PART. 14 - COCKTAIL PARTY
Ketika Sheliu ngegas, maka tiap hari dapet asupan halu. 🤣
Happy Reading 💜
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Liam tahu wanita manapun akan berpikir hal yang sama seperti apa yang dikatakan Chelsea tentangnya. Kehidupan yang dijalaninya memang membosankan bagi orang lain, yaitu melakukan rutinitas tanpa berniat untuk mengubah pola hidupnya.
Chelsea memiliki kepribadian yang menyenangkan dan suka menjelajahi dunia luar, begitu cerdas dan mandiri, juga sangat tahu apa yang diinginkannya. Sebaliknya, Liam begitu tertutup dan menarik diri dari dunia yang dianggapnya kotor dan hina.
Meski tahu perbedaan dirinya dengan Chelsea yang begitu berbeda, egonya muncul untuk menekan wanita itu saat mengatakan kehidupannya membosankan. Dengan dalih agar wanita itu menjaga ucapannya, Liam berniat untuk menakutinya dengan memberikan intimidasi, tapi justru berubah pikiran.
Hangat tubuh Chelsea merayap dalam tubuhnya saat wanita itu berada dalam dekapannya. Tatapan Chelsea yang tegas dan ekspresi yang menegur sudah membuat pertahanan Liam goyah. Dia kembali mencium wanita itu dengan sepenuh hati, namun berakhir dengan merasa gugup sampai saat ini.
Ciuman itu sangat berkesan dan membuat Liam hampir tidak bisa melakukan apapun selama setengah jam di dalam kamar pribadinya saat ini. Menarik napas, Liam kembali berjalan kesana kemari di dalam kamar itu untuk menenangkan diri sambil merutuki dirinya sendiri agar fokus pada apa yang perlu dilakukannya saat ini. Telepon genggamnya pun tak henti-hentinya berbunyi seolah berteriak agar dirinya segera sadar dan bekerja kembali.
Sampai akhirnya, Liam memutuskan untuk tidak bekerja dan mematikan seluruh alat komunikasinya untuk bersiap menghadiri acara basa basi yang diselenggarakan oleh pihak kolega. Meski enggan untuk hadir, tapi setidaknya Liam memiliki alasan untuk bersama dengan Chelsea. Tersenyum sinis, Liam menertawai dirinya sendiri karena alasan konyol seperti itu.
Setelah mengenakan setelan resmi dan sudah bersiap, Liam segera beranjak dan keluar dari kamarnya, kemudian tertegun selama sepersekian detik. Tampak Chelsea sedang memakai heels-nya dengan posisi duduk yang begitu menantang di sofa ruang tengah. Gaun malam pilihannya terlihat sangat luar biasa saat dikenakan Chelsea.
Gaun malam berwarna putih keperakan dengan model bahu terbuka, potongan gaun yang terjatuh lemas sampai semata kaki, dan belahan gaun yang cukup tinggi sampai batas paha sehingga menampilkan sepasang kaki kenjang Chelsea yang begitu indah. Dalam hatinya sudah menyesali keputusan untuk memilih gaun itu dan membawa Chelsea ke pesta dimana sudah dipastikan jika wanita itu akan menjadi pusat perhatian dan Liam sudah merasa tidak rela saat ini.
Seperti menyadari kehadiran Liam, Chelsea menoleh dan membuat Liam menahan napas. Wanita itu sangat cantik dengan riasan natural dan tatanan rambut yang dibiarkan tergerai dengan ombak natural yang sangat disukai Liam. Dia masih ingat bagaimana keindahan rambut panjang Chelsea yang sukses menarik perhatiannya saat pertama kali melihatnya.
Kini, Chelsea sudah beranjak berdiri dan menatapnya dingin sambil bertolak pinggang. "Emang bener apa kata orang kalau cowok udah jadi om-om itu rata-rata hidung belang."
"Hidung belang?" tanya Liam bingung.
