Part 53 - Rasa rindu

Aku pernah menangis,
Karena merindukanmu.
--

"Tan, tungguin gue dong," Barra setengah berlari mengejar Nara yang berjalan tiga meter di depannya.

Nara melirik ke belakang dengan sebal. Semakin memacu langkah kali dengan lebih cepat, bahkan hampir berlari untuk menghindari laki-laki itu.

"Sombong banget, sih. Walau udah jadi mantan, hubungam tali silaturahmi nggak boleh putus dong," cercah Barra begitu langkahnya dan Nara telah seiring.

"Mau apa lagi, Tan? Udah gue bilang jangan gangguin gue! Dan stop manggil gue Tan! Nama gue bukan Otan apalagi Tatan," ujar Nara sambil membawa langkah menuju kantin sekolah.

Barra terkekeh mendengar kekesalan Nara. "Masih ngehindar dari gue? Tenang, masa jabatan OSIS gue udah berakhir semester kemarin. Gue bukan lagi bintang sekolah yang jadi bahan gosip. Jadi kita bisa bebas ke mana-mana bareng tanpa takut digosipin warga sekolah."

"Gue nggak mau dekat-dekat sama lo justru karena itu! Asal lo tahu aja, dulu gue bangga banget bisa pacaran sama ketua OSIS, gue jadi ketularan tenar. Dan sekarang lo bukan ketua OSIS lagi, jadi apa yang bisa gue harapkan?" Nara mengingat masa-masa mereka.

Barra mencibir, namun dia  tidak tersinggung sama sekali dengan perkataan Nara. "Dasar! Seenggaknya gue masih ganteng. Lo nggak bangga bisa dekat sama cowok bule?"

"Bodo amat."

"Kak Kenan pernah balas chat lo?" Barra mengalihkan pembicaraan.

Nara melambatkan langkah, ekspresinya berubah datar untuk sesaat. Hari-hari telah berlalu, kini Nara menjalankan masa kelas 12 SMA semester satunya. Tidak terasa sudah beberapa bulan Kenan pergi. Malam terakhir mereka berbincang di kamar Kenan benar-benar menjadi pertemuan terakhir keduanya hingga saat ini. Jangankan membalas chat Nara, melihat pesan yang Nara kirim Kenan tidak melakukannya sama sekali. Semua sosial media laki-laki itu tidak pernah aktif.

Terkadang Nara menyesal tidak mengantar kepergian Kenan di bandara, namun di sisi lain ia bersyukur tidak melakulan hal itu. Rasanya pasti akan semakin sulit.

Jika bicara tentang rindu, Nara sudah tenggelam terlalu dalam dengan hal itu. Tidak ada seorang pun yang tahu betapa tersiksa Nara dalam setiap rasa untuk Kenan yang ia simpan untuk dirinya sendiri. Nara diam-diam sudah    tenggelam terlalu dalam dan sulit untuk kembali permukaan.

"Ada gue yang pasti di sini justru lo anggurin. Jelas-jelas gue lebih keren," ungkap Barra sambil mengambil tempat duduk di salah satu kursi kantin.

Dan akhir-akhir ini, hari Nara selalu ditempeli oleh Barra. Sejak lepas dari masa jabatan ketua OSIS Barra lebih sering mengganggu Nara. Kehadiran Barra menjadi hiburan tersendiri bagi Nara, karena dia memang tidak memiliki teman saat ini. Di lingkungan sekolah hanya ada dirinya sendiri. Pada kenyataannya hubungan yang sudah renggang sulit untuk kembali membaik, seperti kisah pertemanannya. Terasa dingin.

"Apa hobi lo sekarang cuma gangguin gue?"

"Sejak bebas dari tugas ketua OSIS gue jadi punya banyak waktu senggang. Dari pada terbuang sia-sia mending gue gangguin lo," Barra tersenyum tanpa dosa.

"Maaf, ya, gue udah ada yang punya. Jangan berharap terlalu banyak," jawab Nara dengan nada yang sengaja dibuat sombong.

"Ck, lo nungguin yang nggak pasti. Lo yakin Kenan di sana juga nungguin lo?"

Perkataan Barra menampar sudut hati Nara.

"Maaf, gue salah ngomong," buru-buru Barra meralat perkataannya. Sepertinya dia sudah menyinggung perasaan Nara.

"Lo nggak salah. Siapa pun pasti berpikir gitu, ditambah dengan kenyataan Kenan yang nggak pernah kasih kabar ke gue. Ya udah deh, hayuk kita selingkuh aja," seloroh Nara dengan nada bercanda, bermaksud untuk menutupi luka.

Barra memilih untuk tertawa sekalipun candaan Nara segaring keripik kentang. Tidak ada lagi niatan di hati Barra untuk lanjut membahas mengenai Kenan. Tujuan Barra untuk terus menempeli Nara adalah memastikan perempuan itu bahagia, bukan menciptakan kesedihan. Ah, betapa manisnya Barra.

