PART. 18 - UNCONSCIOUS JEALOUSY
Hehehehe, tumbenan jam segini udah dapet update yak?
Itu tandanya aku udah kelar halu sendirian, sekarang lempar ke kalian.
Happy reading. 💜
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Entah kenapa hari ini terasa lamban sampai Liam terus melihat jam tangannya yang baru menyentuh pukul dua siang. Perencanaan pembukaan pabrik kedua untuk produksi besi terbesar akan dibuka di Vietnam dan presentasi berjalan alot dalam rapat direksi hari ini.
"Saya mau realisasi secepatnya dan hitung semua anggaran pembangunan secara global," ucap Liam tegas.
"Baik, Pak, saya akan minta project manager untuk kirimkan data yang Bapak mau," balas Rano, general manager-nya lugas.
"Apa sudah dibentuk tim untuk proyek ini? Saya cuma mau orang yang berkompeten dan nggak asal-asalan karena saya mau proyek ini segera dijalankan," tambah Liam datar.
"Sudah, Pak. Bapak Purnawan sendiri yang langsung membentuk tim untuk proyek ini."
Mata Liam melebar kaget, menatap Rano tidak percaya karena ucapannya barusan tanpa sepengetahuannya. Shit! Maki Liam dalam hati. Dia melupakan tentang ayahnya yang memiliki sebagian besar saham perusahaannya waktu itu.
Hendak bersuara, tapi ketukan pintu membuatnya mendesis sambil menoleh ke arah pintu dimana tampak seorang wanita cantik masuk dengan anggunnya, menarik perhatian untuk seluruh pasang mata yang ada di dalam ruang rapat itu.
Mata Liam terbelalak dan spontan beranjak dari kursi sambil menatap wanita itu tidak senang. "KENAPA KAMU BISA ADA DI SINI?"
Seolah tidak mempedulikan Liam, wanita itu berjalan santai ke arahnya dengan penuh percaya diri. "Kenapa nggak? Aku ditunjuk sama papa kamu untuk jadi project manager di proyek ini."
Wanita itu kini mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan menatap sekitarnya dengan senyuman lebar sambil memperkenalkan diri. "Selamat siang, maaf saya terlambat karena baru saja mendarat sekitar sejam yang lalu. Nama saya Jasmine, saya akan bertindak sebagai project manager yang nantinya akan berdampingan dengan Pak Rano dan Pak Liam untuk proyek pembangunan kali ini."
Menggertakkan gigi, tanpa ingin membuat keributan dan sudah tidak mampu menahan diri untuk emosi yang hampir meluap, Liam segera berjalan menghampiri Jasmine dan mencengkeram satu pergelangan tangannya untuk menyeret wanita sialan itu keluar dari ruang rapat.
"Lanjutkan rapat dan kasih notulennya ke saya sejam lagi!" seru Liam tanpa menoleh ke belakang sambil terus menarik Jasmine keluar dari ruang rapat untuk menuju ke ruang kerjanya.
"Kamu itu apa-apaan sih? Aku belum ikut rapat tapi malah diseret keluar?" seru Jasmine tidak terima saat Liam sudah melepas cengkeramannya dan menutup pintu ruangan dengan kasar.
Liam berbalik dan melotot tajam. "Bisa jelasin kenapa kamu tiba-tiba bisa datang dan langsung bilang kalau kamu itu ikut andil dalam proyek ini?"
Jasmine Wijono, bagian dari masa lalu Liam yang hampir dilupakannya. Menjadi sahabat lama yang berakhir dengan menjadi kekasih. Yeah, satu-satunya hubungan yang pernah dijalani tapi tidak berhasil dan sudah pasti tidak akan berhasil.
"It's nice to see you too, Liam," balas Jasmine sumringah dan itu membuat Liam semakin sinis.
"Don't dare to make me mad, you know that for sure!" desis Liam tajam.
Jasmine hanya memutar bola mata dan bertolak pinggang dengan sikapnya yang masih penuh dengan percaya diri. "Ini proyek kerjasama antara papa kita. Mereka memang join untuk proyek cabang ini kalau kamu lupa atau nggak tahu soal ini. So, papa kamu pikir kalau aku bisa banget untuk jalanin project ini."
Shit, maki Liam lagi dalam hati. Kedua ayahnya adalah teman baik yang memiliki hobi golf yang sama. Sudah pasti, ayahnya sengaja mempermainkan hidupnya dengan kehadiran Jasmine di tengah kekacauan hidup yang masih belum terbenahi. Chelsea belum selesai, muncul Jasmine yang akan memperkeruh suasana.
