Part 30 - Mencintai patah hati

Baper sendirian itu nggak enak.
__

"Ayo, keluar. Kakak sudah minta izin sama satpam supaya kalian berdua bisa masuk," Kenan menyuruh Nara dan Dini untuk keluar dari dalam mobil. Dini dan Nara bergegas turun.

Nara melirik Kenan sekilas. Suasana aneh Nara rasakan saat berada dalam jarak dekat dengan Kenan. Nara tidak terbiasa dengan rasa suka yang ia miliki ini. Kenan yang biasa ia tatap biasa saja, kini laki-laki itu terlihat luar biasa.

"Kalian berdua langsung ke guru piket yang bertugas hari ini dan jelaskan apa yang terjadi. Bilang pada guru piket kalau kalian terlibat kecelakaan kecil sehingga datang terlambat, dengan begitu hukuman kalian akan lebih ringan," Kenan menjelaskan.

Sementara Nara tenggelam dalam rasanya sendiri. Ditatapnya wajah Kenan dengan intens, memperhatikan setiap yang apa di wajah laki-laki itu. Kenan begitu menarik.

"Dini, kamu jangan terlalu aktif di kelas. Jangan banyak bergerak! Luka kamu masih belum kering," peringat Kenan.

"Siap, Pak Guru!" sahut Dini lugas.

Nara menunduk dengan mata tertuju pada bercak darah yang ada di kaos kaki putihnya. Luka kecil miliknya tidak mendapat perhatian sama sekali dari Kenan.

"Nara, kamu juga belajar yang benar! Ke sekolah itu bukan ajang cari jodoh, jangan sibuk pacaran kamu. Kalau om Rudi tahu kamu asik pacaran selama dia pergi, pasti dia akan sangat kecewa karena aku nggak bisa mengontrol kamu," Kenan tatap Nara dengan serius.

Nara tidak berani balik menatap. Ia buang pandangan dari Kenan, menatap apa saja asal tidak bertemu pandang dengan laki-laki itu.

"Kamu dengar aku, Nara?! Jangan pacaran terus dan fokus belajar karena sebentar lagi ujian kenaikan kelas!" tegas Kenan.

"Iya," sahut Nara singkat.

"Kak Kenan, sekali lagi makasih untuk hari ini. Aku benar-benar takut banget waktu nabrak mobil orang tadi, untung ada Kakak," Dini tidak dapat menyembunyikan rasa kagumnya. Dia tatap Kenan dengan penuh binar.

Kenan tersenyum tulus. "Itu gunanya teman."

-o0o-

Setelah menemui guru piket tadi dan menjelaskan apa yang terjadi Nara serta Dini diberi izin untuk masuk tanpa hukuman. Kini Dini berada di dalam kelas bersama Nisa, ia sibuk menjelaskan apa yang terjadi.

Sementra Nara duduk di kursi depan kelas, ia tatap kaos kaki putihnya. Kenan jahat sekali sampai tidak menyadari luka di kaki Nara. Apa kini hanya Dini saja yang ada di mata laki-laki itu?

Huh, Nara bete. Jadi teringat lagu Afgan yang begini liriknya terlalu sadis caramu~

"Kaki lo berdarah." Barra muncul dengan wajah datar, tidak bersahaja seperti biasa setiap kali bertemu Nara.

Nara mengangguk dengan wajah nelangsa. "Perih banget," adunya.

Barra menghela napas berat coba untuk menghilangkan kekesalan pada Nara. Harga diri yang seharusnya Barra pertahankan luluh di hadapan Nara. Banyak hal yang membuat Barra kecewa pagi ini karena perbuatan Nara, ya, sekali pun perempuan itu tidak sadar telah menyakiti hati Barra.

"Eh, jangan!" tolak Nara dengan spontan. Barra berjongkok di depannya dengan tiba-tiba, menarik Kaki Nara dan diletakkan di atas paha Barra.

"Lukanya belum dibersihkan?" tanya Barra setelah menurunkan kaos kaki putih Nara.

"Nggak ada yang peduli sama luka gue," Nara menjawab dengan nada sedih. Ia teringat Kenan yang sangat perhatian pada luka Dini.

"Biar gue obati. Ayo kita ke UKS!" Barra bangun dari duduknya.

Nara perbaiki kembali kaos kaki yang ia kenakan. "Nggak perlu. Luka ini bakal sembuh dengan sendirinya. Mengering lalu hilang."

"Kalau mau sembuh lebih cepat harus diobati. Jangan dibiarkan begitu saja," debat Barra. Ia tarik tangan Nara kemudian membawa perempuan itu menuju UKS.

Nara menurut saja. Ia ikuti langkah Barra yang bergerak tergesah-gesah. Dengan tangan yang saling mengenggam. Nara melangkah satu langkah di belakang Barra. Nara tatap punggung laki-laki itu dengan dalam.

