PART. 20 - THUNDER

3280 kata untuk kalian. 💜

Happy reading.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Dalam kamus hidup Liam tidak ada kata menyerah, apalagi mengalah. Apa yang dia inginkan dan apa yang dianggapnya benar sudah pasti adalah hal yang mutlak untuk didapatkan. Tapi sekarang? Liam perlu berpikir ulang tentang kamus hidup sialannya yang entah sudah berapa kali harus diubah.

Mengalah itu sama sekali tidak menyenangkan. Menyerah apalagi. Liam sampai harus menahan diri untuk tidak meluapkan amarah sejak kemarin sore atau sejak Chelsea pergi dan tidak pulang semalam. Sungguh sangat kekanakan jika wanita muda itu lebih memilih pergi mencari temannya dan bermalam di sana.

Terus berpikir sampai mencari jawaban hingga kesal sendiri, Liam pun mencoba untuk berdamai dengan keadaan yang seharusnya bisa diubah. Dengan merendahkan diri untuk bertanya pada salah satu teman bajingannya yang sudah menikah, Liam disarankan untuk meminta maaf, membujuk dengan nada tenang demi memperbaiki hubungan, juga menahan diri untuk tidak terlihat emosi.

Meski sangat sulit, tapi Liam berhasil membawa Chelsea kembali ke rumahnya. Tidak begitu banyak mengobrol selama di perjalanan, juga mendapati Chelsea yang lebih banyak terdiam dan Liam pun juga tidak ingin banyak berbicara karena otot mulutnya sudah terlalu lelah untuk bersilat lidah.

Begitu tiba di rumah, Chelsea segera menyiapkan makanan dengan membuat beberapa menu dan menikmati makan siang bersama. Sesuai dengan janjinya, Liam mengajak Chelsea untuk berkuda. Namun sialnya, mereka tidak bisa pergi ke ranch kuda bersama karena Liam harus mengerjakan beberapa pekerjaan darurat.

See? Terpaksa tidak bekerja hanya untuk menarik anak muda yang labil itu pulang ke rumah, batin Liam kesal. Ayahnya sudah pasti akan tertawa terbahak-bahak melihat kebodohan yang sedang dilakukannya saat ini.

Setelah menyelesaikan beberapa hal, Liam segera bersiap untuk melakukan hobi yang disukainya sejak kecil. Sudah lama sekali dari kali terakhir Liam berkuda, meski begitu, dia tidak lupa bagaimana caranya berkuda dan tetap memenangkan perlombaan jika memiliki waktu luang.

Kuda pertamanya bernama Zorro, hadiah ulang tahun yang kesepuluh dari ayahnya. Sejak saat itu, dia menabung uang jajan demi membeli beberapa kuda untuk dipeliharanya. Impiannya adalah memiliki rumah tinggal dengan fasilitas perkebunan dan peternakan kuda, kini sudah terwujud dengan menempati rumah impiannya.

"It's been like forever since the last time you were here, Buddy," sapa seseorang dari arah belakang dan Liam spontan berbalik untuk menatapnya dingin.

Dylan James Praguna, kawan lama yang juga memiliki hobi yang sama dan menitipkan dua kuda peliharaannya di ranch kuda milik Liam. Pria itu menetap di Melbourne dan sesekali datang ke Jakarta untuk berkuda di situ.

"Don't buddy me, I'm not your buddy," desis Liam tajam.

Dylan terkekeh riang, tampak tidak menggubris sikap sinis Liam padanya. "How's married life? Sori banget kalau gue nggak bisa dateng karena masih ada urusan di Melbourne."

"Lu nggak diundang," balas Liam langsung.

"Yes, gue diundang. Bokap lu yang kasih undangannya," sahut Dylan dengan cengiran lebar yang sukses membuat Liam mendengus kasar.

Liam memberi tanda pada Asep, kepala ranch-nya untuk mengeluarkan kuda kesayangannya. Thunder, itu namanya. Hal yang sama dilakukan Dylan pada salah satu pekerja untuk mengeluarkan kudanya sendiri, Phantom.

