PART. 12 - DEJA VU

Hello, part ini agak panjang tapi aku seneng nulis ulangnya. 🥺
Emang dasar aku pecinta om2 jadinya yah gitu 🙃

Happy reading. 💜


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Masih bergeming sejak Chelsea meninggalkannya, Liam berdiri di dekat jendela besar sambil menatap hampa pada Chelsea yang berenang dengan luwesnya di sana. Dia masih menggenggam kotak arloji yang baru saja dibelinya setelah memilih selama hampir dua jam, dan bertanya-tanya dimana letak kesalahannya karena Chelsea menolak hadiah itu.

Untuk pertama kalinya, seorang wanita menolak hadiah pemberiannya. Merasa tidak nyaman karena kejadian tadi siang, Liam sama sekali tidak bisa fokus pada apapun yang dikerjakannya selepas siang itu. Berniat untuk berdamai, atau setidaknya mencairkan suasana dengan mencari hadiah, tapi justru berakhir dengan sebuah penolakan.

Damn, Liam menjadi kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Apalagi, ucapan Chelsea benar-benar membuatnya hilang akal dan tidak mengerti dengan kemarahan wanita itu.

Menghela napas berat, Liam mengerjap dan kembali melihat ke arah kolam. Keningnya berkerut karena Chelsea tidak terlihat, lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling kolam tanpa adanya tanda-tanda kehadiran sosok wanita itu. Saat tatapan matanya tertuju pada bayangan hitam di tengah-tengah kolam, matanya melebar kaget dan langsung membuang kotak arloji sambil berlari menuju ke kolam.

Melepas jas tanpa mencopot sepatu, Liam segera melompat turun ke dalam kolam untuk menggapai Chelsea, menarik tangannya, lalu merangkul bahu untuk dibawa ke tepi kolam. Dengan cepat, Liam mengangkat Chelsea dari kolam, berteriak memanggil siapa saja dan memaki para penjaga yang baru saja memasuki area kolam karena tidak sigap.

Tubuh Chelsea lemas dan dingin, sukses membuat Liam panik dan segera melakukan pertolongan pertama dengan menekan kuat dada Chelsea sebanyak dua tekanan per detik.

"Chelsea!" panggil Liam parau sambil terus menekan dada, berhenti sejenak untuk menempelkan telinga pada hidung Chelsea, lalu kembali menekan sambil menghitung dalam hati.

Dia yakin jika Chelsea akan baik-baik saja, tapi dengan melihat wajah Chelsea yang pucat, dan sekujur tubuhnya yang begitu dingin, membuat detak jantung Liam berdegup begitu kencang, sangat kencang hingga dirinya terasa sesak, bersamaan dengan tubuhnya yang ikut gemetar karena takut. Takut sekali.

Para penjaga mencoba memberi bantuan dengan menawarkan diri untuk menggantikan Liam melakukan CPR, tapi hanya desisan geram yang diberikan Liam dan kembali fokus untuk menyadarkan Chelsea.

Satu tekanan kuat dilakukan, dan itu sukses membuat air keluar dari mulut Chelsea, lalu mulai terbatuk-batuk. Kelegaan langsung menjalar dalam tubuh Liam dan spontan membuatnya menarik Chelsea ke dalam pelukan yang erat sambil bernapas dalam buruan yang kasar.

"What the heck are you doing in there?" gumam Liam sambil menahan diri untuk tidak menggeram, lalu menarik diri untuk memperhatikan Chelsea yang tampak linglung. "Ada yang sakit? Ada yang nggak enak? Udah merasa baikan?"

Chelsea mengerjap pelan sambil menatapnya, seolah mencerna apa yang terjadi selama beberapa saat, lalu akhirnya seperti tersadar jika saat ini dirinya sedang berhadapan dengan Liam. Tidak menjawab, tapi Chelsea terisak pelan. Liam sangat mengerti jika wanita itu terguncang.

"It's okay, you're safe now," ucap Liam sambil memeluknya kembali dan membelai lembut kepala Chelsea.

Dia merasakan Chelsea membalas pelukan dengan merangkul bahunya sambil terus terisak, membuatnya bisa merasakan tubuh Chelsea yang gemetar. Tersadar jika keduanya basah kuyup dan para penjaga dan pengurus rumah yang tampak bersiap, Liam segera mengangkat Chelsea dalam gendongan dan membawanya meninggalkan area kolam.

Mendelik tajam kepada kepala penjaga, Liam bersuara dengan tegas sambil terus berjalan. "Pecat orang yang kerja di bagian CCTV dan yang jaga area belakang rumah!"

