitu aja? Dinner dulu yuk, kebetulan aku udah masak," seru Chelsea riang dan terdengar antusias.
"Nggak usah deh," tolak Nick dan langsung dibantah oleh Tiffany.
"Tadi kan kamu bilang laper, ya udah makan dulu aja. Kakak iparku ini kan chef, udah pasti makanannya enak dan kita perlu cobain. Ya, kan, Kak?" sahut Tiffany yang langsung disambut anggukan kepala oleh Chelsea.
"Iya banget," balas Chelsea sambil menggandeng tangan Tiffany untuk berjalan mengikutinya.
Nick menggertakkan gigi dan hanya bisa mengekori keduanya, sementara Liam masih menatap tajam punggung Chelsea yang hendak berjalan menuju tangga, tapi wanita itu berbalik untuk menatapnya dengan cengiran lebar yang sudah pasti merupakan ejekan.
"Jangan pelototin orang terus nanti matanya keluar," ujar Chelsea santai. "Makan dulu, yuk, marah-marahnya nanti aja. Kalau laper, emang bawaannya suka emosi."
Liam menelan makiannya karena Chelsea langsung berbalik dan menarik Tiffany untuk turun ke lantai bawah, disusul Nick yang terlihat mengulum senyum geli sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku jaketnya.
Merasa tidak terima, Liam menyusul mereka yang sudah menuju ke ruang makan, dan mempercepat langkah untuk menjangkau Chelsea yang menuju ke pantry untuk mengambil makanan.
"Aku nggak pernah terima kedatangan tamu dan nggak akan pernah mau! Tapi kamu udah mulai cari masalah dengan terima mereka berdua ke sini," ucap Liam dengan nada dingin namun pelan seolah berbisik.
Chelsea menoleh sambil mengangkat semangkuk salad dan menatapnya datar. "Bagus kalau gitu, jadikan hari ini sebagai latihan untuk terima kedatangan keluarga. Inget, yah, kamu itu udah ketuaan buat jadi childish dan permaluin diri di depan anak tanggung kayak mereka."
Chelsea pun berjalan melewatinya dengan santai, membuat Liam menggertakkan gigi dan menatapnya geram. Berusaha untuk menahan diri, Liam pun duduk di kursi utama dimana Nick dan Tiffany duduk di sisi kiri, sementara Chelsea di sisi kanan dan terlihat sibuk menyiapkan makan malam untuk mereka. Cih!
"Aku seneng banget kalau bisa makan bareng sama kak Liam," celetuk Tiffany senang sambil menerima piring yang sudah berisikan nasi dari Chelsea.
"Oh ya? Emangnya nggak pernah makan bareng?" tanya Chelsea ramah sambil mengoper piring ke Nick sekarang.
Tiffany menggeleng. "Nggak pernah karena Kak Liam sibuk."
"Oh, sibuk," celetuk Chelsea dengan nada menyindir sambil meliriknya singkat dan meletakkan piring yang berisi nasi tepat di depan Liam.
"Iya, jadinya aku seneng banget," balas Tiffany ceria.
"Baguslah, itu tandanya kamu dikasih kesempatan buat ngeliat betapa rakusnya Liam di meja makan," cibir Chelsea.
Nick yang sedaritadi terdiam langsung tergelak dan Tiffany mengulum senyum atau bisa dibilang menahan tawa sambil menatap Liam penuh arti. Meski begitu, Liam tidak menggubris cibiran Chelsea dengan mulai menikmati makan malam dalam diam karena enggan untuk meladeninya.
"Kalau kak Liam bisa makan banyak, itu artinya makanan kak Chelsea enak banget," ujar Tiffany kemudian.
"Itu udah pasti karena orangnya terlalu banyak komplain. Diemnya cuma pas makan aja," balas Chelsea tanpa ragu.
"Kenapa kamu selalu cari masalah? Kamu yang suruh orang jangan kekanakan, tapi nyindir terus daritadi," desis Liam sambil menatap Chelsea tajam.
"Aku ngomong apa adanya, bukan nyindir," sahut Chelsea kalem.
"Dan apa ini yang disebut dewasa dan bukan kekanakan?" balas Liam sengit.
"Ini diskusi, bukan kekanakan. Toh mereka adalah keluarga, bukan orang lain, jadi kenapa harus merasa malu atau tersindir?" tukas Chelsea.
"Diskusi macam apa ini?" desis Liam geram.
"Semacam informasi buat adik kamu yang nggak pernah makan bareng sama kamu. Biar dia nggak perlu kuatir kalau kakaknya kekurangan makan selagi dia harus kuliah di LN," ucap Chelsea santai.
"Oh, jadi kamu merasa hebat dengan kasih info yang nggak penting kayak gitu?" balas Liam gerah.