Sesuai dugaannya, belum sampai lima menit berpikir seperti itu sudah kejadian. Liam tercengang saat melihat sosok Chelsea yang tahu-tahu datang ke dalam ruangannya dengan begitu ceria. Sementara Jasmine mengerutkan kening menatap Chelsea yang kini berjalan melewatinya dan menghampiri Liam dengan santai. Sama sekali tidak melirik pada wanita itu, sebab tatapan Chelsea hanya tertuju kepada Liam.
"Chelsea, kamu..." suara Liam tenggelam saat Chelsea membungkamnya dengan ciuman yang dalam, dan wanita itu langsung melumat lalu menggodanya dengan gerakan lidah yang masuk begitu saja ke dalam rongga mulutnya.
Memberikan ciuman liar yang menimbulkan sensasi familiar lewat degupan jantung yang tidak teratur, tapi tidak sampai berapa lama, Liam mengeluh kesakitan karena Chelsea menggigit bibir bawahnya dengan begitu keras. Shit.
Satu tangan menangkup pipi Chelsea, dan satu tangan yang lain merengkuh pinggang untuk melepas ciuman itu. Sialnya, Chelsea tetap mengigit bibir bawahnya hingga terlepas dan menyeringai puas dengan sorot mata bangga di sana. Wanita ini benar-benar membuat Liam naik pitam.
"Duh, aku kangen banget," rengeknya manja dengan nada gemas yang dibuat-buat, lalu terlihat menahan tawa dengan ekspresi geli di sana.
"Kamu... kenapa nggak bilang kalau mau ke sini?" tanya Liam sambil menahan diri setengah mati untuk tidak meluapkan emosi oleh karena mengikuti drama yang sengaja dilakukan Chelsea saat ini.
Tanpa sadar, Liam bahkan sampai membetulkan anak rambut Chelsea yang terjatuh di kening, lalu menautkannya ke belakang telinga, membuat Chelsea tertegun selama sepersekian detik dan kembali memamerkan seringaiannya.
"Surprise," seru Chelsea sambil memeluk pinggang Liam dan mendongak untuk menatapnya tajam. "Soalnya kan aku seneng ngeliat kamu kaget kayak tadi. Biar kamu makin sayang dan cinta sama aku. Aku kan kuatir kalau kamu sampai sesak napas karena nggak sempet makan siang bareng."
Liam memperhatikan Chelsea dengan penuh penilaian. Meski bingung dengan alasan Chelsea yang datang mengunjunginya, tapi cara Chelsea dalam menjalani peran kali ini terlalu nyata untuk dianggap sebagai drama. Wanita itu seperti sedang marah sekali dari rona merah di kedua pipinya.
"Itu siapa, Liam? Istri kamu?"
Pertanyaan Jasmine memutuskan tatapan keduanya dan sama-sama menoleh untuk melihat Jasmine yang terang-terangan menatap Chelsea dengan penuh penilaian sambil bersidekap.
Melepas pelukan di pinggang tapi tetap berada di sisi Liam, Chelsea mengubah posisi berdirinya untuk bisa membalas tatapan Jasmine dengan ekspresi yang sama.
"Yes, saya istrinya. Kamu?" balas Chelsea lantang.
"Jasmine, mantan pacar, yang sekarang jadi partner kerjanya," sahut Jasmine sambil memberi senyum setengah yang merendahkan.
"Oh, mantan," celetuk Chelsea dengan santai lalu menoleh pada Liam dengan tatapan dingin. "Kirain alumni, soalnya bisa reuni kayak gini."
Liam mengerjap bingung sambil mencoba memahami apa arti dari ucapan sinis yang dilemparkan Chelsea lewat tatapan matanya.
"Nggak usah marah ataupun cemburu walau itu manusiawi. Santai aja. Saya yakin kalau Liam nggak kasih tahu karena ada alasannya, jadi tenang aja, saya nggak akan berbuat macem-macem kok," cetus Jasmine yang membuat keduanya kembali menoleh padanya dengan ekspresi beragam.
Liam dengan ekspresi tidak senang dan Chelsea yang masih memberi ekspresi dingin yang begitu datar.
"Kalau boleh jujur, siapa sih yang nggak santai di sini?" celetuk Chelsea sambil bersidekap dan memberi seringaian sinis ketika Liam hendak membalas Jasmine tapi tidak jadi.
"Kamu..."