Liam menerima tali kekang dan mengusap Thunder dengan pelan, dimana kuda itu menggerakkan wajah untuk mendekat padanya seolah memberi salam.

"Bini lu nggak ikutan?" tanya Dylan yang membuat Liam langsung menoleh dengan ekspresi tidak suka.

"Buat apa lu tanya soal dia?" tanya Liam balik.

"Gue seneng aja liatnya. Dia cakep dan lu beruntung banget bisa dapetin cewek gorgeous kayak gitu. Cerdas, jago masak, juga baik hati. Sejak dia ada di sini, gue udah dapet sarapan empat kali," cerita Dylan senang, sangat kontras dengan ekspresi wajah Liam yang menggelap.

"Gue nggak nyangka kalau lu jadi sesusah itu untuk jauh-jauh datang ke sini demi bisa dapat makanan," sindir Liam datar. "Atau memang mau cari masalah dengan bawa topik basi yang sama? Perlu lu tahu kalau kali ini beda. Jangan lu samain dengan yang dulu."

Cengiran Dylan lenyap, berganti ekspresi serius dan dingin di sana seolah tersinggung dengan ucapan Liam barusan.

"Cari masalah dengan topik basi yang sama?" tanya Dylan tenang. "Apa juga dengan pembalasan yang sama dan lu merasa baik-baik aja seolah gue yang jadi dalangnya, gitu?"

"Karena lu pantas untuk terima semua itu," komentar Liam santai.

"Kalau gitu, harusnya lu cukup tenang dengan adanya gue di sini dan nggak merasa terganggu, right?" balas Dylan sambil tersenyum miring.

Liam hendak membalas, tapi tidak jadi karena terdengar suara Chelsea yang ramah menyapa Dylan dengan nada riang yang membuatnya mendengus pelan.

"Dylan?"

Dylan menoleh dan langsung memamerkan senyum lebarnya sambil memberikan keramahan yang membuat Liam tidak suka. Ditambah lagi dengan Chelsea yang terlihat begitu riang sambil membawa dua kantung besar dan berjalan menghampiri mereka.

"Ini buat kamu," ucap Chelsea sambil menyodorkan satu kantong pada Dylan. "Pasti kamu belum makan, jangan telat makan lagi."

Dylan mengangguk senang dan melirik Liam dengan senyuman mengejek di sana. "Sure will do, Lady. Appreciate your kindness."

"Ngapain kamu kasih dia makanan?" tanya Liam ketus.

Chelsea melirik padanya dengan satu alis terangkat, lalu kembali pada Dylan dan tersenyum lebar. "Ini kamu tolong kasih ke Asep dan lainnya ya. Udah aku bikin sesuai jumlah orang di ranch ini."

"Thanks," ujar Dylan senang.

Merasa diabaikan, Liam segera berjalan cepat sambil menarik kudanya dan meraih satu tangan Chelsea untuk mengikutinya. Tentu saja, wanita itu memekik kaget dan berseru kesal padanya. Liam tidak peduli dengan tatapan para pekerja yang melihat mereka, juga seruan Dylan yang menyuruhnya untuk berhenti.

"Sejak kapan kamu jadi akrab sama Dylan?" tanya Liam saat mereka berhenti di sisi kosong arah perkebunan.

"Emangnya barusan itu akrab? Hal yang sama juga aku lakuin ke semua karyawan kalau lagi bagiin makanan," jawab Chelsea lantang.

"Terus harus banget kayak gitu?"

"Harus banget kayak gimana maksudnya?"

"Centil-centil kayak gitu!"

"Centil?"

"Iya!"

Chelsea memutar bola mata sambil bertolak pinggang untuk menatap Liam tidak suka. "Hello, Bapak Liam, itu barusan bagiin makanan dengan ramah namanya bersosialisasi dan masih dalam tahap normal buat hubungan baik sama orang! Yang centil-centil itu kayak kemaren! Samperin kamu kayak gini, rangkul-rangkul bahu, terus tempel-tempelin dada ke badan kamu!"