Chelsea tersentak dan segera mendorong bahu Liam pelan, lalu berteriak dalam suaranya yang parau. "Nggak! Nggak usah pecat mereka!"

"Chelsea!" seru Liam sambil menghentikan langkah dan menatapnya tidak senang. "Mereka lalai dalam bekerja! Kalau aku nggak lagi berdiri di jendela dan liat kamu tenggelam di sana, kamu bisa mati!"

"Kenyataannya aku nggak mati," balas Chelsea ngotot.

Meski dalam keadaan tak berdaya, wanita itu tetap membuat Liam gerah dengan sifat keras kepalanya yang menyebalkan. Keduanya saling bertatapan dengan tajam, sama-sama kuat untuk beradu pandang meski keduanya masih basah kuyup hingga akhirnya Marsih memberanikan diri untuk menyela.

"Maaf, Pak, Bu, ini pada basah, baiknya keringin diri dulu baru bicara, nanti bisa pada sakit," ucap Marsih dengan nada ragu sambil melebarkan handuk untuk menutupi tubuh Chelsea.

Mendengar ucapan itu, Liam langsung kembali berjalan dengan Chelsea yang masih ada dalam gendongannya. Ada rasa tidak nyaman saat ingatan yang selalu ingin dilupakannya teringat begitu saja. Meski basah kuyup, Liam berkeringat dan itu membuatnya kembali cemas.

"I-Ini bukan kamar aku," ucap Chelsea saat Liam berjalan memasuki kamar pribadinya, diikuti Marsih dari belakang.

"Chels," ucap Liam pelan sambil menurunkan Chelsea dengan hati-hati ketika mereka sudah tiba di dalam kamarnya. "Don't make me crazy right now, please."

Chelsea tertegun, mungkin tidak menyangka melihat Liam menatapnya dengan ekspresi memohon oleh karena kecemasan yang semakin menjadi dalam dirinya saat ini. Degup jantungnya kembali mengencang, tentu bukan waktu yang tepat untuk berhadapan dengan Chelsea yang begitu keras kepala.

"Marsih akan bantuin kamu bersih-bersih, aku nggak mau ada kejadian kayak tadi tanpa pengawasan orang lain, dan setelah ini, kita baru bicara, okay?" ucap Liam dengan pelan agar Chelsea bisa mendengar ucapannya.

Tidak menjawab, tapi Chelsea mengangguk tanpa mengalihkan perhatiannya pada Liam. Setelah itu, Liam segera menyuruh Marsih untuk mengurus Chelsea dan langsung keluar dari kamar itu untuk mencari udara segar.

Menuju ke ruang kerjanya, Liam segera berjalan dan membuka pintu balkon untuk berdiri disitu sambil menengadahkan kepala untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya. Melakukan hal itu selama beberapa saat, Liam menaruh dua tangan di railing balkon sambil menunduk dengan tatapan menerawang.

Sudah dua puluh tahun sejak kejadian itu, Liam tetap tidak bisa melupakan momen terakhir ibunya merenggang nyawa tepat di pangkuannya. Meski tidak pernah ada kejadian yang membuat Liam merasa déjà vu dan cemas seperti ini, dia tidak percaya jika apa yang terjadi dengan Chelsea membuat ingatan itu kembali. Perasaan takut, kehilangan, rasa bersalah, juga hampa yang dulu dirasakan dan hampir terlupakan itu, kini kembali dirasakan dan terasa seperti nyata.

Liam tidak henti-hentinya bertanya pada dirinya sendiri untuk apa yang dirasakannya saat ini. Bingung, juga tidak percaya, tapi begitu nyata untuk dianggap sekedar kamuflase oleh karena perasaan gusar dan kalut seperti saat ini.

Kembali menarik napas dalam-dalam, Liam melepas kemejanya yang basah dan membuangnya ke sisi pintu, juga melepas sepatunya, lalu duduk begitu saja di balkon sambil mengusap wajahnya dengan frustrasi. Butuh waktu cukup lama untuk Liam menenangkan diri sampai tidak sadar jika pintu ruang kerjanya ada yang mengetuk.

Menoleh ke belakang, dia melihat kepala Chelsea yang lebih dulu muncul untuk melihat isi ruangannya, lalu terlihat kaget saat sudah mendapati Liam yang terduduk di lantai balkon dan segera masuk ke dalam ruang kerjanya.