"Liam bukan nggak kasih tahu tapi dia sangat tahu caranya buat ngadepin cewek gatel yang masih aja deketin mantan yang udah jadi laki orang," sela Chelsea tanpa memberi kesempatan Jasmine untuk membalasnya. "Lagian juga, baru jadi mantan aja sombong banget, apalagi yang jadi istri."
Tidak sanggup menahan diri, Liam tiba-tiba tertawa terbahak-bahak oleh karena ucapan Chelsea yang membuatnya terhibur. Chelsea menoleh dan menatapnya tidak suka dengan bibir yang menekuk cemberut. Sungguh menggemaskan, pikirnya.
"Dengan kamu yang datang dan langsung cium kayak gitu depan orang itu namanya cemburu dan childish," sinis Jasmine yang tampak semakin geram di sana."
"Lah, situ ngaku-ngaku mantan dan langsung nggak seneng liat mantannya ciuman sama bini sendiri, apa namanya kalau bukan childish juga?" balas Chelsea sambil tersenyum meremehkan.
"Okay, enough! Jasmine, you can go now!" sela Liam sambil mengarahkan tangan ke arah pintu.
Jasmine menoleh padanya dan terlihat tidak percaya. "Seriously? Ini yang jadi istri kamu? Udah keliatan jelas aku jauh lebih baik dari dia."
"Lebih baik tapi nggak terpilih juga percuma, Mbak," ejek Chelsea sambil nyengir, sukses membuat Jasmine semakin geram.
Tidak ingin membiarkan Jasmine membalas Chelsea, Liam segera menggenggam tangan Chelsea sambil menjauh dari wanita itu. "Katanya kamu kangen, kalau gitu kita yang pergi aja, biarin dia di sini."
"Daritadi dong, Sayang, kan aku nggak perlu bakar kalori dengan emosian sama tante genit kayak gitu," balas Chelsea ceria dan membuat Jasmine menggeram.
"Heh? Siapa yang kamu maksud tante genit? Lagian, saya itu masih muda, belum jadi tante!" sahut Jasmine dengan nada tinggi.
"Situ masih muda, berarti saya masih abegeh dong," balas Chelsea tidak mau kalah.
"Enough!" sela Liam tajam dan melotot pada Jasmine. "Kamu bisa pergi ke managing director untuk pembahasan lebih lanjut di ruang rapat sekarang! Dia adalah tim kepala untuk project ini! Dan satu lagi! Jangan pernah lagi kamu muncul di sini atau kamu akan menyesal!"
"Tapi kita harus bahas lebih lanjut dan nggak bisa main serah terima tugas cuma gara-gara ada orang childish di sini!" seru Jasmine sengit.
"Childish? Ada juga lu, bukan gue!" hardik Chelsea yang mulai terlihat tidak terkendali.
Mengatupkan bibir untuk menahan senyuman geli oleh karena perdebatan konyol antar dua wanita gila itu, Liam segera menarik Chelsea untuk keluar dari ruang kerjanya dan berjalan menyusuri koridor tanpa mempedulikan tatapan para staff-nya karena Chelsea masih berseru tidak terima.
"Harusnya dia yang keluar dong, kenapa kita?" seru Chelsea tidak terima selagi ditarik Liam.
Tidak ingin menarik perhatian lebih banyak, Liam membuka pintu darurat dan membawa Chelsea untuk berdebat di sana.
"Cukup, Chels," tegur Liam tegas. "Kamu udah cukup bikin masalah dengan datang mendadak dan bikin keributan kayak tadi."
"Keributan? Keributan macam apa? Ngerasa nggak terima karena ketangkap basah lagi main serong sama mantan pacarnya? Pantesan aja nggak ada yang berani ngomong apa-apa karena takut Bapak Liam keganggu!" sembur Chelsea judes.
Satu alis Liam terangkat, menatap Chelsea yang terlihat tidak terima dan begitu kesal. Tidak ingin memperpanjang urusan, juga perlu menyelesaikan beberapa hal sehabis ini, Liam merogoh ponsel dari saku celana dan menelepon Samantha tanpa memutuskan tatapannya pada Chelsea.
"Y-Ya, Pak," sahut Samantha dari sebrang sana saat telepon sudah terhubung.
"Datang ke sini sekarang juga!" desis Liam dan langsung menutup telepon.
"Kamu telepon siapa?" tanya Chelsea bingung.
Tak lama kemudian, pintu darurat itu terbuka dan Samantha muncul dengan ekspresi memucat, tampak cemas di sana.
"Kenapa kamu kasih dia masuk tanpa konfirmasi ke saya?" bentak Liam langsung.