Selagi mereka berdua saling melempar argumen, Nick dan Tiffany memperhatikan mereka secara bergantian dengan tatapan menilai dalam diam. Tiffany memberi senyuman hangat saat tatapannya bertemu dengan Liam, seperti menyiratkan kelegaan di sana. Risih, Liam membalas tatapannya dengan ekspresi menegur.
"Jangan liatin orang kayak gitu, aku nggak suka," tegur Liam.
Senyuman Tiffany semakin melebar. "Aku senang lihat kak Liam kayak gini. Baru kali ini, aku bisa liat kamu ekspresif begini, biasanya datar dan diam aja. Aku jadi tenang karena ada kak Chelsea yang temenin kamu."
Mendengar hal itu, Liam spontan memberi dengusan kasar sambil melirik sinis pada Chelsea yang juga menatapnya dengan ekspresi jijik di sana. Ucapan Tiffany sama sekali tidak lucu dan tidak masuk akal.
"Setuju," komentar Nick tiba-tiba dan membuat Liam menoleh padanya. "Kalian berdua cocok, itu aja komen terbaik dari gue."
"Jangan berkata seperti itu, Anak Muda, nanti om Liam-nya marah," celetuk Chelsea dengan nada manja yang dibuat-buat.
Nick dan Tiffany spontan tertawa geli, yang membuat Liam semakin terlihat tidak senang dan menatap Chelsea tajam.
"Kamu benar-benar mau cari masalah, ya," desis Liam.
"Aku cuma ngomong apa adanya, kenapa kamu malah tersinggung? Emangnya kamu setuju soal kita yang cocok?" balas Chelsea dengan ekspresi tak berdosanya.
"Dalam mimpi!" sahut Liam ketus.
"See?" ujar Chelsea sambil menatap Nick dan Tiffany bergantian. "Dia udah pasti bakalan marah, makanya jangan kebanyakan ngomong. Itu nggak baik buat kesehatan kita bersama, because we have to be quiet for our own peace."
Chelsea benar-benar menunjukkan sikap tidak senangnya ketika Liam mengajukan peraturan yang disampaikannya kemarin. Wanita itu tidak bisa diam, selalu kesana kemari melakukan banyak kegiatan yang tidak berguna, juga mengganggu ketenangan dirinya.
Saat suasana sudah menjadi hening, tidak ada pembicaraan selain bunyi dentingan sendok dan garpu, disitu Liam merasa kesal sendiri karena menangkap ekspresi geli dari Chelsea yang sedang menunduk untuk menikmati makan malamnya.
Wanita itu sangat berani, begitu tegas dalam menghadapinya, dan tidak peduli dengan apa yang diucapkannya. Seolah Chelsea adalah perwujudan karma dari apa yang pernah dilakukannya selama ini. Shit.
Setengah jam kemudian, makan malam itu selesai. Liam menghela napas lega karena kedua orang itu harus pergi dan dia bisa kembali ke ruang kerjanya tanpa harus beradu argument dengan Chelsea kembali.
"Terima kasih banyak untuk dinner-nya, Kak. Semuanya enak-enak banget," ucap Tiffany saat mereka sudah berada di ruang utama. "Nanti aku minta beberapa resep buat masak sendiri, ya."
"Boleh, nanti aku kirimin resep simple yang bisa kamu buat sendiri nanti," ujar Chelsea senang. "Berangkat jam berapa besok?"
"Siang sekitar jam satu, Kak," jawab Tiffany.
"Maaf ya aku nggak bisa anter soalnya besok ada pesenan katering dan bakalan sibuk di resto," ujar Chelsea dengan nada menyesal.
Liam tidak mengerti dengan adanya basa basi yang dilakukan di hadapannya. Sama sekali tidak percaya dengan Chelsea yang berpura-pura tidak bisa mengantar padahal bukan urusannya dan tidak diperlukan untuk menawarkan jasa pengantaran seperti itu.
"Nggak apa-apa, Kak, besok Nick dan Papa yang anter aku," ucap Tiffany senang.
"Loh, Nick nggak ikutan?" tanya Chelsea dengan alis terangkat.
"Nope, gue lanjut di Berlin," jawab Nick.
"Wow, LDR-nya bakalan ribet karena jarak dan waktu, tapi good luck buat kalian berdua, ya," tukas Chelsea dan keduanya mengangguk.
LDR. Hubungan jarak jauh yang memuakkan dan pernah dijalaninya, lalu berakhir tidak menyenangkan sampai Liam enggan untuk mempercayai wanita lagi.
"Kalau dijalani pake niat dari kedua belah pihak, gue yakin bakalan seimbang. Kita nggak mau muluk-muluk atau berjanji untuk sesuatu yang belum pasti karena masih muda, tapi kami serius jalanin hubungan ini," ucap Nick yang disambut dengan anggukan setuju dari Tiffany.