Seperti orang tolol, Liam menatap kedatangan Chelsea dengan bibir terbuka. Wanita itu tampak begitu cantik dengan terusan selutut bercorak bunga-bunga kecil dalam model bertali. Rambut panjangnya tergerai lemas dibalik punggung, juga kedua pipi yang sudah bersemu merah, dan tampak begitu segar.

"Kenapa nggak mandi dan malah duduk di sini?" tanya Chelsea sambil berlutut untuk menyamakan posisi kepala dengan Liam. "Kamu baik-baik aja?"

Liam mengangguk dan membiarkan Chelsea mengarahkan satu tangannya pada kening Liam.

"Kenapa nggak ganti baju dan malah duduk di sini? Udaranya dingin banget," tanya Chelsea lagi sambil menoleh keluar balkon, lalu beranjak berdiri dan mengulurkan tangannya. "Ayo, masuk, nanti kamu bisa sakit."

Dengan patuh, Liam menerima uluran tangan Chelsea untuk berdiri dan masuk ke dalam ruang kerjanya, membiarkan Chelsea menutup pintu balkon. Apakah menjadi tolol akan menjadi hal baru dalam diri ini? pikir Liam bingung.

"Kenapa kamu bisa tenggelam?" tanya Liam serak, masih tidak suka dengan pemandangan Chelsea tenggelam yang dilihatnya tadi.

"Keringin badan dulu, nanti..."

"Jawab! Kenapa?" potong Liam tegas.

Terdiam, Chelsea menatap Liam dengan penuh penilaian tapi tidak membantah. "Aku lupa pemanasan, trus kaki keram."

Jika tadi sudah merasa tenang, kali ini perasaan bersalah kembali datang dan itu membuat napas Liam memberat. Bisa dipastikan jika Chelsea begitu marah padanya hingga melupakan pemanasan dan melakukan aksi renang sebagai bentuk pelampiasan emosinya. Jika saja Liam tidak membuatnya marah, mungkin hal ini tidak akan terjadi. Dalam pikirannya saat ini, dia selalu menjadi sumber masalah dan melibatkan keselamatan orang disekitarnya.

"Hey, u okay?" tanya Chelsea sambil mengambil satu langkah untuk maju tanpa mengalihkan tatapan, seolah mempelajari ekspresi Liam sedaritadi. "Kenapa kamu pucat?"

Napas Liam tertahan saat merasakan dinginnya telapak tangan Chelsea di pipi kanannya. Sorot mata cemas kini terlihat dari sepasang mata coklat yang begitu jernih, hingga membuat Liam harus mengerjap untuk memastikan jika tidak ada masalah dalam penglihatannya karena agak sedikit mengabur.

"Liam," panggil Chelsea yang kini sudah menangkup wajah Liam dengan kedua tangannya.

"Yeah?" balas Liam pelan.

"Kamu nggak baik-baik aja," gumam Chelsea dan Liam langsung menariknya ke dalam pelukan.

Tidak peduli jika wanita itu menganggapnya pria mesum atau terlalu lancang untuk memeluknya begitu saja, karena yang dibutuhkan Liam saat ini adalah perasaan tenang dan merasakan kehangatan tubuh Chelsea bahwa wanita itu masih hidup. Itu saja.

Tidak ada gerakan apapun, seperti penolakan atau umpatan dan semacamnya dari Chelsea, sebab hanya keheningan dan suasana yang begitu tenang dalam ruangan itu, sampai buruan napas kasar Liam saja yang terdengar.

Sampai akhirnya, Liam merasa ada gerakan dari Chelsea yang mendesaknya mundur tanpa melepaskan pelukan, membuatnya spontan melangkah mundur dan terjatuh duduk di kursi kosong yang ada di belakangnya. Chelsea berada tepat diatas pangkuannya, membetulkan posisi, menatapnya sesaat, lalu membalas pelukannya dalam rangkulan yang erat.

"I'm alive," bisiknya tepat di telinga Liam dengan lembut.

Hal itu membuat Liam memejamkan mata sambil mengeratkan pelukan dan menenggelamkan kepala di bahu Chelsea untuk menikmati kelegaan dan kenyamanan yang perlahan menjalar di sekujur tubuhnya saat ini.

"Thanks for saving my life," lanjut Chelsea sambil mengusap kepala Liam dengan lembut. "Maaf karena udah bikin kamu kuatir kayak gini."

Liam mengangkat kepala untuk menatap Chelsea lirih. "Aku harap itu adalah pertama dan terakhir kali kamu ngelakuin hal kayak gitu. Tolong jaga diri baik-baik."

Chelsea mengangguk.