Liam terdiam melihat sikap spontan Chelsea dalam memperagakan adegan yang dilakukan Jasmine kemarin. Menahan diri untuk tidak tersenyum, tapi hati Liam tidak bisa menolak rasa senang yang terasa dalam hatinya saat ini. Chelsea cemburu, pikirnya senang.

"Tapi aku nggak ladenin," ucap Liam datar sambil membungkuk untuk menyamakan posisi kepala dengan Chelsea. "Ini wilayah kekuasaanku, jadi kalau kamu deket sama cowok lain di sini, itu udah kayak selingkuh."

"Kalau selingkuh itu diem-diem, nggak yang terang-terangan kayak tadi!" balas Chelsea sambil mengangkat alis tinggi-tinggi. "Kecuali kalau ketangkap basah kayak kemarin."

"Aku udah jelasin siapa Jasmine," sahut Liam langsung.

"Dan aku bilang itu nggak perlu. Lagian apa sih yang jadi masalah sekarang?" balas Chelsea kesal.

"Kamu nggak perlu bagi-bagi makanan lagi ke semua orang yang ada di sini. Gaji mereka udah cukup buat beli makanan sendiri," ucap Liam keras kepala.

"Ini nggak ada hubungannya sama aku ngobrol sama Dylan!" sahut Chelsea tidak mau kalah.

"Jadi, apa keadaannya harus dibalik kayak kemarin? Aku yang tiba-tiba samperin dan cium bibir kamu sampe gigit bibir lagi?" balas Liam tengil.

Chelsea menghela napas lelah dan mengalihkan tatapan pada kuda hitam yang ada di sebelah Liam. "Kudanya keren, ini yang namanya Thunder, bukan?"

"Ya," jawab Liam singkat.

"Apa dia secepat Phantom?" tanya Chelsea lagi dan sukses membuat Liam bertambah kesal.

Yang katanya belum pernah mencoba tapi sudah bertanya tentang kecepatan kuda, tentu saja pikiran Liam sudah sampai pada kemungkinan Dylan mengajak Chelsea untuk berkuda selagi dirinya tidak ada.

"Atas dasar apa kamu tanya kayak gitu? Kamu udah pernah coba naik kuda jelek itu?" tanya Liam sinis.

"Dari ceritanya Dylan. Lagian juga, pertanyaan dasar itu bisa dilempar secara spontan dari cerita orang atau apa kata orang, nggak berarti pernah ngalamin. Kenapa sih bete banget daritadi? Kalau nggak niat ngajak naik kudanya, bilang aja! Aku bisa minta sama Dylan karena dia bilang mau ngajarin!" sewot Chelsea judes.

Mendengus kasar, Liam segera menepuk ringan sisi bahu Thunder sebagai tanda bahwa sebentar lagi dia akan segera menaikinya, lalu mengulurkan satu tangannya pada Chelsea.

"Kalau kamu mau naik kuda, bilang aja, nanti aku yang ajarin. Sini, kita naik Thunder," ujar Liam sambil menatap Chelsea yang terdiam seolah mempelajari ekspresinya.

"Aku nggak mau," ucap Chelsea.

"Kenapa?" tanya Liam ketus. "Kamu maunya sama Dylan, gitu?"

Chelsea menggeleng. "Kamu lagi bete, trus kudanya punya muka yang nggak kalah jahat sama yang punya. Nanti bisa-bisa aku dilempar ke jalanan. Nggak, aku mendingan balik ke rumah, trus lanjut tidur."

Kembali mendengus, Liam melangkah cepat untuk meraih satu tangan Chelsea agar mendekat padaNya. "Nggak ada kayak gitu. Aku nggak bete, juga nggak lagi marah, barusan kita berdiskusi."

"Diskusi macam apa barusan?" gerutu Chelsea seorang diri tapi masih bisa didengar oleh Liam.

"Kamu akan baik-baik aja. Sama seperti hubungan, selalu ada koneksi yang menghubungkan hingga terjalin komunikasi dan membentuk satu pengertian. Begitu juga dengan berkuda. Aku dan Thunder udah bisa berkomunikasi lewat naluri dari tanda atau kode tangan lewat sentuhan, belaian, juga tarikan. Kamu nggak perlu kuatir," ucap Liam menjelaskan sambil menghadapkan Chelsea pada Thunder.

