Part 48 - Boleh aku percaya?
Setiap orang adalah pemeran utama dalam hidupnya.
---
"Boleh aku dengar sekali lagi?"
"Apa?"
"Yang kamu bilang tadi."
"Memangnya aku bilang apa?"
"Aku suka sama kamu."
"Aku juga," ujar Nara sambil menatap polos.
"Nara," Kenan mengeram tak suka. Nara terlalu berkelit tentang pengakuan rasa suka. Apa Nara tidak tahu jantung Kenan hampir meledak mendengar hal itu?
Nara membuang pandangan ke sekitar taman. Orang-orang berlalu lalang. Cuaca sore ini sangat mendukung untuk beraktivitas di luar rumah.
"Ngomong-ngomong, aku mau minta maaf sama Kak Kenan. Kemarin kita berantem karena aku yang emosian. Habisnya Kak Kenan nyebelin pergi jalan sama cewek lain," Nara mengingat pertengkaran mereka terakhir kali terjadi karena ia cemburu pada Dini.
"Kamu sangat sulit ditebak, Nara. Keras kepala dan bersikap seenaknya! Padahal hari itu aku mau minta pendapat kamu soal beasiswa ke Australia," ungkap Kenan.
"Kalau hari itu aku minta Kak Kenan tetap tinggal, Kak Kenan bakal tetap tinggal?"
"Kamu mau aku tetap di sini?" Kenan melihat ada harapan baru untuk hubungan mereka di mata Nara.
Nara menunduk. "Nggak! Aku mau Kak Kenan tetap pergi. Ini untuk masa depan Kak Kenan sendiri, untuk tante Arum, Om Mario dan semua orang yang mengharapkan kesuksesan Kak Kenan."
Kenan menarik kedua sudut bibirnya. "Sejak kapan kamu sedewasa ini, Nara?"
"Baru aja. Tadi pagi aku masih egois, bahkan berantem sama Dini gara-gara bubur ayam," cerita Nara.
"Jangan suka berantem sama Dini, dia itu teman yang baik."
"Kak Kenan, suka sama Dini?" tanya Nara dengan nada suara ragu.
"Hmmm," gumanan Kenan terdengar ambigu.
"Hmmm itu artinya apa?"
"Suka sebagai teman. Aku kan udah pernah bilang, Dini itu teman cerita yang baik. Pendengar yang baik. Pemikiran dia dewasa, ya, walau sama saja kayak kamu keras kepalanya. Kami punya nasib yang sama soal percintaan," curhat Kenan.
"Percintaan? Kak Kenan nggak pernah cerita sama aku soal percintaan. Kenapa sama Dini harus cerita? Apa dia begitu penting?" Ah, memang sangat sulit untuk menghilangkan kekerasan kepala ini. Keegoisan ini.
Kenan menghela napas. "Jangan asal ceplos, Nara. Baru saja dikasih nasehat sudah lupa. Lagi pula mana mungkin aku cerita soal percintaan sama kamu, saat kamu sendiri adalah orang --" Kenan mengantung kalimatnya.
"Orang?" Nara menantikan kata-kata Kenan.
"Orang yang --"
"Orang yang Kak Kenan suka. Iya Kak, sama. Aku juga suka sama, Kakak!" sambar Nara.
Kenan tercengang dan tidak menyangka Nara ternyata lebih agresif dari yang ia pikirkan. Nara kini menampilkan wajah dengan sunyuman begitu lebar. Namun siapa sangka, dalam hati Nara ia begitu gugup dan berdebar.
"Maaf, Kak. Kemarin-kemarin aku egois. Jujur aku juga nggak tahu kenapa bisa seegois itu. Aku nyakitin hati Kak Kenan. Aku janji, mulai sekarang bakal berubah jadi lebih baik," Nara coba meyakinkan Kenan bahwa dia adalah seseorang yang tepat untuk laki-laki itu.
"Kak Kenan, nggak akan salah pilih. Aku cantik, kok. Lebih cantik dari kak Novi. Aku lebih modis dari kak Novi. Aku juga bisa dewasa kayak Dini. Aku janji bakal berbaur sama teman-teman, Kak Kenan. Dan aku akan jadi orang yang menyenangkan. Aku janji," umbar Nara.
Kenan diam memperhatikan ekspresi wajah Nara. Perempuan itu terkadang tersenyum dan terkadang ekspresinya berubah serius untuk meyakinkan.