"Dan, untuk apa yang udah aku lakuin tadi siang, juga jam tangan itu..." Liam terdiam karena bingung untuk melanjutkan ucapannya, tampak berpikir keras, dan berusaha berhati-hati dalam menyampaikannya karena tidak ingin menimbulkan masalah baru.

"Aku sama sekali nggak bermaksud untuk bikin kamu marah," lanjutnya dengan berat hati.

"It wouldn't solve anything, Liam. Don't you see? Hubungan kita bisa dibilang nggak normal dan kita bisa bersama karena paksaan, juga keadaan. Aku berusaha berdamai, tapi kamu kayak cari gara-gara terus sama aku," balas Chelsea dengan mata berkaca-kaca. "Aku juga nggak ada niat buat ikut campur urusan kamu, tapi kamu..."

"Aku minta maaf," sela Liam cepat.

Deg! Liam tersentak kaget dengan ucapan yang meluncur begitu saja dari mulutnya sendiri. Chelsea pun demikian, seolah apa yang didengarnya barusan adalah mimpi. Keduanya terdiam dengan tatapan tidak percaya yang sama.

"Well, okay," gumam Chelsea akhirnya.

"Aku tahu kalau aku bukan orang yang pantas untuk jadi suami kamu, dan jujur aja, aku juga nggak tahu apa yang aku lakuin sekarang. Aku cuma...," ucapan Liam kembali terhenti karena tidak menyangka akan bersuara dan mengeluarkan ucapan yang sama sekali tidak pernah disangkanya bisa keluar begitu saja dari mulutnya.

Semenjak kematian ibunya, Liam memilih untuk menyendiri dan menarik diri dari dunia. Tidak pandai dalam bersosialisasi, menjalani hidup seturut dengan keinginan dan kehendaknya, dan tidak membiarkan orang lain masuk dalam hidupnya, termasuk ayahnya.

Kekayaan yang dimiliki oleh keluarganya membuat Liam dengan mudah mendapatkan apapun yang diinginkannya, termasuk wanita. Dalam benaknya, tidak ada yang abadi dalam dunia ini, dan cinta adalah omong kosong belaka. Semua bisa dibeli dengan uang dan kekuasaan yang dimiliki. Segala sesuatu berjalan sesuai kehendaknya, tapi tidak begitu saat Chelsea muncul dalam hidupnya.

Setiap kali dia memberikan hadiah mahal untuk wanita, sudah pasti mereka akan luluh dan memberikan apa yang diinginkannya. Dia masih yakin jika apa yang dilakukannya sudah benar, tapi ucapan Chelsea menggoyahkan keyakinannya.

Tidak pernah memiliki hubungan baik dalam hidup membuat Liam tidak tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya untuk menyenangkan oranglain. Juga, dirinya tidak pernah memiliki hubungan romantis dengan wanita manapun karena tidak tertarik dengan komitmen. Seperti itulah dia menjalani hidupnya.

Pikirannya terbuyar saat merasakan belaian lembut di pipi kanannya dan mendapati Chelsea tengah memperhatikannya dengan ekspresi penuh pengertian. Sikap lembut yang diberikan wanita itu membuatnya terenyuh.

"Terima kasih," ucap Chelsea hangat. "Meskipun aku nggak tahu kenapa kamu bisa panik dan takut waktu melihat aku kayak tadi, tapi aku tahu kalau kamu jujur saat ini."

"I am," balas Liam sambil mengangguk.

Setiap kali Liam melihat Chelsea, setiap kali itulah dia menginginkannya. Tetapi apa yang dilakukannya adalah mati-matian menolak wanita itu dan berusaha mengabaikan pesonanya dengan bersikap arogan dan dingin padanya. Yang terjadi justru sebaliknya, semakin Liam menolak, maka semakin dirinya menginginkan Chelsea. Lebih dari apapun.

Chelsea memberi kesan yang berbeda semenjak kehadirannya dalam hidup Liam. Makanan lezat yang tersaji, dekorasi bunga yang mempercantik ruang utama, aura positif yang menguar dari para pekerja yang menyapa dengan sopan dan ramah di setiap paginya, seolah memberikan kehidupan untuk rumahnya yang begitu tenang.

"Aku lagi bikin sop krim asparagus dan fish&chips buat makan malam. Apa kamu mau dinner bareng?" tanya Chelsea kemudian.

Liam mengangguk. "Tapi sebelumnya, aku mau lakuin sesuatu."

Chelsea menatapnya dengan alis terangkat, lalu mengangguk. "Ya, kamu perlu mandi dan ganti baju. Ini kayaknya dress aku jadi ikutan basah."