Chelsea mengangguk sambil menoleh padanya. "Sekarang aku paham kenapa kamu nggak pernah nyambung atau suka sama orang, soalnya perasaannya lebih hidup sama binatang sampe paham banget filosofi hubungan yang kayak kamu jelasin barusan."

Liam menahan diri untuk tidak mengumpat dengan memutar bola mata karena sudah begitu gerah dalam meladeni Chelsea. Entah kenapa wanita itu sangat cerdas dalam memainkan emosi meski hanya berbicara santai dan lugas seperti itu.

"Intinya, kamu harus percaya kalau Thunder nggak akan bikin kamu celaka, justru dia yang akan menjaga keseimbangan dirinya dengan kamu," ujar Liam kemudian.

"Tapi aku takut," balas Chelsea cemberut sambil menatap Thunder kembali.

Satu tangan merangkul bahu Chelsea, lalu membungkuk agar mulutnya sejajar dengan telinga wanita itu dan Liam berbisik, "Jangan takut, ada aku di belakang kamu. Kita naik bareng."

Liam bisa merasakan tubuh Chelsea menegang, seolah berusaha menjaga jarak dan membuang tatapan, entah kenapa wanita itu bersikap demikian. Mengabaikannya, Liam langsung mengambil tali kekang kudanya dan mulai mengarahkan Chelsea untuk mengikuti aba-abanya.

"Kamu injak pedal ini dan nggak usah takut. Kalau kamu ragu-ragu, nanti kudanya juga ragu. Aku bantuin, tenang aja," bisik Liam sambil mengarahkan Chelsea untuk menghadap Thunder.

Terlihat ragu, Chelsea menoleh padanya dan Liam menganggukkan kepala seolah menyemangati. Kemudian, Chelsea menginjak pedal dimana Liam membantu mengangkat tubuhnya dengan menangkup pinggang yang sukses membuat darah Liam berdesir kencang. Spontan teringat kembali dengan aksi kecilnya saat mereka bermalam di Taipei.

Berhasil menaiki kuda, Chelsea memekik ngeri karena kurang seimbang, dan Liam segera menenangkan Thunder sambil mencengkeram betis Chelsea dengan lembut.

"Aku nggak suka ketinggian," ucap Chelsea dengan suara gemetar dan wajah yang memucat. "Kayaknya, aku..."

Ucapan Chelsea berhenti dan berubah menjadi pekikan kaget saat Liam menaiki kuda tanpa aba-aba, lalu menduduki kuda tepat di belakang Chelsea. Thunder bergerak mundur sebanyak beberapa langkah tapi Liam segera memberi tanda lewat tepukan ringan di sisi tubuh Thunder agar tetap tenang dan menyeimbangkan posisi.

Chelsea menoleh dengan ekspresi ngeri, terlihat tidak nyaman dan seolah memintanya untuk turun. Liam menggelengkan kepala sambil memeluk pinggang Chelsea dari belakang dengan satu tangan, dan satu tangannya lagi sudah mencengkeram tali kekang.

"You're safe with me," ucapnya lembut dan merapatkan posisi duduknya pada Chelsea bersamaan dengan pelukan yang semakin erat.

"Wah, kalian udah mau jalan? Boleh ikutan?" terdengar suara Dylan dari arah belakang dan membuat Liam mendengus sambil menoleh untuk mendapati Dylan sedang menunggangi Phantom, berjalan pelan mendekati mereka lalu menyejajarkan posisinya.

"Mind your own business, just fuck off!" desis Liam tajam.

Dylan tertawa pelan dan mengangkat satu alisnya dengan senang. "Sure, I won't bother, Dude. Enjoy the ride, Chels."