Tersentak, Chelsea langsung bergerak untuk menghalangi tatapan Liam dari Samantha dan menatapnya tajam. "Aku yang maksa dan suruh dia untuk nggak usah kasih tahu apa-apa ke kamu!" ucap Chelsea tegas, lalu menoleh pada Samantha. "Kamu bisa pergi sekarang!"
"Gitu? Jadi kamu udah berlagak jadi nyonya bos dengan berani menyela dan main perintah ke sekretarisku, gitu?" desis Liam galak, lalu mendelik tajam pada Samantha. "Apa yang kamu lakukan hari ini sama sekali nggak bisa ditolerir! Ini adalah peringatan pertama dari saya!"
"M-Maaf, Pak," ucap Samantha gugup.
"Dia nggak salah, Liam! Aku yang maksa!" seru Chelsea dengan ekspresi tidak setuju pada Samantha yang meminta maaf. "Udah sana, kamu pergi aja. Ini urusan saya sama dia."
"Kalau kamu berani keluar dari sini, besok nggak usah masuk kerja lagi!" sahut Liam sambil menunjuk kasar pada Samantha yang terlihat kebingungan sekarang.
"DIA. NGGAk. SALAH!" ucap Chelsea dengan penuh penekanan, terlihat berusaha untuk menjelaskan jika sekretarisnya tidak bersalah.
Liam sangat tahu apa yang terjadi jika dilihat dari gestur tubuh keduanya, tapi dia merasa perlu memberi pengalihan agar Chelsea tidak lagi meluapkan emosi karena kehadiran Jasmine.
"Jadi, karena kamu sebagai satu-satunya orang yang nggak diperkenankan ada di sini, juga udah bikin keributan kayak tadi, gimana kalau kamu yang keluar dari sini sekarang sebelum aku panggil security buat seret kamu keluar?" ucap Liam dengan ekspresi datar andalannya.
Tentu saja, ucapan Liam membuat Chelsea kaget, juga Samantha. Wanita itu menatapnya dengan tatapan tidak percaya, juga terlihat kesal, marah, dan sedih. Bibirnya menekuk cemberut, matanya seperti berkaca-kaca, napasnya mulai memburu kasar, dan kedua tangan terkepal erat di sisi tubuh. Chelsea sudah benar-benar marah sekarang.
"Ini alasan kamu kenapa narik aku keluar dari sana? Aku yang lebih pantes diusir sampe mau manggil security daripada cewek gatel kayak tadi?" seru Chelsea dengan suara gemetar dan wajah yang memerah. "Kalau kamu punya cewek lain, cukup bilang! Nggak usah main belakang kayak gini! Banci tahu, gak?"
"Sejak kapan kamu peduli? Bukannya kamu sendiri yang nggak suka kalau aku ikut campur? Aku punya cewek lain atau nggak, itu bukan urusan kamu, right? Jadi nggak usah berlagak kayak istri cemburuan yang merasa berhak untuk ikut campur sekarang," jawab Liam sambil tersenyum sinis.
Bibir Chelsea terkatup rapat dengan sorot mata yang memancarkan kesedihan tapi terlihat tidak terima di saat yang bersamaan. Meski Liam masih belum tahu alasan wanita itu datang, tapi dia bisa melihat jika Chelsea seperti ingin menyampaikan sesuatu padanya.
"Apa bener kamu bakalan suruh security buat seret aku keluar dari sini?" tanyanya dingin.
Liam mengangguk tanpa ragu dan mendelik pada Samantha yang sudah terlihat menahan napas saat tatapan mereka bertemu. "Panggil security untuk bawa dia pergi dari sini!"
Samantha terkesiap, bingung sesaat lalu mengangguk, dan segera beranjak untuk melakukan perintah Liam barusan. Chelsea menatap kepergian Samantha dengan mulut terbuka lebar, lalu kembali menatap Liam berang.
"Kamu bener-bener panggil security? Really?" desis Chelsea.
"Why not? Kamu pikir aku nggak tega buat ngusir kamu, gitu? Lagian, itu hukuman buat kamu karena udah bikin gaduh dan udah gigit bibir aku sampe luka kayak gini!" balas Liam sinis.
Kening Chelsea berkerut. "Masa sih? Luka kayak apa? Cemen banget, gitu aja ngambek!"
Liam melotot tidak terima sambil menunjuk bibir bawahnya dengan gemas. "Cemen? Ini yang kamu bilang cemen? Berdarah, dan bakalan sariawan sehabis ini!"
