Part 40 - Semua orang pergi

Cinta pertama memang sulit dilupakan,
Namun cinta sejati akan mengikisnya.
__

Barra: Hari ini jadwal gue ikut lomba, gue harap lo mau datang

Nara meletakkan kembali ponsel miliknya di atas nakas. Hari minggu adalah hari yang paling tepat untuk malas-malasan. Rebahan sepanjang hari di atas ranjang. Seharusnya Nara bahagia seperti minggu-minggu sebelumnya.

Nyata ia sedih hari ini. Perasaanya tak kunjung membaik sejak bertengkar dengan semua orang. Ya, semua orang. Mulai dari Kenan, Nara hingga Nisa. Bahkan dengan Barra sendiri Nara tidak begitu intens berkomunikasi, sejak di taman belakang perpustakaan baru hari ini Barra kembali menghubunginya.

Selera makan Nara tidak sebagus biasanya, ditambah lagi beban pikiran yang membuat semua terasa berat. Nara yakin berat timbangannya turun.

Nara mengalihkan pandangan pada jendela kamar. Langit tidak begitu cerah hari ini. Mendung, semesta seolah mengerti perasaan Nara.

Sementara Nara meratapi kesedihannya, Barra menunggu kehadiran perempuan itu untuk datang. Barra berharap Nara akan datang menyaksikannya mewakili sekolah di cabang lari putra 100 meter. Nara adalah salah satu orang yang ingin Barra persembahkan atas kemenangannya.

Pukul 10. Sebentar lagi cabang olahraga yang akan Barra ikuti akan dipertandingkan. Berulang kali Barra mengecek ponsel berharap ada balasan yang menyatakan bahwa perempuan itu telah datang. Namun tidak ada balasan. Tidak ada notifikasi masuk. Barra merasa hampa.

Lapangan olahraga semakin riuh. Para pendukung sekolah masing-masing berteriak dari bangku penonton. Dini salah satu orang yang ada di sana. Dengan kostum badut kelinci Dini menyaksikan pertandingan Barra. Di tangannya ada kertas karton besar yang bertuliskan SEMANGAT MR. B :)

Ini yang terakhir. Setelah ini nggak akan ada Barra di hidup gue, janji Dini pada dirinya sendiri.

"Semangaaat," teriak Dini dari balik kostum kepala kelinci yang ia kenakan. Barra terlihat memasuki area lomba. Beberapa peserta juga bersiap-siap di sana.

Kata orang cinta pertama itu sulit dilupakan. Benar! Karena itu gue ada di sini. Dini menatap penuh harap ke lapangan. Barra sedang berjuang di sana membawa nama sekolah mereka.

Sorak orang-orang semakin riuh, terutama warga SMA Panca Dharma yang sengaja datang ke event ini. Orang-orang berteriak heboh kala Barra memimpin jalannya lomba.

Air mata Dini lolos ketika Barra mencapai garis finish sebagai juara pertama. Ya, Barra tidak pernah kalah untuk urusan apa pun. Barra selalu menjadi yang terbaik dalam bidang olahraga dan juga urusan otak. Dia yang terbaik.

Gue berharap pada cinta sejati. Cinta sejati yang akan menimbun rasa ini. Cinta sejati yang akan menyelamatkan gue dari cinta pertama yang menyakitkan ini.

Mata Dini tidak lepas dari Barra. Terlihat beberapa atlet dan pelatih SMA Panca Dharma mengerumi Barra. Memberi selamat dan menyampaikan rasa bangga mereka pada laki-laki itu. Senyuman Barra mengembang bahagia.

Gue tutup kisah cinta menyedihkan ini!

Dini menurunkan kertas karton yang ia genggam. Dini melangkah pergi dari sana, menerobos kerumunan penoton yang sesekali berdecak kesal saat Dini melintas di hadapan mereka.

Ini benar-benar berakhir.

-o0o-

Nara menjalani hari seperti biasa, oke Nara akui kini hari-harinya mulai berubah dari biasa. Jika kemarin dia duduk satu meja dengan Dini, kini Nara pindah ke kursi kosong belakang dan duduk seorang diri tanpa teman satu meja. Dan Nisa kini duduk bersama dengan Dini.

Tentang Kenan juga berubah. Laki-laki itu menjauh, seperti hilang dalam poros kehidupan Nara. Tidak ada kabar sama sekali, bahkan Nara tidak pernah bertemu dengan Kenan di sekitar komplek perumahan.

Hanya Barra satu-satunya yang tidak berubah, setidaknya untuk saat ini. Barra terus berjuang untuk Nara. Berusaha yang terbaik untuk merebut hati Nara. Entah sampai kapan laki-laki itu akan berhenti.

"Dini, ih, makan gue jangan diambil," pekik Nisa sebal. Dini mengambil makan ringan yang mereka beli bersama di kantin.