Dengan satu hentakan, Dylan sudah melesat cepat bersama dengan Phantom di sana. Chelsea berwow-ria sambil menatap kepergian Dylan dengan takjub. Liam berdecak tidak suka sambil mengarahkan tali kekang, memberi tanda agar Thunder mulai berjalan pelan. Chelsea tersentak dan spontan mencengkeram tangan Liam yang memeluk pinggangnya dengan erat.

"Easy, Alligator, kamu nggak akan jatuh. Duduk yang tegak dan jangan membungkuk, cari posisi ternyaman. Kalau kamu kayak gini, kita berdua bisa jatuh," ujar Liam sambil membetulkan posisi duduk Chelsea agar bersandar pada tubuhnya.

Terdiam, Chelsea berusaha untuk santai dan menyamankan diri dengan duduk bersandar di tubuh Liam sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling selagi derap langkah Thunder masih begitu pelan. Keduanya terdiam selagi mengitari perkebunan dan menikmati pemandangan, sesekali membalas sapaan para pekerja yang dilewati mereka.

Sudah merasa nyaman dan mulai tenang, Chelsea menyandarkan kepala di dada Liam, lalu mendongak untuk bisa melihat pria itu yang sudah menatapnya.

"Thanks, ini menyenangkan," ujar Chelsea senang.

Liam mengangguk. "Sama-sama."

Chelsea masih menatapnya dengan sorot matanya yang jernih, membuat Liam seolah terbius untuk tidak mengalihkan tatapan sedetik pun. Dia menyukai kedekatan seperti ini.

"This is my hobby. Horsing is one of my favorite things to do," ucap Liam kemudian.

Chelsea mengangguk sambil tersenyum. "I know. Kalau nggak, mana mungkin kamu sampe bikin ranch di sini?"

Liam tersenyum singkat dan mulai mengarahkan Thunder untuk menaikkan sedikit kecepatan, dari berjalan pelan menjadi mulai cepat tapi tidak tergesa.

"Aku mau minta maaf sama kamu," ucap Chelsea yang membuat Liam spontan menunduk kembali untuk melihatnya.

"Maaf?" tanya Liam bingung.

Chelsea mengangguk. "Soal kemarin yang aku dateng ke kantor kamu waktu itu."

"Oh, itu bukan masalah."

"Aku datang buat minta maaf karena udah bikin kamu marah saat jam sarapan. Aku nggak nyaman dan merasa udah keterlaluan banget. Aku juga sama sekali nggak ada niat buat cari masalah, cuma nggak suka aja pas liat kamu sama tante genit itu jadinya emosi walau aku juga nggak tahu kenapa bisa bete sampe nginep di tempat Claire semalam," ujar Chelsea menjelaskan.

Liam tersenyum mendengar penjelasan Chelsea. Setidaknya, ada perkembangan dalam hubungan mereka dengan adanya keterbukaan semacam ini.

"Aku juga minta maaf kalau udah bikin kamu bete," balas Liam jujur.

"Kamu tuh minta maaf terus, tapi bikin bete juga tetep jalan terus," sahut Chelsea ketus.

"Emangnya kamu pikir kamu itu nyenengin jadi orang?" celetuk Liam.

"Aku bisa begitu karena kamu yang begitu. Ibarat cermin, apa yang aku lakuin itu sesuai dengan apa yang orang itu lakuin. Kayak ngaca gimana sih?" balas Chelsea tidak terima.

"Berarti, kalau emang ngaca, kamu jealous dong?" sahut Liam sambil tersenyum senang.

"Ih, siapa yang jealous?" cibir Chelsea jijik.

"Aku."

Jawaban Liam membuat Chelsea bungkam dan menoleh sepenuhnya untuk menatapnya kaget. Tentu saja, Liam spontan mengeratkan pelukannya dan menikmati kehangatan yang terasa saat ini.

"Jangan bercanda," ujar Chelsea dengan nada penuh peringatan. "Ini sama sekali nggak lucu."

"Emangnya kamu pikir aku punya selera humor?" balas Liam dengan nada tidak suka.

"Nggak sama sekali," sahut Chelsea langsung.

