Part 8 - Rumit

"Di mana Nara?" tanya Kenan dengan suara tegas.

Dini dan Nisa saling melirik. Kalimat penjelasan yang telah mereka susun sebelumnya tiba-tiba buyar saat berhadapan langsung dengan Kenan. Aura laki-laki itu terlalu kuat dan mengintimidasi jika sedang emosi.

"Di mana Nara?!" tanya Kenan sekali lagi.

"Dia kerja kelompok, Kak," Dini akhirnya berhasil buka suara.

"Bohong," sahut Kenan.

"Nggak bohong, kok. Nara memang pergi kerja kelompok," Nisa coba meyakinkan.

"Kalau kalian beri tau di mana Nara, Kakak akan teraktir makan es krim."

"Nara pergi sama Barra," Dini tidak dapat memahan bibirnya untuk berkata-kata saat kata es krim dijadikan umpan.

Kenan tersenyum puas. Akhirnya ia mengetahui Nara bersama siapa. Sementara Dini merutuki kebodohannya.

"Dasar," decak Nisa sebal sambil melirik pada Dini.

"Kak Kenan, jangan khawatir. Nara pasti aman sama Barra. Biar Nara dan Barra menikmati masa pacaran mereka, Kak. Jangan diganggu," jelas Nisa meminta pengertian.

"Ganggu? Menurut kalian aku ini menganggu?" Kenan terlihat tidak suka.

"Bukan gitu, Kak. Maksud aku --"

"Kak Kenan harus traktir kami makan es krim. Aku kan udah kasih tau Nara pergi sama siapa," potong Dini coba mengalihkan pembicaraan.

Kenan menghela napas. Ya, ia sudah terlanjur berjanji.

"Baiklah, besok kita makan es krim," ujar Kenan.

"Sekarang, Kak Ken!" tegas Dini.

"Ayo, cepat ambil motor lo, Nis!" suruh Dini. Dengan cepat Nisa memasuki area parkiran sekolah untuk mengambil motornya.

Kenan melongo. Dasar remaja!

_o0o_

Kenan dan dua remaja jail itu memasuki sebuah gerai es krim di sudut kota. Gerai yang menjual berbagai rasa es krim itu cukup ramai siang ini. Ada banyak muda-mudi yang menjadi langganan tetap gerai tersebut.

"Itu Nara sama Barra," tunjuk Nisa pada salah satu meja.

Dini menoleh, diikuti Kenan. Terlihat Nara dan Barra asik berbincang, lalu keduanya tertawa kecil. Entah apa yang mereka bicarakan.

Dini cemburu melihat itu. Laki-laki impiannya bahagia dengan sahabatnya sendiri.

"Kita duduk satu meja dengan mereka," ujar Kenan dengan lugas. Kakinya melangkah ringan.

"Di sini kamu ternyata," Kenan berkata-kata dengan nada yang dalam sesampai di meja Nara dan Barra. Sontak saja kehadiran Kenan membuat pasangan yang asik berbincangan itu terkejut.

"Kak Ken," Nara nyaris kehilangan suaranya. Ia tidak percaya.

"Pulang sekolah itu harusnya langsung pulang," tambah Kenan.

Nara mendadak gugup. Ia melirik Nisa dan Dini yang berdiri di belakang Kenan. Keduanya memasang wajah memelas, seolah mengatakan maaf karena tidak berhasil untuk menahan Kenan.

"Dia siapa, Nara?" tanya Barra. Dia yang dimaksud Barra adalah Kenan.

"Gue Kenan Mahendra," jawab Kenan cepat.

"Dia tetangga gue, Bar," tambah Nara.

Oh, tetangga ternyata, Barra membatin.

"Jadi ini yang namanya bara api," entah kenapa suara Kenan terdengar menyeramkan.

"Namanya Barra, Kak," ujar Nara sebal.

Kenan memberikan tatapan tidak peduli. Ya, dia tidak peduli entah siapa nama laki-laki yang menjadi pacar Nara.

"Dari tampang, sepertinya dia bukan cowok baik-baik," komentar Kenan.

Jelas saja Barra merasa tersinggung.

"Kita pulang!" Nara berdiri dari duduknya. Bukan hal baik jika Kenan dan Barra bertemu, lebih baik ia membawa Kenan pergi sejauh mungkin dari Barra.

"Nggak!" tolak Kenan.

"Kita pulang, Kak Ken!"

"Nggak, sebelum aku bicara sama pacar kamu yang nggak jelas ini," tegas Kenan.