"Mau makan apa?" tanya Barra.

"Mau tela-tela aja, deh. Lo yang bayarin," jawab Nara.

"Ngenes banget nasib gue bayarin mantan," Barra berdecak sok kesal sambil bangun dari duduknya untuk memesan makan.

_o0o_

"Huaaaa, sial banget nasib gue. Tadi pagi gue terlambat datang ke sekolah. Mana nama gue udah tiga kali masuk buku dosa bulan ini," decak Barra. Ia dan Nara kini berlajan menelusuri koridor kelas 12 setelah kembali dari kantin.

"Jangan bilang lo telat bangun lagi," tebak Nara.

"Susah banget memang buat bangun pagi, kayak ngebangun hubungan aku dan kamu."

Nara menirukan orang yang ingin muntah mendengar penuturan Barra. "Perasaan dulu lo nggak sealay ini."

"Dulukan gue harus jaga image sebagai ketua OSIS," kekeh Barra.

Dari arah yang berlawanan tanpa sengaja mereka bertemu dengan Dini dan Nisa. Pandangan Nara bergerak tidak menentu, coba untuk tidak bertatap mata secara langsung dengan Dini maupun Nisa. Ada rasa yang tidak dapat dijelaskan setiap kali Nara berada dalam lingkar yang begitu dekat dengan Dini.

Nara menundukan pandangan saat mereka saling melintasi satu sama lain. Nara tidak dapat berpikir jernih jika melihat Dini.

Apa Kenan pernah menghubungi Dini?

Apa Kenan merindukan Dini?

Apa Kenan juga secuek ini pada Dini?

Tidak ada yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan Nara kecuali Kenan sendiri. Membuat Nara semakin nelangsa sebab laki-laki itu seolah hilang ditelan bumi. Mengabaikan semua chat Nara dan tidak ada kabar sama sekali.

"Gue mau ke toilet dulu.  Lo balik duluan aja," suruh Nara pada Barra.

"Mau gue temani?" tawar Barra dengan senyuman jail.

"Otak lo benar-benar nggak terselamatkan lagi sejak berhenti jadi ketos," Nara geleng-geleng kepala seraya menjauh dari Barra. Langkah Nara mengayun menuju toilet.

Nara ingin membasuh wajahnya, barangkali dengan hal itu dia akan mendapat ketenangan.

-o0o-

"Lo benar nggak sakit hati lihat kedekatan Barra sama Nara?" tanya Nisa sambil membawa nampan berisi pesanan mereka. Dua porsi pecal dan es teh.

Dini meraih pesanannya, menyeruput es teh terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Nisa. "Gue sama Barra memang nggak jodoh. Nggak mungkinkan gue memaksakan kehendak? Gue udah pernah mencoba, dan gagal. Pada akhirnya gue pilih buat berhenti."

"Jadi intinya?"

"Gue nggak masalah kalau Nara sama Barra jalan bareng," tandas Dini yakin.

Nisa memakan beberapa sendok pecal miliknya. "Kalau Nara sama Kak Kenan, lo nggak masalah?" tanya Nisa.

Gerakan Dini yang akan memasukkan satu sendok pecal terhenti, tangannya mengambang sesaat di udara. Dini memilih untuk memgembalikan satu sendok pecal tersebut ke dalam piring. Dia tatap Nisa dengan tajam.

"Gue nggak masalah!" jawab Dini tegas.

"Yakin?"

"Apa sih, Nis?! Gue nggak ada rasa sama Kak Kenan. Kami itu cuma sebatas teman!" Dini menatap dalam, coba untuk meyakinkan Dini dan hatinya sendiri.

"Asal lo tahu, nggak ada namanya pertemanan antara cewek dan cowok. Nggak pernah ada. Salah satunya pasti punya perasaan lebih dari sekedar rasa persahabatan. Kita ambil contoh Kak Kenan dan Nara, dan mungkin juga antara lo dan Kak Kenan," jelas Nisa.

Dini menghela napas lelah, ia lelah menjelaskan bahwa Kenan tidak lebih dari sekedar teman untuk saat ini.

"Apa Kak Kenan pernah ngehubungin lo?!" Nisa masih belum menyerah untuk mendapatkan jawaban sudah sejauh mana hubungan Dini dan Kenan.

"Kemarin dia nelpon gue," jawab Dini singkat.

Tbc

Selamat malam minggu mblo 😙

Yang nggak ke mana-mana mampir di lapak aku aja. Oh iya, aku punya cerita baru judulnya SMA. Masih sepi buangeeet, yang butuh asupan cerita boleh deh mampir di sana.

Komen next di sini 👉

Yang rajin ngetik coba kasih kritik dan sarannya di sini 👉

🛇 Awas ada typo 🛇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top