"Iya, kayak kamu! Liatin aku kayak nggak pernah liat cewek," jawab Chelsea sinis.
Liam mengangkat bahu dan kembali menjadi lebih santai. Rasa gugupnya menguap entah kemana jika berhadapan dengan Chelsea yang menjadi seperti biasanya. Galak, tapi menggemaskan. "Kalau liat cewek cantik, itu udah sering dan udah biasa. Tapi kalau istri sendiri dan keliatan cantik banget, memang baru kali ini dan ini pertama kalinya."
Ucapan Liam barusan sukses membuat Chelsea tertegun dan terlihat gugup. Wanita itu sudah pasti akan membuang tatapan ke arah lain jika salah tingkah. Sejak Liam menciumnya setelah kejadian waktu itu, Chelsea terlihat berusaha menjaga jarak tapi bukan berarti menarik diri seperti sebelumnya. Liam menangkap sikap ragu dan bingung dari seorang anak muda yang sedang tidak percaya diri. Dan itu sangat normal, pikirnya.
Tentu saja, Chelsea tidak akan berlama-lama untuk terdiam dan sudah pasti mampu membalas Liam dengan kecerdasan dan keteguhannya. Wanita itu kembali menatapnya dengan ekspresi tidak suka namun sorot matanya menghangat.
"Mendadak ngerasa jadi suami sekarang?" celetuk Chelsea ketus.
"Kalau kamu merasa jadi istri cantik yang tadi aku bilang barusan, maka iya, aku merasa jadi suami sekarang," jawab Liam santai sambil memamerkan cengiran lebar saat melihat wajah Chelsea bersemu merah.
Chelsea tampak menggelengkan kepala sambil bergumam sendirian, lalu kembali menatap Liam sambil melotot galak. "Ayo berangkat! Aku udah capek dan nggak mau pulang malam-malam."
Liam mengangguk dan berjalan mendekati Chelsea, lalu berhenti tepat di hadapannya. Dilihat dari dekat, wanita itu semakin memukau.
"Kita nggak akan lama," ujar Liam sambil mengarahkan siku dan langsung disambut Chelsea untuk melingkari tangannya di sana, lalu kemudian berjalan berdampingan.
Tidak ada pembicaraan diantara mereka selama perjalanan, juga Liam yang sesekali menerima telepon untuk mengurus dan mengatur beberapa pekerjaan yang menyebalkan. Meski begitu, gestur tubuh keduanya memberi kesan tentang kedekatan mereka yang hanya bisa dilihat dan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Liam yang akan berhenti dan menutupi tubuh Chelsea dengan tubuh besarnya saat sedang membetulkan letak gaun, atau Chelsea yang akan spontan merapatkan tubuh pada Liam saat melewati kerumunan banyak orang, juga Liam yang merangkul pinggang Chelsea sebagai bukti kepemilikan saat berbincang dengan beberapa kolega sialan yang terlihat penuh minat saat melihat Chelsea.
Wanita itu cukup dikenal oleh karena pekerjaannya, juga tidak sengaja bertemu dan bertegur sapa dengan beberapa orang dalam dunia yang sama. Hal itu membuat Liam semakin tidak suka dengan Chelsea yang begitu ramah dalam menghadapi basa basi dari lawan bicara. Sesuai perkiraannya, Chelsea menjadi pusat perhatian dan didekati banyak orang.
"Excuse me, Ma'am," sapa seorang asing yang mendekati Chelsea.
Liam langsung menoleh saat mendengar suara familiar itu dan langsung menyipit tajam pada orang asing yang sukses membuatnya mendengus tidak suka.
"Yes?" balas Chelsea ramah.
"Bisakah aku meminta tanda tanganmu? Karena ada temanku yang tergila-gila padamu dan memohon agar aku bisa mendapatkan tandatanganmu sebagai oleh-oleh dari kunjunganku di negeri ini," ujarnya sambil mengedipkan sebelah mata tanpa menghentikan senyuman dan menatap Chelsea dengan sorot matanya yang terkesan kurang ajar.
