Part 62 - Lembar baru
Lima tahun kemudian.
"Nara!"
Hening. Pemilik nama tidak menyahut.
"Nara!"
Dan lagi-lagi yang punya nama tidak menjawab.
"Ya ampun, punya anak gadis kenapa gini banget! Hari udah siang masih aja molor," Indah mengomel tidak jelas.
Nara keluar dari dalam kamar dengan tampang kusut dengan kaos berwarna putih dan celana olahraga warna hitam, jangan lupakan rambut singa Nara khas orang bangun tidur. Ya, itu cukup menggambarkan Nara sebagai seorang pengangguran.
Nara menghampiri ibunya yang asik membaca majalah di ruang tamu. Dia menghempaskan tubuh di sofa panjang. Lagi-lagi Nara menguap lebar.
"Ya Tuhan!" Indah berdecak melihat penampilan anaknya. "Nyonya, silahkan makan dulu. Makanan sudah siap di meja makan," sindir Indah.
Nara cemberut, ya, inilah yang Nara hadapi setahun terakhir sejak ia lulus kuliah. Omelan ibunya menemani hari-hari Nara. Bahkan secara terang-terangan ibu Nara mengatakan bosan melihat Nara di rumah seharian.
Bukan Nara tidak ingin mencari pekerjaan, namun jaman sekarang mencari pekerjaan itu sangat sulit. Nara sudah menjatuhkan lamaran kerja di berbagai perusahaan dengan bekal ijazah S1 lulusan Ekonomi. Sampai saat ini belum ada panggilan kerja untuk Nara. Ah, dia memang sial. Hidup ini sungguh kejam.
"Ma, bagi duit dong. Buat beli kuota," Nara memelas. Sebenarnya dia malu diumurnya yang sebentar lagi akan menginjak dua puluh tiga tahun masih saja meminta. Tapi, masalahnya kuota Nara benar-benar sekarat.
Indah melirik sekilas. "Kamu ini! Cari duit sana! Atau minta sama pacar kamu itu. Atau minta pacar kamu buat nikahin kamu, biar minta duitnya jangan sama Mama lagi."
Ya ampun, Nara baru saja bangun tidur tapi sudah mendapat nyinyiran pedas dari sang ibu.
"Kejam banget," Nara cemberut.
"Pacar kamu udah punya modal belum buat nikahin kamu? Mama bosan lihat kamu di rumah terus," Indah menutup majalahnya.
Nara mendengus malas, jika teringat tentang si pacar hanya akan membuatnya bertambah pusing. Pasalnya si pacar ini sudah tiga hari tidak menghubungi Nara. Bagaimana bisa minta nikah kala si pacar saja kadang tampak kadang tidak.
"Nara nggak mau nikah sama dia. Mau minta putus aja. Udah tiga hari dia nggak kasih kabar," ujar Nara enteng.
Indah mendepak bahu Nara dengan majalah miliknya. "Mulut, ya mulut! Ucapan itu doa. Lima tahun pacaran mudah banget bilang putus. Kalau kredit motor udah lunas tuh selama lima tahun."
"Ya habis, dia nyebelin," Nara mengerang sebal.
Perbincangan yang melantur itu terinterupsi dengan suara bel, ada tamu datang. Lalu tanpa menunggu si tuan rumah untuk mempersilakan, tamu tersebut sudah masuk terlebih dahulu. Menganggap rumah keluarga Nara adalah miliknya sendiri.
"Tante Indah," sosok laki-laki muncul. Membuat Indah yang sebelumnya merenggut langsung berekspresi senang.
"Kenaaan, kesayangan Tante. Ya ampun!" Indah menyambut Kenan dengan suka cita dan mempersilakan Kenan duduk.
"Kamu kapan sampainya dari Australi? Gimana pekerjaan kamu? Lancarkan? Orangtua kamu sehat? Ah, Tante rindu sama mereka," Indah tidak dapat menyembunyikam rasa antusianya.
Kenan tertawa renyah menanggapi Indah yang begitu menggebu. Ia letakkan beberapa paper bag di atas meja tamu. "Tadi malam aku baru sampai sini. Ada urusan pekerjaan selama tiga hari."
"Harusnya kamu kabari Tante kalau mau ke Jakarta. Tante kan bisa masak banyak buat kamu."
"Sengaja nggak kasih kabar dulu biar Tante terkejut," Kenan tertawa ringan.
"Dan Tante benar-benar terkejut. Makin ganteng kamu sekarang," puji Indah apa adanya.