"Exactly!" balas Liam menyetujui lalu memicingkan matanya pertanda tidak suka. "Mumpung kita lagi ngobrol, sejak kapan kamu mulai deket sama Dylan? Ngobrolin apa aja dan kenapa dia bisa sampai cerita banyak tentang kuda?"

Chelsea menatapnya tidak percaya lalu menggelengkan kepala sambil bergumam sendirian.

"What? Nggak berani jawab?" tuduh Liam langsung.

"Bukan nggak mau jawab," balas Chelsea dengan nada lelah. "Pertanyaan kamu itu seolah aku udah main gila, padahal cuma ngobrol biasa. Yang namanya kenal orang baru, udah pasti kita berusaha cari topik untuk kenal banyak, dimulai dari hal yang disukai atau nggak. Itu kan manusiawi."

"Tapi kenapa harus Dylan?" balas Liam yang mulai gemas karena merasa pertanyaannya belum dijawab.

"Kamu nggak sekalian nanya soal Asep?" celetuk Chelsea sinis.

"Asep? Kenapa dia?"

"Aku juga ngobrol sama Asep, sampe tahu kalau dia ada alergi telor, juga dia pernah jatuh dari jembatan dan sempet koma seminggu waktu masih SMA."

"Itu nggak masalah dan kenapa harus dibawa-bawa?"

"Terus kenapa kamu permasalahin Dylan?"

"Karena dia orang yang nggak pantas untuk terima keramahan atau kebaikan dari kamu sedikitpun! Dan karena kamu adalah istri aku."

"Kamu cemburu?"

"Iya!"

Chelsea terdiam dan menatap Liam tidak percaya, sedangkan Liam hanya mendengus sambil terus mengarahkan Thunder untuk berjalan cepat. Mengobrol dengan topik konyol selagi berkuda adalah hal pertama yang dilakukan seumur hidup Liam. Sangat konyol, rutuknya dalam hati.

"Aku nggak nyangka kalau kamu menilai aku serendah itu. Emangnya kamu pikir aku tuh gampangan yang bakalan suka sama orang dengan hanya ngobrol kayak gitu? Seriously?" cetus Chelsea dengan nada tersinggung.

"Harusnya aku yang tersinggung," sahut Liam datar.

"Kenapa gitu? Karena aku bisa tahu dia bisa berkuda, gitu?" balas Chelsea ketus. "Buat cowok yang udah ketuaan dengan jadi childish kayak gini, aku bener-bener nggak percaya kalau kamu merasa kayak mainan kesayangan kamu udah direbut sama temen kamu sendiri. Fyi, aku bukan mainan, juga bukan piala bergilir, atau apapun."

"Aku nggak anggap kamu kayak gitu."

"Apa bedanya?"

"Kamu nggak tahu Dylan itu orang kayak gimana? Dia bisa makan temen, juga bisa nusuk orang dari belakang dan bermuka dua."

"Misalkan hubungan kamu sama dia nggak baik, bukan berarti apa yang terjadi di sekeliling kamu juga nggak baik kalau ada hubungannya sama dia. I don't like him, btw. Dia emang cakep, tapi nggak menarik."

Ucapan Chelsea spontan membuat Liam merasa tenang, juga mengulum senyum karena lega. Tidak terasa jika mereka sudah mengitari perkebunan dalam satu putaran, dan Liam mengarahkan tali kekang untuk Thunder mengambil jalur yang berbeda.

"Jadi, apa yang menarik buat kamu?" tanya Liam kemudian.

"Loyalitas dan kesetiaan, itulah kenapa aku sangat berkomitmen. Makanya jadi terlalu berekspektasi sama orang lain untuk melakukan hal yang sama tapi aku nggak bisa maksa, kan? Maka dari itu, aku cuma mau ngomong sekali ini aja sama kamu," ujar Chelsea sambil kembali menoleh padanya dengan ekspresi serius. "Sekalipun kita menikah karena terpaksa, bukan berarti boleh sama siapa aja. Kalau kita sepakat buat berjuang buat pernikahan, maka kita perlu tanggung jawab."

"Seperti apa misalnya?" tanya Liam lagi, kali ini dengan senyuman hangat.

