PART. 23 - FIRST EXPERIENCE TO IMPRESS

Kalian itu ya, ngebet sama part ini sampe DM ke IG sejak kemarin. 😅
Apa sih yang dicari? Warning?
Okay! Aku kasih nih, biar hepi.

WARNING: MATURE CONTENT (21+)
Mature part written by. CH-Zone

Inget ya, buat yang belum cukup umur dan punya persepsi berbeda soal genre mature, baiknya nggak usah dibaca karena cerita ini memang untuk yang bisa baca, terutama peringatan di atas.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Katanya, hati yang gembira adalah obat. Bagi Chelsea, menangis adalah obat. Sebagai orang yang sangat jarang untuk menangis, juga tidak pernah bersikap sentimentil, baru kali ini dia menghabiskan waktu hampir dua hari hanya untuk menangis.

Setelah puas menangis, Chelsea mencoba meyakinkan kembali hatinya untuk menerima kenyataan. Bagaimanapun, semuanya harus dihadapi, tidak bisa diabaikan, apalagi ditinggalkan. Anggap saja kali ini, Chelsea membayar harga untuk aksi kabur-kaburan yang sempat dilakukannya dulu dan kini perlu bertanggung jawab untuk menyelesaikan apa yang sudah dimulainya.

Pria sialan yang bernama Liam itu benar-benar pergi meninggalkannya dengan alasan pekerjaan. Tentu saja, Chelsea merasa dikerjai dan tidak dihargai sama sekali. Oleh karena itu, Chelsea memutuskan untuk menunggu Liam pulang dan segera mengajukan perceraian.

Koper besarnya dikeluarkan, Chelsea mulai membereskan barang-barang pribadinya yang ternyata tidak terlalu banyak. Hampir semua barang miliknya masih berada di apartemen pribadinya yang sudah tidak pernah dikunjungi sejak menikah.

Dia berpikir untuk menyampaikan semua pikirannya dan keputusannya, terlepas dari Liam setuju atau tidak. Setidaknya, dia harus tahu diri untuk segera angkat kaki dari rumah perkebunan itu setelah Liam pulang nantinya.

Hari demi hari dilalui, Chelsea bekerja dan melakukan aktifitas seperti biasa. Saat Liam belum kembali di hari ketiga, dia berpikir untuk mengitari rumah perkebunan itu dari sudut ke sudut ruangan. Satu hal yang didapatinya dari rumah itu adalah sistim keamanan berupa kamera pengawas ada dimana- mana. Sungguh sangat mengherankan jika harus memasang kamera pengawas di tiap ruang untuk Liam yang tinggal sendirian. Pikiran jahat tentang pria itu sengaja memasang untuk mengawasinya langsung membuatnya cemberut karena merasa seperti dipenjara.

Dari antara semua ruang, hanya bagian pintu belakang, atau tepatnya koridor yang cukup gelap dengan adanya tangga di ujung sana yang mengarah pada sisi timur dekat ranch yang tidak terpasang kamera pengawas. Chelsea cukup tahu jalan keluar dari ranch kuda karena sempat melihat jalan sekitarnya saat berkuda dengan Liam.

Tidak tahu dengan perasaan seperti ini, Chelsea merasa jika Liam berbahaya dan sangat misterius. Pria itu benar-benar bajingan dalam posisi tertinggi untuk kategori bajingan tersialan yang pernah ada.

Lucunya, Chelsea terus mengingat Liam dalam momen yang menyenangkan, seperti saat mereka menikmati makan bersama, pergi bersama, lalu berkuda bersama. Momen yang cukup mengesankan dan membuat Chelsea berusaha mengingatkan diri untuk tidak memperkeruh keadaan dengan bersikap seperti anak muda yang tolol dan naif.

Dia bahkan bergidik saat mencari tahu tentang apa yang dirasakan dan Google sialan memberitahunya bahwa itu dinamakan 'rindu'. Heck, batin Chelsea sambil meringis. Apa dia sudah gila? Sepertinya memang iya karena Chelsea merindukan Liam, alih-alih membencinya atau marah padanya.

