PART. 2 - UNWANTED BRIDE
Harusnya semalam aku update part ini tapi Netflix mengalihkanku. 🤪
Selamat pagi. 💜
Happy Reading.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
"Saya, William James Setyadi, menerima Chelsea Anne Sutanto sebagai istri saya satu-satunya yang sah. Saya berjanji akan menjaga dan melindunginya dengan sepenuh hati, baik dalam suka ataupun duka, sehat ataupun sakit, kaya ataupun miskin, dan hanya maut yang dapat memisahkan kami berdua."
Sumpah pernikahan yang diucapkan sejak seminggu lalu, selalu terngiang di kepala Liam dan membuatnya merasa tidak senang dengan kenyataan bahwa dirinya tidak diacuhkan oleh wanita muda yang sudah menjadi istrinya itu.
Bagaimana tidak? Wanita itu memilih untuk mengunci dirinya di salah satu kamar tamu yang memang sudah disiapkan untuknya. Sejak mereka tiba di rumah perkebunannya, Chelsea tidak berbicara sepatah kata pun, bahkan tidak menangis atau meluapkan amarah seperti yang diketahui Liam selama mencari tahu tentang wanita itu.
Dia benar-benar diam, juga tidak membuat Liam harus mengeluarkan suara karena sudah pasti tidak berguna mengingat wanita itu masih kaget dan tidak terima. Labil dan keras kepala, begitulah wanita muda yang masih belum dewasa, pikir Liam.
Meski demikian, Liam memaklumi Chelsea karea tidak menerima perjodohan yang dilakukan orangtuanya. Dirinya juga terpaksa menerima perjodohan ini atas tuntutan ayahnya karena dianggap sudah melakukan hal yang terlewat batas. Masalah tidak hanya sampai disitu karena Chelsea berulah dengan selalu mangkir dari beberapa kali pertemuan yang sudah dijadwalkan dan itu membuat Liam cukup meradang.
Oleh karena sudah mengalami penolakan seperti itu, juga para orangtua yang bersikeras untuk tetap mewujudkan pernikahan, maka Liam langsung turun tangan untuk menggagalkan niat kabur-kaburan ala Chelsea yang sudah diprediksi olehnya dengan menyusun beberapa rencana seperti minggu lalu.
Hal ini dilakukan untuk memberi pelajaran pada wanita muda yang tidak memiliki sopan santun dan sangat tidak menghargai keberadaan orang lain.
Kegiatan Liam terhenti saat mendengar adanya derap langkah kaki dan bunyi pintu terbuka dari ruangan sebelah. Ruang kerjanya terletak bersebelahan dengan kamar tamu yang ditempati Chelsea. Sudah seminggu sejak menempati kamar itu, baru kali ini terdengar bunyi pintu kamar itu seperti terbuka dan derap langkah orang lain selain dirinya karena hanya mereka berdua yang menempati lantai atas rumah itu.
Membuka pintu ruang kerjanya sedikit, Liam melihat sosok Chelsea yang sedang berjalan menyusuri koridor hendak menuju ke tangga utama, tampak sedang melihat-lihat sekeliling rumahnya.
Tidak ingin membuang waktu, Liam segera berbalik menuju ke meja kerja, mengambil satu klip yang terdiri dari beberapa kertas yang sudah disiapkan sejak lama, lalu menggulungnya dan menyelipkan ke saku belakang celana sambil berjalan keluar dari ruang kerjanya untuk menyusul Chelsea yang sudah berada di lantai bawah dengan tatapan kagum melihat isi rumahnya itu.
"Jadi, Rapunzel sudah keluar dari kamar dan berniat untuk melihat dunia luar?" tanya Liam datar dan membuat Chelsea langsung menoleh kaget ke arahnya.
Harus diakui Liam jika Chelsea memiliki sepasang mata yang begitu indah dan wajah yang mempesona. Membutuhkan sepersekian detik bagi Liam untuk mengagumi kecantikannya dan kembali pada ekspresi datar yang selalu berhasil membuat semua orang mendengus tidak suka, termasuk Chelsea sekarang.
"Rapunzel sangat ingin melihat dunia luar tapi nggak bisa karena dibohongi tentang diluar sana banyak penjahat. Tapi ternyata yang bohong itu adalah orang rumahnya alias orang jahatnya," balas Chelsea sambil mengangkat alisnya tinggi-tinggi seolah menantang.
Liam terdiam selama beberapa saat untuk memperhatikan sikap Chelsea yang begitu berani. Biasanya, setiap orang yang berhadapan dengannya akan memberi ekspresi takut, terancam, atau bahkan merasa terintimidasi. Salah satunya adalah Tiffany, adik tirinya yang sangat dibenci olehnya sejak anak itu lahir.