"Baiklah, kalau gitu mulai sekarang kita pacaran," tandas Nara.
Lagi-lagi Kenan tercegang. Harusnya gue yang bilang itu, batinnya.
Nara membasahi bibirnya yang terasa kering. Sejak tadi hanya Nara yang banyak bicara di sini, membuat Nara gugup setengah mampus. Kenan hanya merespons dengan menunjukkan ekspresi bingung.
Nara takut hanya dia saja yang jatuh cinta. Nara takut hanya dia saja yang antusias. Dan Nara takut dia gede rasa beranggapan bahwa Kenan juga menyukainya.
"Asssh," Kenan meringis. Nara kembali memukul punggungnya.
"Jangan diam aja dong, Kak!"
Kenan menatap gurat wajah Nara yang berubah kesal, ada kegugupan yang coba Nara tutupi.
Jantung Kenan juga berdebar tak menentu. Fakta bahwa Nara menyukainya merupakan sesuatu hal yang mendebarkan. Perasaan mereka saling berbalas dengan cara mencintai yang unik. Kini hanya perlu menyatukan dan mempertahankannya saja.
"Kak Kenan," panggi Nara ragu. Nara tidak dapat menebak apa yang ada dalam pikiran laki-laki itu.
"Lusa aku akan pergi, Nara," Kenan berbisik.
"Lusa? Cepat banget."
"Hubungan jarak jauh bukan hal yang mudah. Perlu kepercayaan, keseriusan, hati yang kuat dan komunikasi yang baik. Dalam radius dekat saja kita sering berselisih, apalagi kalau nanti kita beda benua dan negara," jelas Kenan.
Nara kembali membuang pandangan dari Kenan. "Apa itu artinya Kak Kenan nolak aku?"
"Cukup satu hal yang harus kamu tahu, Nara. Aku juga sayang sama kamu lebih dari sahabat sejak dulu, hari ini dan mungkin juga sampai nanti. Tapi aku nggak bisa menjamin yang namanya hati dan perasaan itu akan tetap kokoh, baik perasaan kamu maupun aku," Kenan meraih tangan Nara.
Mata Nara terpaku pada tangan Kenan yang membungkus erat telapak tangannya. Terasa hangat dan menenangkan, namun juga melukai.
"Aku nggak mau hubungan kita nanti akan dipenuhi kesalahpahaman yang justru saling menyakiti. Aku bukan orang yang satu-dua hari kenal kamu, Nara. Kalau nanti kamu salah paham pada satu situasi, maka sebatas kata saja nggak akan mampu membuat kamu paham. Bukan berarti aku nggak percaya sama kamu. Tapi permasalahan kita nantinya hanya akan buat kamu sedih. Aku nggak suka," Kenan coba untuk menyampaikan maksudnya.
"Kita jalani pelan-pelan. Kalau jodoh nggak akan ke mana. Selama aku hidup, hingga detik ini cuma kamu yang aku mau," tandas Kenan.
Air mata Nara menggenang di sudut matanya. Ia mencari-cari kebohongan pada mata Kenan. Hanya ketulusan yang Nara dapatkan dari cara laki-laki itu menatap.
"Jangan nangis," Ibu jari Kenan bergerak menghapus air mata Nara yang pada akhirnya jatuh.
"Aku takut kalau di sana Kak Kenan dapat yang lebih baik," ungkap Nara.
"Lihat, bahkan aku belum pergi kamu udah nangis duluan. Dengar, Nara! Kalau kamu mau menungguku, silahkan. Tapi kalau dapat yang lebih baik dari aku, maka lupakan tentang kita. Dan aturan ini hanya untuk kamu," Kenan menarik napas.
"Tugas ku hanya berjuang buat kamu. Tidak ada pilihan mencari yang lebih baik. Aku janji," tambah Kenan.
Nara mulai menangis sesegukan, sudut hatinya bergetar tidak karuan. Ia tersentuh dengan kelembutan dan ketulusan Kenan.
"Boleh aku percaya, Kak?" tanya Nara.
"Tanya hati kamu," jawab Kenan.
Tbc
Antusias sama part ini? Atau kurang panjang? Adanya cuma ini 😁😁
Kasih saran dong cast cerita ini siapa yang cocok
Nara 👉
Kenan 👉
Dini 👉
Barra 👉
Komen next yang banyak di sini 👉
🛇 Awas ada typo 🛇
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top