Dan Nara merasa seperti patung tidak anggap di sini. Dua orang itu asik saling melepas rindu tanpa mengindahkan kehadiran Nara. Lihat, bahkan mereka tertawa lebar tanpa berniat melibatkan Nara dalam tawa itu. Ya, dari dulu Kenan memang selalu menjadi kesayangan orangtua Nara.
Tahun demi tahun telah berlalu. Kenan beranjak menjadi sosok yang hebat dan selalu tampan. Kini Kenan bekerja di sebuah perusahaan properti di Australia dengan jabatan bergengsi, untuk materi Kenan tidak perlu diragukan.
Dulu setelah menyelesaikan sekolah di Indonesia Kenan memilih kembali ke Australia. Orangtua Kenan juga lebih senang menetap di sana, bahkan beberapa tahun kemarin orangtua Kenan memilih untuk ganti kewarganegaraan. Meraka sudah terlanjur jatuh cinta pada negara kanguru itu. Wah, pengkhianat nusa dan bangsa memang keluarga Kenan.
"Tante, ada-ada saja," Kenan tertawa renyah kalah ibu Nara menceritakan kisah saat pergi ke pasar dan lupa membawa dompet.
"Tante senang bisa lihat kamu lagi. Rasanya kayak ketemu putra sendiri yang pulang merantau setelah sukses," mata Indah berkaca-kaca.
Kacangin terus aku, Nara membatin dongkol.
"Kenan, apa kamu nggak bisa selamatkan putri satu-satu dalam keluarga ini? Ini nih, sejak wisuda betah banget nganggur. Malakin Tante terus minta duit buat beli kuota," ungkap Indah.
Itu bukan gue, batin Nara santai.
Kenan tertawa renyah. Matanya kini beralih pada Nara yang diam saja sejak kedatangannya. Kenan menatap Nara dengan rasa rindu yang menggebu.
"Apa?!" Nara melolot, Kenan menatapnya terlalu intens.
Kenan terkekeh gemas, dia pindah tempat duduk pada sisi kosong tepat di samping Nara. Tangan Kenan bergerak menuju puncak kepala Nara, mengacak rambut perempuan itu dengan lembut. Nara mengerang kesal dibuatnya.
"Kenan, jangan disentuh rambut Nara-nya. Dia belum keramas, tuh," seloroh Indah.
"Pantes bau, Tante," sahut Kenan.
"Jangankan keramas, cuci muka aja belum. Anak gadis bangun jam segini ya cuma Nara," lanjut Indah.
"Bully aja terus. Bully," decak Nara.
"Dari dulu nggak berubah. Tetap aja sensian, keras kepala dan gemesin," Kenan mencubit pipi Nara. Perempuan itu berontak, kemudian beringsut jauh dari Kenan.
Kenan menikmati wajah Nara yang merenggut tidak jelas. Gerakan tangan Nara yang ngusap bekas cubitan tidak lepas dari pengawasan Kenan. Tidak berubah sejak dulu, Nara tetap menjadi objek yang sangat menarik bagi Kenan. Kemanapun Kenan pergi Nara adalah tempatnya kembali.
"Kenan, kamu masih belum bisa move on dari anak Tante? Dasar bucin," Indah tersenyum geli. Kemudian berlalu pergi menuju dapur. Sengaja memberi ruang untuk Kenan dan Nara, sama seperti yang ia lakukan lima tahun yang lalu.
Selepas kepergian Indah hening menguasai selama beberapa saat. Kenan hanya diam sambil menikmati wajah Nara yang beberapa tahun tidak dia jumpai. Selama ini Kenan hanya melihat wajah perempuan itu melalui layar ponsel, kini Nara benar-benar ada di hadapannya. Sosok yang Kenan rindukan ini nyata.
Nara melirik Kenan sekilas. Merasa dongkol dan serba salah di saat bersamaan. Mata Kenan tidak lepas darinya. "Ngapain sih balik lagi?!" tanya Nara sebal.
Pertanyaan Nara dijawab oleh suara laki-laki lain yang tiba-tiba datang. Kedatangan laki-laki itu disambut ekspresi merenggut oleh Nara, sementara Kenan menatap dengan biasa.
"Kenapa baru datang?" tanya Nara lirih.
Tbc
1 part lagi end, udah kebaca belum alurnya?😁😁 di tunggu aja ya part berikutnya ^^
Coba kasih komentar buat part ini 👉
🎀 awas ada typo 🎀
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top