PART. 4 - JOYFUL MORNING

Since Ian keknya berat banget sedangkan aku butuh yang ringan dan bikin seneng hati, kita lanjut di Om Liam dan Dedek Chelsea aja ya.

Happy Reading 💜



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Pagi yang biasanya tenang, kini harus diwarnai dengan perdebatan yang tidak berarti dan sikap lancang dari seorang wanita muda yang cukup membuat Liam emosi sekaligus sakit kepala disaat yang bersamaan. Berkata dalam suara tegas dan lantang, Chelsea berdebat dengannya seolah Liam sudah melanggar batas teritori kehidupannya walau hanya urusan kecil seperti itu.

Apakah memang harus membela diri sampai sesengit itu? pikir Liam tidak habis pikir. Apa yang dilakukan Chelsea membuatnya teringat pada seorang anak muda yang sempat bersitegang dengannya. Namanya Nick.

Mendapati seorang juru masak profesional sebagai istrinya, justru menjadi masalah bagi Liam. Karena Liam tidak mendapatkan sesuatu yang mengecewakan dalam diri Chelsea, juga tidak ingin hidupnya kacau dengan adanya kehadiran seorang wanita dalam hidupnya, yang nantinya merasa punya hak atas dirinya dengan dalih sebuah status.

Meski demikian, Liam perlu mengakui jika hasil tangan Chelsea dalam mengolah makanan begitu luar biasa sehingga bisa menikmati omelette dan pancake ternikmat yang pernah dirasakannya. Juga sedikit merasa senang jika wanita itu memiliki inisiatif dalam membuat sarapan sampai membuat lebih untuk staff pekerjanya.

Sialnya, Liam harus mengakui jika pilihan ayahnya tidak salah. Sama sekali tidak salah dan begitu jeli, pikir Liam lagi.

"Lebih baik kamu taruh aja makanannya kalau nggak minat buat makan. Berisik!" tegur Liam saat mendengar Chelsea seperti sengaja memotong dan menusuk makanannya dengan kencang.

Seperti menantangnya, Chelsea justru semakin menusukkan garpunya sambil menatap Liam sinis. "Masih laper!"

Menghela napas, Liam mencoba menahan diri untuk tidak meluapkan emosi karena dirinya tahu jika wanita muda itu sedang mencari masalah. Hal mengejutkan terjadi justru pada dirinya yang tertarik dengan ekspresi Chelsea yang marah lewat wajahnya yang memerah. Sangat mempesona, pikirnya.

Kembali menghela napas, kali ini Liam berusaha untuk mengenyahkan perasaan konyol yang terjadi barusan. Bukan tipe yang mudah jatuh cinta, juga tidak pernah merasakan hal itu pada wanita manapun karena ada aturan sendiri dalam hidupnya. Sederhana, sama sekali tidak rumit. Jika menginginkan wanita, dia akan mudah mendapatkan dan bersama tidak lebih dari dua minggu. A couple weeks of pleasure then a quick goodbye.

Dan seorang Chelsea Anne Sutanto bukanlah wanita seperti itu atau sekedar untuk bersenang-senang saja, juga bukan wanita yang akan mengekori prianya. Mengingat hal itu, Liam perlu melakukan sesuatu dalam tiga bulan ini untuk membuat Chelsea berubah pikiran tentang pernikahan ini karena tentu saja tidak akan berhasil.

Disaat Chelsea masih terus menunjukkan emosinya dengan aksi makan yang begitu mengganggu, Liam memutuskan untuk menyudahi sesi sarapannya dan menyesap kopinya sebagai akhir dari hari paginya yang sama sekali tidak tenang.

Namun sebelum dirinya sempat beranjak, sebuah sodoran menahan langkahnya dan itu dari Chelsea. Liam menoleh dan mendapati sebuah tas berwarna coklat yang sepertinya berisi makanan.

"Ini apa?" tanya Liam malas karena enggan meladeninya lagi.

"Bekal makan, Suamiku," jawab Chelsea dengan nada menyindir. "Takutnya sibuk terus nggak sempet makan."

"Nggak per..."

"Aku tahu kalau kamu akan jawab kayak gitu," potong Chelsea tajam.

"Lalu?" balas Liam dengan satu alis terangkat.

"Ya sengaja lah bikin kamu tambah keki," sahut Chelsea tanpa rasa bersalah dan ekspresi yang sangat menyebalkan. "Biar kamu maki-maki, atau nggak merasa malu karena bawa-bawa tas bekal kayak gitu."

Liam menggelengkan kepala. "Aku nggak mau bawa, simpen aja buat..."