Hari pertama, kedua, ketiga, dilewati dengan berbagai macam emosi yang timbul tenggelam, naik turun, dan uring-uringan. Hari keempat sampai hari ini, Chelsea mulai tidak senang dan mulai geram dengan perasaan seperti dipermainkan oleh Liam. Dan mengutuk dirinya betapa bodoh karena merindukan pria sialan itu.

Demi menjaga kewarasan diri, Chelsea memilih untuk mengalihkan perhatian dengan memasak apa saja dari bahan yang dia beli semalam. Menaruh potongan wagyu sebesar telapak tangan ke atas panggangan, disusul suara desisan daging di atas panas yang membuat Chelsea merasa lega. Sembari menunggu daging, dia bekerja untuk menumis sayur pelengkap untuk menu yang akan diberikan kepada seluruh pekerja di rumah perkebunan itu.

Marsih sudah membantunya dengan membuat kentang tumbuk sesuai arahannya. Wanita itu begitu setia dalam menemaninya sejak dirinya tinggal di rumah itu.

"Bu, ini kloter terakhir ya," ujar Marsih dengan pelan. "Semuanya udah dapet jatah, trus ini kalau nggak berhenti, jadi terlalu banyak makanan yang kebuang."

Chelsea mengerjap kaget. "Bukannya baru bikin 20 porsi, Mbok?"

Marsih menggeleng. "Sama kloter ini, totalnya jadi 57 porsi, dan ada lebih 8 porsi, Bu."

Chelsea tidak sadar jika dirinya sudah menghabiskan waktu untuk memasak sebanyak itu, bahkan belum merasakan lelah yang diinginkannya. Jika memiliki masalah, solusinya adalah menyibukkan diri di dapur sampai dirinya merasa lebih baik. Nyatanya? Kepenatannya justru bertambah.

"Ya udah, habis ini diberesin aja," ujar Chelsea akhirnya.

Marsih tersenyum sambil mengangguk. Chelsea memperhatikan Marsih selama beberapa saat dan baru menyadari jika dirinya belum mengobrol banyak oleh karena kesibukan masing-masing.

"Mbok, udah kerja berapa lama di sini?" tanya Chelsea.

"Sejak Bapak masih SMP, Bu," jawab Marsih kemudian.

"Wait? Liam?"

"Iya, waktu beliau masih SMP. Sebenarnya, saya kerja sama Tuan Besar, tapi waktu Bapak mau tinggal sendiri, dia minta saya ikut. Jadi, saya kerja sampai sekarang."

Chelsea merasa senang dengan kemungkinan adanya informasi yang bisa didapati dari pekerja yang sudah bekerja begitu lama, walau cukup heran masih ada yang sanggup menghadapi Liam yang dingin dan kaku itu.

"Kenapa bisa betah sama dia, Mbok? Kita tahu jelas kalau Liam orangnya ngaco," tanya Chelsea spontan.

Marsih terkekeh pelan dan menatap Chelsea dengan hangat. "Sebenarnya, beliau adalah orang yang baik dan lembut. Semenjak Tuan Besar nikah lagi, lalu ada Nona Muda, Bapak jadi merasa asing, kayak nggak dianggap lah istilahnya."

"Sering berantem, yah?" tanya Chelsea lagi.

Marsih terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Tuan Besar sibuk, jadi Bapak dituntut mandiri sejak Ibu udah nggak ada. Sering ngetem di kamar, disangkanya nggak ngapa-ngapain, jadi Tuan Besar suka marah-marah dan Bapak nggak terima. Makanya nggak akur, tapi sebenarnya Bapak itu anak yang baik."

Chelsea mengerjap pelan sambil membayangkan cerita yang disampaikan Marsih. Dia tidak pernah mengalami kehilangan orang tercinta, tapi juga tidak pernah diistimewakan oleh keluarganya sendiri, termasuk ibunya. Jika melihat Liam yang berubah oleh karena kematian ibunya, sudah pasti pria itu mendapatkan kasih sayang yang begitu besar dan mengalami kehilangan yang amat menyakitkan.

"Mbok tahu alasannya kenapa Liam dipaksa nikah sama saya?" tanya Chelsea yang membuat Marsih tampak kaget dan terlihat tidak nyaman.

