Part 52 - Pergi

Nara salah sasaran saat mengira Kenan berjalan maju dan semakin dekat padanya untuk melakukan hmmm... sesuatu. Karena pada kenyataannya laki-laki itu berjalan maju untuk mengambil sesuatu yang ada di atas nakas tepat di belakang Nara. Ada sebuah helm coklat bergambar hati warna merah di atas nakas itu.

Dengan hati-hati Kenan pasangkan helm tersebut pada kepala Nara. Sedikit longgar, namun tidak buruk. Nara terlihat menggemaskan dengan helm tersebut.

"Ini ganti helm motif tongkorak. Kali ini aku nggak salah beli lagi," ungkap Kenan.

Nara tersentuh. "Kak Kenan, sejujurnya aku yang ambil helm motif tengkorak itu dari Dini."

"Iya, aku tahu. Maka dari itu aku cepat-cepat beli gantinya buat Dini supaya masalah ini nggak makin panjang," beritahu Kenan.

"Kak Kenan tahu?"

Kenan menangguk. "Hari itu waktu kaki kamu luka aku mau kasih plaster obat dan sengaja ngejar kamu. Eh, pas di depan pintu aku lihat kamu mencak-mencak nggak jelas di dekat motor Dini. Dan kamu nyuri helm dia."

"Aku nggak nyuri. Helm itu memang punyaku," sanggah Nara.

"Oh, ya? Bukannya kamu sendiri yang bilang nggak pakai helm itu lagi?" Kenan menatap jail.

"Itu... aku, ah bodo amat. Pokoknya helm itu punya aku, bukan Dini," ujar Nara keras kepala.

Kenan tertawa ringan atas kekesalan Nara seputar helm. Tangan Kenan bergerak untuk mengacak rambut pada puncak kepala Nara, namun terhenti karena Nara sedang menggunakan helm.

Mata Nara menatap polos pada tangan Kenan yang mengambang di udara. Lalu Nara merasakan puncak helmnya dielus oleh Kenan, dan diakhir gerakan Kenan menepuk pelan helm tersebut sebanyak dua kali.

Kenan tersenyum lembut, hangat dan selalu ganteng. "Aku bakal rindu sama kamu Nara."

"Kalau bisa memilih rasanya aku mau tetap tinggal di sini saja. Menghabiskan waktu untuk menjaga kamu. Mengawasi kamu untuk tidak melakukan hal-hal bodoh. Mengajari kamu bahwa keras kepala dan egois itu perlu disingkirkan di saat-saat tertentu. Dan memberitahu... kalau aku sayang sama kamu," Kenan menatap semakin dalam.

Nara merasakan kakinya tidak berpijak lagi di bumi. Kaki Nara lemas. Degup jantungnya tidak dapat ia kontrol untuk tidak berdetak cepat. Sudut mata Nara berair, dia tersentuh.

"Kamu mau menunggu aku kembali, Nara?" tanya Kenan.

Bola mata Nara dan Kenan saling beradu. Mencari rasa yang tersembunyi sebanyak mungkin.

"Kak Kenan, besok berangkat jam berapa?" Nara balas bertanya.

"Saat kamu pulang sekolah aku udah nggak di sini," Kenan terdengar menghela napas. Beban di hatinya tidak kunjung terasa ringan.

"Besok aku mau bolos, aku mau ngantar Kak Kenan ke bandara," putus Nara.

"Dan aku nggak akan kasih izin kamu untuk bolos," Kenan menatap dengan tegas. Sulit untuk Nara tolak.

"Tapi --"

"Akan semakin sulit kalau kamu datang ke bandara," mohon Kenan dengan tatapan memelas.

Pada akhirnya Nara mengangguk. Bagi Nara juga tidak akan mudah jika ikut untuk mengantar kepergian Kenan.

"Besok kita nggak bakal ketemu lagi," ujar Nara. Matanya berkaca-kaca membayangkan beberapa sulit hari-hari ke depan tanpa Kenan.

"Kak Kenan, harus janji bakal balik lagi," Nara meneteskan air mata.

"Jangan sampai berkhianat, Kak. Aku pegang semua janji, Kak Kenan. Sekalipun banyak yang lebih baik di sana, jangan lupa sama aku," tambah Nara. Nara bersihkan air matanya dengan gerakan kasar.

"Kamu bisa pegang janjiku," Kenan menutup perkacakapan mereka malam itu dengan sebuah pelukan perpisahan. Helm gambar love menjadi saksi perpisahan mereka. Tidak ada yang tahu kapan mereka akan bertemu kembali. Entah tahun depan, dua tahun, lima tahun, atau mungkin lebih lama lagi.

Percaya saja pada takdir.

-o0o-

Nara kembali meraih paginya yang cerah. Langit di atas sana bersinar terang dengan bantuan cahaya sang surya. Nara memilih untuk berangkat lebih awal dari biasa ke sekolah, ia memilih untuk lari dari kesedihan atas kepergian Kenan.

Nara menatap jam yang tergantung pada dinding kelasnya. Nara tidak tahu kapan pastinya Kenan akan pergi, hanya satu kepastian yang laki-laki itu beri. Sepulang sekolah mereka tidak akan berjumpa untuk waktu yang lama.

Satu persatu murid mulai berdatangan. Suasana kelas menjadi ramai, dan Nara merasa sendiri di antara keramaian itu. Diam-diam Nara menghitung waktu yang terus bergerak. Ia terangkap dalam rasa yang menyedihkan.

Nara membuang pandangan pada langit biru melalui jendela kelas. Apa Kenan sudah berangkat? Apa Nara sungguh tidak akan bertemu Kenan lagi? Rasanya Nara tidak percaya bahwa dia akan kehilangan Kenan... untuk sementara waktu.

Dan ada hal lain yang menjadi ketakutan sendiri bagi Nara.

Apa Kenan-nya akan benar kembali?

End
.
Eh, belum deh
Tbc

Kasih komentar kalian buat part ini 👉

Yang malas ngetik boleh deh cuma komen next doang 👉

🛇 Awas ada typo 🛇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top