"Tidak perlu!" desis Liam sambil menarik Chelsea menjauh dari orang itu, yang membuat Chelsea tersentak dan orang itu menatapnya masam.
"Maaf, apa kau tidak bisa memahami penderitaan seseorang yang sudah lama sekali menunggu untuk mendapatkan sesuatu dari idolanya? Kau mungkin tidak akan paham karena sudah memilikinya sekarang, tapi sebelumnya? Apa kau tahu betapa bodohnya orang itu?" balasnya dengan satu alis terangkat dan membuat Liam naik pitam.
Chelsea yang melihat suasana tidak akan membaik oleh karena Liam dan orang itu saling melempar tatapan tajam, langsung berinisiatif untuk maju ke tengah, memutuskan tatapan keduanya dengan berani.
"Chels," panggil Liam tapi langsung terdiam saat Chelsea mengangkat satu tangan sebagai tanda agar dirinya diam sambil tetap menatap orang asing itu dengan senyuman tapi tegas di sana.
"Kau ingin meminta tanda tanganku, bukan? Dimana kertas dan pulpennya? Aku akan berikan," ucap Chelsea tegas.
Orang itu mengerjap dengan antusias, memberi seringaian lebar yang membuat Liam sudah tidak sabar ingin menghajarnya habis-habisan, lalu melirik Liam singkat dengan ekspresi menantang. Dia mengeluarkan sebuah spidol dan memberikannya pada Chelsea.
"Aku hanya membawa spidol ini," ujarnya senang.
"Untuk?" tanya Chelsea bingung saat menerima spidol itu.
"Untuk kau menorehkan tanda tanganmu di punggungku," ucap orang itu sambil melepas jasnya, lalu berbalik untuk memamerkan punggung lebarnya pada Chelsea.
"Di kemeja ini?" tanya Chelsea untuk memastikan.
"Chels, nggak usah diladenin!" desis Liam tajam.
Chelsea meliriknya singkat. "Diem! Dia cuma minta tanda tangan, habis kasih juga pergi!"
"Jangan berbicara dalam bahasa yang tidak kumengerti karena aku akan merasa tersinggung seperti sudah dibicarakan diam-diam," ujar orang itu dengan nada malas yang dibuat-buat, lalu menoleh pada Chelsea. "Yes, Ma'am, tandatangani punggungku, abaikan kemeja putihku karena sebesar itulah rasa sayangku pada temanku yang seringkali tidak tahu berterima kasih padaku."
Liam menggertakkan gigi mendengar ucapan orang sialan itu, namun tidak bisa berbuat apa-apa karena sedang berada di tengah acara. Chelsea pun tampak ragu namun akhirnya memutuskan untuk memberi tanda tangan di punggung orang asing itu dengan hati-hati.
"Siapa nama temanmu? Dia sangat beruntung memiliki teman yang baik sepertimu," komentar Chelsea sambil melakukan tanda tangan.
"William," jawab orang itu tanpa beban, lalu berbalik sambil mengenakan jasnya kembali saat Chelsea sudah selesai menandatangani punggungnya.
"Wow, nama yang cukup familiar di pasaran," celetuk Chelsea sambil memutar tubuh untuk menatap Liam yang semakin tidak senang.
Orang itu terkekeh dan mengangguk. "Yeah, aku setuju. Terima kasih banyak untuk kemurahan hatimu, Ma'am. Kurasa temanku akan menangis tersedu-sedu saat aku berhasil mendapatkan tandatanganmu yang berharga, juga akan sangat iri padaku sehingga ingin memakanku habis-habisan saat melihat punggungku."
"Sampaikan salamku padanya," ucap Chelsea hangat.
"Sudah tersampaikan dengan baik," balas orang itu sambil mengedipkan matanya kembali, lalu menganggukkan kepala pada Chelsea. "Good evening, Ma'am."