"Saya cuma perlu tahu, Mbok. Saya bukan orang yang main nuduh sembarangan, apalagi cuma dari asumsi sendiri. Saya butuh masukan biar tahu apa yang perlu saya pertimbangin, supaya saya tahu apa yang saya nggak tahu karena nggak pernah dapat penjelasan yang bener. Karena saya pikir, Liam bukan orang yang pinter buat jelasin sesuatu. Kalau orang mikir kayak gimana, ya dibiarin aja gitu, padahal sebenarnya mungkin aja nggak gitu, kan?" tambah Chelsea panjang lebar, juga tidak sadar dengan apa yang diucapkan barusan oleh karena pikirannya yang semakin penuh.

"Itu hukuman dari Tuan Besar karena Bapak sengaja ngerjain Non Tiffany di sekolah," jawab Marsih yang membuat Chelsea tertegun.

"Ngerjain gimana, Mbok? Suruh orang buat ngebully? Atau Tiffany-nya sengaja dibully?" tanya Chelsea dan Marsih mengangguk.

"Sebenarnya, nggak sepenuhnya dibully karena Bapak niatnya cuma pengen Tuan Besar marah dan cari gara-gara. Bapak kurang perhatian, juga suka berontak, tapi dia nggak maksud kayak gitu. Dia cuma nggak mau diusik atau diatur, tapi dia pinter dan selalu juara kelas di sekolah, cuma Tuan Besar selalu nilainya Bapak itu tukang cari masalah," jawab Marsih lagi.

"Kenapa nggak jelasin aja? Kenapa sampe harus ngerjain adek sendiri? Kayak anak kecil," sewot Chelsea ketus.

Marsih tersenyum dan menggelengkan kepala. "Seperti yang Ibu bilang tadi kalau Bapak bukan orang yang pinter untuk menjelaskan atau menyampaikan sesuatu."

Deg! Chelsea terdiam dan kembali berpikir keras untuk mencerna semua jawaban Marsih. Satu pihak, dia memahami apa yang dirasakan Liam dan kenapa pria itu bisa sangat membenci ayahnya. Di pihak lain, Chelsea tidak bisa menerima orang yang memiliki kepribadian yang tidak terbaca seperti Liam.

Satu usapan lembut terasa di sisi lengan, Chelsea kembali menatap Marsih yang tersenyum hangat padanya dengan sorot mata penuh pengertian. "Liam adalah pria yang baik dan bertanggung jawab. Dari yang saya lihat, Liam sayang sama kamu. Jadi, bersabarlah, karena dia juga membutuhkan waktu untuk mengerti dan memahami dirinya sendiri."

Ucapan Marsih membuat keyakinan diri Chelsea melemah. Ucapan yang mematahkan semua asumsi buruknya pada Liam, juga menambah jumlah kerinduan yang dimilikinya pada pria sialan itu. Lima hari tidak melihatnya, Chelsea merasa ada yang kurang. Tidak ingin mengelak, tapi juga enggan untuk mengakui.

Sampai pada saat dirinya sudah membersihkan diri. Saat dirinya hendak makan malam dan mendapati Dylan yang datang untuk mencari Liam. Saat Chelsea makan malam bersama dengan Dylan, juga saat Liam yang pulang dan menatapnya berang. Tidak ada kata 'aku pulang' dari Liam atau 'selamat datang' darinya, yang ada justru tuduhan dan penghakiman yang tersirat dari sorot matanya yang menusuk tajam.

Terkadang, apa yang terjadi memang tidak membutuhkan penjelasan, tapi justru membiarkannya berjalan seturut dengan yang dikehendaki. Chelsea tidak perlu memberi penjelasan, juga tidak ingin mendapatkan penjelasan, sebab perpisahan adalah yang terbaik. Itu saja yang sanggup diputuskannya saat berhadapan langsung dengan Liam.

Kata cerai sudah terucap dari mulutnya, tidak ada waktu untuk menyesal dan tidak ada waktu untuk diputar kembali. Keputusannya sudah mutlak, tapi harus dipatahkan kembali dengan Liam yang tiba-tiba menariknya ke dalam pelukan dan mengatakan jika dirinya tidak menginginkan hal itu.