"Duduk," perintah Liam sambil mengarahkan dagu ke arah sofa yang berada di ruang tengah, sama sekali tidak ingin meladeni aksi kekanakan seperti itu.
Tidak membalas, Chelsea mengambil sofa panjang yang berhadapan dengan sofa tunggal yang diduduki Liam dengan ekspresi bingung, juga risih saat ini.
"Seperti yang pernah aku ngomong waktu itu," ucap Liam tanpa basa basi. "Orangtua nggak berhak ikut campur urusan kita lagi karena kita sudah menikah, jadi urusan ini adalah urusan kita berdua dan ada yang harus kita bahas."
Chelsea memutar bola mata sebagai respon ucapan Liam barusan, tapi dia tidak ingin terpancing emosi meski sudah mendengus tidak suka atas sikap Chelsea yang dinilainya sangat kurang ajar.
"Aku akan kasih kamu waktu untuk berpikir tentang kelanjutan pernikahan ini, jadi akan ada beberapa kesepakatan yang harus kita setujui," lanjut Liam tegas.
Chelsea menatapnya tajam dan terlihat semakin tidak senang. "William..."
"Just call me, Liam," sela Liam cepat.
"Liam," koreksi Chelsea langsung. "Asal kamu tahu kalau nggak ada yang perlu dibahas karena semuanya udah terjadi. Kalau kamu mau berubah pikiran, berubahnya itu minggu lalu atau saat kamu sok jadi penolong buat bantuin orang kabur!"
Tertawa sinis, Liam semakin gerah dengan sikap sok berani Chelsea yang membuatnya geram. "Itu memang benar, tapi seperti yang aku udah bilang kalau dengan kamu kabur kayak gitu bukan solusi. Sebagai anak kemarin sore, kamu nggak pikir panjang."
"Dan anak kemarin sore yang kamu bilang itu udah jadi istri kamu!" balas Chelsea sengit.
"Fine! Aku nggak mau buang waktu untuk adu mulut sama kamu karena nggak ada gunanya. Jadi, kalau kamu nggak mau lanjut, kita bisa cerai setelah tiga bulan pernikahan," tukas Liam tanpa beban dan sangat menikmati ekspresi kaget Chelsea sekarang.
"Dasar cowok! Selalu aja gampang ngomong cerai kalau udah tahu salah!" sembur Chelsea ketus.
"Apa bedanya sama cewek yang gampang ngomong putus waktu ngambek?" sahut Liam tidak mau kalah.
"Karena kami lebih berotak! Pacaran masih bisa putus dan nothing to lose! Kalau udah nikah, mana mungkin ngomong cerai kalau udah mutusin untuk bersumpah di depan Tuhan?" balas Chelsea keras kepala.
Baik Liam dan Chelsea sambil melempar tatapan tajam satu sama lain sebagai respon perdebatan yang tidak diperlukan. Liam sudah sangat tahu jika dirinya akan berhadapan dengan watak keras kepala dari seorang wanita labil dan muda seperti Chelsea, namun di lain pihak, dia cukup terkesima dengan ayahnya yang sangat yakin pada wanita muda yang katanya adalah lawan seimbang untuk dirinya.
"Okay, kalau begitu, aku simpulkan kalau perceraian nggak ada dalam kamus kamu," ujar Liam akhirnya sambil menarik gulungan kertas dari saku belakang dan menaruhnya di atas meja kaca.
Chelsea terlihat tertegun, lalu menghela napas sambil mengambil satu klip kertas yang disiapkan Liam disana. Selama beberapa saat, Chelsea membaca beberapa ketentuan yang sudah ditetapkan Liam untuk kenyamanan hidup satu sama lain sebab dirinya tidak menginginkan adanya campur tangan orang lain dalam hidupnya. Tuntutan ayahnya adalah menikah, itu saja. Lebih dari itu, Liam tidak akan membiarkan ayahnya membuat kekacauan lebih dari apa yang dilakukannya saat ini.
"Pada intinya, kamu nggak berhak untuk ikut campur dalam masalah apapun, juga sebaliknya. Tapi, kita bisa mencoba untuk mengenal satu sama lain tanpa adanya tuntutan soal status disini," ucap Liam sambil mengangkat satu alisnya ketika tatapan Chelsea sudah terangkat padanya.
"Aku setuju soal itu," ucap Chelsea tegas. "Tapi poin-poin terlampir masih ada yang kurang dan aku mau ditambahkan."
"Dalam hal ini, kamu nggak punya hak untuk menambahkan poin. Sorry not sorry," balas Liam.
"Itu berarti kamu nggak akan bisa hidup tenang," sahut Chelsea tenang, namun dingin.
"Apa kamu sudah berani mengancam sekarang?" tanya Liam yang mulai hilang kesabaran.