Dan orang itu melirik singkat pada Liam dengan seringaian liciknya, lalu berbalik untuk meninggalkan mereka dan hilang dengan kerumunan.
"Aku harap itu terakhir kalinya kamu ramah sama orang yang nggak kamu kenal," bisik Liam sengit.
Chelsea memutar bola matanya. "Itu adalah hal yang biasa buatku, juga Claire. Mereka juga cuma minta tanda tangan, kadang foto bareng."
Liam langsung menoleh pada Chelsea dengan mata terbelalak kaget. "Nggak! Nggak boleh ada foto bareng, apalagi ketemu sama orang dengan modelan kayak gitu."
"Modelan kayak gimana?" balas Chelsea dengan alis terangkat.
"Kamu nggak lihat kesan kriminal yang ada pada bule brengsek tadi?" sahut Liam tidak terima.
"Aku malah dapetin kesan kalau dia nggak ada bedanya sama kamu," balas Chelsea lagi.
"What? Kamu samain aku dengan dia?" pekik Liam yang semakin tidak terima.
Chelsea berdecak pelan dan menatap Liam kesal. "Apa sih masalahnya? Kenapa kayak gini aja mesti dibahas dan diributin?"
"Aku nggak ributin hal ini tapi ingetin kamu, Chels."
'I'm good, Liam, thanks. Jadi, bisa kita fokus untuk kelarin acara ini? Aku udah capek," balas Chelsea dingin.
Liam menarik Chelsea untuk segera menuju ke sisi gedung yang lebih sepi dan menempati meja makan yang sudah disiapkan untuk mereka berdua. Menu makan malam itu tampak biasa saja dan tidak semenarik makanan buatan Chelsea. Meski demikian, Liam dan Chelsea tetap menikmati makan malam dalam diam.
"Besok kamu masih ada kerjaan, kan?" tanya Chelsea setelah makan malamnya selesai.
Liam menoleh setelah menyesap wine-nya. "Meeting dengan para pemegang saham dan tandatangan kerjasama, why?"
Senyuman Chelsea seketika mengembang dengan tatapan penuh harap. "Good, kamu kerja, aku jalan."
"Jalan?" tanya Liam dengan kening berkerut.
"Yes!"
"Sama siapa?"
"Sendiri."
'Kenapa harus sendiri? Nggak bisa tungguin aku?"
Kening Chelsea langsung berkerut. "Kan kamu kerja! Lagian ngapain ikut-ikutan segala? Niatnya ikut ke sini adalah aku mau eksplor dan kamu diem aja di suite kalau abis kerja."
"Kok gitu?"
"Karena kamu bakalan sewot kalau aku kebanyakan jalan dan aku nggak suka disewotin atau diribetin sama kamu yang komplain sana sini."
"Aku nggak komplain."
"Tapi maksa! Udah deh, pokoknya besok aku jalan dan kamu kerja aja. Nggak usah ribet."
"Aku nggak maksa dan nggak ribet, cuma jangan pergi sendirian. Tunggu aku sebentar nanti kita jalan bareng," ucap Liam akhirnya.
Chelsea menghela napas. "Apa kita ada masalah sekarang?"
"What?"
"Kamu jadi ribet dengan hal kecil kayak gini. Kalau kamu lupa, aku ingetin lagi alasan aku mau ikut kamu karena tertarik untuk cari ide dan eksplor kuliner di sini. Bukannya stuck di kamar sambil nungguin kamu dan baru bisa pergi setelah kamu kerja," tegas Chelsea.
"Itu memang benar tapi nggak dengan pergi sendiri," ucap Liam sambil melirik tajam pada sekelilingnya selama beberapa saat, lalu kembali menatap Chelsea. "Aku nggak mau kamu sendirian, apalagi di negara orang."