Bodoh, itu adalah kata pertama yang muncul dalam benaknya. Sialnya, pelukan Liam justru terasa menyenangkan dan menenangkan hatinya yang gelisah selama beberapa hari ini. Kehadiran Liam seolah obat untuk tangisan lukanya.

Dan saat Liam menciumnya dengan liar, juga tidak membiarkan dirinya lepas dari pelukan, Chelsea sudah tidak sanggup untuk berpikir atau sekedar bergumul tentang benar dan salah, baik dan buruk, juga kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Bukan pasrah, apalagi menyerah, tapi Chelsea membiarkan dirinya kalah untuk meneguk sedikit kelegaan dan kenikmatan dari himpitan luka yang menyesakkan.

Tidak ingin mengelak atau menolak lagi, juga tidak ada kata mundur, Chelsea membiarkan Liam membawanya ke tingkat lebih tinggi dari apa yang diucapkannya. Dengan mempertaruhkan nilai diri, Chelsea mempercayai Liam untuk bisa membuktikan ucapannya.

Ciuman itu terhenti sejenak untuk Liam bisa menatapnya dengan sorot mata yang begitu dalam, lalu mengangkat tubuhnya ke atas meja dengan mudah, dan membuka kedua kaki Chelsea untuk memberi ruang bagi Liam mendekat, kemudian membungkuk dan menciumnya kembali.

Ciuman itu begitu lembut, sangat lembut hingga Chelsea terbuai. Satu tangan Liam mencengkeram dagu Chelsea untuk mendongak lebih lagi agar bisa memperdalam ciumannya, dan satu tangan lagi menyelinap di balik pakaian Chelsea untuk memberi sentuhan yang membuatnya spontan menggelinjang dan memekik kaget.

Chelsea bisa mendengar Liam mendesis pelan di sela-sela ciuman, lalu kembali menciumnya dalam ritme yang lebih cepat dan dalam. Tanpa sadar, Chelsea bisa mengimbangi dengan memberi balasan yang sesuai dengan tempo yang dimainkan. Tidak terburu-buru, tapi juga tidak lamban. Semua terasa pas hingga Chelsea merasa nyaman dengan kondisi saat ini, berciuman selagi dirinya disentuh.

Kedua tangan Chelsea merangkul bahu Liam, mengeluarkan erangan lembut saat merasakan usapan jempol Liam pada putingnya yang menegang. Hanya mengenakan kaus kebesaran kesukaannya dengan celana pendek, memudahkan tangan Liam untuk menjamah kulit tubuhnya yang sensitif.

Ciuman kembali terlepas, kesempatan itu diambil Chelsea untuk menarik napas, tapi Liam menggunakannya untuk menarik kaus kebesarannya ke atas dan melepasnya dengan mudah. Dengan napas yang masih belum beraturan, Chelsea mengerjap bingung saat satu tangan Liam sudah bergerak ke balik punggung, disusul kemudian bra-nya terlepas.

Dari rangkulan, kita kedua tangan Chelsea mencengkeram kuat di bahu Liam, pertanda bahwa dirinya mulai cemas dan ragu, juga malu. Keduanya bertatapan dalam diam, hanya kesunyian yang menyertai, dan deru napas keduanya yang saling bertubrukan.

"I'll do you good, don't be afraid," bisik Liam dengan sorot mata penuh damba, lalu tatapannya turun pada dada Chelsea.

Kulit tubuhnya meremang saat tatapan Liam memperhatikan dirinya yang hanya mengenakan celana pendeknya saat ini. Perasaannya tidak bisa diungkapkan dengan pengalaman pertama dilihat oleh lawan jenis tanpa atasan seperti ini. Namun, Chelsea tidak merasa takut, sebaliknya dia merasa aman.

Tatapan Liam kembali pada tatapan Chelsea, kemudian dengan perlahan, satu tangan diarahkan untuk membelai kepalanya, lalu melepas ikatan rambut Chelsea dan membiarkan rambutnya tergerai.

"You're really a good sight," ucap Liam parau sambil memberikan senyuman singkat dan mendekatkan diri untuk mengecup pipinya singkat.