Meski Liam mengakui ucapan Nick yang terdengar masuk akal, tapi dia masih dengan ekspresi datarnya, berbanding terbalik dengan Chelsea yang menatap kagum mereka. Tatapannya beralih saat melihat Tiffany yang datang menghampirinya dan berjinjit untuk memberi pelukan padanya, lalu memberi cium di pipinya dengan singkat.
Tiffany menarik diri tanpa melepas pelukan sambil menatap Liam dengan penuh arti, tidak bersuara meski matanya berkaca-kaca. Liam hanya memberi anggukan kepala.
"Jaga diri baik-baik," ucap Liam dengan suara bergumam.
Tiffany mengangguk cepat. "Kamu juga."
Tiffany berbalik untuk menatap Chelsea dan memeluknya erat. "Do me a favor, Sis."
"Ya?" balas Chelsea.
"Please take a good care of my brother. He's all I have," ujar Tiffany sungguh-sungguh. "Walau kak Liam keliatan super cuek dan keras, tapi dia baik dan layak mendapat kebaikan dalam hidupnya. Aku yakin kak Chelsea akan ngerti nantinya."
Semuanya tertegun, termasuk Liam. Ucapan Tiffany membuat dadanya sesak seiring dengan amarah yang menguar. Rahangnya mengetat mendengar semua omong kosong yang didengarnya sedaritadi. Tanpa berkata apapun, Liam segera berbalik dan meninggalkan tanpa perlu mendengar lebih banyak, lalu kembali ke ruang kerjanya.
Apa sih maksudnya? Hal yang paling umum terjadi jika seseorang mendapat perlakuan tidak menyenangkan adalah membalasnya atau memaki atau menyumpahinya. Bukan malah bersikap sebaliknya seperti yang dilakukan Tiffany padanya.
Liam semakin marah mendapat kebaikan dari seorang gadis yang sudah dihancurkannya itu. Apa-apaan dia? Seolah apa yang dialaminya masih belum cukup untuk menyiksanya. Kini, perkataan Tiffany tadi malah terngiang-ngiang di kepalanya sampai dia merasakan pening yang tidak diinginkan.
Merasa seperti ada yang datang, Liam menoleh dan melihat Chelsea yang datang menyusulnya, amarah Liam semakin menguar sekarang.
"Kamu tuh nggak sopan. Orang niat baik minta izin sama kamu, udah melow dan sedih kayak gitu, tapi kamu main tinggal aja tanpa ngomong apa-apa," ucap Chelsea dengan nada teguran dan penuh penekanan.
Liam menghunusnya dengan tatapan tajam dan spontan mencengkeram satu lengan Chelsea begitu kuat hingga membuatnya meringis pelan.
"Kamu udah terlalu banyak ikut campur, Chelsea," ujar Liam dingin dengan wajah yang sudah menggelap. "Sekali lagi kamu membantah atau mempermalukan aku di depan orang lain, aku nggak akan segan-segan menjatuhkan kamu dalam tindakan yang nggak akan pernah kamu bayangkan seumur hidup kamu."
Chelsea menatapnya marah dan terlihat menahan diri sambil melepas cengkeraman Liam di lengannya tapi tidak bisa karena cengkeraman itu menguat.
"Kamu yang nggak punya hati! Bukan aku yang permaluin kamu, tapi kamu yang permaluin diri kamu sendiri!" desis Chelsea tajam. "Lepasin!"
"Aku nggak akan lepasin kalau kamu... Ugh!"
BUGG! Sebuah pukulan keras mendarat di sisi kepala Liam dan spontan dia melepaskan cengkeramannya untuk mengusap sisi kepalanya yang terasa nyeri. Chelsea memukulnya dengan telak.
Chelsea menatapnya marah sambil mengusap lengan yang tadi dicengkeramnya. "Selain nggak punya hati, kamu itu pengecut! Beraninya sama perempuan! Fuck you, Liam! Once again you touch me, I promise I'll break your leg!"
Chelsea pun berbalik dan membanting pintu ruang kerjanya begitu kencang hingga dinding ruangan itu bergetar. Tertegun, juga tidak percaya dengan apa yang didapatinya barusan. Liam mulai kehabisan kata-kata untuk mengekspresikan Chelsea dalam benaknya saat ini.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Pengen bikin Om Liam jadi jahat banget di revisi kali ini, juga pengen bikin Chelsea makin nyesel karena dinikahin sama cowok modelan Liam.
Liat nanti juga sih, karena Sheliu bukan member drama2 club kalau bikin ginian.
Sukanya yang pasti2 aja gitu. 🤣
Happy weekend, Genks.
Semoga harapanmu terkabul,
jika belum, masih ada besok yang mungkin saja Tuhan sediakan yang lebih baik dari apa yang kamu harapkan.
Jangan lupa bahagiakan diri sendiri, baru orang lain. Jangan terbalik 💜
Om, kurangin dikit dong gantengnya 😭
24.06.22 (23.10 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top