"Oh, please, emangnya aku anak kecil yang bakalan nyasar? Ini bukan pertama kalinya aku mau jalan sendiri. Biasanya juga solo traveling," balas Chelsea.
"Sayangnya, kebiasaan itu udah nggak bisa kamu lakuin lagi," sahut Liam dengan nada tidak ingin dibantah.
"Kenapa?" sahut Chelsea ketus.
"Karena kamu udah jadi istri dari William James Setyadi, yang artinya, kamu bukan wanita sembarangan yang bisa kesana kemari kayak dulu lagi," ujar Liam dengan penuh penekanan.
Bibir Chelsea menekuk cemberut dan semakin terlihat tidak senang oleh ucapannya. Liam mengabaikannya dengan melihat jam tangannya, lalu beranjak sambil mengulurkan tangan pada Chelsea. "It's time to go."
"Aku sama sekali nggak ngerti kenapa kamu jadi mendadak protektif kayak gini," sewot Chelsea sambil mengabaikan uluran tangan Liam dengan beranjak berdiri sendiri dan melangkah melewatinya.
"Do we have a choice?" tanya Liam sambil menarik satu tangan Chelsea dalam genggamannya. "Masa pengenalan udah dua bulan, dan selama itu belum ada perkembangan apa-apa. Atau kamu berubah pikiran soal pernikahan ini?"
Langkah Chelsea terhenti sambil menatapnya galak. "Berubah pikiran apanya?"
"Bercerai?"
"Aku belum berubah pikiran meski nggak tahu apa rencana kedepannya, Liam."
"Lalu?" tanya Liam sambil tersenyum karena merasa senang dengan jawaban Chelsea.
"Aku tuh kesel yah liat kamu tebar pesona sama cewek-cewek cantik daritadi! Sok senyum, sok ramah sama mereka, trus sok ngatur aku sekarang, pake bilang belum ada perkembangan apa-apa dan tanya soal berubah pikiran!" jawab Chelsea yang semakin menyukakan hati Liam.
"Jadi, kamu cemburu?" tanya Liam senang.
"Ish, cemburu apanya? Kamu bikin aku nggak punya muka karena cuma jadi topeng yang berdiri di sebelah kamu," jawab Chelsea dengan ekspresi tidak terima.
Liam kembali tersenyum sambil merangkul pinggang Chelsea dan mengabaikan decakan tidak suka darinya dengan mengetatkan rangkulan. "Itu cuma sekedar basa basi, kamu tetap yang paling cantik di sini."
Ucapan Liam dibalas dengan cibiran Chelsea sambil mendorong dadanya untuk menjauh. "Can we go back now? I'm so tired and need some rest."
"Sure!" balas Liam sambil membimbing langkah Chelsea untuk keluar dari area pesta itu. "Apa kamu butuh aku buat dipeluk nanti? Cuma mau bilang kalau aku nggak keberatan untuk yang kamu lakuin waktu tidur di pesawat tadi."
Wajah Chelsea bersemu merah dengan bibir yang semakin menekuk cemberut. "Nggak, terima kasih, aku udah punya bantal yang banyak di kamar."
"It's okay, barangkali kamu berubah pikiran," balas Liam santai.
Chelsea tersenyum hambar sambil menatap Liam malas. "Kita sama-sama tahu kalau diantara kita, bukan aku yang mudah berubah pikiran."
Sindiran Chelsea sukses membuat Liam terdiam selama beberapa saat, lalu mengulum senyum penuh arti dengan pikirannya saat ini. Berubah pikiran? Hmmm, mungkin memang benar, dan seringnya terjadi saat malam tiba, pikir Liam senang.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Sepertinya aku membutuhkan bantuan Babang CH-Zone untuk part selanjutnya.
Biar lebih gemes gimana sih?
Aku lagi seneng banget halunya. 🙈
Duh, nggak sanggup aku tuh kalau kek gini terus. 🥺😝😂
21.07.22 (18.13 PM)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top