Kecupan singkat itu berubah menjadi gigitan kecil di pipi, tidak menyakitkan, namun memberi sensasi asing yang membuat Chelsea menahan napas. Tidak sampai disitu, Liam kembali mengecup sekali, dua kali, lalu semakin turun hingga mencapai batas leher, dan berubah menjadi jilatan-jilatan kecil yang meninggalkan jejak basah di sepanjang lehernya.

Satu erangan terlepas, Chelsea mencengkeram kuat lengan Liam agar dirinya tidak jatuh karena tubuhnya mulai gelisah, seolah tidak sanggup menahan dan membuatnya meleleh dari batas pinggang hingga ujung kaki.

Kembali dengan erangan berikutnya saat cumbuan Liam sudah mencapai di sekitaran dada, yang membuat Chelsea teringat kembali dengan setiap tanda merah yang diberikan Liam selagi dirinya tertidur atau mungkin saja sadar tapi tidak sadar. Sensasi yang sama dirasakan, menggelitik tapi menyenangkan. Membuat napasnya memberat, tapi tidak sesak, justru keluar lewat erangan yang terdengar begitu wajar.

Saat mulut Liam sudah mengisap satu putingnya, Chelsea merasa tubuhnya lemas dan satu tangan Liam dengan cepat menahan tubuhnya dari satu tangan yang berada di balik punggungnya, sukses membuat tubuh Chelsea membusung dan memberi akses lebih banyak untuk Liam mencumbu dadanya dengan bernapsu.

Dari hisapan, lalu menggigit pelan, kemudian meliukkan lidah disekitar areola, dan kembali mengisap hingga terlepas, berulang dan berulang, seolah tidak memberi jeda bagi Chelsea untuk bernapas dengan wajar. Apa yang dilakukan Liam membuat Chelsea kewalahan dengan setiap sensasi baru yang tak tertahankan.

Tubuhnya semakin gelisah dengan rasa menuntut yang tidak dimengerti Chelsea. Erangannya semakin sering terdengar, dan dia yakin jika merasakan bagian sensitifnya berkedut nyeri dengan kelembapan yang membuatnya basah sepenuhnya.

Matanya terbelalak kaget diiringi pekikan yang spontan saat merasakan adanya sentuhan tepat di depan celana pendek yang dikenakan. Tangan besar Liam sudah mengusap naik turun diantara kedua kakinya yang terbuka. Tidak bisa untuk menutup oleh karena tubuh Liam yang berdiri diantara kedua kakinya.

"Engghhh, Liam!" pekik Chelsea saat merasakan tangan Liam mulai menyelipkan satu jari untuk mencapai celahnya yang sudah begitu basah di bawah sana.

"Fuck," desis Liam dengan suara mengetat saat memainkan klitoris mungil milik Chelsea dengan gerakan naik turun. "You're so fucking wet, Baby."

Tidak sanggup untuk membalas, Chelsea hanya mampu menutup mata dan semakin kewalahan dengan sensasi yang bergejolak dalam tubuh, seperti ada yang hendak meledak tapi tertahan di dalam dan bersiap untuk mencapai pelepasan.

Seperti mengerti apa yang dirasakan Chelsea, dengan cepat Liam menarik turun celana pendek yang dikenakannya dan Chelsea sepenuhnya telanjang. Mengerjap bingung, lalu memekik malu karena Liam mengangkat dua kaki Chelsea ke atas meja sementara dia meraih kursi dan duduk tepat di depan tubuhnya, hendak protes tapi justru erangan berat yang keluar saat Liam menyentuh celah basahnya dengan lidah yang meliuk naik turun.

Tidak sanggup untuk bertahan, Chelsea merebahkan diri di atas meja dengan posisi kepala Liam yang berada diantara kedua kakinya yang terbuka lebar. Erangannya terdengar begitu sering dan mengencang, bersamaan dengan tubuh yang tidak bisa diam dan begitu gelisah, menggelinjang tidak karuan, dan memanas di sekujur tubuhnya.

Saat tubuhnya melemas, juga degup jantung yang bertalu-talu seirama dengan denyutan keras dari dalam, pinggang Chelsea mengejang dan naik turun bersamaan dengan jeritannya yang begitu kencang dan panjang. Di bawah sana, Liam tidak berhenti, tapi justru semakin liar dalam mengisap celahnya, memberi liukan naik turun, lalu mengisap lagi sampai cairan tubuhnya habis tak bersisa.