Nara yang duduk sendiri di kursi barisan belakang menyaksikan interaksi itu. Nara belum pergi ke kantin jam istirahat ini. Nara belum jajan. Nara belum beranjak dari kursinya sejak jam istirahat berbunyi, sebab dia tidak punya teman untuk di ajak.

"Tari, kantin, yuk," tawar Nara pada salah satu teman yang duduk di depan mejanya.

Tari menoleh ke belakang. "Gue udah nitip jajanan sama Gita tadi."

Nara mengangguk saja sambil tersenyum sedih. Kemudian Tari kembali fokus pada kegiatannya sendiri, meninggalkan Nara dalam kesepian seorang diri.

"Dini, sialan makanan gue dihabisin," pekik Nisa sebal.

"Ih, apaan?! Makanan lo masih banyak tuh. Gue ambil cuma dua lembar keripiknya," balas Dini tidak kalah sebal. Dini dan Nisa tenggelam dalam perdebatan tidak penting mereka, lalu keduanya tertawa nyaring ketika menyadari tingkah mereka yang konyol.

Nara memperhatikan keduanya dalam diam. Pandangan Nara tercipta dingin. Nyatanya dia tidak baik-baik saja di sini saat orang-orang bahagia tanpa keberadaannya. Menyakitkan sekaligus sesak.

Barra memasuki kelas 11 IPS 4. Perhatian murid-murid di kelas itu langsung tertuju pada Barra. Gelar ketua OSIS yang disandangnya membuat Barra tidak luput dari pengawasan warga sekolah. Barra sudah biasa akan hal itu, dan dia tidak peduli.

Barra menatap bingung kala melihat kursi yang biasa Nara tempati di duduki Nisa. Kebingunan Barra semakin bertambah saat mendapati Nara duduk seorang diri di kursi barisan paling belakang. Tidak ada teman yang mendampingi perempuan itu.

"Nara," panggil Barra lirih begitu sampai di sisi meja Nara.

Nara melirik sekilas, kemudian ia menunduk dalam. Nara malu pada keadaannya yang menyedihkan. Namun kesan dingin tidak lepas dari wajah Nara yang cantik.

"Lo pindah tempat duduk?" tanya Barra.

"Hmmm. Ini karena kemauan gue sendiri. Bukan karena masalah lo atau pun Dini," jawab Nara datar.

Barra duduk pada kursi kosong di sisi Nara. "Lo sedih? Jangan pasang wajah datar itu! Gue nggak suka lo pura-pura kuat saat hati lo terluka."

Nara membuang pandangannya jauh. Tidak berani membalas tatapan Barra yang semakin menambah sesak di hatinya.

"Kalian berantem karena gue?" Barra berbicara selembut mungkin, ia takut akan menambah kesedihan Nara jika salah berucap.

Tujuan awal Barra datang menemui Nara adalah untuk memberitahu kemenangannya di cabang lari atletik kemarin, namun melihat kondisi Nara yang tidak baik-baik saja ini bukan saat yang tepat. Baiklah, kabar ini akan Barra simpan untuk dirinya sendiri saja.

"Gue yang mau menjauh dari Dini. Kami memang nggak cocok berteman. Bukan karena lo," Nara masih saja tahan dengan sikap dinginnya.

"Seperti ketidakcocokan kita," Barra menyamakan ketidakcocokan hubungan mereka dengan hubungan pertemanan Nara dan Dini.

"Lo tahu pasti jawaban!" jawab Nara singkat.

"Kalau kita putus, apa lo bakal bahagia?" Barra mengutuk pertanyaan bodoh ini. Pertanyaan yang sangat Barra hindari, namun selalu berputar-putar dalam otaknya.

Nara diam.

"Diam artinya iya. Baiklah, kita putus!" tandas Barra. Dan saat itu separuh hatinya hancur, pergi bersama kata yang terlontar dari mulutnya. Hilang dan tidak berbekas.

Rasa sakit hati Barra semakin dalam saat kata iya terlomtar dari bibir Nara.

"Iya," Nara sama sekali tidak menatap dua bola mata Barra. "Itu lebih baik dari pada lo terus sakit hati."

"Gue harap lo bisa bahagia, entah sama Kenan atau siapa pun itu," Barra tulus mengatakannya.

Pada akhirnya Barra kalah. Lebih mudah bertahan daripada harus berpisah, nyatanya itu hanya bualan belaka. Lebih baik berpisah dibandingkan orang yang kita cintai menderita di sisi kita. Tidak mungkin terus bertahan saat salah satu pihak ingin lepas.

Tbc

Hai Hai Hai, gimana sama part ini?
Suka? Suka?

Kasihan gk liat Nara?

Btw, selamat liburan buat adek2 gemezzz semuaaa. Huhuhuhu, aku masih UAS 😥

⚠ Typo is wow
Awas ada wow ⚠

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top