"Kak Kenan!" pekik Nara tidak suka.

"Kamu udah kelewatan Nara! Kamu tau kan bagaimana om menjaga kamu. Dia melarang kamu pacaran! Aku akan adukan ini ke om agar kamu kapok," ancaman Kenan. Ia terlihat tidak main-main.

"Adukan saja! Papa udah tau! Dan saat pulang ke rumah aku akan dihabisi olehnya," amuk Nara.

"Itu yang Kak Kenan mau, bukan?" tanya Nara dengan nada tajam.

Kenan terdiam sejenak. Bagaimana Ayah Nara bisa tahu?

"Nara, sebaiknya lo pulang. Kita bisa pergi lain kali --"

"Tidak ada lain kali!" Kenan memotong ucapan Barra. "Ini terakhir kalinya lo pergi dengan Nara."

Barra melirik Kenan. Kenapa Kenan sangat banyak ikut campur? Hei, Kenan hanya sebatas tetangga di sini.

"Nara tidak diberi izin oleh orangtuanya untuk pacaran! Jadi sebaiknya kalian putus!" Kenan menatap Barra dengan sengit.

"Gue akan dapatkan izin itu!" Barra tidak mau kalah.

"Itu hanya terjadi dalam mimpi lo. Dasar bocah!" sinis Kenan.

"Ayo, kita pulang!" Kemudian Kenan menarik tangan Nara. Meraih tas ransel perempuan itu yang terletak di atas kursi, lalu keduanya pergi dari sana.

Barra menatap kepergian keduanya. Bukan takut untuk melawan, hanya saja Barra tidak ingin terjadi keributan.

"Kenapa cowok itu banyak ikut campur?" tanya Barra, terlihat jelas di wajahnya emosi yang coba Barra redam.

"Kenan dan Nara udah kenal sejak lama. Bahkan Nara lebih dulu kenal dengan Kenan dari pada kita. Jadi wajar kalau mereka saling menjaga," jelas Nisa.

Dugaan bahwa Kenan menyukai Nara sebaiknya tidak diketahui Barra, lagi pula ini baru dugaan. Itu tidak akan baik untuk hubungan Barra dan Nara.

"Tapi tetap saja, mereka hanya sebatas tetangga," kesal Barra.

Dini curi-curi pandang pada Barra. Selama ini ia hanya dapat menatap Barra dari kejauhan. Senang rasanya dapat berinteraksi dengan Barra dalam jarak sekekat ini.

"Barra, lo tenang aja. Nara aman kok sama Kak Kenan," ujar Dini sambil tersenyum indah.

Barra menghela napas. Kemudian laki-laki itu mengangguk.

_o0o_

"Lepas." Nara menarik tangan dari genggaman Kenan. Matanya melotot.

"Aku benci sama Kak Kenan," pekik Nara kesal.

Kenan menghela napas. Ia usap wajahnya kasar. Apa Nara tidak paham bahwa Kenan begitu khawatir setiap Nara pergi dengan laki-laki tidak jelas?

"Ayo, pulang!" ajak Kenan. Ia naiki motornya.

"Apa Kak Kenan nggak dengar? Aku benci sama Kak Kenan!" ulang Nara dengan suara lebih kuat. Membuat beberapa orang yang melintas di sekitar parkiran kafe melirik pada mereka.

"Kak Kenan terlalu banyak ikut campur sama hidup aku!" Nara mengeluarkan kekesalannya.

"Itu karena aku peduli sama kamu, Nara," ujar Kenan mencoba tenang. Ia tidak boleh terbawa emosi.

"Aku nggak butuh rasa peduli itu!"

Harga diri Kenan terluka. Wajahnya berubah pias.

Nara tidak butuh dirinya? Begitu?

"Kamu nggak butuh?" ulang Kenan dengan suara datar.

Nara yang menyadari perubahan ekspresi Kenan seketika membatu. Sepertinya Nara salah bicara.

"Kak Kenan, terlalu berlebihan dalam menjagaku. Aku nggak suka," lirih Nara pelan. Ya, lebih baik Kenan mengetahui apa yang ia rasakan selama ini. Biar saja laki-laki itu sakit hati.

Kenan menatap Nara dengan dalam. Iris mata Kenan menyorotkan luka dan kecewa.

"Ayo, kita pulang," hanya itu kalimat yang terucap dari bibir Kenan.

Tbc

Selamat malam minggu mblooo 😁😁
Gimana sama part ini??

Akhirnya bisa up lagi
Semoga suka 😚😚

Awas ada typo 😉

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top