"Oh, tenang aja, nanti aku kirim ke kantor langsung," sahut Chelsea santai sambil tersenyum sinis. "Aku tahu kantor kamu kok, dikasih tahu sama Papa mertua yang baik hati tadi pagi."

"Apa?" seru Liam sambil melotot galak.

"Plan B, Sayang. Udah pasti kamu mau nolak, jadi aku udah siapin plan B supaya kamu nggak bisa nolak. Kamu nggak mau bawa, ya udah, aku bisa suruh staff buat anter nanti."

Liam menggeram pelan sambil mengambil tas bekal itu dengan berat hati, terlihat senyum kemenangan Chelsea yang begitu puas dan itu membuatnya semakin dongkol.

Setelah itu, Chelsea mengambil piring-piring kotor yang ada di meja dan segera membawanya ke tempat cucian piring. Tanpa menunggu pesuruh, wanita itu mencuci semua piring kotor itu sendiri, juga membersihkan meja dengan cepat dan terlatih. Tidak menyadari memperhatikan itu semua, Liam merasa tolol karena sudah menghabiskan waktu beberapa menit untuk melihat apa yang dilakukan Chelsea seperti itu.

"Aku berangkat, ya," ucap Chelsea saat sudah berada disampingnya.

Keduanya mulai berjalan beriringan menuju ke pintu utama.

"Naik apa?" tanya Liam dengan kening berkerut.

"Aku bawa mobil," jawab Chelsea santai.

Saat mereka tiba di depan, sudah ada beberapa staff pekerja menyambut mereka sambil membungkukkan badan. Chelsea berjinjit untuk melihat ke arah kanan dimana Liam ikut melihat ada sebuah mobil sedan berwarna merah yang cukup dikenalinya sudah berada di sana.

"Itu..."

"Semalam, aku telpon supir buat bawain mobil karena mau kerja," cerita Chelsea tanpa membiarkan Liam menyelesaikan ucapannya.

Alis Liam terangkat. "Seriously?"

Chelsea mengangguk cepat.

"Nggak mau ikutan?" tanya Liam menawarkan tumpangan meski hanya sekedar basa basi dan menahan senyuman.

Chelsea memicingkan matanya dengan ekspresi curiga sambil bersidekap. "Bukannya kita nggak perlu ikut campur urusan masing-masing? Bilang aja mau tahu dimana aku kerja, iya kan? Nggak usah, aku bisa jalan sendiri."

Liam menganggukkan kepala sambil tersenyum miring. "Fine, takutnya nanti kamu butuh tumpangan tapi nggak bisa karena untuk masuk ke area sini nggak mudah. Taksi umum dilarang masuk, juga harus dapat persetujuan dari kepala komplek di depan sana."

"Tapi supir bisa bawa mobilnya dan nangkring di situ," celetuk Chelsea sambil mengarahkan dagu ke arah mobilnya.

"Okay, we have no problem here. Good day to you, Baby," ucap Liam dengan nada mengejek, lalu segera masuk ke kursi belakang dan pintu ditutup oleh asistennya.

Sambil melihat dari kaca spion, Liam mengawasi Chelsea yang mulai berjalan menuju ke sedan merahnya dengan wajah menekuk cemberut. Sangat lucu, pikir Liam.

"Apa kamu udah lakuin apa yang saya suruh, Jon?" tanya Liam pada supirnya tanpa mengalihkan tatapan dari kaca spion.

"Sudah, Pak," jawab Jon lugas.

Sambil menyilangkan kaki, Liam menarik senyum sinis sambil melihat Chelsea yang sudah membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya. Menunggu sebentar, senyum Liam mengembang sempurna saat melihat Chelsea tiba-tiba keluar dengan ekspresi bingung dan kesal secara bersamaan untuk melihat kondisi mobilnya.

"Jalan," perintah Liam saat dia melihat Chelsea sudah menemukan sebab mobilnya yang tidak bisa menyala dan tertawa terbahak-bahak saat wanita itu sedang menendang ban mobilnya dengan susah payah.

Sepertinya, hari-harinya akan semakin menarik dengan adanya Chelsea yang selalu membuat dirinya mampu bersikap lebih brengsek dari sebelumnya. Setidaknya, hal itu tidak akan membuatnya bosan.




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Si Om iseng ya, ngerjain mobilnya Chelsea sampe bikin mogok.

Hai, apa kabar?
Sehat dan tetap semangat walau seharian ini dipenuhi rasa sedih karena pemakaman Anak Baik yang dilakukan hari ini.
Rest in love, Eril.

Kenapa ya si Om ganteng banget? 😭



13.06.22 (23.35 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top