Part 27 - Tentang rasa

Seseorang yang tak pernah jujur tentang perasaan,
yaitu kamu.
---

Hari beranjak siang. Barra bohong pada Nara dia masih tidur di atas kasur. Barra bohong pada Nara kalau dia masih di rumah. Barra bohong pada Nara kalau dia tidak masalah kalau janji mereka hari ini batal.

Karena pada kenyataan Barra sudah sampai di kafe tempat mereka janjian. Karena pada kenyataannya Barra sudah membeli coklat untuk Nara. Karena pada kenyataanya Barra telah merencana hari indah bersama Nara.

Dan segalanya batal hanya karena Kenan tidak memberi izin pada Nara untuk keluar rumah.

"Barra."

Seseorang menepuk bahu Barra. Kesendiriaannya buyar seketika.

"Dini?" Barra setengah tidak percaya kini Dini berdiri di hadapannya dengan senyuman.

"Lo ngapain di sini?" tanya Dini sambil menarik kursi untuk di duduki. Bersikap biasa saja, Dini ingin membiasakan diri untuk menatap Barra sebagai seorang teman. Tidak lebih.

"Gue ada janji sama Nara," jawab Barra.

"Lah, gue baru chat Nara katanya dia ada di rumah Kak Kenan," sahut Dini jujur.

"Janjinya batal. Dia nggak dikasih izin keluar rumah," Barra meraih jus jeruk miliknya yang telah habis setengah gelas. Barra minum jus tersebut hingga tandas, Barra berusaha untuk memadamkan kemarahan dalam dirinya.

"Oh, gitu. Ya udah, lo gabung sama gue dan Nisa. Bentar lagi dia datang kok. Udah rapi gini masa langsung pulang," tawar Dini, dan hatinya masih saja berharap bahwa Barra akan mengatakan iya.

"Lain kali aja. Gue masih ada jadwal latihan," tolak Barra halus.

Dini mencibir pelan. "Ketua OSIS mah beda. Ikut lomba sana sini dan nggak ada waktu buat nongkrong sama rakyat jelata kayak gue."

Barra tertawa renyah dengan  suara khas lelaki setengah dewasa. Matanya menyipit membuat Barra terlihat semakin ganteng. Tanpa sadar Dini begitu menikmati tawa itu, hanyut dan tenggelam.

"Ada-ada aja lo," ujar Barra disela tawanya. "Tapi sorry gue benar-benar nggak bisa nongkrong sama rakyat jelata hari ini. Gue mau pergi latihan."

"Ck, baik, Pak Ketua OSIS," Dini memperlihatkan wajah cemberut.

"Gue titip jusnya ya, tolong lo bayar." Barra memberikan uang tukaran lima puluh ribu pada Dini.

"Dan ini untuk lo." Barra berikan coklat yang seharusnya milik Nara pada Dini. Tanpa banyak bertanya Dini terima uang dan coklat tersebut.

"Gue duluan," pamit Barra.

Dini mengangguk. Matanya tidak lepas dari Barra hingga laki-laki itu hilang di balik pintu kafe. Dini tatap beberapa detik pintu yang baru saja Barra lewati. Berharap laki-laki itu akan kembali lagi dan mereka kembali berbagi cerita.

Ah, apa yang Dini harapkan sebenarnya?

"Lagi-lagi gue di kasih barang yang seharusnya milik Nara," bisik Dini pada dirinya sendiri.

-o0o-

"Nara, kamu mau tambah nasi lagi?" tanya Kenan.

Nara melirik Kenan sebentar. Terlalu lama bertatapan secara langsung dengan laki-laki itu membuat Nara merasa tidak nyaman. Perkataan Yogi merusak perasaan Nara yang sudah tertata rapi.

Kenan mengatakan bahwa Nara adalah pacarnya kepada semua teman-teman. Entah itu hanya bualan Yogi semata atau bukan, yang pasti Nara merasakan degupan aneh dalam dadanya.

"Kamu mau tambah nasi lagi, Nara?" tanya Kenan sekali lagi. Semua mata kini tertuju pada Nara. Perempuan itu jelas terlihat tidak nyaman.

Kenan, Nara, kedua orangtua Kenan serta Yogi dan Novi duduk bersama di kursi makan keluarga Kenan. Menikmati masakan ibu Kenan dan Novi.

"Nggak perlu. Aku udah kenyang," jawab Nara pelan.

"Masakan Tante nggak enak, ya? Kenapa kamu kurang semangat gitu makannya?" Arum terlihat sedih.

"Bukan gitu, Tante. Nara cuma kurang enak badan aja. Masakan Tante enak banget," sanggah Nara.

Kenan merasakan perbedaan sikap Nara sejak ia meninggalkan perempuan itu berdua dengan Yogi. Sepertinya ada sesuatu yang Yogi katakan sehingga membuat Nara berubah canggung.

Kenan yang duduk di sisi Yogi berbisik pada sang teman. "Lo ada ngomong sesuatu sama Nara? Kenapa dia canggung sama gue?"

"Gue bilang kalau lo ngakuin dia sebagai pacar di kampus," jawab Yogi dengan suara pelan, dan santai tentu saja.

"Apa?" Kenan shok. Lagi-lagi tengkuknya terasa tegang akibat ulah Yogi.

Aah, kenapa Kenan bisa berteman dengan Yogi yang selalu membuat emosi?

"Nak Novi ini satu angkatan dengan Kenan?" Mario selaku tuan rumah angkat bicara.

Novi tersenyum manis, lalu suara lembutnya terdengar. "Iya, Om. Kita satu organisasi dan kelas juga."