"Bukan itu," balas Liam sambil menggeleng dan menahan Chelsea yang hendak beranjak dari pangkuannya. "Please, jangan tampar aku."

Sebelum mendapat jawaban Chelsea, Liam menarik Chelsea untuk kembali memeluk dan mencium bibirnya dengan dalam. Satu tangan merangkul pinggang dan satu tangannya lagi menggenggam kedua tangan Chelsea yang berada di dadanya.

Liam mencium lalu menyesap bibir Chelsea, menikmati kehangatan tubuh wanita itu yang terasa menyenangkan, dan memperhatikan ekspresinya yang masih terdiam. Tidak berapa lama kemudian, Chelsea membalas ciuman dengan mengigit bibir bawah Liam sambil memejamkan matanya, saling merapatkan tubuh untuk berbagi kehangatan, dan beradu dalam erangan lembut yang memenuhi isi ruang.

Ciuman yang berbalas, hisapan yang bersambut, dan liukan lidah yang beradu membuat keduanya menikmati momen kebersamaan itu, sampai akhirnya keduanya sama-sama menarik diri untuk menarik napas dalam buruan kasar.

"A-Aku..." ucap Chelsea dengan ekspresi tidak percaya dan terlihat bingung.

Liam mengangguk maklum sambil mengusap punggungnya naik turun. "I know, I know."

"I think we should be ready for dinner," balas Chelsea sambil beranjak dari pangkuan Liam dengan cepat dan hendak berjalan keluar dari ruang kerja.

"Chels," panggil Liam sambil menahan siku Chelsea dan spontan membuatnya menoleh.

"Ya?" tanyanya bingung.

"Do me a favor?" tanya Liam saat teringat sesuatu.

"Kalau kamu masih minta aku untuk terima kado itu, jawaban aku tetap sama," tegasnya.

Liam tersenyum sambil menggeleng. "Bukan itu. Jumat ini aku harus ke Taipei, ada pertemuan untuk tandatangan perjanjian kerjasama dengan kolega dan mungkin bisa beberapa hari di sana."

"Lalu?"

"Aku mau kamu ikut."

Chelsea terdiam, mungkin saja berpikir, dan sudah pasti ajakan itu membuat Liam tidak percaya pada dirinya sendiri untuk bisa menawarkan hal seperti itu. Shit.

"Why?" tanya Chelsea akhirnya.

Liam juga tidak tahu, tapi yang pasti adalah Liam tidak suka jika dalam beberapa hari tidak bisa bertemu dengan Chelsea walau hanya sekilas saja.

"I want to fix things between us, thought that you know what I do is the best thing to start," jawab Liam jujur.

"Well, aku pikir itu akan melanggar batas teritori yang kamu bilang untuk nggak ikut campur, dan kalau boleh jujur, aku sama sekali nggak masalah kalau kamu harus pergi selama beberapa hari, dan..."

"Forget about those damn rules!" sela Liam geram. "Aku mau kamu ikut!"

"Kenapa ngotot?" tanya Chelsea dengan nada tidak suka.

"Karena aku yang bilang!" jawab Liam. "Lagian, kamu bisa jalan-jalan untuk eksplor kuliner disana, kan? Itung-itung buat healing karena bosen kerja terus."

Liam tidak tahu apa yang merasukinya saat ini, karena yang pasti kata-katanya barusan terdengar brillian dan langsung merubah air muka Chelsea menjadi penuh minat.

"Ada benernya juga. Taiwan banyak tempat makanan yang enak-enak, udah lama aku nggak ke sana," gumam Chelsea sambil berpikir lalu mengulum senyum senang.

"Deal!" tukas Liam dengan cengiran lebarnya sambil mengarahkan jalan pada Chelsea untuk menuju ke ruang makan.

Dia tidak mempedulikan kerutan alis Chelsea yang terlihat bingung menatapnya saat ini. Yang pasti, dia sudah bertekad untuk mencoba mengenal wanita yang sedang mempersiapkan makan malam itu lebih banyak.



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷



Aku tuh nggak sanggup nulis scene manisnya Liam. 🙈
Hatinya deg2an mulu, keseringan berhenti buat nutup muka sambil memekik girang karena baper.
Yalord, halu itu enak banget ya. 🤣

Nulis Om Liam seharian ini bikin aku super hepi hari ini.
Semoga rasa senang saat aku menulisnya bisa menular ke kamu.

Borahae, Yeorobun. 💜

19.07.22 (22.10 PM)

Mundurin dikit hapenya, si Om mau nongol buat bikin dehidrasi. 🤪


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top