Chelsea tertawa hambar sambil mengangkat bahu. "Happy wife, happy life. You give me any crap, I give you a ton of shits."
Ekspresi serius yang diberikan Chelsea menandakan jika wanita itu tidak sedang mengancam tapi memperjuangkan dirinya pada apa yang bisa dilakukannya saat ini. Setidaknya, hal itu cukup membuat Liam kagum atas kegigihan yang ditampilkan wanita itu, dan bukan merajuk atau menangis tersedu-sedu dan terlihat lemah.
"Okay, poin apa yang kamu mau?" tanya Liam akhirnya.
"No sex!" jawab Chelsea tanpa ragu dan sukses membuat Liam terperangah.
Wanita muda yang sangat naif dan tidak masuk akal, batin Liam sambil menggelengkan kepala karena sudah lelah berhadapan dengannya.
"Kamu nggak mau cerai tapi nggak mau disentuh," ucap Liam jenuh. "Perlu kamu tahu kalau kita mau tetap mempertahankan pernikahan ini, sudah pasti akan ada pertanyaan soal keturunan dan sebagainya."
"Kayak yang kamu bilang aja kalau kita perlu kenal satu sama lain tanpa adanya tuntutan status disini, juga soal kamu yang bilang kalau orangtua nggak bisa ikut campur urusan kita karena udah ladenin apa maunya mereka," celetuk Chelsea dengan nada menyindir.
"Lagian juga, aku nggak bisa main tidur sama orang, trus tiba-tiba hamil," tambah Chelsea sambil memberikan ekspresi jijik yang membuat Liam mendesis geram.
Tidak ingin membuatnya menjadi seenaknya, juga merasa perlu memberi pelajaran, Liam beranjak berdiri sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana dan menatap Chelsea dingin.
"Kalau begitu, masa pengenalan tiga bulan! Nggak lebih dari itu," desisnya tajam.
Chelsea ikut beranjak dan menatapnya tidak terima. "Itu terlalu cepat!"
"Tapi sudah terlalu lama dan membuang waktu! Semakin cepat itu semakin baik. Dari tiga bulan itu, kita lihat apakah pernikahan ini perlu dilanjutkan atau nggak karena aku nggak punya banyak waktu buat main-main, Chelsea," tegas Liam.
Chelsea merengut cemberut dan terlihat semakin kesal tapi Liam tidak peduli. Negosiasi adalah keahliannya dan selalu ada keputusan untuk setiap pertemuannya. Jika pihak lawan tidak menerima, maka dia tidak akan memaksa dan langsung memutuskan di hari itu juga. Sesederhana itu.
"Emangnya kamu pikir aku seneng banget buang waktu dan lagi main nikah-nikahan sama Om-Om kayak kamu?" sembur Chelsea yang masih gigih dengan aksi protesnya.
Mata Liam melebar kaget saat mendengar sebutan Chelsea padanya. Apa katanya? Om-Om? Fuck.
Kedua tangan terkepal dengan geraman tertahan, Liam berusaha menahan diri untuk meluapkan amarahnya pada wanita sialan yang sama sekali tidak takut padanya saat berhadapan seperti ini. Sungguh, sebutan itu adalah penghinaan terbesar.
"Spare your time for date night. Once a week, no exception," ucap Liam dengan tatapan berkilat tajam.
"If I won't?" tantang Chelsea balik.
"Then I'll drag you to hell," balas Liam dingin dan serius.
Balasannya sukses membuat Chelsea tersentak dan menatapnya diam, terlihat mulai goyah dengan kegigihannya dan menjadi cemas di sana. Tak lama kemudian, wanita sialan itu mengangguk pasrah dan terlihat tidak rela.
"Okay, aku terima."
Tanpa berkata apapun, Liam segera berbalik dan meninggalkan Chelsea sambil menggertakkan gigi. Dia bersumpah akan membuat hidup wanita itu kacau dan menyesal karena sudah menantangnya dengan sikap kurang ajarnya yang menyebalkan.
Lihat saja, batinnya.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Iya, Om, kita liatin. 🙈
Duh, hatiku berbunga2 sekali tiap kali nulis ini. Kek hepi banget gimana sih?
Lagi dalam mode halu, jadi aku akan rajin update.
Yang penting rajinnya aja dulu, soal update kan bisa nyusul, yega? 😝
Selamat malam mingguan, Yeorobun.
Borahae. 💜
Proudly present, Om kesayangan kita, Liam. 🤪
28.05.22 (07.55 PM)
PS. Aku jarang buka inbox WP dan kalau buka pun cuma ilangin notif aja.
Yang mau nanya atau kenalan, bole kepo di IG-ku @shiwenliu
Agak slow respond, tapi bukan berarti nggak sayang. 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top