"Kira-kira di kampus ada nggak yang lagi dekat dengan Kenan?"

Pertanyaan Mario sukses membuat Kenan tersedak. Ia terbatuk, Kenan dengan cepat meraih air putih yang tidak jauh darinya.

"Papa ini," dengus Kenan.

"Papa cuma nanya. Mana tahu di kampus kamu ada gebetan. Kamu ini nggak pernah bawa pacar ke rumah. Nara saja sudah punya pacar masa kamu masih jomblo," ungkap Mario sambil memasukkan satu sendok nasi ke dalam mulut.

"Nara, kamu setuju bukan kalau Kak Kenan kamu ini cari pacar?" tanya Mario pada  Nara.

Nara mematap ayah Kenan dengan pandangan bingung. Nara kehilangan kata-kata untuk merangkai jawaban dari pertanyaan itu. Ada banyak hal menganjal yang tidak dapat Nara ungkapkan.

"Kenan udah punya pacar kok, Om."

Dan perkataan Yogi sukses membuat orangtua Kenan gempar.

"Pacar?!"

"Siapa?!"

"Serius kamu, Nak?

"Akhirnya Kenan punya pacar."

"Anak mama nggak jomblo lagi, dong."

Yogi tersenyum simpul saat semua orang menatapnya dengan pandangan terkejut. "Om dan Tante kenal kok siapa dia," lanjut Kenan.

"Yogi," Kenan berdesis tegas agar Yogi tidak mengatakan hal-hal aneh.

"Kami kenal dengan pacar Kenan ini. Siapa dia, Nak?" tanya Arum penasaran.

"Siapa orangnya itu bukan hak saya untuk memberitahu. Silahkan Om dan Tante tanya kan langsung pada Kenan nanti. Sekarang sebaiknya ayo kita makan. Ayo makan," Yogi tertawa puas dalam hati. Jika tidak begini Kenan tidak akan ada kemajuan untuk urusan cinta.

Orangtua Kenan mendesah kecewa karena mendapatkan jawaban yang tidak pasti.

"Awas lo nanti! Mati lo di tangan gue, Nyet!" desis Kenan.

"Nggak takut gue!" sahut Yogi santai dan lanjut memakan hidangan yang ada.

-o0o-

Barra: besok hari jadian kita yg ke satu bulan. Gue tau ini berlebihan, tapi gue senang berbagi kabar ini ke elo ❤

Kenan tidak sengaja membaca pesan yang dikirim Barra pada Nara. Ponsel perempuan itu tertinggal di meja makan setelah acara makan siang tadi selesai. Beruntung Kenan yang menemukannya. Untuk kode pengaman ponsel sudah tidak menjadi rahasia lagi di antara mereka.

Sedikit ragu namun Kenan tetap lakukan. Jari Kenan bergerak untuk menghapus chat tersebut. Katakan dia jahat.

"Kak Kenan," suara Nara mengejutkan Kenan. Ponsel yang ia genggam hampir saja terjatuh.

"Bikin kaget aja kamu," dengus Kenan berusaha santai.

"Kak Kenan liat HP aku-- nah, ini HP aku," Nara mengambil ponselnya dari Kenan.

"Jangan taruh HP kamu lagi sembarangan. Beruntung kali ini aku yang nemuin," Kenan memberi peringatan.

"Iya, Iya," jawab Nara. "Oh iya, Kak Yogi sama Kak Novi udah pulang?"

Kenan mengangguk.

"Kak Ken, aku mau nanya sesuatu sama Kakak. Cuma ... aku, gimana ya ngomongnya. Hmmm, orang yang dimaksud Kak Yogi di meja makan tadi, aku?" suara Nara melemah saat di kalimat terakhir.

Benar bukan tebakan Kenan. Yogi mengatakan yang tidak-tidak pada Nara. Temannya yang satu itu memang tidak bisa dipercaya.

"Ah, Kak Yogi pasti ngaco," Nara terkekeh. "Aku lebih ngaco lagi karena percaya kata-katanya," Nara tertawa canggung.

Nara bersiap melangkah pergi, namun tangan Kenan terlebih dahulu menarik pergelangannya. Membuat Nara berdiri dalam jarak yang begitu dekat dengan Kenan. Laki-laki itu mengunci mata Nara dengan dalam.

"Dengarkan ini baik-baik, aku nggak akan mengulangnya dua kali. Aku suka sama kamu, Nara!"

Dunia Nara berhenti di sana. Kebohongan yang Nara cari di mata Kenan tidak ia temukan. Jantung Nara berdetak cepat, kakinya lemas. Nara tidak pernah seperti ini sebelumnya, bahkan saat Barra memintanya untuk menjadi pacar.

"A-apa?" cicit Nara tak percaya.

Kenan melepaskan pergelangan Nara, lalu Kenan mundur satu langkah. Ia cubit hidung Nara dengan gemas sehingga perempuan itu tersadar dari lamunannya.

"Kamu sudah tahu arti Yin dan Yang?" tanya Kenan lagi.

Nara terdiam.

"Diam itu artinya kamu belum tahu, baiklah kalau begitu jangan anggap serius apa yang aku katakan barusan. Karena itu hanya candaan!"

Kenan menutup penjelasannya. Sedikit kecewa bahwa Nara tidak mencari tahu tentang Yin dan Yang sesuai permintaannya. Ternyata permintaan Kenan tidak sepenting itu bagi Nara.

Apa Kak Kenan mempermainkan gue? batin Nara.

Tbc

Yuuuhuuu~~ double up

Kasih kritik dan saran untuk cerita ini 👉

🚫Semakin banyak komen semakin cepat up 🚫

Typo is wow! 😎😎

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top