Mendadak Nara merasa bersalah. Bagaimana ia harus menjelaskan pada Barra nantinya bahwa tidak ada rasa spesial untuk laki-laki itu? Nara tidak ingin menyakiti Barra yang sudah terlalu baik padanya.

"Lo khawatir sama gue?" tanya Nara.

"Hmmm," Barra bergumam sambil membuka pintu UKS.

Petugas UKS yang berjaga hari ini tidak ada di tempat. Membuat Barra harus melakukan sendiri pengobatan untuk Nara. Dengan lembut Barra menuntun Nara untuk duduk pada ranjang UKS, lalu mengambil kursi untuk Bara duduki sendiri. Barra menarik kaki Nara dan membuka sepatu serta kaos kaki perempuan itu.

"Lo jatuh di mana?" tanya Barra seraya mengamati luka lecet tersebut.

"Jatuh di jalanan komplek tadi waktu gue ngejar Kak Kenan," Nara cemberut mengingat Kenan.

Kenan lagi, batin Barra dongkol.

Barra menghela napas. Segera ia turunkan kaki kiri Nara dari atas pangkuannya, Barra bergegas mengambil kotak obat yang ada di atas meja petugas UKS. Ia kembali pada posisi semula, menarik kembali kaki Nara dan mengobati luka kecil itu dengan hati-hati.

"Lo nggak perlu ngelakuin ini." Nara tidak enak hati. Tidak seharunya Barra mengobati lukanya saat hati Nara yang memang sejak awal tidak untuk laki-laki ini.

"Barra," panggil Nara yang tidak mendapat jawaban apa pun. Barra masih serius, kini Barra kembali memasang kaos kaki dan sepatu Nara setelah selesai mengobati luka tersebut.

"Sudah selesai," Barra mengembalikan kotak obat ke tempat semula. Wajahnya terkesan dingin. Sikap Barra tidak secerah biasanya jika Nara menyadari hal itu.

"Nara, apa lo ingat ini hari apa?" Barra tatap Nara dengan dalam. Keduanya saling tatap.

"Ini hari senin," jawab Nara seadanya.

Barra tarik satu ujung bibirnya menciptakan senyuman remeh. Bukan untuk Nara senyuman remeh tersebut, tetapi untuk dirinya sendiri. Dirinya tidak cukup berarti untuk Nara.

"Ini memang hari senin. Sepertinya gue harus berjuang lebih keras lagi mulai hari ini dan seterusnya," untuk hati lo.

"Hidup adalah perjuangan setiap harinya," sahut Nara sambil turun dari atas ranjang UKS.

"Kalau lelah berhenti sejenak. Ambil napas dan kumpulkan kembali semangat yang hilang. Lalu bangkit dan berjuang kembali," Barra menerawang jauh. Hari ini sangat jauh dari ekspetasi Barra yang berharap bahwa ia dan Nara akan menghabiskan waktu yang bahagia di hari jadi mereka.

Nara menatap wajah Barra yang tampak suram. "Apa lo punya masalah? Kata-kata lo puitis banget sejak tadi?"

Barra diam. Ketampanan dengan garis wajah khas orang Barat itu menyimpan gurat kekesalan.

"Apa lomba atletik ada masalah? Atau ini ada hubungannya dengan urusan OSIS?" Nara menerka-nerka.

"Bukan! Ini tentang lo dan Kenan!"

Denyutan kecil muncul pada dada Nara ketika nama Kenan disebut. Mendadak Nara takut kalau Barra mengetahui apa yang Nara rasakan pada tetangganya itu. Nara bahkan baru menyadari bahwa ia menyukai Kenan beberapa jam yang lalu? Apa secepat itu Barra dapat membaca isi hati Nara?

"Memangnya ada apa sama gue dan Kak Kenan?" suara Nara terdenger tidak yakin.

"Tanya pada diri lo sendiri," Barra menutup percakapan mereka. Melangkah pergi meninggalkan Nara dalam kebimbangan hati.

Dengan sigap Nara mengikuti langkah Barra yang sudah mencapai pintu UKS. "Tunggu dulu," cegahnya.

"Gue mau jujur tentang satu hal sama lo," lanjut Nara.

Barra menoleh dan kembali menatap Nara dengan mata tajamnya. "Jujur kalau lo lebih bahagia berada di sisi Kenan, begitu?"

Nara menunduk dalam. Ia tidak berani membalas tatapan Barra yang membuatnya semakin merasa bersalah. Lebih baik Nara diam dan membiarkan laki-laki itu berargumen tentang segala kebenaran yang memang Nara rasakan.

Dan sekali lagi Nara mengakui pada dirinya sendiri bahwa ia suka Kenan, serta hanya ada rasa bangga menyandang status sebagai kekasih Barra.

Tbc

Yg mau kasih masukan di sini tempatnya 👉

🚫 Typo is wow 🚫

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top