"Nggak kasih tante-tante genit atau cewek-cewek ganjen buat samperin kamu kayak kemarin! Aku tuh nggak suka ya kalau kayak gitu! Coba kalau ada cowok kayak gitu ke aku, kamu juga pasti nggak terima, kan? Cuma ngobrol sama Dylan aja udah sewot gitu!" jawab Chelsea dengan nada mengomel.

"See? Kamu cemburu," ujar Liam senang.

Chelsea mengerut cemberut dengan sikap keras kepalanya yang menampilkan tidak setuju. "Aku cuma nggak terima karena selera kamu jelek banget ke tante genit itu! Orang tuh cari yang bagusan, senggaknya yang lebih bagus dari aku!"

Bukan orang yang tertarik dengan komitmen, juga bukan orang yang peduli terhadap penjelasan seseorang, tapi kali ini berbeda. Liam sangat menikmati ucapan panjang lebar dari Chelsea yang memiliki satu makna, yaitu wanita itu sudah menyukainya.

Niat awal untuk pernikahan ini adalah membalas dendam pada ayahnya dengan menyiksa atau memberi tekanan mental pada wanita yang dinikahinya, lalu menceraikannya begitu saja. Tapi sekarang? Liam seakan lupa dengan tujuan awalnya saat melakukan kesukaannya, yaitu berkuda, menunggangi Thunder bersama Chelsea yang masih bersandar di tubuhnya.

Untuk pertama kalinya, Liam merasa tenang dan nyaman saat bersama orang lain. Perubahan yang terjadi dalam hidupnya saat ini membuatnya merasa diperhatikan. Sejak kematian ibunya, Liam menarik diri dari dunia, mengasingkan diri, dan membiarkan dirinya hidup dalam penghakiman. Sekelilingnya terasa palsu, tidak ada yang tulus dalam memberi perhatian, tidak sampai Chelsea datang dalam hidupnya dengan kenaifannya tentang komitmen.

Mengikuti perasaannya, Liam mengeratkan pelukan di pinggang Chelsea dengan satu tangan, dan satu tangannya lagi mengeratkan tali kekang, lalu membungkuk sedikit untuk menaruh dagu di bahu kanan Chelsea, menikmati sentakan tubuh Chelsea yang mungkin saja wanita itu kaget, dan menghirup kuat aroma floral yang tercium dari tubuh Chelsea. Menyenangkan, pikirnya.

"Are you ready for have some fun, Baby?" tanya Liam sambil menoleh pada Chelsea yang sudah menatapnya sedaritadi.

"What do you mean?" tanya Chelsea bingung.

"Pegangan," jawab Liam sambil mengarahkan dua tangan Chelsea untuk mencengkeram handle pelana kuda. "Let's see how strong and fast Thunder, Babe."

Sebelum Chelsea sempat memprotes, Liam langsung menepuk sisi belakang Thunder dalam satu hentakan keras, yang sukses membuat Thunder meringkik lalu melesat cepat menembus sisi hutan di perkebunan yang memang dijadikan landasan untuk berkuda yang memiliki jalur ekstrim di sana.

Tentu saja, Chelsea berteriak histeris, sesekali mengumpat dan mulai heboh dengan seruan agar berhenti. Sebaliknya, Liam tertawa terbahak-bahak dan semakin semangat dalam menekan Thunder untuk berpacu dalam kecepatan maksimal.




🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Kedepannya kita akan bermain dalam emosi, seperti keinginan untuk memaki, merutuk, dan bawaannya kepengen garuk aspal. 🤣

Aku tuh sampe yang pas bayangin scene lanjutan sambil tiduran, bisa yang kebangun sambil nangis2 gitu.
Keknya aku udah parah banget kalau lagi halu. 😅

Ditunggu lanjutannya, kalau nggak ketiduran, double update.
Kalau ketiduran, ya besok. 🙏

Udah pada nonton MV Blackpink yang terbaru? Pink Venom.
Mereka sih gilak banget kerennya, terutama Lisa. 🖤💗



19.08.22 (20.20 PM)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top