"Coba aku lihat, mana lukanya?" tanya Chelsea sambil berjinjit untuk melihat.
Membungkukkan tubuh jangkungnya, Liam mengarahkan bibir bawah agar Chelsea bisa melihat bahwa dirinya tidak sedang berlebihan. Saat keduanya berdiri dengan posisi seperti itu, ada dua orang security yang datang bersama dengan Samantha. Ketiganya terlihat kebingungan karena melihat mereka berdua yang tampak seperti berciuman jika dilihat dari posisi mereka berdiri.
"Mana? Nggak ada apa-apa!" cetus Chelsea ketus.
"Lihat yang bener! Nggak lihat itu berdarah? Sekarang aja masih berdarah nih!" sewot Liam sengit.
Sambil mengerutkan alis, Chelsea mengamati bibir bawah Liam dan spontan menangkup tengkuk Liam untuk lebih membungkuk dan menggunakan jempolnya untuk membuka bibir bawah Liam.
Keduanya masih belum menyadari jika ada orang lain yang sedang melihat mereka dari pintu darurat yang terbuka, yang semakin salah tingkah dan kebingungan.
"Cuma lecet dikit udah komplain, lebay!" cetus Chelsea akhirnya.
"Lecet dikit? Kamu tuh nggak tahu sakitnya kayak gimana! Lagian, kenapa sih harus pake gigit?" sembur Liam tidak terima.
"Salah sendiri! Siapa suruh kecentilan sama tante genit kayak tadi?" balas Chelsea cemberut.
"Oh, jadi kamu jealous?" sahut Liam dengan alis terangkat.
Merasa tidak terima, Chelsea langsung mundur satu langkah dan bertolak pinggang. "Buat apa aku jealous? Aku tuh cuma nggak suka ya kalau kamu main belakang kayak gitu! Kalau emang ada cewek lain, tinggal ngomong aja!"
"Trus, kalau ada cewek lain, kamu mundur?" tanya Liam dengan senang hati.
"Dengan syarat dan ketentuan berlaku! Enak aja langsung mundur tanpa ganti rugi!" jawab Chelsea lantang.
"Kamu jealous," ujar Liam kalem.
"Heh? Tante-tante bukan levelnya aku. Lagian juga, kamu jadi cowok nggak tegas banget! Udah tahu disamperin kayak gitu, bukannya nolak malah diem aja!" ucap Chelsea yang membuat Liam semakin merasa senang.
"Jadi, kamu udah nguping daritadi, trus mikir yang nggak-nggak, dan main gigit orang, gitu?" balas Liam lagi.
"Harusnya kamu makasi sama aku karena udah tolongin kamu dengan kasih ciuman kayak tadi."
"Makasi sama kamu karena udah tolongin aku? Jadi, gigit orang itu termasuk hal yang baik?"
"Iya dong!"
"Okay! Aku akan berterimakasih dan membalas kebaikan kamu karena udah tolongin aku."
Chelsea tersenyum mengejek. "Apaan? Jam tangan? Atau kamu mau ka...hhhmmmppppp!"
Chelsea memekik sambil memberontak saat Liam tiba-tiba menariknya dan mencium bibirnya dengan hisapan yang begitu kuat dan menggigit bibir bawahnya. Kedua tangan Chelsea ditahan ke belakang dengan satu cengkeraman, dan satu tangan lagi menahan tengkuk Chelsea agar tidak menjauh.
Aksinya itu membuat dua security dan Samantha menegang, lalu membuang muka sambil beranjak pelan untuk meninggalkan mereka dengan menutup pelan pintu darurat itu.
Tanpa disadari mereka, Jasmine sedaritadi sudah berdiri tidak jauh dari posisi Samantha untuk melihat semuanya dengan tatapan tidak percaya. Sebab untuk pertama kalinya, Liam terlihat lebih manusiawi dan begitu hangat terhadap orang lain.
Melihat kesemuanya itu, napas Jasmine memberat. Ada rasa nyeri yang merambat pelan di dalam dada. Tidak ingin berdiam diri terlalu lama, Jasmine segera beranjak saat mendengar gelak tawa Liam diiringi seruan kesal dari wanita muda itu.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Gemesh banget kan? Kan? Kan?
Halunya enak banget tiap kali nulis Om Liam. 🙈
Hatiku nggak sanggup rasanya kalau dibikin deg2an gini.
Siap lanjut? Yuk, kita ngegas! 🤣
Yalord, ciptaanMu ganteng banget 😭
12.08.22 (18.50 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top