Rasanya, energi tubuh Chelsea sudah terkuras dan tidak sanggup untuk beranjak atau bergeser. Dengan napas yang masih memburu, dia mengerjap untk melihat lampu hias yang ada di atas sana, lalu berganti wajah Liam yang sudah memenuhi pandangannya.

Entah kapan pria itu melepas pakaiannya, Chelsea bisa melihat Liam sudah bertelanjang dada. Keduanya saling bertatapan dengan sorot mata yang sama, yaitu kerinduan. Mengikuti perasaannya, Chelsea mengangkat satu tangan untuk membelai sisi wajah Liam dengan lembut, dan Liam menutup matanya seolah menikmati sentuhan Chelsea.

Napas Chelsea kembali tertahan ketika merasakan adanya desakan lembut tepat di depan celahnya. Mengerjap gelisah, Chelsea menurunkan tatapan untuk melihat Liam sedang mengarahkan tubuhnya yang membuat matanya terbelalak. Tidak yakin jika Liam bisa memasukinya dan meringis ngilu saat membayangkannya.

"Look at me," bisik Liam dan Chelsea langsung melakukannya.

"I'll make it good to you," ucap Liam lagi dan kembali mencium bibirnya.

Chelsea mengerang saat Liam berusaha memasukinya kembali. Menekan sekali, dua kali, hingga beberapa kali, sampai akhirnya berhasil walau tidak seberapa. Terasa menyakitkan, juga begitu nyeri hingga seperti tidak bisa merasakan kedua kaki, Chelsea terisak pelan untuk menahan rasa sakit pada tubuh bagian bawahnya.

Bisikan lembut dilakukan Liam, berusaha menenangkan, sesekali diriingi dengan kecupan hangat, dan tatapan penuh arti. Pria itu memperhatikannya, bertanya tentang kondisinya, juga memastikan jika dirinya baik-baik saja, lalu mulai kembali menekan saat sudah mendapatkan persetujuan dari Chelsea.

Dentuman hebat di dada terjadi hingga terasa sesak, Chelsea mengerjap cepat sambil menahan diri untuk tubuhnya yang bergejolak dan rasa sakit yang semakin menjalar saat Liam sudah memasuki tubuhnya sepenuhnya. Terasa penuh, sesak, panas, juga nyeri. Meski begitu, Liam melakukannya dengan hati-hati dan begitu lembut padanya.

Sampai akhirnya, Chelsea merasakan sensasi kenikmatan itu kembali, menuntut lebih dari apa yang didapatinya saat ini, juga mencapai pelepasan yang lebih panjang dari sebelumnya, bersamaan dengan Liam yang menggeram pelan sambil memompa tubuhnya dengan kecepatan yang berirama, dan mengerang bersamaan sambil berpelukan erat.

"You are mine, Chelsea," ucap Liam dengan suara mengetat. "Dan jangan harap untuk bisa keluar dari sini, kecuali kamu udah langkahin dulu mayat aku."

Sejam yang lalu, dirinya menyatakan ingin bercerai tapi justru mendapatkan pengalaman pertama dengan bercinta di ruang makan setelahnya. Memangnya apa lagi yang bisa dilakukan Chelsea sekarang? Tentu saja menunggu waktu yang tepat untuk melangkahi mayat Liam nantinya.

Tapi tidak untuk malam ini.




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Buat yang udah ngikutin Babang, berasa nggak sih kalau beliau jadi kalem?
Aku tuh seneng banget kalau dia ada perubahan. Lebih santai, lebih bijak, juga nggak gampang ngegas, walau sebenarnya masih judes.

Makanya aku amazed sekali, walau selama video call tuh dia pake yang sewot nggak jelas dengan aku yang nulis POV Chelsea.🤪
Katanya kalau dunia nyata, cowok modelan Liam udah pasti ninggalin.
Apa iya? Kok aku denial ya. Haha.

Happy weekend, Genks.
Udah puas kan ya?
Next part masih kolabs karena butuh POV Liam yang nggak pernah mau jelasin sesuatu karena bodo amat, dan Babang adalah orang yang tepat untuk membawakannya.


26.08.22 (22.20 PM)


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top